PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT ZnO-ZEOLIT UNTUK FOTODEGRADASI ZAT WARNA CONGO RED.

(1)

i

PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT ZnO-ZEOLIT UNTUK FOTODEGRADASI ZAT WARNA CONGO RED

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian

Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia

Oleh : Syaiful Amri NIM : 12307144026

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGAYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(2)

ii

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Komposit ZnO-Zeolit untuk Fotodegradasi Zat Warna Congo Red” yang disusun oleh Syaiful Amri, NIM

12307144026 ini telah distujui oleh pembimbing untuk diajukan.

Yogyakarta, 20 November 2016

Menyetujui, PembimbingUtama

M. Pranjoto Utomo, M.Si NIP. 19710408 199802 1 002

Koordinator Tugas Akhir Skripsi Program Studi Kimia,

Drs. Jaslin Ikhsan, M. App Sc., Ph. D NIP. 19680629 199303 1 001


(3)

iii

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Komposit ZnO-Zeolit untuk Fotodegradasi Zat Warna Congo Red” yang disusun oleh Syaiful Amri, NIM

12307144026 ini telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 26 September 2016 dan dinyatakan lulus

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda

Tangan

Tanggal M. Pranjoto Utomo, M.si

NIP. 19710408 199802 1 002

Ketua

Penguji ………….. ………….

Dr. Cahyorini Kusumawardani, M. Si NIP. 19770723 200312 2 001

Sekretaris

Penguji ………….. ………….

Prof, K.H. Sugijarto, Ph. D NIP. 19480915 196806 1 001

Penguji

Utama …………. ………….

Dr. Kun Sri Budiasih, M. Si NIP. 19720202 200501 2 001

Penguji

Pendamping ………….. ………….

Yogayakarta, November 2016

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Dekan

Dr. Hartono


(4)

iv

PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Syaiful Amri

NIM : 12307144026

Program Studi : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Judul Penelitian : Prepaasi dan Karakterisasi Komposit ZnO-Zeolit untuk Fotodegradasi Congo Red.

Menyatakan bahwa penelitian ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi yang sudah dipublikasikan atau ditulis oleh orang lain atau telah dipergunakan dan diterima sebagai persyaratan penyelesaian studi pada universitas atau institut lain, kecuali pada bagian-bagian tertentu yang telah dinyatakan dalam referensi.

Yogyakarta, November 2016 Yang menyatakan,

Syaiful Amri 12307144026


(5)

v Motto

“Tetap jalani kehidupan yang penuh MISTERI”

“Saya boleh merencanakan tapi Allah lah yang memutuskan” “Selalu BERUSAHA Bersyukur dan Ikhlas dalam Hidup”


(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah diberikan untuk meyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Ibuku tercinta Sumarsih dan Bapakku Syafi’I yang selalu memberikan do’a, motivasi dan semangatnya.

2. Kakakku Ali Wahyudi, Hanik Mundirotun, dan adikku Nurul Khasanah serta seluruh kerabat keluarga yang turut mendoakan sehingga kuliahku bisa terselesaikan.

3. Sahabat-sahabat kos yang selalu memberikan semangat, Mas Ridho, Mas Yogo, Mas Aji, Mas Erwan, dan Mas Fredi dll.

4. Teman-teman KSI-Mist yang selalu memberikan semangat dan pembelajaran.

5. Teman-teman Kimia Swadana 2012 yang selalu kompak untuk jalan-jalan :D.


(7)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Preparasi dan Karakterisasi Komposit ZnO-Zeolit untuk Fotodegradasi Zat Warna Congo Red”.

Penelitian ini disusun untuk melengkapi syarat yang telah ditetapkan oleh Jurusan Pendidikan Kimia guna memperoleh gelar sarjana sains. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Hartono, M.Si. selaku dekan FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Jaslin Ikhsan, M.App.Sc., Ph.D. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Bapak Pranjoto Utomo, M.Si. selaku dosen pembimbing. 4. Ibu Dr.Cahyorini, M.Si. selaku dosen sekretaris penguji.

5. Bapak Prof. K.H. Sugijarto, Ph. D selaku dosen penguji utama. 6. Ibu Dr. Kun Sri Budiasih, M. Si selaku dosen penguji pendamping.

7. Seluruh Dosen, Staf, dan Laboran Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY yang telah banyak membantu selama perkuliahan dan penelitian. 8. Semua pihak yang telah membantu kelancaran terselesaikannya laporan ini


(8)

viii

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak.

Yogyakarta, 2016


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMANPERSETUJUAN ... ii

HALAMANPENGESAHAN ... iii

HALAMANPERN YATAAN ... iv

MOTTO...v

HALAMAN PERSEMBAHAN... vi

KATA PENGAN TAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Batasan Masalah... 4

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian... 5

F. Manfaat Penelitian... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Zeolit Alam... 6

2. Semikonduktor ZnO ... 10

3. Mekanisme Fotokatalis... 14

Zat Warna Congo Red ... 17

5. Spektroskopi Infra Merah ... 20

6. Difraksi Sinar-X (XRD) ... 21

7. Scanning Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray Analyser (SEM-EDX) ... 24


(10)

x

B. Penelitian yang Relevan ... 27

C. Kerangka Berfikir... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Subjek dan Objek Penelitian ... 30

B. Variabel Penelitian ... 30

C. Alat dan Bahan ... 30

D. Prosedur Kerja ... 31

E. Skema Rangkaian Alat ... 34

F. Diagram Alir Kerja... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 36

A. Pembuatan Komposit ZnO-Zeolit ... 36

B. Karakterisasi Komposit ZnO-Zeolit... 37

1. Spektroskopi Inframerah. ... 38

2. Difraksi Sinar X ... 40

3. Scanning Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray Analyzer ... 41

4. Spektroskopi UV-Vis ... 43

C. Uji Aktivitas Fotokatalitik Komposit Zeolit-ZnO... 46

1. Menentukan Kurva Standar Congo Red.... 46

2. Isoterm Adsorpsi Komposit Zeolit-ZnO. ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan... 61

B. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Kristal Zeolit ... 7

Gambar 2. Diagram Energi Celah Pita dari Metal, Isolator dan Semikonduktor. ... 11

Gambar 3. Energi Celah Pita dan Harga Potensial Redoks dari Beberapa Semikonduktor ... 12

Gambar 4. a. Struktur Kristal Zink Oksida (ZnO) ... 13

Gambar 4. b. Pola Difraksi Sinar-X ZnO (ZnO) ... 13

Gambar 5. Skema Proses Fotokatalis pada Permukaan Semikonduktor ... 16

Gambar 6. Struktur Kimia Congo Red... 18

Gambar 7. Mekanisme Degradasi Congo Red Berdasarkan Analisis UV-Vis dan GC-MS ... 19

Gambar 8. Difraksi Sinar-X oleh Bidang Kristal ... 22

Gambar 9. Contoh Puncak-Puncak pada Difraktogram ... 23

Gambar 10. Diagram Alir Proses Penelitian ... 36

Gambar 11. Spektrum Inframerah Zeolit, Zeolit Aktivasi dan Zeolit-ZnO ... 38

Gambar 12. Pola Difraksi Zeolit dan Zeolit-ZnO ... 40

Gambar 13. Hasil SEM Komposit Zeolit-ZnO dengan Berbagai Perbesaran... 42

Gambar 14. Spektra EDX dari Komposit Zeolit-ZnO ... 43

Gambar 15. Spektrum Absorbansi dari Zeolit dan Komposit Zeolit-ZnO... 44

Gambar 16. Perhitungan Band Gap dari Zeolit dan Komposit Zeolit-ZnO... 45

Gambar 17. Kurva Standar Congo Red ... 46

Gambar 18. Grafik Persamaan Isoterm Langmuir ... 49

Gambar 19. Grafik Persamaan Isoterm Freundlich... 50

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Contoh Zeolit Alam yang Umum Ditemukan ... 8

Tabel 2. Rumus Oksida Beberapa Zeolit Sintetis ... 9

Tabel 3. Hasil Interpretasi FTIR Sampel Zeolit, Zeolit Teraktivasi dan Zeolit-ZnO... 38

Tabel 4. Perubahan Nilai Absorbansi dari Proses Adsorpsi... 47


(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

LAMPIRAN 1. Hasil dari Analisis XRD... 58

LAMPIRAN 2. Perhitungn Ukuran Kristal Zeolit dan ZnO-Zeolit ... 62

LAMPIRAN 3. Hasil dari Spekrta Absorbansi dan Reflektansi UV ... 65

LAMPIRAN 4. Hasil FTIR ... 71

LAMPIRAN 5. Hasil SEM-EDX... 73

LAMPIRAN 6. Pengenceran Larutan Standar Congo Red... 77

LAMPIRAN 7. Penentuan Lamda Maks Congo Red ... 78


(13)

xiii

PREPARASI DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT ZnO-ZEOLIT UNTUK FOTODEGRADASI ZAT WARNA CONGO RED

Oleh: Syaiful Amri NIM. 12307144026

Pembimbing Utama: M. Pranjoto Utomo, M.Si. ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempreparasi dan mengkarakterisasi komposit ZnO-zeolit. Tujuan lainnya adalah mengetahui pola isoterm adsorpsi dan kinetika reaksi fotodegradasi congo red dengan komposit ZnO-zeolit.

Komposit ZnO-zeolit dapat disintesis dengan metode sol-gel menggunakan perkursor zeolit alam dan Zn(CH3COO)2. Hasil sintesis dikarakterisasi

menggunakan XRD, FTIR, UV-Vis Diffuse Reflectance dan SEM-EDX. Uji

aktivitas fotoakatalitik terdiri dari tiga bagian yaitu: uji adsorpsi pada keadaan gelap, uji aktivitas fotokatalitik dengan sinar UV dan uji aktivitas fotokatalitik dengan sinar tampak.

Analisis XRD zeolit-ZnO menunjukan ukuran kristal 26,07 nm. Spektra FTIR menunjukkan adanya serapan ZnO pada bilangan gelombang 468,24 cm-1. Analisis SEM material zeolit berukuran 4 -13 mikrometer. Sedangkan material Zink Oksida (ZnO) dengan ukuran 0,31-0,35 mikrometer. Analisi EDX komposit zeolit-ZnO menunjukkan persentase massa element Zn = 21.06%.. Analisis UV-Vis didapatkan energi celah pita dari komposit zeolit-ZnO adalah 2.15 eV. Uji adsorpsi pada keadaan gelap komposit ZnO-zeolit mengikuti pola isoterm Langmuir.


(14)

xiv

PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF ZnO-ZEOLIT COMPOSITE FOR PHOTODEGRADATION OF CONGO RED

By: Syaiful Amri

Student’s Number. 12307144026 Supervisor: M. Pranjoto Utomo, M.Si.

