Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

OLEH LISNAWATI NIM. 107016100998

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435 H /2014 M


(2)

(3)

(4)

(5)

ii

Student Achivement Division (STAD) dan Team Games Tournament (TGT)

.

Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi antara kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Student Achivement Division (STAD) dan Team Games Tournament (TGT). Penelitian ini dilakukan di MAN 1 Bekasi pada kelas XI.1 (kelas STAD) dan kelas XI.3 (kelas TGT) pada konsep sistem pernapasan pada manusia dan hewan, tahun ajaran 2013/2014. Metode penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Instrumen yang digunakan adalah instrumen tes dan nontest. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara kedua kelas tersebut. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t terhadap kedua nilai posttest. Berdasarkan pengujian hipotesis tersebut, diperoleh nilai thitung sebesar 4,81 dan nilai ttabel pada taraf signifikan 5% adalah 2,00. Dengan demikian, terlihat bahwa thitung > ttabel, sehinggahipotesis nol (Ho) ditolak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan dengan STAD. Hal tersebut terlihat dari rerata skor posttest antara kedua kelas tersebut. Kelas yang diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki rerata skor posttest sebasar 61 dan kelas yang diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe TGT memiliki rerata skor posttest sebasar 76.

Kata Kunci: Hasil belajar biologi, Student Achivement Division (STAD), Team Games Tournament (TGT).


(6)

iii

Between Cooperative Learning Model type Student Achivement Division

(STAD) dan Team Games Tournament (TGT) . S1 Thesis, The Study Program of Biology Education, Department of Natural Science Education, Faculty of Tarbiya and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University in Jakarta, 2014.

The aim of this research was to find out the differences of biology learning result in two experiment classes through the cooperative learning model type STAD and TGT. The research was done in MAN 1 Bekasi. There were two classes involved in this research, they were XI.1 class (that was implemented STAD) and XI.3 class (that was implemented TGT) on the concept of the respiratory system in humans and animals,the school years 2014. Quasi eksperiment method was used in this research with purposive sampling technique. The instrument that used in this research is consist of two instrument, they are test and nontest. The result of the research showed that there are significant differences in biology learning result between two experiment classes. It can be conclude that based on the result of statistical test of hypothetical testing that used t-test in both of posttest score showed that tcount value is 4,81, and ttable value in degree of significance 5% is 2.00. It can be seen that tcount > ttable value, so that the null hypothesis is rejected. Moreover, the result of the research showed that cooperative learning model type TGT is better than STAD. It was showed by the average of posttest score between two experiment classes. The average of posttest score at class that implemented cooperative learning model type STAD is 61, and the average of posttest score that conducted TGT is 76.

Keyword: biology learning result, student achivement division (STAD), team games tournament (TGT).


(7)

kekuatan kepada penulis. Alhamdulillah, atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya, yang senantiasa menginspirasi penulis untuk selalu istiqomah menjadi ummatnya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini tidak telepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mencurahkan segenap pikiran, memberikan dorongan, bantuan baik material maupun spiritual. Dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, MA, Ph, D., Dekan FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. 3. Ahmad Sofyan, M.Pd, dosen pembimbing I dan Meiry Fadilah Noor, M.Si,

dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk memberikan arahan, bimbingan, motivasi, dan sabar dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

4. Dosen dan Staff di UIN Syarif Hidayatullah di Jurusan Pendidikan IPA yang telah memberikan bantuan dan dukungannya.

5. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Abdul Hafidz dan Ibunda Saliyem yang selalu mencurahkan cinta, kasih sayang, memberi dukungan berupa moril maupun spirituil dan mengajari penulis untuk selalu sabar dan tegar.

6. Suami tercinta Nirwan, serta adiku Haryani, Muzabin Choliq, dan Iis Maliah, yang selalu memberikan do’a, dukungan, dan motivasi kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat Biologi A angkatan 2007 terutama genk cuap-cuap: Ane, Fuzy, Nafis, Endah, Iie, Ita, Puji, Maria dan Afifah atas dukungan dan semangat dari kalian, tak terasa kita bisa melalui semua ini dengan indah. 8. Teman-teman seperjuangan khususnya biologi 2007 yang tidak bisa penulis

sebutkan satu-persatu yang telah berjuang keras melewati hari-hari perkuliahan yang penuh suka dan duka.


(8)

amal shaleh dan senantiasa diberikan kemuliaan, Amin. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Jakarta, 23 Mei 2014 Penulis


(9)

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoretis ... 8

1. Model Pembelajaran Kooperatif ... 8

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD ... 21

3. Model Pembelajaran Kooperatif TGT ... 24

4. Persamaan dan Perbedaan STAD dan TGT ... 28

5. Hakikat Belajar ... 29

6. Hasil Belajar ... 31

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 34

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Pengajuan Hipotesis ... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39


(10)

E. Instrumen Penelitian... 41

F. Kalibrasi Instrumen ... 42

G. Teknik Analisis Data ... 46

H. Hipotesis Statistik ... 48

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

B. Analisis Data ... 50

C. Pembahasan ... 56

BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63


(11)

