Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kajian Konsep 1. Peserta Didik

budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan negara. Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti masalah tersebut dengan judul “Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan masukan kepada sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter berbasis budaya lokal dan Dinas Pendidikan dalam rangka membentuk karakter peserta didik yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional yang berlandaskan nilai-nilai kearifan lokal setempat termasuk nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pemahaman peserta didik tentang pendidikan karakter? 2. Bagaimanakah pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge? 3. Nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge apakah yang dimasukan dalam pendidikan karakter? 4. Bagaimanakah pengaruh kearifan lokal Islam Aboge terhadap pembentukan karakter peserta didik ? perpustakaan.uns.ac.id commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menjelaskan pemahaman peserta didik tentang pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. 2. Untuk menjelaskan pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. 3. Untuk mengetahui upaya melestarikan kearifan lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas. 4. Untuk mengetahui pengaruh kearifan lokal Islam Aboge terhadap karakter peserta didik di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian “Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah ” ini dapat diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis commit to user Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dijadikan tambahan informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan sosial terutama kajian-kajian di bidang Sosiologi Kebudayaan dan Sosiologi Pendidikan. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas serta dapat dijadikan masukan bagi Dinas Pendidikan setempat dalam pelaksanaan pendidikan karakter melalui pengembangan kurikulum berbasis budaya lokal. commit to user

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep 1. Peserta Didik

Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya peserta didik. Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Peserta didik adalah orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu dilingkungan keluarga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat dimana anak tersebut berada. Sebagai peserta didik juga harus memahami kewajiban, dan etika. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Sedangkan etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan yang harus di taati dan dilaksanakan oleh peserta didik dalam proses belajar. Namun hal tesebut tidak terlepas dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat didalam diri peserta didik terhadap peserta didik, kalau seorang pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga sulit untuk mengenali potensi yang dimilikinya. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Secara etimologi peserta didik dalam Bahasa Arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam Bahasa Arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi kemampuan dasar yang masih perlu dikembangkan Samsul Nizar, 2002:25. Menurut pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Abu Ahmadidan Nur Uhbiyati menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan dari orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu Uhbiati, 1991:26. Berdasarkan definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah orang yang mempunyai fitrah potensi dasar, baik secara fisik maupun psikis, yang commit to user perlu dikembangkan, untuk mengembangkan potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari tenaga pendidik.

2. Kearifan lokal

Kearifan lokal local wisdom terdiri dari dua kata yaitu: kearifan wisdom dan lokal local . Dalam Kamus Inggris Indonesia John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom kearifan sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom kearifan setempat dapat dipahami sebagai gagasan- gagasan setempat local yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh seluruh anggota masyarakatnyaEchols dan Syadily,1986 Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat. The local wisdom is the community’ s wisdom or local genius deriving from the lofty value of cultural tradition in order to manage the community’s social order or social life. Kearifan lokal merupakan nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. The local wisdom is the value of local culture having been applied to wisely manage the community’s social order and social life Sartini, 2004. Berdasarkan uraian di atas, pengertian kearifan lokal adalah pengetahuan asli indigineous knowledge atau kecerdasan lokal local commit to user genius suatu masyarakat yang berasal dari nilai-nilai luhur, tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dalam rangka mencapai kemajuan komunitas baik dalam penciptaan kedamaian maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal dapat berupa pengetahuan lokal, keterampilan lokal, kecerdasan lokal, sumber daya lokal, proses sosial lokal, norma-norma lokal, etika lokal, dan adat-istiadat lokal. Maka secara substansial kearifan lokal adalah nilai-nilai dan norma-norma budaya yang berlaku dalam menata kehidupan masyarakat. Nilai dan norma yang diyakini kebenarannya menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika Geertz mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi nilai dan norma budaya untuk kedamaian dan kesejahteraan dapat digunakan sebagai dasar dalam pembangunan masyarakat. Ada anggapan bahwa pengetahuan lokal lebih diprioritaskan dari pada pengetahuan masyarakat setempat dalam hal budaya artefak seperti arsitektur tradisional dan kerajinan tangan, pengetahuan membuat konstruksi bangunan yang kuat, dan pemilihan kayu yang tahan lama, sedangkan kearifan lokal lebih diprioritaskan pada kebijaksanaan menata kehidupan sosial dalam hal budaya aktivitas dan commit to user ide seperti hidup rukun dan saling menolong. Namun, pada perkembangan berikutnya, kearifan lokal mencakup semua nilai-nilai budaya, ide-ide, aktivitas, dan artefak-artefak yang dapat dimanfaatkan dalam menata kehidupan sosial suatu komunitas untuk tujuan penciptaan kedamaian dan peningkatan kesejahteraan. Haryati Soebadio berpendapat bahwa kearifan lokal merupakan suatu identitas atau kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri Ayatrohaedi,1986:18-19. Sementara, Moendardjito mengatakan bahwa unsur budaya daerah berpotensi sebagai kearifan lokal karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri- cirinya adalah: a. mampu bertahan terhadap budaya luar. b. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar. c. mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikan unsur-unsur budaya luar kedalam budaya asli. d. mempunyai kemampuan mengendalikan anggota masyarakat. e. mampu memberi arah pada perkembangan budaya. Ayatrohaedi, 1986:40. Menurut Rahyono2009:7 kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal perpustakaan.uns.ac.id commit to user adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut. Pemahaman tersebut menyatakan bahwa dalam budaya Jawa terdapat nilai-nilai yang muncul dalam kecerdasan masyarakat Jawa semasa masyarakat Jawa tersebut ada. Artinya, kearifan lokal masyarakat Jawa sudah teruji oleh waktu dan melekat pada masyarakat, oleh karena itu perlu diupayakan wacana alternatif dalam dekonstruksi globalisasi sesuai dengan pemaknaan yang dimunculkan oleh Hoed 2008:107. Naritoom Wagiran, 2010 merumuskan local wisdom dengan definisi, Local wisdom is the knowledge that discovered or acquired by local people through the accumulation of experiences in trials and integrated with the understanding of surrounding nature and culture. Local wisdom is dynamic by function of created local wisdom and connected to the global situation. Definisi kearifan lokal tersebut, paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: kearifan lokal adalah sebuah pengalaman panjang yang dikedepankan sebagai petunjuk perilaku seseorang, kearifan lokal tidak lepas dari lingkungan pemiliknya, kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur, terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Konsep demikian juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan lokal perpustakaan.uns.ac.id commit to user selalu terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya. Kearifan lokal muncul sebagai penjaga atau filter iklim global yang melanda kehidupan manusia. Kearifan adalah proses dan produk budaya manusia, dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup. Pengertian demikian, mirip pula dengan gagasan Geertz 1973: Local wisdom is part of culture. local wisdom is traditional culture element that deeply rooted in human life and community that related with human resources, source of culture, economic, security, and laws. lokal wisdom can be viewed as a tradition that related with farming activities, livestock, build house, etc. Kearifan lokal adalah bagian dari budaya. Kearifan lokal Jawa tentu bagian dari budaya Jawa, yang memiliki pandangan hidup tertentu. Berbagai hal tentang hidup manusia, akan memancarkan ratusan dan bahkan ribuan kearifan lokal. Lebih lanjut dikemukakan beberapa karakteristik dari local wisdom , antara lain: a. local wisdom appears to be simple, but often is elaborate, comprehensive, diverse. b . It is adapted to local, cultural, and environmental conditions. c. It is dynamic and flexibel. d . It is tuned to needs of local people. e . It corresponds with quality and quantity of available resources. f . It copes well with changes. commit to user Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipertegas bahwa kearifan lokal merupakan sebuah budaya kontekstual. Kearifan lokal selalu bersumber dari hidup manusia. Ketika hidup itu berubah, kearifan lokal pun akan berubah pula.