ABSTRACT

This research was aimed to prepare and characterize ZnO-Zeolit composite, to determine the pattern of adsorption isotherms and kinetics of phtodegradation reaction congo red with ZnO-zeolite composite.

Composite ZnO-zeolite can be synthesized by sol-gel method using a precursor of natural zeolite and Zn(CH3COO)2. The synthesis result characterized

with XRD, FTIR, UV-Vis Diffuse Reflectance and SEM-EDX. Photocatalytic activity test consists of three parts: adsorption test in the dark, the photocatalytic activity test with UV light and photocatalytic activity test with visible light.

XRD analysis showed that the crystal size zeolite-ZnO was 26.07 nm. FTIR spectra showed absorption at wave number ZnO 468.24 cm-1. Based on SEM analysis, the particle size of zeolite was 4 -13 micrometers. Where as Zinc Oxide (ZnO) was 0.31-0.35 micrometer. EDX analysis of zeolite-ZnO composite showed that the composite contained 21.06 % of Zn. Based on UV-Vis analysis, band gap energy of zeolit-ZnO composite was 2.15 eV. Adsorption test in a dark state showed that ZnO-zeolite composite followed the pattern Langmuir isotherm. Keywords : ZnO-zeolit, photodegradation, congo red.


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Sektor industri tekstil di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat dari tahun ke tahun. Perkembangan ini memberikan dampak positif dan negatif bagi masyarakat. Dampak positifnya yaitu perekonomian semakin meningkat. Dampak negatifnya industri tekstil yang tidak bertanggungjawab dengan melakukan pembuangan limbah hasil pewarnaan kelingkungan langsung tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu dapat menimbulkan masalah lingkungan secara serius. Zat warna tekstil merupakan salah satu pencemar yang bersifat non-biodegradable, umumnya dibuat dari senyawa azo dan turunannya yang merupakan gugus benzena. Senyawa azo digunakan sebagai bahan celup, yang dinamakan azo dyes. Salah satu zat warna azo yang banyak digunakan adalah congo red. Senyawa azo bila terlalu lama

berada di lingkungan akan menjadi sumber penyakit karena sifatnya karsinogenik dan mutagenik, oleh karena itu perlu dicari metode yang efektif untuk menguraikan limbah tersebut (Maria, dkk., 2007).

Saat ini metode penanganan limbah cair tekstil sudah banyak dilakukan baik secara proses kimia, fisika dan bilogi maupun kombinasi antara ketiganya. Beberapa metode yang telah dikembangkan adalah metode adsorpsi menggunakan karbon aktif, koagulasi, sedimentasi dan lumpur aktif. Pengolahan limbah cair secara konvensional ini relatif mudah dalam pengerjaannya serta tidak memerlukan biaya yang tinggi, namun masih


(16)

2

terdapat kekurangan yang menyebabkan pengolahan limbah tersebut menjadi kurang optimal. Pengolahan limbah dengan metode koagulasi dan sedimentasi menimbulkan limbah baru yaitu koagulan yang tidak dapat digunakan lagi. Pada metode adsorpsi, zat warna yang diadsorpsi terakumulasi dalam adsorben tanpa menguraikan sifat toksik dan karsinogenik dari limbah zat warna tersebut sehingga menimbulkan masalah baru yang harus diselesaikan, sedangkan pada metode lumpur aktif, beberapa jenis limbah zat warna memiliki sifat yang resisten untuk didegradasi secara biologis (Nirmasari, Widodo dan Haris, 2009).

Salah satu metode alternatif pengolahan limbah zat warna yang telah dikembangkan pada saat ini yaitu metode fotodegradasi dengan menggunakan semikonduktor fotokatalis dan sinar ultraviolet (Widihati, Diantariani dan Nikmah, 2011). Proses fotokatalitik perlu dikembangkan lebih lanjut karena tidak seperti pengolahan limbah konvensional yang hanya memindahkan polutan dari suatu tempat ke tempat lainnya melainkan mampu mengubah polutan menjadi senyawa sederhana dan bersifat ramah lingkungan (Kabra, Chandhary dan Sawhney, 2004).

Beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas fotokatalisis yaitu energi celah pita atau band gap dan rekombinasi pasangan electron-hole dari

fotokatalis. Kedua faktor tersebut dipengaruhi oleh ukuran partikel dari bahan semikonduktor atau fotokalis. Oleh karena itu banyak dilakukan usaha untuk membuat fotokatalis dengan distribusi ukuran partikel yang lebih baik. Banyak peneliti yang mencoba untuk membuat fotokatalis dengan distribusi


(17)

3

ukuran yang lebih baik dengan cara mendispersikan partikel semikonduktor pada material pendukung padat seperti kaca, silika, arang aktif, lempung dan zeolit (Tayade, Kulkarni dan Jasra, 2007).

Zeolit merupakan padatan pendukung yang baik untuk mendispersikan semikonduktor ZnO karena zeolit mempunyai luas permukaan dan volum pori yang besar serta keseragaman ukuran saluran. Zeolit menunjukkan keistimewaan lainnya yang menjadikan mereka cocok untuk digunakan sebagai padatan pendukung untuk fotokatalisis yaitu (Tayade, Kulkarni dan Jasra, 2007):

1. Stabil secara fotokimia serta lembam (inert) secara kimia dan suhu.

2. Dapat ditembus cahaya radiasi lebih dari 240 nm kemudian cahaya menetrasi ke dalam padatan zeolit untuk mencapai molekul substrat di dalam pori zeolit.

3. Zeolit mempunyai daya adsorpsi yang tinggi untuk senyawa organik dari larutan dengan mendekatkan pada sisi aktif fotokatalisis.

4. Kekuatan polaritas di dalam pori zeolit disebabkan oleh variasi muatan internal yang menyeimbangkan (kation) dan ukuran saluran.

5. Kemampuan kerangka (framework) zeolit untuk berpartisipasi aktif dalam

proses transfer elektron, sebagai akseptor elektron atau donor elektron. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan melakukan preparasi fotokatalis ZnO yang berbasis zeolit alam dan akan diuji aktivitasnya dengan mendegradasi zat warna Congo red.


(18)

4 B. Identifikas i Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat diidentifikasi masalah-masalah dalam pembuatan komposit ZnO-Zeolit, antara lain sebagai berikut:

1. Bahan baku dan metode yang digunakan untuk preparasi komposit ZnO-zeolit.

2. Metode karakterisasi komposit ZnO-zeolit.

3. Uji aktivitas komposit ZnO-zeolit pada proses pendegradasian congo red.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang disajikan di atas, maka batasan dalam penelitian ini adalah:

1. Bahan yang digunakan untuk preparasi komposit ZnO-zeolit adalah ZnO- zeolit alam (Chemic) dan Zn(CH3COO)2 serta metode yang digunakan

adalah sol-gel.

2. Proses karakterisasi yang digunakan adalah XRD, FTIR, SEM-EDX dan UV-Vis Diffuse Reflektansi.

3. Uji aktivitas komposit ZnO-Zeolit pada proses degradasi congo red


(19)

5 D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu:

1. Bagaimana preparasi komposit ZnO-zeolit?

2. Bagaimana karakter komposit ZnO-zeolit berdasarkan analisis FTIR, XRD, SEM dan UV-Vis Diffuse Reflektansi ?

3. Bagaimana pola isoterm adsorpsi komposit ZnO-zeolit terhadap congo red?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui cara preparasi komposit ZnO-zeolit.

2. Mengetahui karakter komposit ZnO-zeolit berdasarkan analisis FTIR, XRD, SEM dan UV-Vis Diffuse Reflektansi.

3. Mengetahui pola isoterm adsorpsi komposit ZnO-zeolit terhadap congo red.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi terkait preparasi komposit ZnO-Zeolit.

2. Memberikan informasi terkait karakter komposit ZnO-zeolit berdasarkan analisis FTIR, XRD, SEM dan UV-Vis Diffuse Reflektansi.

3. Memberikan informasi terkait pola isoterm adsorpsi komposit ZnO-zeolit terhadap congo red.


(20)

6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Zeolit Alam

Zeolit merupakan endapan dari aktivitas vulkanik yang banyak menganndung unsur silika. Nama zeolit itu sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu Zeni dan Lithos yang berarti batu mendidih. Apabila zeolit dipanaskan maka akan membuih dan mengeluarkan air. Zeolit adalah material aluminosilikat alami yang telah banyak digunakan untuk pertukaran ion (ion exchange), adsorbsi, dan sifat katalis. Kemampuan

tersebut dimiliki oleh zeolit karena struktur kristalnya yang berongga-rongga. Material ini juga secara ekstensif diinvestigasi karena keanekaragaman strukturnya. Selain itu dengan keunikan dan beragamnya aplikasi dari zeolit telah mendorong pengembangan proses sintesis zeolit yaitu menciptakan material baru dengan dimensi pori, komposisi dan reaktivitas yang bervariasi (Rajic & Kaucic, 2002).

Mineral zeolit adalah kelompok mineral aluminium silikat terhidrasi LmAlxSiyOz.nH2O, dari logam alkali dan alkali tanah (terutama

Ca, dan Na), m, x, y dan z merupakan bilangan 2 hingga 10, n adalah koefisien dari H2O, serta L adalah logam. Zeolit secara empiris ditulis (M+,

M2+) Al

2O3SiO2.zH2O, M+ berupa Na atau K dan M2+ berupa Mg, Ca, atau

Fe, Li, Sr atau Ba dalam jumlah kecil dapat menggantikan M+ atau M2+, g dan z bilangan koefisien. Zeolit berbentuk kristal aluminosilikat terhidrasi


(21)

7

yang mengandung muatan positif dari ion-ion logam alkali dan alkali tanah dalam kerangka kristal tiga dimensi dengan setiap oksigen membatasi antara dua tetrahedron (Hay, 1996). Struktur kristal zeolit ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur kristal zeolit

(Sumber : Eni Hartini, 2011).

Struktur zeolit dapat dibedakan dalam tiga komponen yaitu rangka aluminosilikat, ruang kosong saling berhubungan yang berisi kation logam dan molekul air dalam fasa occluded (Harben & Kuzvart, 1996). Jika

kation tersebut digantikan dengan ion logam, dilanjutkan dengan oksidasi dan kalsinasi, diharapkan terbentuk oksida dari ion logam yang terdispersi pada permukaan padatan secara merata sesuai posisi ion tertukar. Pada struktur zeolit, semua atom Al dalam bentuk tetrahedral sehingga atom Al akan bermuatan negatif karana berkoordinasi dengan 4 atom oksigen. Kelebihan muatan ini biasanya diimbangi oleh kation-kation logam yang menduduki tempat tersebar dalam struktur zeolit alam yang bersangkutan. Struktur ruang kosong yang saling berhubungan tersebut menyebabkan permukaan zeolit menjadi luas.