Tabel 2.2 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok

Belajar Konvensional ... 18

Tabel 2.3 Kriteria Pemberian Skor Peningkatan Individu ... 23

Tabel 2.4 Perolehan Skor dan Penghargaan Tim Tipe STAD ... 23

Tabel 2.5 Fase-fase Pembelajaran Kooperatif STAD ... 24

Tabel 2.6 Cara Menentukan Penghargaan TGT ... 26

Tabel 2.7 Fase-fase dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT ... 27

Tabel 3.1 Desain Penelitian... 39

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Tes Objektif... 41

Tabel 3.3 Kriteria Reliabilitas Instrumen ... 44

Tabel 3.4 Kriteria Indeks Kesukaran Soal ... 45

Tabel 3.5 Pedoman Klasifikasi Daya Pembeda Soal ... 46

Tabel 4.1 Data Pretest Kelas STAD dan TGT ... 49

Tabel 4.2 Data Posttest Kelas STAD dan TGT ... 50

Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Pretest Kelas STAD dan TGT ... 51

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas STAD dan TGT... 51

Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Pretest Kelas STAD dan TGT ... 52

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Posttest Kelas STAD dan TGT ... 52

Tabel 4.7 Hasil Uji “t” Posttest ... 53


(12)

(13)

Lampiran 2 RPP Kelas TGT ... 74

Lampiran 3 LKS STAD dan TGT ... 82

Lampiran 4 Daftar Pertanyaan Kuis dan Turnamen ... 90

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Valid ... 94

Lampiran 6 Kisi-kisi Uji Coba Instrumen ... 95

Lampiran 7 Instrumen Tes Hasil Belajar ... 111

Lampiran 8 Rekap Analisis Butir Soal dengan Anates ... 116

Lampiran 9 Lembar Pembagian Kelompok STAD dan TGT ... 117

Lampiran 10 Lembar Skor Kuis dan Turnamen ... 119

Lampiran 11 Tabel Nilai Pretest dan Posttest Kelas STAD ... 120

Lampiran 12 Tabel Nilai Pretest dan Posttest Kelas TGT ... 121

Lampiran 13 Penghitungan Mean, Median, Modus, Varians, dan Standar Deviasi .... 122

Lampiran 14 Uji Normalitas ... 131

Lampiran 15 Uji Homogenitas ... 135

Lampiran 16 Uji Hipotesis Statistik ... 137

Lampiran 17 Lembar Observasi Kelas STAD dan TGT ... 139

Lampiran 18 Penghitungan Lembar Observasi Kelas STAD dan TGT ... 140


(14)

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin keberlangsungan hidup suatu negara dan bangsa. Pendidikan merupakan suatu wahana untuk membangun manusia yang berperan sebagai sumber daya dalam pembangunan. Perwujudan masyarakat atau bangsa yang berkualitas satu sisi menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik agar menjadi subyek yang dapat berperan secara aktif dalam pembangunan dengan menampakkan keunggulan dirinya yang tangguh, kretaif, mandiri, dan professional dalam bidangnya masing-masing.

Kondisi yang disebutkan di atas sudah tertuang dalam tujuan pendidikan karena pendidikan yang mempunyai arti sebagai proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik, yang mempunyai tujuan untuk meningkatkan perkembangan mental serta kualitas pengetahuan peserta didik. Selain itu pendidikan juga mempunyai tujuan yaitu terjadi perubahan, perkembangan, kemajuan, baik dalam aspek fisik-motorik, intelek, sosial emosional maupun sikap dan nilai.

Pendidikan saat ini menjadi pegangan yang paling penting yang harus dimiliki manusia atau masyarakat. Istilah-istilah yang sering ditemui dalam dunia pendidikan antara lain kurikulum, sekolah, guru, siswa atau murid, pembelajaran, termasuk pemerintah dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam sistem pendidikan. Proses belajar mengajar terjadi bila ada interaksi antara guru dan siswa. Guru mengajar dan siswa belajar. Keberhasilan siswa dalam belajar ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses belajar mengajar adalah pemilihan dan penggunaan metode yang tepat untuk suatu konsep.1

1

Muhaemin, Upaya Meningkatkan Pemahaman Konsep Biologi pada Siswa Kelas II Semester Ganjil SMA Al-Kautsar TP 2004/2005 melalui Pendekatan Konsep. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 4, nomor 1, 2006, h. 85.


(15)

Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.2 Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam secara ilmiah.

Pelaksanaan pembelajaran saat ini harus mengalami perubahan, yaitu siswa tidak hanya menjadi objek dalam pembelajaran, tetapi juga harus aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran yang biasa dilakukan adalah pembelajaran dimana guru berperan aktif dalam memberi informasi dan pengetahuan kepada siswa dan menjadi pusat kegiatan pembelajaran tanpa melibatkan peran aktif siswa (teacher centered), namun yang seharusnya berlaku sekarang adalah sistem pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa sehingga siswa mampu memperoleh pengetahuan dengan keaktifannya sendiri (student centered). Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa, sehingga siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain.3

Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Dalam proses pembelajaran di kelas, komponen utama adalah guru dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil maka diperlukan suatu metode pembelajaran yang tepat, karena metode pembelajaran merupakan sarana interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Rendahnya prestasi belajar siswa disebabkan karena lemahnya strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Penggunaan metode yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan sehingga siswa tidak termotivasi untuk belajar, menyebabkan siswa lebih banyak pasif sehingga hasil belajarnya tidak optimal, Selain itu dalam kegiatan belajar mengajar masih ditemukan berbagai kelemahan antara lain,

2

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah, (Jakarta : BSNP, 2006), h. 451.