3. Kearifan Lokal Budaya Jawa a. Kearifan Lokal Budaya Jawa

Kearifan lokal budaya Jawa pada umumnya dapat dilihat melalui pemahaman dan perilaku masyarakat Jawa. Pemahaman dan perilaku itu dapat dilihat melalui: 1 Norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti laku Jawa, pantangan dan kewajiban. 2 Ritual dan tradisi masyarakat Jawa serta makna di baliknya. 3 Lagu-lagu rakyat, legenda, mitos, dan cerita rakyat Jawa yang biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang hanya dikenali oleh masyarakat Jawa. 4 Informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh masyarakat, pemimpin spiritual. 5 Manuskrip atau kitab-kitab kuno yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat Jawa. 6 Cara-cara komunitas lokal masyarakat Jawa dalam memenuhi kehidupannya sehari-hari. 7 Alat dan bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu. commit to user 8 Kondisi sumber daya alam atau lingkungan yang biasa dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sartini, 2004. b. Islam Aboge Perpaduan Antara Islam dan Tradisi Jawa Sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya, komunitas Islam Aboge melaksanakan berbagai ritual keagamaan dengan dasar kepercayaan terhadap para leluhur. Kepercayaan yang telah mereka anut selama turun-temurun bahkan puluhan tahun, maka sulit bagi mereka untuk meninggalkannya. Hal ini banyak dipahami oleh para da’i dan mubaligh yang menyebarkan Islam ke wilayah ini, maka dilakukanlah berbagai cara agar Islam dapat diterima oleh penduduk pribumi walaupun dalam beberapa hal tampak melenceng dari ajaran Islam. Beberapa bentuk akulturasi budaya yang terdapat pada komunitas Islam Aboge adalah upacara ritual yang merupakan kolaborasi antara budaya dan kepercayaan terdahulu dengan nilai-nilai Islam, di antara akulturasi budaya tersebut antara lain : 1 Selametan ibu hamil Selametan ini dilakukan pada seorang perempuan yang hamil dan mencapai usia kandungan empat bulan dan tujuh bulan usia kandungan. Ciri khas dari selametan ini adalah dibuatnya ” Lepet ”, yaitu beras ketan yang dimasak dan dimasukan ke dalam daun kelapa yang dililitkan sehingga commit to user membentuk makanan tradisional yang unik. Tradisi ini secara historis berasal dari kebudayaan Pemujaan terhadap Dewa- Dewa yang berada di bawah Dewa Yin dan Yang . Masih terkait dengan kehamilan bahwa ketika seorang perempuan hamil maka ia harus menggantungkan gunting atau pisau kecil agar bayi yang berada dalam kandungannya terjaga dari kejahatan makhluk halus. Kepercayaan adanya pengganggu bagi bayi yang masih berada dalam kandungan berasal dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Selain adanya ubarampe berupa sajen dan pemberian pithik anak ayam kepada dukun bayi. Nilai- nilai Islam dalam selametan ini adalah diadakannya Kepungan kenduri yaitu mengundang para tetangga untuk makan-makan pada malam harinya. Dengan menghadirkan seorang kayim maka berbagai do’a, tahlil, tahmid dan tasbih dilantunkan sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan kepada Gusti Allah. 2 Ritual Kelahiran bayi Kelahiran seorang bayi menjadi momen yang mendapat perhatian khusus dalam budaya Jawa. Ketika seorang perempuan melahirkan, ari-ari plasenta yang disebut sadulur pancer segera dimasukan ke dalam kelapa hijau atau sebuah kendi yang terbuat dari tanah. Selanjutnya ari-ari tersebut diletakan di dekat pintu agar saudara tua dari sang jabang bayi dapat lebih leluasa perpustakaan.uns.ac.id commit to user keluar rumah. Ari-ari tersebut diberi lampu serta beberapa jenis bunga dan bubur merah putih. Komunitas Islam Aboge berkeyakinan bahwa saudara dari bayi yang baru lahir masih berada di sekitarnya. Model perawatan ari-ari yang dilaksanakan oleh komunitas Islam Aboge dan ritual yang berkaitan dengan kelahiran seorang bayi adalah murni budaya Jawa. Bentuk akulturasi budaya dalam ritual ini adalah dicukurnya rambut bayi pada hari ketujuh. Selama beberapa generasi tentu tidak dikenal adanya aqiqah , pada generasi belakangan baru dikenal adanya aqiqah ini. Namun demikian, penetapan hari ketujuh dan pemberian nama adalah salah satu tradisi dalam ajaran Islam. Sebagaimana dalam prosesi ngupati dan keba, dalam ritual pemberian nama sendiri dilakukan dengan mengadakan kepungan kenduri untuk mengundang para tetangga makan bersama, memberi nama serta mendoakan keselamatan, kesehatan dan masa depan dari bayi tersebut. 