(22)

8

Berdasarkan asalnya zeolit dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu zeolit alam dan zeolit sintesis. Zeolit alam terbentuk dari reaksi air pori dengan berbagai material seperti gelas, poorly crystalline clay,

ataupun silika. Pembentukan zeolit ini tergantung pada komposisi dari batuan induk, temperatur, tekanan parsial air, pH dan aktivitas dari ion-ion tertentu (Romaida Hutabarat, 2012). Contoh macam-macam zeolit alam menurut Djarwanto & Pangestu (1993), dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Contoh Zeolit Alam yang Umum Ditemukan No. Zeolit Alam Komposisi

1 Analism Na16(Al16Si32O96).16H2O

2 Kabasit (Na2,Ca)6(Al12Si24O72).40H2O

3 Klinoptilolit KNa2Ca2(Si29Al7) O72. 24H2O

4 Erionit (Na,Ca5K)(Al9Si27O72).27H2O

5 Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O

6 Heulandit Ca4(Al8Si28O72).24H2O

7 Laumonit Ca(Al8Si16O48).16H2O

8 Mordenit Na8(Al8Si40O96).24H2O

9 Filipsit (Na,K)10(Al10Si22O64).20H2O

10 Natrolit Na4(Al4Si6O20).4H2O

11 Wairait Ca(Al2Si4O12).12H2O

Zeolit sintesis adalah zeolit yang direkayasa sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik yang sama dengan zeolit alam, walaupun zeolit sintesis ini memiliki sifat fisis yang lebih baik Zeolit sintetik umumnya lebih banyak aplikasinya karena struktur dan sifat-sifatnya yang dapat direkayasa. Ukuran pori yang seragam dan terdistribusi merata menghasilkan selektifitas zeolit terhadap suatu molekul berdasarkan


(23)

9

bentuk dan ukuran molekul. Secara konvensional, zeolit telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang, seperti adsorben, agen penukar kation, maupun katalis (Tukur & Al-Khattar, 2011). Contoh macam-macam zeolit sintetis menurut Georgiev et al., (2009) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rumus Oksida Beberapa Zeolit Sintetis

No. Zeolit Rumus Oksida

1 Zeolit A Na2O.Al2O3.2SiO2.4,5H2O

2 Zeolit N-A (Na,TMA)2O.Al2O3.4,8SiO2.7H2O TMA-(CH3)4N+

3 Zeolit H K2O.Al2O3.2SiO2.4H2O

4 Zeolit L (K2Na2)O.Al2O3.6SiO2.5H2O

5 Zeolit X Na2O.Al2O3.2,5SiO2.6H2O

6 Zeolit Y Na2O.Al2O3.4,8SiO2.8,9H2O

7 Zeolit P Na2O.Al2O3.2-5SiO2.5H2O

8 Zeolit O (Na,TMA)2O.Al2O3.7SiO2.3,5H2O TMA-(CH3)4N+

9 Zeolit Ω (Na,TMA)2O.Al2O3.7SiO2.5H2O TMA-(CH3)4N+

10 Zeolit ZK-4 0,85Na2O.0,15(TMA)2O.Al2O3.3,3SiO2.6H2O

11 Zeolit ZK-5 (R,Na2)O.Al2O3.4-6SiO2.6H2O

Pada penelitian ini, zeolit digunakan untuk mengurangi kelemahan yang dimiliki oleh proses fotokatalisis. Kelemahan tersebut adalah daya adsorspi yang lemah sehingga proses fotokatalisis ini perlu dikombinasikan dengan suatu material adsorben. Beberapa peneliti telah membuktikan bahwa penambahan adsorben, dalam hal ini karbon aktif pada fotokatalis TiO2, dapat meningkatkan laju degradasi berbagai

senyawa organik seperti dekomposisi propyzomide (Torimoto et al.,

1996), degradasi fenol (Garcia & Huan, 2010), dan degradasi methyl orange (Y.Li et al., 2005).


(24)

10 2. Semikonduktor ZnO

Semikonduktor merupakan suatu zat yang mempunyai sifat di antara isolator dan konduktor. Perbedaan sifat isolator, konduktor dan semikonduktor menurut Yahdiana (2011), dapat dilihat dari ukuran

konduktivitas listrik (σ), struktur valensi, pita valensi dan pita konduksi,

yaitu:

a. Konduktor, merupakan suatu bahan yang dapat dengan mudah mengahantarkan arus listrik dengan nilai konduktivitas listrik (σ)

sebesar 104-106 ohm-1cm-1, mempunyai struktur dengan pita valensi berisi elektron dan pita konduksi kosong serta energi celah pita yang kecil serta struktur yang berhimpit

b. Isolator, merupakan bahan dengan daya hantar listrik yang sangat lemah atau bahkan tidak ada, dengan nilai konduktivitas listrik lebih kecil dari 10-15 ohm-1cm-1, mempunyai pita valensi yang terisi sebagian/penuh dan pita konduksi kosong, serta energi celah pita yang besar (lebih besar dari 4,0 eV).

c. Semikonduktor, merupakan suatu bahan dengan konduktivitas listrik di antara konduktor dan isolator, mempunyai nilai konduktivitas listrik sebesar 104 > σ > 10-8 ohm-1cm-1, mempunyai pita valensi yang terisi penuh dan pita konduksi yang kosong serta energi celah pita yang tidak terlalu besar sehingga memungkinkan beberapa elektron yang mempunyai cukup energi (bila diberi energi berupa radiasi) dari pita valensi dapat berpindah ke pita konduksi. Besar energi celah pita berbeda-beda untuk setiap material semikonduktor, tetapi diisyaratkan tidak melebihi 3 atau 4 eV. Diagram energi celah pita dari konduktor, isolator dan semikonduktor ditunjukkan pada Gambar 2.


(25)

11

Gambar 2. Diagram Energi Celah Pita dari Metal (Konduktor), Isolator dan Semikonduktor

(Sumber : Eni Hartini, 2011)

Semikonduktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah semikonduktor ZnO. Zink oksida adalah salah satu material semikonduktor yang menarik perhatian para peneliti sejak 40 tahun yang lalu. Material ZnO merupakan semikonduktor golongan II-VI yang memiliki jarak celah pita sebesar 3,4 eV dan mempunyai struktur yang stabil yakni wurtzite dengan jarak kisi a=0,325 nm dan c=1,521 dengan energi eksitasi ikatan sebesar 60 meV (Sing, 2009). Besarnya energi celah pita dan perbandingan besarnya potensial redoks relatif terhadap elektroda hidrogen atau potensial hidrogen Nerst dari beberapa semikonduktor dapat dilihat pada Gambar 3.


(26)

12

Gambar 3. Energi Celah Pita dan Harga Potensial Redoks dari Beberapa Semikonduktor

(Sumber : Eni Hartini, 2011).

Secara kristalografi, zink oksida memiliki tiga jenis struktur kristal, yaitu wurtzite, zincite atau zincblende dan rocksalt. Zink oksida yang

tersedia sebagai mineral di alam memiliki struktur zincite. Struktur kristal

ini berbentuk sphalerite dengan adanya atom Zn di setiap sudut dan bagian

tengah sisi (face centered cubic, FCC) dan atom O sebagai interstisi di

antara empat atom Zn yang berdekatan. Di lain hal, zink oksida yang biasa diproduksi secara komersial merupakan hasil sintesis dan berstruktur

wurtzite. Struktur ini memiliki bentuk heksagonal dan stabil pada suhu

ruang. Struktur kristal wurtzite dapat dilihat pada Gambar 4(a).

sedangkan pola difraksi sinar-X dari material ZnO nanorods dengan struktur wurtzite tersebut dapat dilihat pada Gambar 4(b). Berbeda


(27)

13

dengan struktur rocksalt hanya dapat diperoleh pada tekanan tinggi di atas

10 Gpa (Ozgur et al., 2005).

Gambar 4. a. Struktur Kristal Zink Oksida Wurtziti

(Sumber : Haslinda, 2009).

b. Pola Difraksi S-X ZnO

(Sumber : Hongxia, 2007).

Keunggulan ZnO ini dapat kita lihat dari segi aplikasinya yang sangat luas. Zink oksida tidak hanya digunakan dalam bidang elektronik sebagai semikonduktor, tetapi juga dapat berperan sebagai material piezoelektrik, sensor, sel surya dan fotokatalis. Selain dari segi aplikasinya, ZnO mudah disintesis baik secara konvensional sekalipun. Serbuk ZnO dapat disintesis dengan metode reaksi pada kondisi solid (solid-state reaction) dan metode larutan-cair (liquid solution). Reaksi

pada kondisi padat dilakukan pada temperatur tinggi memiliki keuntungan antara lain ZnO yang dihasilkan memiliki kemurnian dan kristalinitas yang baik, akan tetapi ZnO yang disintesis dengan metode reaksi pada kondisi padat menghasilkan partikel dengan ukuran besar dan morfologi tidak teratur. Selain itu, proses ini memerlukan proses sintering dan pelelehan. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknologi yang mampu mensistesis ZnO


(28)

14

pada suhu yang rendah. Metode yang tepat yang bisa digunakan untuk mengatasi kekurangan pada kondisi padat adalah metode kimia basah, antara lain metode sol-gel dan presipitasi. Metode presipitasi merupakan salah satu metode yang digunakan karena semua produk hasil reaksinya menghasilkan ukuran kristalit yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil sol-gel. Metode presipitasi dilakukan dengan temperatur sistesis yang rendah, peralatan yang digunakan sederhana, proses yang sederhana, dan kemudahan dalam mengontrol setiap proses (Romaida Hutabarat, 2012).

Sayed-Dorraji, Danesvar & Abel (2009), menginvestigasi pembuatan nano partikel ZnO dengan metode presipitasi menggunakan ZnSO4.7H2O sebagai material awal dan NaOH sebagai precipitants tanpa

melalui pemurnian lanjutan. Behnajady, Modirshhla & Ghazalin (2011), juga melaporkan sintesis nanopartikel ZnO dengan menggunakan metode presipitasi dari ZnSO4.7H2O dengan menggunakan NaOH sebagai

pembasa dengan pengadukan ultrasonik dan teknik pengeringan pada suhu 1000C untuk menghasilkan bubuk nanopartikel ZnO.