3

Anita Lie, Cooperative Learning Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta : Grasindo, 2005), cet. 4, h. 7.


(16)

yaitu kurangnya keaktifan dalam pembelajaran, kurangnya kemandirian dalam mengemukakan pendapat, kurang bekerjasama, kurangnya menghargai pendapat orang lain, kurang mengontrol diri, kurang sportif, dan kurangnya memotivasi teman belajar.4

Berbagai metode pembelajaran dari tahun ke tahun telah dikembangkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Pengembangan pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yang dapat mengembangkan daya nalar, kreatifitas, dan keaktifan siswa. Berbagai upaya dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mendapatkan hasil belajar biologi yang lebih baik. Salah satu strategi yang digunakan oleh guru untuk memotivasi dan mengaktifkan siswa adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Di dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar bersama dalam kelompok - kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima pendapat orang lain dan berkerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya, membantu memudahkan menerima materi pelajaran dan meningkatkan kemampuan berfikir dalam memecahkan masalah. Dengan adanya komunikasi antara anggota-anggota kelompok di dalam pembelajaran kooperatif, maka pengetahuan serta pengalamannya tersampaikan, sehingga dapat menambahkan pengetahuan, meningkatkan hasil belajar dan meningkatkan hubungan sosial setiap anggota dalam kelompok.5 Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa keberhasilan mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil, karena tujuan kelompok tidak hanya menyelesaikan tugas yang diberikan, tetapi juga memastikan bahwa setiap kelompok menguasai tugas yang diterimanya.

Pembelajaran kooperatif memiliki banyak tipe, dua diantaranya adalah

Student Achivement Division (STAD) dan Team Games Tournament (TGT).

4Andi Makasau, ”

Penerapan Model Kooperatif Teknik TGT dalam Pembelajaran Siswa”, Pendidikan & Pembelajaran, 1, 15, 2008, h. 61-62

5

Robert E. Slavin, Cooperative Learning teori, Risert dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), cet. 8, h. 5


(17)

Di dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa akan belajar bersama dalam kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima pendapat dari orang lain dan berkerjasama dengan teman yang berbeda latar belakangnya, membantu memudahkan menerima materi pelajaran, meningkatkan kemampuan berfikir dalam memecahkan masalah. Selain itu pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis, mengembangkan sikap sosial siswa, meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar, motivasi, hasil belajar dan menyimpan materi pelajaran yang lebih lama.6

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dan memotivasi siswa untuk saling mendukung satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan guru. Sistem evaluasi dengan memberikan kuis secara periodik dalam STAD dapat melatih siswa agar terbiasa menghadapi soal-soal dalam tes dan membantu siswa untuk menguasai konsep-konsep dalam materi pelajaran sehingga dapat memberikan hasil belajar biologi siswa yang lebih baik.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa berkompetisi dalam meja-meja turnamen dengan siswa yang berkemampuan hampir sama untuk mewakili masing-masing kelompoknya. Dengan dilaksanakannya turnamen akademik ini siswa merasa tertantang dan termotivasi untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Siswa akan berusaha membela kelompoknya agar dalam turnamen dapat mengumpulkan skor setinggi-tingginya, dan kelompok terbaik akan diberikan hadiah pada akhir turnamen, sehingga setiap kelompok berusaha untuk melaksanakan turnamen dengan sebaik-baiknya.

Turnamen pada TGT dilakukan melalui permainan-permainan menarik sehingga siswa dapat menikmati proses pembelajaran dengan situasi yang menyenangkan. Siswa menjadi termotivasi untuk belajar dengan giat yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan

6 Heri Mediastutik, “

Peningkatan Kualitas Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Persamaan Eksponen dan Logaritma Melalui Metode STAD Siswa SMAN 1 Krian Kabupaten Sidoarjo”, Vidya, 1, 14, 2006, h. 37-38


(18)

menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahaman terhadap sejumlah materi pelajaran sehingga hasil belajar mencapai optimal. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat mengaktifkan siswa dalam belajar, kemandirian dalam mengemukakan pendapat, bekerjasama, menghargai orang lain, mengontrol diri, sportif, dan memotivasi teman belajar.7

Adanya pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan STAD siswa dapat terlibat aktif dan lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran. Hal ini dikarenakan STAD dan TGT terdapat kompetisi untuk memperebutkan predikat kelompok baik, sangat baik, dan super baik sesuai dengan hasil penilaian. Sehingga siswa dalam proses pembelajaran lebih termotivasi untuk memahami konsep dan diharapkan hasil belajar biologi pun dapat meningkat. Kedua model pembelajaran tersebut diharapkan dapat mengkondisikan siswa untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan menumbuhkan motivasi belajar setiap individu, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar biologi siswa secara signifikan. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui perbandingan antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan TGT yang paling efektif dalam mempengaruhi hasil belajar siswa.