3 Perayaan Khitan Sunat Khitan adalah tradisi Islam yang telah diterima secara luas oleh masyarakat Jawa. Sebelum datangnya Islam, masyarakat Jawa tidak mengenal adanya khitan, maka tradisi Islam ini membaur dengan tradisi Jawa sehingga terciptalah ritual perayaan khitan bagi anak laki-laki. Budaya commit to user mengkhitankan anak saat ini menjadi sebuah pesta yang syarat dengan budaya Jawa. Pelaksanaan khitan pada komunitas Islam Aboge dilaksanakan ketika seorang anak laki-laki telah menginjak baligh , biasanya antara umur 10-14 tahun. Perayaan ini dilakukan dalam bentuk syukuran yaitu kepungan dengan mengundang para tetangga untuk makan bersama dan memanjatkan tasbih, tahmid dan tahlil . Bagi anak laki-laki yang hanya satu-satunya dalam keluarga maka dalam proses khitan wajib dilaksanakan ritual tertentu yaitu ruwatan dengan nanggap mengadakan pertunjukan wayang kulit. Namun tradisi ini saat ini mulai ditinggalkan karena mahalnya biaya menyewa wayang kulit. Dalam beberapa perayaan khitanan sering dilakukan acara khatam Al- Qur’an bagi anak yang dikhitan tersebut. Acara perayaan khitan sendiri sangat meriah sebagaimana perayaan pernikahan. Pada perayaan khitan ini ada pemimpin acara yang mengetuai acara bukak lawang hari pertama pada acara khitanan tersebut di samping yang menyediakan berbagai sajen tertentu. 4 Perayaan Pernikahan Perayaan pernikahan adalah salah satu perayaan besar yang menjadi ciri khas budaya Jawa. Walaupun di beberapa kebudayaan juga dilaksanakan namun nilai-nilai yang terkandung pada upacara pernikahan Jawa sangat komplek dan commit to user mengandung banyak akulturasi budaya. Baik budaya Islam, Jawa ataupun kepercayaan lainnya. Akulturasi budaya yang terjadi dalam perayaan pernikahan ini adalah adanya akad pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam misalnya adanya mahar, wali dan dua orang saksi dari kedua mempelai dan prosesi pernikahan yang mengikuti budaya Jawa. Di antara bentuk akulturasi budaya tersebut adalah : penyatuan prosesi akad nikah dan pesta pernikahan yang dilaksanakan dalam satu paket, sehingga seolah-olah tidak syah kalau pernikahan hanya dilakukan di depan petugas Kantor Urusan Agama KUA. Penyatuan ini mencerminkan bahwa antara Islam dan budaya Jawa tidak terjadi pertentangan karena dapat dilaksanakan secara beriringan. 5 Ritual Kematian Tahlilan Selanjutnya akulturasi Islam dan budaya Jawa yang masih dilaksanakan oleh Komunitas Islam Aboge adalah perayaan selametan atau tahlilan setelah kematian seseorang. Upacara kematian yang dilakukan di Desa Kracak adalah dimulai dari hari ke-3, 7, 40, 100 dan satu tahun atau mendhak setelah kematian. Dalam tradisi Islam yang berkembang di Timur Tengah dan wilayah lainnya tidak terdapat ritual tahlilan ini. Demikian pula di wilayah luar pulau Jawa semisal Sumatera dan yang lainnya. Hal ini menunjukan commit to user bahwa ritual ini adalah asli budaya Jawa. Bila kita lacak sejarah dari ritual tahlilan, maka akan didapatkan bahwa ritual ini berasal dari keyakinan Tuhan Yang dari dataran China. Dimana kepercayaan ini tersebar ke wilayah-wilayah Asia Tenggara, termasuk ke Jawa. Maka setelah sekian lama kepercayaan ini berkembang ia menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya Jawa. Ditambah lagi dengan kedatangan agama Hindu dan Budha yang memperkokoh ritual ini. Maka ketika Islam masuk ke Jawa budaya ini begitu kuat hingga tidak mungkin untuk menghilangkannya. Sehingga para da’i hanya menyematkan nilai-nilai Islam ke dalam budaya ritual kematian tersebut. Penamaannya sendiri kini menjadi ” Tahlilan ” yang secara bahasa Arab yang berarti membaca kalimat tahlil la Ilaha Illallah . 6 Pemujaan Terhadap Makam Atau Kuburan Penghormatan terhadap arwah leluhur adalah bagian dari tradisi Jawa yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak saja didasari pada kewajiban untuk berbuat baik kepada orang yang dituakan, namun lebih dari itu adalah keyakinan bahwa para leluhur dapat memberikan bantuan dan keselamatan kepada anak cucunya. Hal ini bisa terjadi baik ketika dia masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Berbanding lurus dengan berbagai ritual perpustakaan.uns.ac.id commit to user setelah kematian, penghormatan terhadap makam atau kuburan para leluhur yang sudah meninggal adalah sebuah tradisi yang tidak bisa diusik lagi. Walaupun komunitas Aboge telah memeluk Islam namun, pemahaman bahwa arwah orang yang sudah meninggal dunia dapat kembali ke tempatnya dan memberikan pertolongan kepada anak cucunya. Oleh karena itu pembangunan berbagai makam dan kuburan-kuburan adalah salah satu bentuk manifestasi dari penghormatan kepada orang atau leluhur yang sudah meninggal. Pada komunitas Islam Aboge ditandai dengan penghormatan terhadap leluhur mereka, terutama yang telah menyebarkan Islam Aboge dan mewariskannya kepada mereka. Komunitas ini selalu melaksanakan ziarah ke makam Mbah Nurkasim di desa Cikakak, Wangon sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur yang telah membuka desa Kracak sekaligus menyebarkan Islam di wilayah Ajibarang. Makam-makam leluhur yang ada sering disebut sebagai Petilasan pada masyarakat Desa Kracak dikenal dengan sebutan Panembahan . Dari observasi yang dilakukan ada sekitar sepuluh panembahan yang berada di desa ini. Panembahan adalah kuburan yang dianggap memiliki kekuatan tertentu karena pemilik kuburan adalah orang-orang terhormat, sakti atau terpandang. Membahas tentang perpustakaan.uns.ac.id commit to user panembahan maka tidak lepas dari dupa dan sajen . Pada komunitas Islam Aboge pembakaran kemenyan dan sajen