3. Mekanisme Fotokatalisis

Reaksi fotokatalisis merupakan kombinasi dari reaksi fotokimia dan katalisis. Katalisis merupakan suatu proses yang dipercepat dengan penambahan suatu katalis. Jadi reaksi fotokatalisis adalah suatu reaksi yang dipengaruhi oleh cahaya dan katalis secar bersamaan-sama. Katalis yang digunakan dalam proses ini disebut fotokatalis dan memiliki


(29)

15

kemampuan untuk mengabsorpsi foton (Eni Hartini, 2011). Secara umum fotokatalisis dibagi menjadi dua macam (Vora et al., 2009), yaitu :

a. Fotokatalis Homogen

Fotokatalis homogen adalah proses fotokatalisis dengan katalis, medium, dan reaktan berada dalam fasa yang sama. Dalam kasus ini interaksi antara foton dengan spesi pengabsorpsi (senyawa koordinasi dari logam transisi zat warna organik), substrat (kontaminan) dan cahaya akan menyebabkan terjadinya modifikasi (perubahan) substrat. Proses fotokatalisis ini terjadi dengan bantuan zat pengoksidasi seperti ozon dan hidrogen peroksida.

b. Fotokatalis Heterogen

Pada proses fotokatalisis heterogen, katalis tidak berada pada satu fasa dengan medium reaktan. Konsep degradasi fotokatalisis heterogen ini cukup sederhana, yaitu irradiasi padatan semikonduktor yang stabil untuk menstimulasi reaksi antar fasa permukaan padat atau larutan. Sesuai dengan definisi ini maka zat padatnya tidak berubah dan dapat diambil lagi setelah beberapa kali siklus reaksi redoks.

Proses awal fotokatalis heterogen pada semikonduktor adalah terbentuknya pasangan elektron-hole dalam partikel semikonduktor. Suatu semikonduktor menyerap energi yang sebanding atau lebih besar dari energi celahnya, maka elektron (e) pada pita valensi (valence band, vb)


(30)

16

meninggalkan lubang positif (hole, h+). Reaksi awal pada proses

fotokatalisis :

Semikonduktor + hv h+ vb + e- cd

Skema proses fotokatalisis pada permukaan semikonduktor dijelaskan pada Gambar 5.

Gambar 5. Skema Proses Fotokatalis pada Permukaan Semikonduktor (Sumber : Eni Hartini, 2011).

Elektron pada pita konduksi akan mereduksi oksidan sedangkan

hole pada pita valensi akan mengalami reaksi oksidasi. Selain itu dapat

juga terjadi rekombinasi yaitu elektron dan lubang positif yang terbentuk tidak saling bereaksi dengan spesi lain tetapi bergabung kembali. Proses dapat terjadi di dalam semikonduktor dengan melepaskan panas.

Ketika semikonduktor disinari dengan cahaya yang memiliki energi E = hv setara atau melebihi dari energi celah pita, reaksi fotokatalitik heterogen akan terjadi. Semikonduktor membentuk sepasang lubang pita valensi ( VB) dan elektron pita konduksi (CB).


(31)

17

Secara umum lubang pita valensi mampu mengoksidasi substrat dan elektron pita konduksi mampu mereduksi substrat. Selanjutnya larutan yang mengandung spesi, misalnya OH- , H+ , O2- , H2O , H2O2 , O2

berinteraksi. Spesi-spesi tersebut juga mampu mengalami reaksi reduksi-oksidasi. Pembentukan anion radikal superoksida O2- dan OH radikal ditunjukkan pada reaksi sebagai berikut:

h+ (VB) + H

2O OHads + H+

h+ (VB) + OH-ads OH ads

e- (CB) + O2 O2

Keterangan “ads” merupakan spesi yang teradsorpsi pada

permukaan semikonduktor (Vora et al., 2009). 4. Zat Warna Congo red

Menurut Yahdiana (2011), zat warna azo umumnya mempunyai gugus auksokrom hidroksiamin dan gugus amino tersubtitusi. Zat warna azo adalah zat warna yang mempunyai gugus azo (-N=N-). Struktur umum dari zat warna azo yaitu R-N=N-R. Berdasarkan jumlah gugus azo yang terikat, maka struktur zat warna dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, yaitu:

1. Moazo dengan satu gugus azo, (R-N=N-R)

2. Diazo dengan dua gugus azo, (R-N=N-R’-N=N-R”)

3. Triazo dengan tiga gugus azo, (R-N=N-R’-N=N-R”-N=N-R’”) 4. Poliazo dengan empat atau lebih gugus azo.


(32)

18

Senyawa congo red merupakan garam yang larut dalam air dan

disebut dengan nama asam benzidin diazo-bis-1-naftilamin-4-sulfonate. Congo red berwarna merah dan sensitif terhadap asam. Congo red

digunakan sebagai indikator pada trayek pH : 3,0-6,2 dengan warna biru-ungu-merah. Senyawa ini akan menjadi biru dengan penambahan asam dan menjadi merah dengan penambahan basa.

Congo red merupakan zat warna langsung (direct dye) hasil

sintesis pertama yang sukses secara komersial karena kemampuannya dalam mewarnai katun (selulosa) dengan cara pencelupan yang sederhana.

Congo red disebut juga sebagai direct dye 28 yang merupakan turunan

senyawa diazo yang disentesis pada tahun 1884 oleh Boettiger. Rumus bangun congo red tersaji pada Gambar 6.

Gambar 6. Struktur Kimia Congo red

(Sumber : Ni Luh Putu Widianti, James Sibarani & Manuntun Manurung, 2013)

Senyawa congo red memiliki berat molekul 696,68 g/mol dengan nama

IUPAC natrium difenildiazo-bis-α-naftilamin sulfonate. Rumus molekul

dari senyarwa congo red adalah C32H22N6Na2O6S2 dengan kelarutan dalam

air mencapai 1g/30 mL. Mekanisme degradasi congo red berdasarkan


(33)

19

Gambar 7. Mekanisme Degradasi Congo red Berdasarkan Analsisis UV-

Vis dan GC-MS

(Sumber : Gomathi, Girish & Mohan, 2009).

Gomathi, Girish & Mohan (2009), melakukan penelitian terkait proses degradasi congo red dengan menggunakan hasil analsisis GC-MS.

Pada menit ke-50 spektra m/z menunjukkan intensitas 249, 253, 274 dan 186 yang menunjukkan terjadi pembelahan molekul congo. Intensitas 249 menunjukkan intermediat dari 4-amino, 3-azo napthalene sulphoric acid

dan intensitas 186 menunjukkan pembentukan intermediat 4,4, dihidroxy biphenyl. Pengujian selama 2 jam menunjukkan intensitas m/z pada 110


(34)

20

dan 160 yang menunjukkan pembentukan intermediat quinol (1,4 dihydroxy benzene) dan 1,4 napthalene diol. Pengujian dilakukan pada 3,5

jam menunjukkan intensitas m/z pada 94 dan 152 yang menunjukkan pembentukan intermediat phenol dan 2-formylbenzoic acid. Pengujian

terakhir dilakukan pada 5 jam dan menunjukkan intensitas m/z yaitu 44 yang menunjukkan pembentukan CO2 dan menjadi proses akhir dari

degradasi congo red.

5. Spektroskopi Inframerah

Spektroskopi Inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik. Penyerapan gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-tingkat energi dalam molekul berupa eksitasi elektronik, vibrasi atau rotasi. Pembagian daerah panjang gelombang sinar inframerah terbagi dalam daerah IR dekat (14290-4000 cm-1), IR jauh (700-200 cm-1) dan IR tengah (4000-666 cm-1). Spektroskopi Inframerah digunakan untuk mengidentifikasi senyawa, khususnya senyawa organik baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Hardjono Sastrohamidjojo, 1992).

Atom-atom dalam suatu molekul mengalami getaran (vibrasi) relatif satu sama lain. Apabila getaran atom-atom tersebut menghasilkan perubahan dwikutub maka akan terjadi penyerapan radiasi inframerah pada frekuensi yang sama dengan frekuensi vibrasi alamiah molekul tersebut (Fessenden & Fessenden, 1997). Tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi inframerah walaupun mempunyai frekuensi radiasi sesuai


(35)

21

dengan gerakan ikatan. Hanya ikatan dengan momen dipol saja yang dapat menyerap radiasi inframerah (Hardjono Sastrohamidjojo, 2001).

Tidak ada dua molekul yang berbeda strukturnya akan mempunyai bentuk serapan inframerah yang tepat sama, karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam lingkungan yang sedikit berbeda. Dua buah senyawa dapat diramalkan identik atau tidak dengan membandingkan spektrum inframerah dari kedua senyawa tersebut (Hardjono Sastrohamidjojo, 1992). Berdasarkan hasil spektra inframerah akan diperoleh informasi tentang pergeseran frekuensi getaran yang diakibatkan oleh kompleksasi ligan dan ada tidaknya pita-pita inframerah tertentu sehingga dapat digunakan untuk mengetahui informasi gugus khas suatu senyawa (Day & Selbin, 1985).

6. Difraksi Sinar-X (XRD)

Difraksi sinar-X (X-Ray Diffraction) merupakan salah satu metode

karakterisasi material kristalin untuk mengindentifikasi kristal dengan mengukur pola difraksi pada daerah sudut difraksi tertentu, yang dapat memberikan keterangan tentang struktur kristal secara spesifik (Klug & Alexander, 1962). Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan untuk karakterisasi hanya beberapa milligram (Murthy & Reidinger, 1996).

Prinsip dasar XRD adalah mendifraksi cahaya melalui celah kristal. Difraksi cahaya oleh kisi-kisi atau kristal ini dapat terjadi apabila difraksi tersebut berasal dari radius yang memiliki panjang gelombang yang setara dengan jarak antar atom, yaitu sekitar 1 Angstrom. Radiasi yang


(36)

22

digunakan berupa radiasi sinar-X, elektron, dan neutron. Sinar-X yang terdifraksi oleh bidang permukaan sampel memiliki sudut refleksi yang sama dengan sudut sinar datang seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 8. (West, 1989).

Gambar 8. Difraksi Sinar-X oleh Bidang Kristal

Gambar 8. menunjukkan sinar-X yang menumbuk suatu perangkat

bidang pada kisi dua dimensi. Berkas sudut difraksi (θ) tergantung pada

panjang gelombang (λ) berkas sinar-X dan jarak (d) antar bidang

(Smallman & Bishop, 2000). Sudut antara berkas sinar yang didifraksikan

dengan sinar ditransmisikan itu besarnya selalu 2θ. 2θ inilah yang terukur

oleh alat eksperimen difraksi sinar-X dan dikenal sebagai sudut difraksi. Pola difraksi sinar-X yang terjadi akan mengikuti hukum Bragg dengan persamaan: 2d sinθ = nλ.

Metode yang sering digunakan untuk menganalisis struktur kristal adalah metode Scherrer. Metode ini digunakan untuk menentukan ukuran kristalin dalam suatu material, semakin kecil ukuran kristallitas makin lebar puncak difraksi yang dihasilkan, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 9.


(37)

23

Gambar 9. Contoh Puncak-puncak pada Difraktogram Hanya kristal yang berukuran besar dengan satu orientasi menghasilkan puncak difraksi yang mendekati sebuah garis vertikal. Lebar puncak difraksi tersebut memberikan informasi tentang ukuran kristal. Hubungan antara ukuran kristal dengan lebar puncak difraksi sinar-X dapat diproksimasi dengan persamaan Scherrer.