Konsep-konsep dalam ilmu Biologi diantaranya adalah konsep sistem pernapasan pada manusia dan hewan. Kompetensi dasar dari materi ini adalah menjelaskan keterkaitan antara struktur, fungsi, dan proses serta kelainan/penyakit yang dapat terjadi pada sistem pernapasan pada manusia dan hewan (misalnya burung). Konsep ini siswa dituntut untuk menjelaskan organ/alat pernapasan manusia dan hewan, proses pernapasan, kapasitas paru-paru, dan gangguan pada sistem pernapasan dan akibat merokok. Konsep sistem pernapasan termasuk konsep yang sulit dipahami karena konsep ini lebih banyak melibatkan kemampuan menghafal, yang membuat siswa merasa tidak tertarik untuk mempelajarinya.

Oleh karena itu diperlukan suatu model pembelajaran yang lebih kreatif bagi guru agar siswa dapat memahami konsep-konsep yang bersifat

7


(19)

hafalan tersebut secara baik. Jika metode yang digunakan oleh guru dalam materi tersebut hanya ceramah saja akan membuat siswa jenuh dan materi tidak akan dapat tersampaikan dan diingat secara maksimal. Model pembelajaran yang baik digunakan dalam rangka meningkatkan penguasaan konsep yang bersifat hafalan yaitu model pembelajaran yang menyenangkan, dan memudahkan siswa dalam menghafal dan memahami banyak konsep yang mereka anggap sulit, yaitu model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT. Untuk mengatasi masalah tersebut pembelajaran model kooperatif tipe STAD dan TGT merupakan metode yang cocok untuk semua konsep,8 maka kedua model ini diduga dapat diterapkan pada konsep sistem pernapasan pada manusia dan hewan.

Oleh karena itu jika dilihat dari persamaan dan perbedaan antara STAD dan TGT, serta konsep yang akan diberikan, maka perlu dilakukan penelitian untuk membedakan hasil belajar biologi antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan

TGT. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan dengan judul “Perbedaan

Hasil Belajar Biologi antara Siswa yang diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT pada Konsep Sistem

Pernapasan pada Manusia dan Hewan.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya mutu pendidikan berkaitan erat dengan rendahnya motivasi belajar siswa.

2. Siswa kurang terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

3. Penggunaan metode yang kurang tepat untuk mengaktifkan siswa dalam belajar, sehingga siswa mengalami kejenuhan.

8


(20)

C. Pembatasan Masalah

Adapun pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Model pembelajaran yang dikembangkan adalah model STAD (Student Team Achievement Division) dan TGT (Team Games Tournament).

2. Hasil belajar yang diukur adalah aspek kognitif yaitu C1, C2, C3, dan C4. 3. Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem pernapasan

pada manusia dan hewan.

4. Siswa yang dimaksud adalah siswa kelas XI MAN 1 Bekasi

D.Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tipe TGT?”.

E.Tujuan

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan tipe TGT.

F. Manfaat

Adapun manfaat hasil penelitian ini sebagai berikut:

1. Sebagai motivasi guru untuk meningkatkan keterampilan dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dan bervariasi. Serta dapat meningkatkan profesionalisme guru.

2. Memberi masukan bagi guru dalam menyajikan materi pelajaran biologi agar mudah diserap dan dipahami oleh siswa.

3. Untuk bahan studi lebih lanjut mengenai pemanfaatan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT pada mata pelajaran biologi.


(21)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A.Deskripsi Teoretis

1. Model Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Wina Sanjaya mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai “model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara 4-6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa atau suku yang berbeda (heterogen)”.1

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) menurut Davidson dan Wosham dalam Zulfiani adalah “model pembelajaran yang sistematis dengan mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis”.2 Pembelajaran kooperatif dapat menjadikan siswa aktif dalam pembelajaran dan memiliki keterampilan sosial, artinya adanya keterlibatan semua siswa dalam kelompok dalam membagi ide-ide untuk mencapai tujuan bersama.

Menurut Hassan S & Echols J.M istilah pembelajaran kooperatif berasal dari bahasa Inggris yaitu “cooperative learning”. Dalam sebuah

kamus Inggris-Indonesia, cooperative berarti kerjasama dan Learning berarti pengetahuan atau pelajaran. Karena berhubungan dengan proses belajar mengajar maka istilah cooperative learning tersebut diartikan dengan pembelajaran kooperatif.3

Pembelajaran kooperatif menurut Arihi, L.S adalah model pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil, dengan anggota kelompok 3-5 orang, yang dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling kerja sama dan saling membantu untuk memahami materi, seehingga setiap siswa selain

1

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009), cet. 7, h. 242.

2

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2006), h. 130.