sangat kental. Apalagi pada saat ziarah kubur atau ritual tertentu. Sajen dan pembakaran kemenyan dupa dilakukan pada momen-momen tertentu terutama pada saat upacara perayaan misalnya pernikahan, khitanan dan yang lainnya. Bentuk sajen sendiri beraneka ragam, jika malam Jumat diletakan bubur merah, bubur putih dan air putih yang ditambahkan bunga biasanya bunga mawar dan kenanga kemudian diletakan di sebelah rumah. Sedangkan pada acara setelah melakukan ziarah kubur membuat sajen berupa satu ekor ayam jantan yang dimasak ingkung , bubur merah, bubur putih dan beberapa Jajan pasar . Tidak lupa bakaran kemenyan, rokok, kopi, teh dan kelapa hijau. Tradisi ziarah kubur, memuliakan para leluhur yang shalih dan mendoakan jenazah adalah tradisi Islam, namun ketika bertemu dengan budaya Jawa maka terciptalah akulturasi budaya, sehingga ziarah kubur yang dimaknai oleh orang Jawa akan berbeda dengan ziarah kubur yang dimaknai orang Islam di wilayah lainnya. Demikian pula penghormatan terhadap leluhur dalam Islam sangat ditekankan, namun jika sampai pada bentuk meminta-minta keselamatan kepada arwah perpustakaan.uns.ac.id commit to user para leluhur agar memberikan pertolongan kepada orang yang masih hidup maka ini tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. 7 Penanggalan Alip Rebo Wage Aboge Pembauran antara Islam dan budaya Jawa yang menjadi ciri khas dari komunitas ini adalah penggunaan penanggalan Aboge. Kalender ini didasarkan pada perhitungan hari, bulan dan tahun yang telah disusun secara sistematis. Pada awalnya penyusunan sistem kalender ini adalah atas perintah Sultan Agung Hanyakrakusuma sebagai pemegang tertinggi kerajaan Mataram waktu itu. Dengan berjalannya waktu terjadi modifikasi dan beberapa penyesuaian, sehingga model penanggalan ini sedikit berbeda dengan apa yang telah ditetapkan pada awalnya oleh Sri Sultan. Proses penetapan penanggalan ini didasarkan pada kebutuhan umat Islam Jawa akan adanya kepastian waktu dalam menentukan berbagai perayaan, semisal Idhul Fitri, Idhul Adha dan awal Ramadhan. Selanjutnya model penanggalan ini menyebar ke seluruh wilayah kekuasaan Mataram termasuk ke wilayah Banyumas dan Cilacap waktu itu. Sistem penanggalan ini sampai ke wilayah Banyumas dan Cilacap dibawa oleh Eyang Nurkhosim, tepatnya di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Sebagaimana disebutkan oleh juru kunci makam di perpustakaan.uns.ac.id commit to user Desa Kracak bahwa model penanggalan Aboge telah ada di Desa Kracak sejak tahun 1288 Hijriah. Hal ini ditandai dengan berdirinya Masjid Saka Tunggal di wilayah tersebut yang hingga kini masih dikeramatkan oleh kalangan Islam Aboge. Komunitas Islam Aboge adalah kelanjutan dari tarekat Syaikh Siti Jenar yang disebarkan oleh seorang ulama bernama Syarif hidayatullah dari Cirebon. Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut warga Desa Kracak sebagai anggota dari komunitas Islam Aboge yang menyatakan bahwa tarekat yang dijalankannya memang dekat dengan model tarekat Syaikh Siti Jenar. Sebagaimana disebutkan, penanggalan Aboge yang digunakan oleh komunitas Islam Aboge adalah bentuk akulturasi antara penanggalan Jawa dan penanggalan Islam hijriah . Dari nama-nama yang digunakan jelas sekali ia berasal dari bulan-bulan dalam tahun hijriyah . Namun jika dilihat dari jumlah hari dalam satu bulan serta masih melekatnya istilah hari pasaran ini jelas merupakan budaya Jawa. Dalam menentukan masuknya awal tahun dan awal bulan, penanggalan Aboge didasarkan pada rumus Aboge yang merupakan singkatan dari Alip Rebo Wage , yaitu Alip adalah hitungan tahun awal yang harus jatuh pada hari rebo dan waktu perpustakaan.uns.ac.id commit to user pasaran wage . Dalam setiap tahun ada dua belas bulan yang diistilahkan sesuai dengan jatuh awal harinya. Misalnya tahun Alip : maka bulan pertama dimulai dengan bulan Muharam disingkat ram , pada hari rabu diistilahkan ji dan hari pasaran wage diistilahkan ji menjadi ramjiji . Hal ini berlaku untuk seluruh bulan yang ada sebanyak dua belas bulan. Dalam delapan tahun yang memiliki nama berbeda, penanggalan Aboge memiliki dua belas bulan yang dapat disingkat sesuai dengan akhir potongan suku katanya, berikut istilah-istilah yang digunakan : Muharam = ram , Sapar = par, Mulud = lud, Robingul Akhir = Ngu khir, Jumadil Awal = Ju wal, Jumadil Akhir = Ju khir, Rajab = Jab, Ruwah = Wah, Puasa = Sa, Sawal = Wal, Dzulqangidah = Dah, Dzulhijjah = Jah Pengaruh tradisi Islam dalam sistem penanggalan ini adalah sebutan untuk nama-nama bulan. Pada asalnya bulan pertama dalam tradisi Jawa adalah Suro , Penanggalan Aboge tidak menggunakan istilah Suro, tapi mereka menggunakan istilah Muharam. Demikian pula bulan-bulan lainnya, hanya bulan Mulud dan Puasa yang dipengaruhi tradisi Jawa. Pada penanggalan hijriyah bulan puasa disebut bulan Ramadhan, demikian pula bulan Mulud disebut dengan Jumadil awwal , walaupun dalam prakteknya terkadang dua nama ini juga digunakan. perpustakaan.uns.ac.id commit to user