Dengan D merupakan ukuran kristal atau ukuran partikel (satuan:

nm), K merupakan konstanta material yang nilainya 0,9, λ merupakan

panjang gelombang sinar-X yang digunakan pada waktu pengukuran (nm),

β merupakan FWHM (Full Width at Half Maximum) puncak yang dipilih

(3 puncak utama) dan θ merupakan sudut difraksi berasal dari data grafik 2θ pada difraktogram. Analisis lebih lanjut dengan cara membandingkan

pola difraksi difraktogram dengan pola difraksi standar yang terdapat pada


(38)

24

7. Scanning Elektron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray Analyser (SEM-EDX)

Analisis SEM digunakan untuk menentukan morfologi partikel (permukaan) dan ukuran partikel. Scanning Electron Microscopy (SEM)

adalah sebuah mikroskop elektron yang didesain untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran 10

– 3.000.000 kali, depth of field 4 – 0,4 mm dan resolusi sebesar 1 – 10 nm.

Kombinasi dari perbesaran yang tinggi, depth of field yang besar, resolusi

yang baik, kemampuan untuk mengetahui komposisi dan informasi kristalografi membuat SEM banyak digunakan untuk keperluan penelitian dan industri.

EDX menggunakan emisi spektrum sinar-X dari sampel yang ditembak dengan elektron yang terfokus untuk analisis kandungan kimianya. Analisis kuantitatif melibatkan identifikasi pada garis spektrum dari X-Ray dengan membandingkan setiap unsur pada sampel dengan unsur yang sama pada standar kalibrasi yang telah diketahui komposisinya (Goldstein, 2003). Kombinasi antara SEM dan EDX menghasilkan satu panel analitis sehingga mempermudah proses analisis.

Ketika sebuah partikel atom dalam unsur kimia ditembak oleh elektron, terjadi interaksi yang mengakibatkan elektron yang energinya lebih rendah dalam atom tersebut akan terpental keluar membentuk kekosongan. Elektron yang energinya lebih tinggi akan masuk ke tempat kosong dengan memancarkan kelebihan energinya. Energi yang memancar tersebut merupakan energi yang biasa kita kenal dengan foton sinar-X. Uji


(39)

25

ini dilakukan untuk melihat morfologi permukaan material dan mengetahui persentase komposisi suatu unsur atau senyawa dari material yang dianalisis, selain itu uji ini digunakan untuk mengetahui apakah partikel-partikel filler yang dikomposit telah tersebar merata di bagian permukaan serat.

8. Spektroskopi UV-Vis

Spektrofotometer UV-Vis merupakan alat yang digunakan untuk mengukur panjang gelombang dan intensitas penyerapan sinar-UV serta cahaya tampak. Eksitasi elektron dalam orbital molekul dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi dapat terjadi akibat penyerapan sinar tampak atau ultraviolet oleh molekul tersebut. Hasil pengukuran UV-Vis berupa data hubungan antara panjang gelombang terhadap transmisi spektrum absorbansi dapat digunakan sebagai pengukuran awal untuk menentukan besarnya energi celah pita.

Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinu, monokromator sel pengadsropsi untuk sampel atau blangko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blangko atau pembanding (Khopkar, 2008). Prinsip dasar Spektrofotometer UV-Vis yaitu jika suatu material disinari dengan gelombang elektromagnetik maka cahaya akan diserap oleh elektron dalam material sehingga menyebabkan elektron akan meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Elektron tidak sanggup meloncat dari pita valensi jika energi cahaya yang diberikan kurang dari lebar celah pita energi. Jika


(40)

26

energi cahaya yang diberikan lebih besar maka elektron akan meloncat ke pita konduksi.

Material yang telah disintesis dapat diketahui besarnya energi celah pita dengan menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis Diffuse Reflectance. Energi celah pita diperoleh dengan mengubah besaran %R ke

dalam faktor Kubelka-Munk (F( R )), sesuai dengan rumus sebagai berikut:

Dimana, F( R ) adalah faktor Kubelka-Munk, K adalah koefisien

absorbansi, S merupakan koefisien scattering, dan R merupakan nilai

reflektansi. Energi celah pita diperoleh dari grafik hubungan antara hv (eV)

vs ( F ( R’∞)hv)1/2. Nilai hv (eV) ditentukan dengan persamaan berikut:

Dimana, Eg adalah energi celah pita (eV), h adalah tetapan Planck (6,624 x 10-34 Js), c adalah kecepatan cahaya di udara (2,998 x 108 m/s), dan λ adalah panjang gelombang (nm). Energi celah pita semikonduktor adalah besarnya hv pada saat (F (R’)hv)1/2 = 0, yang diperoleh dari


(41)

27 B. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang komposit ZnO-zeolit yang akan dilakukan didasarkan pada penelitian-penelitian sebelumnya.. Nevi Andari Dwi & Sri Wardhani (2014), telah melakukan penelitian tentang pengaruh konsentrasi dan pH metilen biru menggunakan fotokatalis TiO2-zeolit. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pada pH = 11 fotokatalis TiO2-zeolit bekerja secara

optimum. Sedangkan dari data konsentrasi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi metilen biru yang digunakan kemampuan degradasi semakin menurun. Penelitian yang dilakukan menunjukkan penurunan konsentrasi metilen biru optimum pada konsentrasi 10 mg/mL. Data waktu kontak menunjukkan bahwa semakin lama waktu kontak semakin banyak zat warna metilen biru yang terdegradasi. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa waktu kontak optimum dicapai pada 50 menit.

Nadhir Dicky Perdana, Sri Wardhani & Muhammad Misbah Khunur (2014), telah melakukan penelitian tentang degradasi metilen biru menggunakan fotokatalis ZnO-zeolit dengan penambahan hidrogen peroksida. Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan hidrgen peroksida dan lama penyinaran terhadap persentase degradasi metilen biru. Berdasarkan nilai konstanta laju reaksi, penambahan hidrogen peroksida mempengaruhi nilai konstanta laju reaksi. Penambahan hidrogen peroksida (0,1-0,5 mL) diperoleh konstanta laju terbesar pada penambahan hidrogen peroksida 0,4 ml dengan konstanta laju sebesar 0,013 menit-1. Semakin lama waktu penyinaran maka degradasi metilen biru semakin


(42)

28

besar. Pada waktu penyinaran 50 menit diperoleh persentase degradasi terbesar yaitu 88,49 % dengan penambahan hidorgen peroksida 0,4 mL.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Putri Dini, Eka Wahyu & Sri Wardhani (2014), tentang degradasi zat warna metilen biru menggunakan fotokatalis ZnO-zeolit dibawah sinar UV dengan melakukan variasi konsentrasi metieln biru, variasi pH, dan waktu kontak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan konsentrasi optimum metilen biru adalah 20 mg/L dengan pH optimum pada pH 9 dan waktu kontak optimum pada 50 menit. Variasi konsentrasi menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi metilen biru yang digunakan maka kemampuan degradasi metilen biru semakin menurun. Sedangkan pada pH basa, kemampuan aktivitas fotokatalis semakin meningkat. Pada waktu kontak optimum menunjukkan metilen biru yang terdegradasi semakin banyak. Dewa Ayu Wismayanti, Ni Putu Diantariani & Sri Rahayu Santi (2015), telah berhasil membuat komposist ZnO-arang aktif dengan metode sol-gel yang digunakan untuk mendegradasi metilen biru melalui radiasi dengan sinar UV selama 5 jam. Komposit ZnO-arang aktif 5:1 pada pH optimum 11 memberikan persentase degradasi metilen biru tertinggi yaitu sebesar 99,9±70,02%.


(43)

29 C. Kerangka Berpikir

Limbah zat warna merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pencelupan pada industri tekstil. Salah satu zat warna yang dapat berpotensi menjadi limbah zat warna adalah congo red. Limbah ini dapat menimbulkan

masalah yaitu kerusakan lingkungan. Oleh karena itu perlu mencari solusi yang tepat untuk menangani pencemaran lingkungan oleh limbah zat warna. Salah satu solusi yang pernah digunakan adalah menggunakan material penyerap atau pengadsorp dari zat warna tersebut adalah zeolit. Salah satu cara untuk mengurangi limbah zat warna tersebut adalah dengan menggunakan zat pengadsorpsi seperti zeolit. Namun zeolit saja masih belum efektif untuk mengurangi pencemaran zat warna tersebut. Oleh karena itu ditambahkan bahan yang mampu mendegradasi zat warna, seperti bahan semikonduktor. Salah satu contoh bahan semikonduktor adalah zink(II) oksida yaitu semikonduktor yang mempunyai energi celah pita sekitar 3,2 eV. Modifikasi zeolit dengan menyisipkan bahan semikonduktor ZnO diharapkan mampu mendegradasi zat warna congo red sehingga dapat mengurangi


(44)

30 BAB III

METODE PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah komposit ZnO-Zeolit 2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah karakter komposit ZnO-Zeolit dan aktivitas fotokatalitik komposit ZnO-Zeolit.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah berat (gram) ZnO-zeolit, waktu penyinaran sinar tampak dan UV terhadap aktivitas fotodegradasi zat warna congo red

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah karakter yang meliputi gugus fungsional, ukuran dan morfologi partikel, komposisi unsur dalam senyawa, energi celah pita dan aktivitas fotokatalitik dari komposit ZnO-zeolit.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat Penelitian

a. Alat-alat gelas dan ukur b. Heating dan magnetic stirrer


(45)

31 d. Muffle furnace

e. Penyaring buchner

f. Shaker

g. Sentrifuge

h. Desikator

i. Peralatan degradasi

j. Fourirer Transform Infra Red (FTIR) Shimadzu IR Prestige-21 k. XRD Lab-X Type 6000 Shimadzu Japan

l. SEM-EDX JEOL JED-2300

m. UV-Vis 1700 Pharmaspec Spectrophotometer Specular Reflectance Attachment

n. Spectronic 20 2. Bahan Penelitian

a. Zeolit alam (Chemic) b. Zn(CH3COO)2 padat

c. Larutan NaCl, larutan NaOH d. Akuades

e. Zat warna congo red

f. Kertas saring g. Etanol D. Prosedur Penilitian

1. Aktivasi Zeolit

Aktivasi zeolit bertujuan agar zeolit yang masih memiliki struktur tidak teratur dapat disusun kembali dan meningkatkan sifat-sifat khusus zeolit


(46)

32

alam dengan cara menghilangkan unsur-unsur pengotor dan menguapkan air yang terperangkap dalam pori kristal zeolit.

a. Aktivasi zeolit secara fisika

Aktivai zeolit secara fisika dengan cara mencampurkan sebanyak 1 : 3 zeolit alam dengan akuades kemudian diaduk selama 1 jam pada suhu 90oC. Selanjutnya campuran didekantasi untuk membuang pelarutnya kemudian dilakukan pengeringan pada suhu 120°C dalam oven, dan diakhiri dengan kalsinasi dalam tanur pada suhu 300°C selama 2 jam.

b. Aktivasi zeolit secara kimia dengan penyeragaman kation

Penyeragaman kation dilakukan dengan menambahkan larutan NaCl 1 M sebanyak 500 mL (perbandingan 2:1) ke dalam wadah yang berisi zeolit yang telah diaktivasi secara fisika dan mengaduknya selama 1 jam dengan magnetic stirrer pada suhu 80°C. Langkah selanjutnya endapan dipisahkan dan dikeringkan dalam oven 120°C. Langkah terakhir zeolit dikalsinasi pada suhu 300°C selama 2 jam. 2. Preparasi Larutan Congo red

a. Preparasi Larutan Congo red dan Penentuan Panjang Gelombang

Maksimum Congo red

Larutan stok congo red 1,0 x 10-3 M dibuat dengan cara

menimbang 0,179 gram congo red kemudian dilarutkan dengan

aquades di dalam labu ukur 250 mL. Larutan congo red 1,0 x 10-5 M

kemudian digunakan untuk menentukan panjang gekombang maksimum dengan cara mengambil beberapa mL larutan congo red


(47)

33

untuk diukur absorbanisnya menggunakan UV-Vis. Panjang gelombang maksimum didapatkan pada pengukuran 496 nm.

b. Membuat larutan standar congo red

Pembuatan larutan standar dilakukan melalui pengenceran larutan

congo red 10-3 M dengan variasi konsentrasi konsentrasi 1 x 10-5 M;

1,5 x 10-5 M; 2 x 10-5 M; 2,5 x 10-5 M; dan 3 x 10-5 M. Selanjutnya larutan standar diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimumnya.