3

Ruhadi, “Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetens”, Jurnal Pendidikan, vol.. 1, no. 6, 2008 , h. 44-45.


(22)

mempunyai tanggung jawab individu, tanggung jawab berpasangan, juga mempunyai tanggung jawab dalam kelompok.4

Cooperative Learning menurut Sanjaya dalam Rusman adalah kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara kelompok. Model pembelajaran kelompok adalah “rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tuujuan pembelajaran yang telah dirumuskan”.5 Sedangkan menurut Agus Suprijono pembelajaran kooperatif adalah “konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.6

Menurut Kunandar pembelajaran kooperatif adalah “pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh antarsiswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan”.7 Sedangkan menurut Artzt dan Newman “bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya”.8

Menurut Hamruni pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menerapkan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, rasa tau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward) jika mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.9

4

La Iru dan La Ode, Analisis Pendekatan Metode, Strategi, dan Model-model pembelajaran. (Kendari: Multi Presindo, 2012), cet. 1, h. 47.

5

Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet. 3, h. 203.

6

Agus Suprijono, Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi Paikem). (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), cet. 7, h. 54.

7

Kunandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Wali Press, 2007), cet. 1,h. 359.

8

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progreesif: Konsep, Landasan Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), cet. 3, h. 56.

9


(23)

Cooperative Learning menurut Marjoko adalah “model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademis untuk sampai kepada pengalaman individual dan kelompok saling membantu, berdiskusi, berargumentasi dan saling mengisi untuk memperoleh pemahaman bersama”.10 Sedangkan menurut Thomson pembelajaran kooperatif merupakan “suatu pembelajaran dengan menekankan pada aspek sosial. Siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil dan saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri atas 4 atau 5 siswa dengan kemampuan yang heterogen”.11

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras dan satu sama lain saling membantu. Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar selama berkerja satu kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman kelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.12

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang mengelompokkan siswa secara heterogen, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi ide antarsesama anggota kelompok sehingga siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, serta mampu mencapai tujuan pembelajaran bersama-sama.

10 Marjoko, “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Cooperative Learning Teknik STAD di SMP Negeri Cilacap”, Jurnal Widyatama, vol. 1, no. 5, 2008, h. 65.

11Suradi, “

Tinjauan tentang Implementassi Pembelajaran Kooperatif dalam Pembelajaran Matematika”, JurnalIlmu Kependidikan, vol. 1, no. 2, 2005, h. 23-24.

12

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), cet. 1, h. 41.


(24)

b. Macam-macam pembelajaran kooperatif

Beberapa model pembelajaran yang dikembangkan dari coopertive learning menurut Muhamad surya diantaranya Jigsaw, STAD (Student Team Achiement Division), Team Games Tournamnet (TGT), dan pendekatan struktural yang meliputi TPS (Think Pair Share), serta NHT (Numbered Head Together).13

Tipe-tipe pembelajaran kooperatif menurut La Iru adalah sebagai berikut:14

1. Student Teams Achivement Division (STAD)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali menyampaikan tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

2. Numbered Head Together (NHT)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan tingkat akademik.

3. Think Pair Share (TPS)

TPS atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas.

4. Tim Ahli(Jigsaw)

Jigsaw adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang terdiri dari tim-tim heterogen yang beranggotakan 4-5 orang siswa, materi pelajaran yang diberikan pada siswa dalam bentuk teks setiap anggota bertanggung

13

Ibid., h. 49. 14


(25)

jawab untuk mempelajari bagian tertentu bahan yang diberikan, dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota tim lain.

5. Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok, setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda.

6. Mind Mapping

Mind Mapping atau peta pikiran adalah menuliskan tema utama sebagai titik tengah dan memikirkan cabang-cabang atau tema turunan. Itu berarti setiap kali kita mempelajari suatu hal maka fokus kita diarahkan pada apakah tema utamanya.

7. Example Non Example

Example Non Example adalah model pembelajaran kooperatif yang menggunakan gambar sebagai media alat peraga untuk mempermudah guru dalam menjelaskan materi. Melalui model pembelajaran Example Non Example siswa diharapkan dapat mengerti materi pelajaran dengan menganalisis contoh-contoh gambar yang ditampilkan oleh guru. Dan hasil dari analisisa tersebut dapat diuraikan di depan kelas.

8. Think Talk Write

Merupakan model pembelajaran kooperatif di mana perencanaan dari tindakan yang cermat mengenai kegiatan pembelajaran yaitu lewat kegiatan berpikir, berbicara/berdiskusi, bertukar pendapat, serta menulis hasil diskusi agar tujuan pembelajaran dan kompetensi yang diharapkan dapat tercapai. 9. Investigasi Kelompok

Investigasi Kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untu diterapkan. Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok yang heterogen, selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya siswa menyiapkan dan mempresentasikan laporan kepada seluruh kelas.


(26)

c. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Lie antara lain: 1. Saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai melalui saling ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan menyelesaikan tugas, saling katergantungan bahan atau sumber, saling katergantungan peran, dan saling ketergantungan hadiah.

2. Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog. Dialog tidak hanya dilakukan dengan guru. Interaksi semacam itu sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.ini juga mencerminkan konsep pengajaran teman sebaya.

3. Akuntabilitas individual

Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran secara individual. Hasil penilaian secara individual. Hasil penilaian secara individual selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan rata-rata hasil belajar semua anggotanya, karena itu tiap anggota kelompok harus memberika sumbangan demi kemajuan kelompok.15

4. Partisipasi dan komunikasi

Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Sebelum melakukan kooperatif, guru perlu

15

Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), cet. 2, h. 40-41.


(27)

membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi karena tidak semua siswa mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik, misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi setiap anggotanya.16

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Carin sebagai berikut:17 a. Setiap anggota mempunyai peran.

b. Terjadi interaksi langsung antarsiswa.

c. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan teman-teman kelompoknya.

d. Peran guru adalah membantu siswa untuk mengembangkan. keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok.

e. Guru hanya berinteraksi dengan kelompok bila diperlukan.

Arends menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:18

1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar.

2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah

3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam

4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu. Ciri-ciri pembelajaran kooperatif menurut Rusman antara lain: a) Pembelajaran secara tim

b) Didasarkan pada manajemen kooperatif c) Kemauan untuk bekerja sama

d) Keterampilan bekerja sama.19

16

Wina Sanjaya, op.cit., h. 247. 17

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, op. cit., h. 132. 18

Trianto, op. cit., h. 47. 19


(28)

d. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Roger dan David Johnson tidak semua kerja kelompok dapat dianggap dalam keterampilan kooperatif. Untuk memperoleh hasil yang maksimal lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan yaitu:20

1) Adanya saling ketergantungan yang positif (Positive Interdependence)

Suasana dalam kegiatan pembelajaran kooperatif dapat diciptakan oleh guru yaitu situasi belajar yang kondusif. Situasi ini akan menimbulkan hubungan yang erat antar siswa sehingga akan timbul saling ketergantungan yang positif. Semangat kerja sama yag tinggi akan muncul dan betujuan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Beberapa cara membangun ketergantungan positif yaitu:21

a) Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan. Peserta didik harus bekerja sama untuk dapat mencapai tujuan. Tanpa kebersamaan tujuan mereka tidak akan tercapai.

b) Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok mengaku berhasil mencapai tujuan.

c) Mengatur sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dalam kelompo hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok.

d) Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi, dan saling terikat dengan peserta didik lain dalam kelompok.

2) Memiliki Tanggung Jawab Perseorangan (Individual Accountability) Pembelajaran kooperatif akan memunculkan sikap tanggung jawab siswa untuk melakukan yang terbaik. Dalam kelompok pembelajaran yang efektif setiap indiviu harus dievaluasi dan hasil evaluasi dikembalikan lagi ke individu dan anggota kelompoknya yang lain. Hal ini bertujuan untuk

20

Anita Lie, Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo.2005), cet. 4, h. 31.

21

Agus Suprijono, op. cit., h. 59.


(29)

mengetahui pengetahuan siswa terhadap materi secara individual. Sedangkan secara kelompok yaitu jika setiap anggota kelompok saling membantu, mereka harus tau siapa yang membutuhkan bantuan dan siapa yang akan membantu.

3) Adanya tatap muka (Face to face promotion interaction)

Tatap muka antar siswa akan memksa siswa utntuk membangun dialog atau interaksi yang baik demi keberhasilan kelompok mereka. Interaksi antar anggota yang dilakukan secara langsung baik dalam mengerjakan tugas, berbagi pengetahuan antar anggota kelompok maupun dalam mendiskusikan konsep yang sedang dipelajari. Interaksi semacam ini sangat penting karena siswa merasa lebih mudah belajar dan mendiskusikan materi yang belum dipahami.

4) Komunikasi antar anggota (Participation communication)

Dalam pembelajaran kooperatif komunikasi merupakan hal yang paling penting. Dengan komunikasi akan merangsang keaktifan siswa dalam berdiskusi bersama anggota kelompok untuk mendiskusikan masalah atau menyampaikan pendapatnya.

5) Evaluasi proses kelompok

Yang dimaksud evaluasi kelompok adalah bahwa seluruh anggota kelompok mendiskusikan bagaimana peran mereka didalam kelompok , seberapa efektif mereka melakukan atau menyelesaikan pekerjaan, kemudian merefleksi setiap hal yang dikerjakan bersama dan memperbaiki apabila belum mencapai tujuan.

Sedangkan menurut Muslimin Ibrahim ada tujuh unsur pembelajaran kooperatif yaitu:22

a. Siswa dalam kelompok harus beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu didalam kelompoknya. c. Siswa harus melihat semua anggota didalam kelompoknya memiliki

tujuan yang sama.