4. Islam Aboge

Proses pembauran sinkretisme antara Islam dengan budaya lokal menciptakan satu metode tersendiri dalam mencari suatu kebenaran. Sehingga para guru sufi yang datang dari India dan orang- orang Indonesia yang menuntut ilmu di Saudi Arabia pulang dan menyebarkan tarekat ini. Metode tarekat pada komunitas sufi diterima secara terbuka oleh masyarakat yang masih memiliki pengetahuan tentang Islam yang sangat rendah. Dialog antara tarekat dari timur tengah dan India dengan budaya lokal melahirkan satu metode baru di bidang tasawuf yang kemudian berkembang dan diadopsi oleh beberapa komunitas Islam yang baru tumbuh di Indonesia. Sejak saat itu munculah berbagai aliran dan tarekat sufi di Indonesia, misalnya tarekat Naqshabandiyah, Tarekat Qadariyah, tarekat Syadziliyyah, tarekat Ismailiyyah dan Tarekat Syattariyyah. Tarekat Syattariyah adalah salah satu dari tarekat yang berkembang di Indonesia, walaupun pengikutnya tidak lebih banyak dari Tarekat Qadariyah Naqshabandiyyah namun para pengikutnya memiliki komitmen yang kuat terhadap tarekat atau kepercayaan yang mereka pegang. Aboge berasal kata dari Alip Rebo Wage. Ajaran Islam yang menurut sesepuhnya merupakan ajaran yang dibawa dan disebarkan oleh Syarif hidayatullah yang diturunkan kepada Syarifudin Cakraningrat sampai diturunkan kepada Eyang Arifin. Aboge perpustakaan.uns.ac.id commit to user ditranformasikan kepada pemeluknya secara tradisional melalui pendidikan keluarga dan pertemuan para penganut Aboge. Di Kabupaten Banyumas penganut Aboge yang berjumlah ribuan tersebar di sejumlah desa antara lain di Desa Cibangkong Pekuncen, Desa Kracak Ajibarang, Desa Cikakak Wangon, dan Desa Tambak Negara Rawalo.