3. Sintesis Komposit ZnO-Zeolit

Sintesis zeolit dilakukan dengan cara mencampurkan zeolit yang sudah diaktivasi, Zn(CH3COO)2 dan pelarut etanol, perbandingan

masing-masing komposisi 4:2:15. Kemudian campuran dipanaskan dan diaduk dengan heat dan magnetic stirrer pada suhu 50 °C selama 2 jam. Supaya

terbentuk komposit ZnO-zeolit, langkah selanjutnya adalah menambahkan larutan NaOH 0.1 M kemudian diaduk selama 1 jam, dipisahkan endapannya dan dilakukan pengovenan dilanjutkan dengan kalsinasi pada suhu 400°C.


(48)

34 4. Uji Adsorpsi pada Keadaan Gelap

a. Sebanyak 10 ml larutan congo red dengan konsentrasi total yang

berbeda (1; 1,5; 2; 2,5; dan 3×10-5 mol/L) ditambahkan 0,2 gram ZnO-Zeolit.

b. Campuran diletakkan dalam tabung reaksi yang dibungkus dengan alumunium foil lalu diaduk dalam shaker selama 24 jam.

c. Campuran dipisahkan dengan sentrifuge. Filtrat diukur absorbansinya

dengan Spectronic 20 pada panjang gelombang 496 nm untuk menentukan congo red teradsorpsi dalam katalis.


(49)

35 E. Diagram Alir Penelitian

Diagram alir proses penelitian secara garis besar disajikan pada Gambar 11.

Gambar 10. Diagram Alir Proses Penelitian Preparasi dan Aktivasi Zeolit

Sintesis ZnO-Zeolit

Karakterisasi

- XRD

- FTIR

- UV-Vis Diffuse

Reflectance

- SEM-EDX

Pembuatan larutan standar congo red

UV-Vis

Uji adsorpsi pada keaadaan gelap


(50)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Komposit ZnO-Zeolit

Pembuatan komposit ZnO-Zeolit diawali dengan proses aktivasi dari material zeolit. Zeolit yang digunakan adalah jenis zeolit alam tipe klipnotiolit. Zeolit yang telah dihaluskan kemudian diaktivasi untuk mengurangi pengotor-pengotor yang menutupi pori dan rongga. Dengan demikian diharapkan luas permukaan zeolit tersebut akan semakin besar. Proses aktivasi ini dilakukan dengan cara fisika dan kimia. Tujuan dari proses fisika yaitu menghilangkan pengotor-pengotor yang bersifat fisik seperti pasir, tanah, dan lain sebagainya. Sedangkan proses kimia bertujuan untuk melarutkan pengotor yang bersifat asam maupun basa. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan menggunakan larutan asam kuat encer dan basa kuat encer. Pengotor yang bersifat basa akan larut pada pencucian dengan larutan asam dan pengotor yang bersifat asam akan larut pada pencucian dengan larutan basa, dalam penelitian menggunakan larutan NaCl 1 M. Pada penelitian ini kation-kation yang terdapat pada zeolit digantikan dengan kation Na+, hal ini bertujuan untuk mempermudah pada saat proses pertukaran kation dengan Zn2+. Na-Zeolit dikalsinasi pada suhu

300 oC selama 2 jam. Pemanasan pada suhu tinggi akan menguraikan senyawa-senyawa organik yang terdapat dalam rongga, dan memperoleh rongga zeolit yang lebih terbuka.

Komposit ZnO-zeolit dibuat dengan mencampurkan masing-masing padatan zink asetat yang dilarutkan dengan etanol ke dalam erlenmeyer yang


(51)

37

berisi zeolit teraktivasi, kemudian dipanaskan dan diaduk pada 50°C selama 2 jam dengan sistem refluks, hal ini dilakukan supaya ion Zn2+ masuk ke dalam rongga-rongga atau pori-pori zeolit dan berikatan dengan zeolit. Supaya terbentuk komposit ZnO-zeolit, kemudian ditambahkan larutan NaOH 0,1 M kemudian diaduk selama 1jam. Penambahan NaOH dengan maksut supaya terjadi reaksi hidrolisis yang menghasilkan spesies Zn(OH)42- yang reaktif di

dalam zeolit, spesies ini akan menyebabkan terjadinya reaksi kondensasi, menghasilkan ikatan oksigen-logam, reaksinya adalah sebagai berikut,

Zn2+ + 4 OH-→ [Zn(OH)4]

2-zeolit + [Zn(OH)4]2-→ ZnO-zeolit + 2OH- + H2O

Setelah itu endapan ZnO-zeolit dipisahkan dari larutannya dan dilakukan pemanasan dalam oven pada suhu 120 °C dilanjutkan dengan proses kalsinasi pada suhu 400 °C. Pada penelitian ini NaOH digunakan sebagai agen hidrolisis karena NaOH memiliki ion OH- yang dapat berikatan dengan ion Zn2+ menghasilkan koloid yang stabil dengan konsentrasi yang tinggi.

B. Karakterisasi Komposit ZnO-Zeolit 1. Spektroskopi Inframerah

Analisis dengan spektroskopi inframerah dalam penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan gugus fungsional pada zeolit sebelum dan sesudah aktivasi serta komposit ZnO-zeolit. Sebanyak 0,1 gram padatan sampel dicampur dengan KBr dan ditekan untuk menghasilkan pelet, selanjutnya direkam pada kisaran panjang gelombang


(52)

38

4000 – 400 cm-1 menggunakan spektrofotometer inframerah. Pelet KBr murni digunakan sebagai standar untuk setiap analisis. Hasil analisis spektroskopi inframerah dari zeolit, zeolit teraktivasi dan komposit ZnO-zeolit disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Spektrum Inframerah Zeolit, Zeolit Aktivasi dan ZnO-zeolit Bilangan gelombang muncul sebagai puncak-puncak yang khas dengan nilai tertentu sehingga dapat dilakukan pembacaan atau interpretasi data. Hasil interpretasi FTIR dengan sampel zeolit, zeolit teraktivasi dan ZnO-zeolit disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Interpretasi FTIR Sampel Zeolit, Zeolit Teraktivasi dan ZnO-zeolit

Zeolit (bil. gel cm-1 )

Zeolit aktivasi (bil. gel cm-1 )

ZnO-zeolit (bil. gel cm-1 )

Interpretasi

1050,46 1052,41 1079,16 Si-O-Si regangan

- - 468,24 Zn-O regangan

3469,97 3461,84 3470,22 O-H regangan

2338,93 2360,35 2328,39 Si-H regangan

1640,06 1636,27 1643,20 O-H tekuk


(53)

39

Tabel 3 menunjukkan hasil interpretasi dari sampel zeolit, zeolit aktivasi dan ZnO-zeolit. Ketiganya cenderung menghasilkan bilangan gelombang yang hampir sama dan tidak menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan. Perbedaan hanya terlihat pada nilai persen tranmitansi dari masing-masing bialngan gelombang. Hal ini disebabkan oleh perlakuan sampel diantaranya dengan pemanasan, zeolit yang belum diaktivasi memberikan nilai tranmitansi lebih rendah dengan zeolit yang sudah diaktivasi. Hal ini menunjukkan bahwa radiasi sinar lebih banyak diteruskan oleh sampel zeolit yang sudah diaktivasi dibandingkan dengan zeolit biasa. Zeolit yang sudah diaktivasi memiliki struktur pori yang lebih banyak dibandingkan dengan zeolit biasa. Persen transmitansi terbesar ditunjukkan oleh sampel ZnO-zeolit.

Hasil karakterisasi dengan spektroskopi inftramerah terhadap sampel fotokatalis ZnO-zeolit, diketahui bahwa keberadaan ZnO dalam fotokatalis hasil sintesis dibuktikan dengan terbentuknya puncak karakteristik yang tajam pada bilangan gelombang 468,24 cm-1 (Purbo, 2012). Serapan kuat dan melebar yang terlihat pada bilangan gelombang 3470,22 cm-1 diidentifikasi sebagai vibrasi regangan O-H dari molekul

H2O yang terperangkap dalam kerangka zeolit karena memiliki sifat

higroskopis (Anwar, 2011). Sedangkan serapan yang muncul pada bilangan gelombang 1643,20 cm-1 menunjukkan vibrasi tekuk O-H dari molekul H2O. Serapan karakteristik zeolit muncul pada bilangan

gelombang 1079,16 cm-1 dan 790,34 cm-1 yang diidentifikasi merupakan

vibrasi regangan T-O-T dan O-T-O, dimana T merupakan atom Si atau Al dari mineral zeolit (Zuhriah, 2011).


(54)

40 2. Difraksi sinar-X

Difraksi sinar-X (XRD) adalah salah satu karakterisasi yang digunakan untuk menganalisis struktur kristal. Analisis dilakukan dengan alat difraktometer sinar-X (XRD) Rigaku Miniflek 600 Benchtop dengan range 2o sampai 90o, menggunakan radiasi CuKα sebesar 1,5406 Å,

tegangan 40 kW dan arus 15 mA. Gambar 12 memperlihatkan pola difraksi zeolit dan ZnO-zeolit.