22


(30)

d. Siswa harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

e. Siswa dikenakan evaluasi atau diberikan penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompoknya.

f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama.

g. Siswa akan diminta pertanggungjawaban secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Menurut Wina Sanjaya, ada empat unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu: 1. adanya peserta dalam kelompok, 2. adanya aturan kelompok, 3. adanya upaya belajar setiap anggota kelompok, 4. adanya tujuan yang harus dicapai23

e. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. 24

Tabel 2.1

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Kegiatan guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan (demonstrasi) atau bahan bacaan (teks)

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok – kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaiamana caranya membentuk kelompok belajar agar melakukan perubahan yang efisien

Fase 4

Membantu kerja kelompok dalam belajar

Guru membimbing kelompok– kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka Fase 5

Mengetes materi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok

23

Wina Sanjaya, op.cit., h. 241-242. 24


(31)

f. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran Konvensional Dalam pembelajaran konvensional dikenal pula belajar kelompok, meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan esensial kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar konvensional. Perhatikan tabel berikut :

Tabel 2.2

Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional25

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan siswa adaya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan konsep pembelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya enak-enak saja di atas keberhasilan temannya yang dianggap pemborong.

Kelompok belajar heterogen baik kemampuan akademik, jenis kelamin, maupun ras atau suku.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi anggotanya.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya sendiri. Keterampilan sosial yang diperlukan dalam

kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial yang sering tidak diajarkan secara langsung.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melaui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan antarpribadi yang saling menghargai.

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

25


(32)

g. Keunggulan dan Kelemahan Kooperatif

Ada banyak nilai lebih dari pembelajaran kooperatif di antaranya adalah:

1. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

2. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

3. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

4. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

5. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

6. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. 7. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan

saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

9. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai persfektif.

10. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik

11. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.26

Keunggulan pembelajaran kooperatif menurut Jhonson dan Jhonson, yakni:27

a. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial b. Mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati c. Memungkinkan para siswa saling belajar

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen

e. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial

26

Sugiyanto, op. cit., h. 43-44. 27


(33)

f. Meningkatkan motivasi belajar

g. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia

i. Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar j. Meningkatkan hubungan positif antara siswa dengan guru dan personel

sekolah.

Selain keunggulan pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan di antaranya sebagai berikut:

1) Untuk memahami dan mengerti filosofipembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat kooperatif learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan, akibatnya keadaan semacam ini dapat mengganggu kerja sama dalam kelompok.

2) Ciri utama pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Karena itu, tanpa adanya peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisa jadi cara belajar yang demikian membuat siswa tidak memahami apa yang seharusnya dipahami.

3) Penilaian didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebebnarnya hasil atau prestassi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

4) Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam mengembangkan kesadaran kelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau beberapa kali penerapannya.

5) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemapuan yang sangat penting untuk siswa, tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. 28

28


(34)

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Menurut La Iru pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan ”salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali menyampaikan tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok”.29

Pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin dalam Isjoni adalah ”salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal”.30

Pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin dalam Trianto adalah ”siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran dan kemudian ssiwa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu”.31

Menurut Ruhadi STAD (student team achivement division) merupakan “salah satu metode pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan sebuah model pendekatan yang cocok untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif. Selain itu STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif”.32

29

La Iru dan La Ode, op. cit., h. 55. 30

Isjoni. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok. (Bandung : Alfabeta, 2009), cet. 2, h. 51.

31

Trianto, op. cit., h.68-69. 32


(35)

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

STAD terdiri atas lima komponen utama yaitu: presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim. Lima komponen utama dalam pembelajaran kooperatif akan dijelaskan sebagai berikut:33

1. Presentasi kelas

Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi di dalam kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan atau diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah presentasi tersebut haruslah benar-benar berfokus pada unit STAD. Dengan cara ini, para siswa akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka.

2. Tim

Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar, dan lebih khususnya lagi adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan LKS atau materi lainnya.

3. Kuis

Setelah kegiatan tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis. Sehingga, tiap siswa bertanggung jawab secara individual untuk memahami materinya.

4. Skor kemajuan individual

Tiap siswa dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini. Setiap siswa diberikan skor ”awal”, yang

33

Robert E. Slavin, Cooperative Learning teori, Risert dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), cet. 8, h. 143-146.


(36)

diperoleh dari rata-rata kinerja siswa tersebut sebelumnya dalam mengerjakan kuis yang sama. Siswa selanjutnya akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis mereka dibandingkan dengan skor wal mereka.

Tabel 2.3

Kriteria Pemberian Skor Peningkatan Individu34

No. Skor tes Skor peningkatan

1. Lebih dari 10 poin di bawah nilai awal 5

2. Antara 10 sampai 1 di bawah nilai awal 10

3. Antara 0 sampai 10 di atas nilai awal 20

4. Lebih dari 10 poin di atas nilai awal 30

5. Nilai terbaik (tidak berdasarkan nilai awal) 40

5. Rekognisi tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka. Untuk menentukan tingkat penghargaan yang diberikan untuk prestasi kelompok, dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4

Tingkat Penghargaan Kelompok Tipe STAD35

No Rata-rata kelompok Penghargaan

1 15 Good Team (tim yang bagus)

2 20 Great Team (tim yang hebat)

3 25 Super Team (tim yang super)

34

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, op. cit., h. 141. 35


(37)

Tabel 2.5

Fase-fase Pembelajaran Kooperatif STAD36

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan

memotivasi siswa

Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase 2

Menyajikan/menyampaikan informasi

Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membentuk setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase 5

Evaluasi

Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan penghargaan

Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

3. Model Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament)

a. Pengertian Model Kooperatif Tipe TGT (Teams Games Tournament) Menurut Afrisanti Lusita pembelajaran koperatif model TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.37

36

La Iru, op. cit., h. 58. 37

Afrisani Lusita, Buku Pintar Menjadi Guru Kreatif, Inspiratif, dan Inovatif. (Yogyakarta: Araska, 2011), cet. 1, h. 80-81.