a. Sejarah Asal- Usul Islam Aboge

Teori Masuknya Islam ke Indonesia terbagi menjadi tiga pendapat, pendapat pertama menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada tahun 675 M, pendapat ini disebutkan oleh T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith , ia menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah atau pada Abad Ke-VII M Hamka, 1996 . Pendapat kedua menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad XI Masehi. Hal ini didasarkan pada penemuan makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasasti huruf Arab Riq’ah yang berangka tahun 475 H1082 M Badri Yatim, 2001:193.. Sementara pendapat ketiga menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad Ke- XIII M. Pendapat ini disebutkan oleh R.A Kern, C. Snouck Hurgronje dan Schrieke Sanusi Pane, 1955:155. commit to user Dari tiga teori ini ada satu titik kesamaan yaitu bahwa semuanya berpendapat bahwa para penyebar Islam ke Indonesia adalah para pedagang dan tokoh-tokoh sufi. Hal ini berarti bahwa Islam yang dibawa oleh para pedagang dan tokoh-tokoh sufi memiliki corak tasawwuf yang telah berkembang di wilayah Timur Tengah dan India. Corak Islam seperti inilah yang kemudian mudah diterima oleh masyarakat Indonesia, dimana pada waktu itu masyarakat Indonesia telah memiliki budaya dan adat-istiadat sendiri yang dekat dengan apa yang dibawa oleh Islam berupa nilai-nilai ketasawuffan . Maka manakala Islam masuk ke Indonesia keyakinan-keyakinan dan budaya-budaya lokal tersebut merasup ke dalam tradisi Islam, sehingga terjadilah sinkretisme Islam. Di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas, aliran Islam Jawa Aboge sudah ada secara turun- temurun, bahkan sejak akhir jaman kerajaan Hindu. Aboge sendiri berasal dari kata alif rebo dan wage yaitu awal perhitungan para leluhur terdahulu yang memulai lebaran pada hari Rebo Wage . Warga desa Kracak melakukannya berdasar keyakinan dari nenek moyang secara turun temurun dan meski beda satu hari tetapi ada rumusan perhitungannya. Usai melaksanakan shalat, seluruh jamaah Shalat Id menggelar silaturahmi dengan bersalam-salaman dihalaman Masjid. commit to user Dalam hal bersalaman kaum pria dan wanita bergabung menjadi satu, yang diakhiri dengan kenduri dan makan bersama dengan bekal yang dibawa dari rumah. Perhitungan yang dipakai aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad XIV dan disebarluaskan oleh Syarif Hidayatullah dari Cirebon. Perhitungan ini merupakan gabungan perhitungan dalam satu windu dengan jumlah hari dan jumlah pasaran hari berdasarkan perhitungan Jawa yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis Legi, dan Pahing. Dalam kurun waktu delapan tahun atau satu windu terdiri tahun Alif, Ha, Jim, Awal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30hari. Komunitas Islam Aboge di Desa Kracak berpendapat bahwa Aboge bukan merupakan suatu agama melainkan aliran dalam agama Islam. Aboge adalah perhitungan kalender Jawa yang berdasarkan pada masa peredaran windu atau delapan tahunan, satu windu menurut aboge terbagi atas; Tahun Alip, He, Jim awal, za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir. Hitungan ini sudah turun temurun sejak jaman wali songo yang diteruskan oleh Raden Sayid Kuning dan tetap ada hingga sekarang. Di antara komunitas Islam yang hingga saat ini masih melaksanakan tarekat ini adalah komunitas Islam Aboge di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Di beberapa wilayah di Jawa bagian selatan Jawa komunitas ini perpustakaan.uns.ac.id commit to user disebut dengan Islam pasir, komunitas ini menyebar dari mulai Kabupaten Wonosobo, Purbalingga, Purwokerto, dan Cilacap. Di antara karakteristik dari komunitas ini adalah sifatnya yang tertutup dengan anggota masyarakat lainnya. Setiap yang akan menjadi anggota harus melalui ritual khusus Baingat . Komunitas ini adalah salah satu dari bagian Islam Kejawen yang dalam istilah Clifford Geertz disebut Abangan . Sebagaimana disebutkan di awal bahwa komunitas Islam Aboge melaksanakan tarekat Syattariyah, tarekat ini berkembang pesat di ”wilayah-wilayah merah” yaitu wilayah di Jawa, khususnya Jawa Tengah bagian selatan dengan mayoritas Islam abangan. Tarekat ini menjadi salah satu karakter khusus yang ada pada mereka. Secara umum tarekat yang berkembang di desa Kracak adalah tarekat Syatariyyah. Maka bisa dipahami jika komunitas Islam Aboge dianggap berbeda dengan sebagian besar tokoh agama di desa Kracak. Tarekat Syatariyyah yang dianut oleh Komunitas Islam Aboge adalah sebuah tarekat yang muncul pertama kali di India pada abad XV Masehi. Tarekat ini didirikan dan disebarkan oleh Abdullahas - Syattar. Tarekat ini awalnya dikenal di Iran dan Transoksania dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah. Dari penelitian yang dilakukan oleh Martin Van Bruinessen salah seorang ahli antropologi, perpustakaan.uns.ac.id commit to user menyebutkan bahwa tarekat ini banyak ditemukan di Jawa bagian selatan dan Sumatra. Ini berarti tarekat ini disebarkan oleh para Sufi yang menyebarkan pahamnya ke Indonesia. Hubungan antara satu komunitas dengan yang lainya dalam tarekat ini tidak saling berhubungan. Tarekat ini relatif gampang berpadu dengan berbagai tradi si setempat sehingga menjadi tarekat paling “mempribumi “di antara tarekat yang ada Martin van Bruinessen, 1995:16 Dari penelusuran yang peneliti lakukan, model tarekat Syatariyyah yang dilaksanakan oleh komunitas Islam Aboge memiliki lelaku yang bersifat personal dan tertutup. Sebenarnya secara umum model-model tarekat yang ada di Indonesia juga tidak akan menceritakan bagaimana pengalaman Kasyaf yang mereka alami. Demikian juga pada tarekat Syatiriyah, mereka akan merahasiakan setiap pengalaman spiritual mereka.