Gambar 12. Pola Difraksi Zeolit dan ZnO-zeolit

Berdasarkan pola difraksi pada Gambar 12, puncak-puncak khas

zeolit yaitu pada sudut 2θ = 9,67° ; 11,05° ; 13,24° ; 15,12° ; 17,15° ;

19,42° ; 22,22° ; 25,4° ; 29,77° ; dan 35,42°. Hasil pencocokan nilai data

2θ zeolit dengan data JCPDS (Joint Comitte for Powder Diffraction

Standard) No. 39-1383 menggunakan software PCPDFWIN menunjukkan

= Zeolit Clipnotilolite (JCPDS No. 39-1383) = ZnO (JCPDS No. 36-1451)


(55)

41

zeolit yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit jenis Clinoptilolite

yang memiliki struktur moniklinik dengan beberapa titik kesamaan nilai 2θ

pada 9,87° ; 11,14° ; 13,05° ; 15,84° ; 17,3° ; 19,07° ; 22,34° ; 25,03° ; 29,77° dan 35,49°.

Komposit zeolit (clinoptilolite) dan ZnO menunjukkan puncak-puncak khas keduanya yaitu pada sudut 2θ = 9,75° ; 13,46° ; 21,69° ; 23,72° ; 25,62° ; 27,64° ; 31,82° ; 35,95° ; 56,71° ; 62,88° dan 68,30°. Pencocokan data komposit ZnO-zeolit dilakukan dengan data JCPDS dari zeolit (clinoptilolite) No. 39-1383 dan zink oxide (ZnO) No. 36-1451 menggunakan software PCDFWIN menunjukkan adanya beberapa titik

kesamaan nilai 2θ untuk zeolit yaitu pada 9,75° ; 13,46° ; 21,69° ; 23,72° ; 25,62° ; 27,64° dan ZnO pada 31,82° ; 35,95° ; 56,71° ; 62,88° dan 68,30°. Hal ini menunjukkan bahwa komposit ZnO-zeolit telah berhasil dipreparasi. Ukuran kristal dari zeolit aktivasi dengan komposit ZnO-zeolit dihitung dengan persamaan Scherrer sehingga didapatkan ukuran kristal

zeolit = 13,8 nm dan komposit ZnO-zeolit = 26,07 nm. Berdasarkan perhitungan tersebut ukuran kristal berukuran nanokristal karena berada pada rentang antara 10-200 nm.

3. Scanning Electron Microscopy-Electron Dispersive X-Ray Analyzer (SEM/EDX)

Analisis SEM digunakan untuk menentukan morfologi partikel (permukaan) dan ukuran partikel sedangkan hasil analisis EDX digunakan untuk menentukan komposisi senyawa dari suau sampel. Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang


(56)

42

didesain untuk menyelidiki permukaan dari objek solid secara langsung. SEM memiliki perbesaran 10 – 3.000.000 kali, depth of field 4 -0, 4 mm

dan resolusi sebesar 1 10 nm. Hasil SEM dari komposit ZnO-zeolit dengan berbagai perbesaran disajikan pada Gambar 13.

Gambar 13. a. Hasil SEM Komposit ZnO-zeolit b. Perbesaran x2500 c. Perbesaran x10.000 d. Perbesaran x25.000

Analisis terhadap morfologi kompsosit ZnO-zeolit menunjukkan struktur yang menggumpal dengan permukaan gumpalan terdapat material berukuran kecil tersebar secara acak. Gumpalan tersebut diduga sebagai material zeolit dengan ukuran 4-13 mikrometer. Sedangkan material yang

a.

d. c.


(57)

43

tersebar secara acak di atas permukaan gumpalan diduga sebagail zink oksida (ZnO) dengan ukuran 0,31-0,35 mikrometer.

Analisi EDX komposit ZnO-zeolit menunjukkan persentase massa element O = 43,74%, Al = 5,12%, Si = 30,09%, dan Zn = 21,06%. Besar energy dispersi dari atom O = 0,525 keV, Al = 1,486 keV, Si = 1,739 keV, dan Zn = 1,012 keV. Data-data di atas membuktikan bahwa komposit ZnO-zeolit telah berhasil disintesis. Spektra EDX dari ZnO-zeolit disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14. Spektra EDX dari Komposit ZnO-zeolit 4. Spektrofotometer UV-Vis

Material komposit ZnO-zeolit hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk mengetahui absorbansi atau kemampuan material untuk menyerap cahaya dan energi celah pita. Serbuk hasil sintesis sebelum dianalisis perlu dilakukan preparasi sampel pada kaca preparat dengan cara menempelkan serbuk zeolit dan komposit


(58)

ZnO-44

zeolit yang telah dilarutkan dengan sedikit etanol pada kaca preparat. Kaca preparat yang telah berlapis sampel dipanaskan selama 30 menit dengan suhu 80°C untuk menguapkan etanol yang digunakan sebagai pelarut.

Sampel zeolit dan komposit ZnO-zeolit akan mengadsorpsi pada panjang gelombang tertentu. Pada penelitian ini pengukuran dilakukan pada panjnag gelombang 200-800 nm. Kisaran radiasi untuk UV adalah 180-380 nm sedangkan untuk visibel adalah 380-780 nm (Fessenden dan Fessenden, 1997). Dari data karakterisasi UV-Vis diperoleh data hasil absorbansi zeolit dan komposit ZnO-zeolit ditunjukkan oleh Gambar 15.

Gambar 15. Spektrum Absorbansi dari Zeolit dan Komposit ZnO-zeolit Spektrum pada Gambar 15 menunjukkan bahwa material zeolit mengalami penyerapan energi pada panjang gelombang maksimal 278 nm dengan nilai absorbansi 1,952 yang merupakan daerah UV. Sedangkan material komposit ZnO-zeolit memiliki serapan maksimum pada 444 nm dengan absorbansi 0,597 yang merupakan daerah sinar tampak. Hal ini


(59)

45

menunjukkan bahwa penambahan material ZnO dapat memperbaiki kualitas fotokatalis dari zeolit karena dapat memperbaiki kinerja dari daerah ultra violet ke daerah sinar tampak.

Energi celah pita merupakan besarnya energi yang digunakan untuk melepaskan elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Energi celah pita mempengaruhi kemampuan fotokatalitik suatu katalis, sehingga sangat penting dilakukan pengukuran. Data reflektansi yang diperoleh dari pengukuran UV-Vis digunakan untuk menghitung energi celah pita (Eg) dengan menggunakan persamaan Kubelka-Munk. Perhitungan energi celah

pita pada sampel dengan menggunakan metode Kubelka-Munk diperoleh

dari hubungan antara eV dengan (F(R’∞ x hv)1/2 yang disajikan pada

Gambar 16.

Gambar 16. Perhitungan Band Gap dari a. Zeolit b. Komposit ZnO-zeolit

Dari perhitungan tersebut diperoleh besarnya energi celah pita pada material zeolit adalah 3.55 eV dan energi celah pita pada material


(60)

46

zeolit adalah 2.15 eV. Dapat disimpulkan bahwa penambahan material ZnO dapat menurukan besarnya energi celah pita.

C. Uji Aktivitas Fotokatalitik Kompsoit ZnO-zeolit

Pada penelitian ini dilakukan uji aktivitas material komposit ZnO-zeolit sebagai fotokatalis pada reaksi fotodegradasi pewarna congo red. Komposit

ZnO-zeolit yang telah berhasil dipreparasi dan dikarakterisasi menunjukkan nilai energi celah pita sebesar 2,15 eV. Hal ini menunjukkan bahwa komposit ZnO-zeolit dapat digunakan sebagai fotokatalis pada reaksi fotodegradasi. 1. Menentukan Kurva Standar Congo red

Pengukuran absorbansi larutan congo red dengan spektrofotometer

UV-Vis pada panjang gelombang maksimum yang telah diperoleh yaitu 496,8 nm dan digunakan sebagai kurva standar congo red yang ditunjukkan

pada Gambar 17.


(61)

47 2. Isoterm Adsorpsi Komposit ZnO-zeolit

Uji adsorpsi congo red dilakukan pada keadaan gelap, yaitu

keadaan dimana media yang digunakan tertutup sehingga tidak ada cahaya yang menginisiasi reaksi fotokatalitik, sehingga adsorpsi dapat berjalan secara natural. Proses adsorpsi menggunakan katalis ZnO-zeolit sebanyak 0,2 gram dan sebagai zat yang diadsorpsi adalah 10 mL larutan congo red

dengan variasi konsentrasi yaitu 1; 1,5; 2; 2,5; dan 3×10-5 mol/L. Adsorpsi congo red oleh komposit ZnO-zeolit dilakukan selama 24 jam di dalam shaker dengan tujuan diperoleh keadaan setimbang dan tidak ada congo red

yang teradsorp oleh komposit dalam proses adosrpsi. Setelah itu, campuran larutan yang telah terdegradasi dipisahkan antara fasa cair dan endapannya dengan menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 15

menit sehingga endapan akan terendapkan semua dan mudah dipisahkan antara fasa cair dan endapannya. Filtrat dianalisis dengan Spectronic 20

dengan panjang gelombang maksimum 496 nm untuk mengatahui konsentrasi congo red setelah dilakukan adsorpsi dengan ZnO-zeolit.

Perubahan nilai absorbansi sebelum dan sesudah proses adsorpsi disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perubahan Nilai Absorbansi dari Proses Adsorpsi Konsentrasi Congo red Sebelum Sesudah

1,0 x 10-5 M 0,281 0,046

1,5 x 10-5 M 0,442 0,227

2,0 x 10-5 M 0,552 0,300

2,5 x 10-5 M 0,693 0,465


(62)

48

Pengujian pola isoterm adsorpsi yang sesuai untuk proses penyerapan larutan congo red oleh komposit ZnO-zeolit dilakukan dengan

perhitungan menggunakan persamaan Langmuir dan Freundlich. Uji persamaan Langmuir dilakukan dengan menggunakan persaamaan,

Sedangkan untuk uji persamaan Frendlich menurut I Nyoman Sukarta (2008), dilakukan dengan menggunakan persamaan,

Log (x/m) = log k + 1/n log Ce dimana:

Ce = konsentrasi larutan congo red setelah proses adsorpsi (mol/L)

= jumlah congo red teradsorsp pada tiap 1 gram katalis (mol/gram)

b = parameter afinitas atau konstanta Langmuir a dan k = kapasitas / daya adsorpsi maksimum.

Nilai a dan k menunjukkan kapasitas dari adsorpsi komposit ZnO-zeolit terhadap congo red, makin besar nilai a pada persamaan Langmuir

dan nilai k pada persamaan Freundlich menunjukkan kapasitas adsorpsi makin besar pula. Nilai 1/ab dan log k tentunya sangat dipengaruhi oleh temperatur sehingga memengaruhi laju adosorpsi. Harga x/m, Ce/(x/m), log Ce/(x/m) dan log Ce dihitung untuk menentukan persamaan isoterm Langmuir dan Freundlich. Perhitungan harga x/m, Ce/(x/m), log Ce/(x/m) dan log Ce disajikan pada Tabel 5.


(63)

49

Tabel 5. Perhitungan Harga x/m, Ce/(x/m), log Ce/(x/m) dan log Ce CC R awal

(M)

Ce (M) x/m (mol/gr)

Ce/(x/m) Log (x/m)

Log Ce 1,0x10-5 1,407x10-6 4,30x10-3 3,27x10-4 -2,36 -5,85 1,5x10-5 7,904x10-6 3,55x10-3 2,23x10-3 -2,45 -5,10 2,0x10-5 1,052x10-5 4,74x10-3 2,22x10-3 -2,32 -4,97

2,5x10-5 1,645x10-5 4,28x10-3 3,85x10-3 -2,36 -4,78 3,0x10-5 1,964x10-5 5,18x10-3 3,79x10-3 -2,28 -4,71

Persamaan Langmuir didapatkan dengan memplotkan harga Ce/(x/m) versus Ce dan Persamaan Freundlich didapatkan dengan memplotkan log (x/m) versus log Ce. Hasil pemetaan terlihat pada Gambar 18 dan Gambar 19.


(64)

50

Gambar 19. Grafik Persamaan Isoterm Freundlich

Pengujian persamaan adsorpsi Langmuir dan Freundlich dibuktikan dengan grafik linierisasi yang baik dan mempunyai harga koefisien determinasi R2 ≥ 0.9 (mendekati angka 1). Persamaan isoterm Langmuir bernilai y = 195,76x + 0,0003 sedangkan persamaan isoterm Freunlich bernilai y = 0,0433x 2,139. Dari Gambar 19 dan Gambar 20 terlihat bahwa persamaan adsorpsi congo red oleh komposit ZnO-zeolit yang

memenuhi adalah persamaan adsorpsi Langmuir dengan R2 = 0,94 sedangkan pada persamaan isoterm Freundlich tidak memenuhi karena harga R2 = 0,1.

Isoterm Langmuir dibuat berdasarkan asumsi bahwa binding sites

terdistribusi secara homogen diseluruh permukaan adsorben, dimana adsorpsi terjadi pada satu lapisan (single layer) (Kunthi & Puspita, 2012).

Kapasitas adsorpsi katalis dapat diketahui melalui perhitungan menggunakan persamaan garis dari pola isoterm Langmuir yaitu 1/slope dari persamaan garis yang telah diketahui.


(65)

51 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan :

1. Komposit ZnO-zeolit dapat disintesis dengan metode sol-gel menggunakan perkursor zeolit alam (clinoptilolite) dan

Zn(CH3COO)2.

2. Berdasarkan analisis XRD didapatkan bahwa ukuran kristal ZnO-zeolit adalah 26,07 nm. Spektra FTIR menunjukkan adanya serapan ZnO pada bilangan gelombang 468,24 cm-1. Analisis SEM material zeolit berukuran 4 -13 mikrometer. Sedangkan material Zink Oksida (ZnO) dengan ukuran 0,31-0,35 mikrometer. Analisis EDX komposit ZnO-zeolit menunjukkan persentase massa element Zn = 21.06%.. Analisis UV-Vis didapatkan energi celah pita komposit ZnO-zeolit adalah 2,15 eV.

3. Proses isoterm adsorpsi komposit ZnO-zeolit mengikuti pola isoterm Langmuir dengan persamaan bernilai y = 195,76x + 0.0003 dan nilai R2 = 0,94.


(66)

52 B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Perlu dilakukan variasi penambahan ZnO pada proses fotodegradasi

congo red dengan komposit ZnO-zeolit.

2. Perlu dicoba proses fotodegradasi dengan limbah tekstil secara langsung.


(67)

53

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, D. I. (2011). Sintesis Komposit Fe-TiO2-SiO2 sebagai Fotokatalis pada

Degrasi Erionyl Yellow, Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Behnajady, M. A., Modirshahla, N., & Ghazalian, E. (2011). Synthesis of ZnO Nanoparticles at Different Conditions: A Comparasion of Photocatalytic Activity. Digest Journal of Nanomaterials And Biostructure Vol. 6, 1,

467-474.

Day, M.C., & Selbin, J. (1985). Kimia Anorganik Teori. Penerjemah: Wisnu

Susetyo.Yogyakarta: UGM Press.

Dewa Ayu Wismayanti., Ni Putu Diantariani & Sri Rahayu Santi . (2015). Pembuatan Komposit ZnO-Arang Aktif sebagai Fotokatalis untuk Mendegradasi Zat Warna Metilen Biru. Jurnal Kimia. ISSN 1907-9850

Djarwanto P.S. dan Pangestu Subagyo. (1993). Statistik Induktif. Yogyakarta:

BPFE.

Eni Hartini. (2011). Modifikasi Zeolit Alam dengan ZnO untuk degradasi fotokatalisis zat warna. Tesis. Depok: FMIPA. Universitas Indonesia.

Fessenden, R. J., & J. S. Fessenden. (1997). Kimia Organik Edisi Ketiga.

Penerjemah: A. H. Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.

Garcia, Andreina & Juan Matos 2010. Photocatalytic Activity of TiO2 on

Activated Carbon Under Visible Light in The Photodegradation of Phenol.

The Open Materials Science Jurnal, 4.

Georgiev, D., Bogdanov, B., Angelova, K., Markovska, I., & Hristov, Y. (2009). Syntetic Zeolit-Structure Classification, Current Trends in Zeolit Synthetis.

International Science Conference. 7: 1.

Goldstein, Joseph. (2003). Scanning Electron Microscopy and X-Ray Microanalysis. The Journal of Scanning Microscopies. 27(4): 215-216.

Gomathy, L Devi., S. Girish Kumar & K. Mohan Reddy. (2009). Photo Fentin Like Process Fe3+/(NH4)2S208/UV for The Degradation of Di azo Dye Congo red Using Low Iron Concentration. Central Europen Journal of Chemistry: doi : 10.2478/s11532-009-0036-9.

Harben, P.W. & Kuzvart, M. (1996). Industrial Mineral: A Global Geology, Industrial Minerals Information Ltd. London : Metal Bulletin PLC. Hlm :


(68)

54

Hardjono Sastrohamidjojo. (1992). Spektroskopi Inframerah. Yogyakarta:

Liberty.

Hardjono Sastrohamidjojo. (2001). Spektroskopi. Yogyakarta: Liberty

Haslinda. (2009). Fabrication, Structural and Electrical Characteristic of Zinc Oxide (ZnO) Thin Films by Direct Current Sputtering. Thesis. Universiti

Sains Malaysia.

Hay, R.L. (1996). Zeolits and Zeolitic Reaction in Sedimentary Rocks. Journal Dept. Geology and Geophysics. University of California, Berkeley,

California.

Hongxia, Zhang, et al. (2007). Preparation of ZnO Nanorods Through Wet Chemical Method. Elsevier. Thesis. Herbin Engineering University.

I Nyoman Sukarta. (2008). Absorbsi Ion Cr3+ oleh Serbuk Gergaji Kayu Albizia. Sekolah Pasca Sarjana.IPB. Bogor.

Kabra, K., Chandhary, R dan Sawhney R.L. (2004). Treatment of Hazardous Organic and Inorganic Compounds Through Aqueous-Phase Photocatalysis:

A Riview. Ind. Eng. Chem. Res. No.24.Vol.43.7683-7696.

Khopkar, S. M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

Klug & Alexander. (1962). X-Ray Diffraction Procedures for Polycrystalline and Amorphous Materials. New York: John Wiley&Sons, Inc.

Kunthi & Puspita Kusmiyati A.L. (2012). Pemanfaatan Karbon Aktif Arang Batubara (KAAB) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Berat Cu2+dan Ag+ pada Limbah Cair Industri. Jurnal Reaktor. 14(1): 51-60.

M. Abdullah & Khairurijal. (2010). Karakterisasi Nanomaterial Teori, Penerapan, dan Pengolahan Data. Bandung: CV. Rezeki Putera Bandung

Maria Christina., Mu’nisatun., Rani Saptaaji & Djoko Marjanto. (2007). Studi

Pendahuluan Mengenai Degradasi Zat Warna Azo (Metil Orange) dalam Pelarut Air Meggunakan Mesin Berkas Elektron 350 Kev/10 Ma. Jurnal Forum Nuklir. No.1.Vol.1.31-44.

Maryanti, E. (2008). Studi Pengaruh Listrik Pada Pertumbuhan Kristal ZnO. Bandung: Jurusan Kimia ITB.


(1)

74 Hasil SEM zeolit-ZnO Perbesaran 2500x


(2)

75 Hasil SEM zeolit-ZnO Perbesaran 10000x


(3)

76


(4)

77

LAMPIRAN 6

Pengenceran Larutan Standar Congo Red

1. Pembuatan larutan induk Congo Red 10-3 mol/L Massa molar CR = 696,665 gr/mol

Volume larutan CR = 500 mL Gram CR = M.V.Mr

= 10-3 mol/L x 0,5 L x 696,665 gr/mol = 0,348 gram

Sebanyak 0,348 gram CR dilarutkan ke dalam 0,5 L aquades. 2. Variasi konsentrasi larutan Rhodamin B

Untuk membuat variasi konsentrasi larutan Rhodamin B maka dilakukan pengenceran dengan rumus:

V1 . M1 = V2 . M2  1x10-5 M

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 10-3 M = 100 ml . 10-5 M V1 = 1 ml

Sebanyak 1 ml larutan CR 10-3 M diencerkan hingga volume 100 ml.  1,5x10-5 M

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 10-3 M = 100 ml . 1,5x10-5 M V1 = 1,5 ml

Sebanyak 1,5 ml larutan CR 10-3 M diencerkan hingga volume 100 ml.  2x10-5 M

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 10-3 M = 100 ml . 2x10-5 M V1 = 2 ml


(5)

78  2,5x10-5 M

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 10-3 M = 100 ml .2,5x10-5 M V1 = 2,5 ml

Sebanyak 2,5 ml larutan CR 10-3 M diencerkan hingga volume 100 ml.  3x10-5 M

V1 . M1 = V2 . M2

V1 . 100-3 M = 100 ml . 3x10-5 M V1 = 3 ml

Sebanyak 2 ml larutan CR 10-3 M diencerkan hingga volume 100 ml.

LAMPIRAN 7


(6)

79

LAMPIRAN 8 GAMBAR PENELITIAN

Gb. zeolit, zeolit aktivasi dan zeolit-ZnO Gb proses fotodegradasi dengan sinar UV

Gb proses fotodegradasi dg sinar tampak Gambar proses adsorpsi

a) Gb. lar. standar b) Gb. lar. setelah proses adsorpsi c) Gb. Lar. setelah proses fotodegradasi sinar UV d) Gb. Lar. Setelah proses fotodegradasi sinar tampak

b ) a

)

c )

d )