b. Karakteristik Keagamaan 1 Aqidah

Komunitas Islam Aboge di Desa Kracak menyandarkan segala bentuk keyakinannya pada Islam dengan mashab Ahlu Sunnah Wal Jam a’ah. Dilihat dari segi aqidah Islam, komunitas ini telah mengalami penguatan khususnya di bidang keyakinan Islam, apabila dibandingkan dengan komunitas Aboge di wilayah lainnya. Komunitas Aboge di desa Kracak, tidak mau mengamalkan hal-hal yang mengarah kepada perbuatan musyrik seperti bersemedi untuk perpustakaan.uns.ac.id commit to user mendapatkan kekuatan, menyembelih untuk kuburan serta tidak melakukan hubungan khusus dengan alam jin. Keyakinan semacam ini adalah salah satu dari bentuk ”evolusi” yang terjadi di tubuh jama’ah Islam Aboge. Dalam bidang tarekat, komunitas Islam Aboge mengikuti Suluk Syekh Siti Jenar yaitu Tarekat Syatariyyah. Tarekat ini menjadi salah satu karakter khusus yang ada pada mereka. Secara umum tarekat yang berkembang di Desa Kracak adalah Tarekat Syatarriyyah. A nggota jama’ah Tarekat Syatariyyah, disebutkan bahwa mereka memiliki model suluk dengan cara berdzikir dengan mengucapkan dengan La ilaha illa Allah sebanyak 99 kali, selanjutnya menekan bola mata dengan kedua ibu jari. Dengan ini diharapkan mata dzahir kita tertutup dan mata hati kita terbuka, sehingga akan mampu melihat hal-hal yang tidak terlihat, semisal melihat N abi dan bahkan melihat Allah ta’ala. Komunitas Islam Aboge meyakini bahwa Allah ta’ala dapat ”dihadirkan” dalam saat- saat tertentu, yaitu ketika dzikir-dzikir tertentu dilafadzkan . Tidak hanya itu, dengan melakukan ritual tertentu seorang manusia dapat menyatu dengan Tuhan sebagai bentuk dari puncak spiritual tarekat mereka. commit to user 2 Ibadah Dalam masalah ibadah komunitas Islam Aboge tetap melaksanakan rukun Islam seperti syahadat, shalat wajib, berpuasa, zakat, dan menunaikan ibadah haji. Di Desa Kracak sendiri anggota komunitas Islam Aboge meyakini bahwa shalat adalah sebuah kewajiban umat Islam, walaupun dalam praktiknya banyak di antara mereka yang tidak melaksanakannya. Terlebih para ”Pengikut” yang hanya mengikuti shalat hari tertentu misalnya shalat Jumat, shalat di hari raya Islam, mereka cenderung tidak melaksanakan shalat dan puasa Ramadhan. Ada yang menarik dari permasalahan ini, yaitu ketika ada anggota dari komunitas Islam Aboge tidak shalat maka oleh pimpinannya dianggap biasa saja. Dari analisa peneliti hal ini dikarenakan dasar pemahaman mereka yang lemah terhadap syariat Islam, sehingga menganggap bahwa tidak shalatpun tidak mengapa. Tidak hanya tetangga atau orang lain, bahkan keluarganya sendiri ketika tidak shalat dianggap sesuatu yang biasa dalam arti tidak dianggap sebagai dosa. Berkaitan dengan masalah fiqih ada beberapa hal di mana komunitas Islam Aboge berbeda pendapat dengan umat muslim pada umumnya, misalnya pada shalat Jumat ketika jumlah mereka tidak sampai empat puluh orang maka mereka shalat Jumatnya dianggap tidak sah sehingga setelah melaksanakan shalat Jumat mereka juga melaksanakan shalat Dhuhur. Masih berkaitan dengan commit to user shalat, masjid dan mushala mereka hanya mengumandangkan adzan sebanyak dua kali yaitu pada shalat shubuh dan shalat mahgrib hal ini karena shalat berjama’ah hanya dilaksanakan pada dua waktu tersebut saja. Dari pengamatan yang dilakukan hal ini terjadi karena kurang pahamnya mereka terhadap syariat shalat dan sikap meremehkan ibadah shalat ini. Selain itu dzikir-dzikir yang dilafadzkan setelah shalat juga didasarkan pada doa-doa yang diwariskan secara turun-temurun. Masih di bidang ibadah, perbedaan model ibadah yang menjadi karakteristik dari komunitas Aboge adalah pada permasalahan puasa dan hari raya, khususnya dalam penetapan awal bulan dan tahun. Mereka selalu berbeda dalam hal perayaannya dengan masyarakat pada umumnya, hal ini karena mereka menggunakan pedoman penanggalan Aboge sebagai metode untuk menetapkan jatuhnya tanggal satu Ramadhan dan satu Syawal dan awal bulan lainnya. Sebenarnya tidak hanya awal bulan tapi seluruh tahun dalam masa satu tahun dan satu windu telah memiliki rumusan tersendiri. Penanggalan Aboge adalah salah satu dari model penanggalan yang bersifat statis, maksudnya adalah penanggalan baku yang tidak akan berubah dikarenakan sistematikanya sudah jelas dan baku. Walaupun dalam perjalanan sejarahnya mengalami beberapa perubahan. Penanggalan Aboge didasarkan pada penanggalan yang telah ditetapkan oleh Sultan Agung commit to user Hanyokrokusumo di Kerajaan Mataram Islam di Surakarta. Penanggalan ini adalah hasil akulturasi antara penanggalan Jawa dan Islam. Adanya akulturasi Islam dan budaya Jawa dalam penanggalan Aboge terlihat dari nama-nama bulan yang digunakan. Namun jika dilihat dari jumlah hari dalam satu bulan serta masih melekatnya istilah hari pasaran ini jelas merupakan budaya Jawa, istilah wage, kliwon, manis, pahing dan pon adalah murni dari penanggalan Jawa. Pengaruh budaya Jawa yang masih terlihat juga dapat dilihat ketika hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha jatuh pada hari Rebo Manis . Menurut mereka hari tersebut tidak boleh digunakan untuk berhari raya, karena hari itu bukanlah “hari baik” untuk berhari raya, sehingga hari raya yang jatuh pada hari tersebut akan diganti dengan hari berikutnya. Hal ini dikarenakan hari rebo manis adalah kantonge dina Induk hari sehingga tidak boleh dijadikan sebagai hari raya atau kegiatan bersenang-senang lainnya. Menurut Penanggalan Aboge sebulan terdiri dari 30 hari dan 29 hari, sebagaimana penghitungan tahun dalam masyarakat Jawa Kuno, kaum Aboge masih menggunakan dan menghitung tahun hanya delapan 8 tahun bertemu satu siklus dan diulangi lagi nama tahun dari awal yaitu : Alip, Eehe, Jim Awal, Jee, Dzal, Bee, Wawu, dan Jim akhir . commit to user Hari-hari naas masih dipercayai oleh komunitas Islam Aboge sebagai hari yang pantang memulai suatu pekerjaan atau mengadakan perjalanan. Terdapat pula kepercayaan terhadap kualitas suatu hari dalam sebulan. Dewasa ini kepercayaan terhadap waktu, hari-hari baik dan buruk oleh anggota masyarakat, terutama masyarakat Desa Kracak masih dipegang teguh, meskipun dalam kenyataan hanya berlaku pada bidang-bidang kehidupan tertentu saja misalnya memulai menanam padi, perkawinan, perjalanan jauh, membuat rumah dan upacara adat lainnya. Secara sosial kemasyarakatan komunitas Islam Aboge bergaul dengan anggota masyarakat lainnya, hanya pada hal-hal yang berkaitan dengan keyakinannya mereka akan ”mantheng” atau tidak ada dialog maupun diskusi secara ilmiah terhadap keyakinan. Hal ini terbukti dengan terjadinya beberapa konflik antara komunitas Islam Aboge dengan masyarakat di luar mereka. Walaupun konflik hanya terjadi dalam skala kecil namun bisa jadi akan menjadi api dalam sekam. Beberapa konflik internal pernah terjadi terutama konflik antara suami dan istri, kaitannya jika seorang laki-laki menikah dengan perempuan dari luar komunitasnya maka istri wajib untuk mengikuti komunitas Islam Aboge sebagai mana suaminya. Sebaliknya jika seorang perempuan anggota komunitas Islam Aboge menikah dengan laki-laki di luar komunitas maka istri secara otomatis keluar dari komunitas Islam perpustakaan.uns.ac.id commit to user Aboge dengan mengikuti sang suami, dalam hal ini sang istri akan mengikuti keislaman sebagaimana sang suami demikian pula dalam hal ibadah, puasa Ramadhan dan hari raya. 5. Pendidikan Karakter

a. Pendidikan Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal

dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Menurut Ki Hajar Dewantara Bapak Pendidikan Nasional Indonesia menjelaskan tentang pengertian pendidikan ; Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. commit to user Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional , pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan Notoatmojdo, 2003. Pendidikan adalah usaha dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan, atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat di masa yang akan datang Mudyaharjo, 2001. Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengn nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaanIhsan, 2010. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Sedangkan pengertian pendidikan menurut Bonnie, adalah proses yang terus menerus abadi dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusiaBonnie, 1996. Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika peserta didik dapat memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow dan Carl Roger.

b. Karakter Secara etimologis, kata karakter Inggris:

character berasal dari bahasa Yunani Greek , yaitu charassein yang berarti perpustakaan.uns.ac.id commit to user “to engrave” RyanBohlin, 1999:5. Kata “to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan EcholsShadily, 1986:214. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan demikian, karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang yang menjadi dasar untuk membedakan seseorang dari yang lainnya. Dengan makna seperti itu karakter identik dengan kepribadian atau akhlak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahirKoesoema, 2007:80. Seiring dengan pengertian ini, ada sekelompok orang yang berpendapat bahwa baik buruknya karakter manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik, manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya jelek, manusia itu akan berkarakter jelek. Jika pendapat ini benar, pendidikan karakter tidak ada gunanya karena tidak akan mungkin mengubah karakter orang yang sudah taken for granted . Sementara perpustakaan.uns.ac.id commit to user itu, sekelompok orang yang lain berpendapat berbeda, yakni bahwa karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat berkarakter yang baik. Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh Thomas Lickona yang mendefinisikan karakter sebagai “ A reliable inne r disposition to respond to situations in a morally good way.” Selanjutnya, Lickona menambahkan, “ Character so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”Lickona, 1991:51. Karakter mulia good character , dalam pandangan Lickona, meliputi pengetahuan tentang kebaikan moral khowing , lalu menimbulkan komitmen niat terhadap kebaikan moral feeling , dan akhirnya benar-benar melakukan kebaikan moral behavior . Dengan kata lain, karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan cognitives , sikap attitudes , dan motivasi motivations , serta perilaku behaviors dan keterampilan skills . Dalam proses perkembangan dan pembentukan, karakter seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan nurture dan faktor bawaan nature . Secara psikologis, perilaku berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence Quotient IQ, Emotional Quotient EQ, Spiritual Quotient SQ, dan Adverse Quotient AQ yang dimiliki oleh seseorang. perpustakaan.uns.ac.id commit to user Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosio-kultural pada akhirnya dapat dikelompokkan dalam empat kategori, yakni : 1 Olah hati spiritual and emotional development 2 Olah pikir intellectual development 3 Olah raga dan kinestetik physical and kinestetic development 4 Olah rasa dan karsa affective and creativity development . Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri seseorang. Secara mudah karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang khas-baik tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik nyata berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Secara koheren, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang. Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan, yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perpustakaan.uns.ac.id commit to user perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma, budaya, dan adat istiadat.

c. Pendidikan Karakter

Menurut Achmad Husen, pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadatHusen, 2004:3. Menurut Ratna Megawangi, pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, dan berprilaku baik. Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi kebiasaan fikiran, hati dan tangan Megawangi, 2007:5. Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusung, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul Educating for Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility 1991 yang kemudian disusul oleh tulisan-tulisan lain, seperti The Return of Character Education yang dimuat dalam jurnal Educational Leadership November 1993 dan juga artikel yang perpustakaan.uns.ac.id commit to user berjudul Eleven Principles of Effective Character Education , yang dimuat dalam Journal of Moral Education Volume 25 1996 . Melalui buku dan tulisan-tulisan tersebut, ia menyadarkan dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menurutnya mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan knowing the good , mencintai kebaikan desiring the good , dan melakukan kebaikan doing the good Lickona, 1991:51. Di pihak lain, Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating schools that foster ethical, responsible,and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis on universal values that we all share”Frye, 2002:2 . Jadi, pendidikan karakter harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah institusi pendidikan sebagai agen untuk membangun karakter peserta didik melalui pembelajaran dan pemodelan. Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berperan untuk membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia, seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, jujur, memiliki integritas, dan disiplin. Di sisi lain, pendidikan karakter juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap dan perilaku yang tercela dan dilarang. Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan commit to user habituation tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan dan mau melakukan yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.

d. Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Karakter

Pemerintah Indonesia telah merumuskan kebijakan dalam rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan atau keimanan, olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa dan karsa berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang tercermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan. Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut : 1 Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung commit to user jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik. 2 Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi ilmu penetahuan dan teknologi, dan reflektif. 3 Karakter yang bersumber dari olah ragakinestetika antara lain bersih, sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih. 4 Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit mendunia, mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air patriotis, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. Dari nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencanangkan empat nilai karakter utama yang menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik di sekolah, yakni jujur dari olah hati, cerdas dari olah pikir, tangguh dari olah raga, dan peduli dari olah rasa dan karsa, dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah. Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang commit to user sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.

B. Penelitian Terdahulu