(38)

Menurut Rusman TGT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5 sampai 6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku ras yang berbeda. Guru menyajikan materi, dan siswa bekerja dalam kelompok mereka masing-masing. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota kelompok yang lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru.38

b. Langkah-langkah Pembelajaran TGT

Slavin menjelaskan ada lima komponen utama dalam metode TGT yaitu: pembelajaran awal, kelompok belajar (team study), permainan (games), turnamen/kompetisi (tournament), dan pengakuan kelompok (teams recognition).39

1) Pembelajaran awal

Pembelajaran awal dalam metode TGT tidaklah berbeda dengan pengajaran biasa atau penajaran klasikal oleh guru, hanya pelajaran difokuskan pada materi yang sedang dibahas saja. Tujuan pembelajaran awal adalah membentuk siswa dalam kecakapan komunikasi, menggali informasi, kecakapan bekerjasama dalam kelompok, dan kecakapan dalam memecahkan masalah.

2) Kelompok belajar (team study)

Kelompok belajar di susun dengan beranggotakan 4-5 orang yang mewakili percampuran dari berbagai keragaman dalam kelas, seperti kemampuan akademik, jenis kelamin, ras/etnis. Pada kegiatan kelompok belajar, seluruh siswa mempelajari materi pelajaran dari berbagai sumber belajar (buku teks, internet) kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

38

Rusman, op. cit., h. 224-225. 39


(39)

disusun oleh guru. Setelah siswa menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, perwakilan siswa mempresentasikan hasil belajarnya.

3) Permainan (games)

Permainan dalam pembelajaran kooperatif akan menimbulkan kekreatifan siswa. Kegiatan belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks. Pertanyaan dalam games disusun dan dirancang dari materi-materi yang telah disajikan untuk menguji pengetahuan siswa yang diperoleh mewakili masing-masing kelompok.setiap siswa mengambil sebuah kartu yang diberi nomor dan menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor pada kartu tersebut. 4) Turnamen (tournament)

Turnamen adalah susunan beberapa games yang dipertandingkan. Biasanya dilaksanakan pada akhir minggu atau akhir unit pokok pembehasan, setelah guru memberikan penyajian kelas dan kelompok telah mengerjakan lember kerjanya. Sebelum memulai pertandingan guru meminta siswa ke kelompok pertandingan. Pada meja pertandingan disediakan 1 set lembar pertandingan, kunci jawaban, kartu nomor (jumlahnya sesuai dengan nomor soal), dan format skor pertandingan.

Pada awal periode permainan, umumkanlah penempatan meja turnamen dan mintalah mereka memindahkan bersama atau menyusun meja sebagai meja turnamen. Acaklah nomor-nomornya supaya para siswa tidak bisa tahu mana meja ”atas” dan yang ”bawah”. Mintalah salah satu siswa yang akan dipilih untuk membagikan satu lembar permainan, atau lembar jawaban, satu kotak kartu nomor, dan satu lembar skor permainan pada tiap meja. Lalu mulailah permainan tersebut. Pembaca pertama mengocok kartu dan mengambil kartu yang teratas. Dia lalu membacakan dengan keras soal yang berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu, termasuk pilihan jawabannya jika soalnya adalah pilihan ganda.


(40)

Gambar 2.1 Aturan TGT

5) Penghargaan tim (team recognition)

Setelah semua skor dihitung, guru segera memberikan penghargaan kepada tim. Pemberian penghargaan dapat berupa hadiah atau sertifikat atas usaha yang telah dilakukan kelompok selama belajar sehingga mencapai kriteria yang telah disepakati bersama. Kriteria penghargaan sesuai dengan tabel berikut:

Tabel 2.7

Cara Menentukan Penghargaan

Kriteria Rata-rata Tim Penghargaan (award)

31-40 Cukup (Good team)

41-45 Baik (Great team)

>46 Amat baik (Super tim)

1. ambil kartu bernomor dan carilah soal yang berhubungan dengan nomor tersebut pada lembar permainan.

2. bacalah pertanyaan dengan keras 3. cobalah untuk menjawab soal

Pemain 2

Menantang jika dia mau

(dan memberikan

jawaban berbeda) atau boleh melewatinya.

Pemain 3

Boleh menantang jika permainan 2 melewati, dan jika dia memang mau. Apabila semua pemain sudah menantang atau melewati, pemain 3 memeriksa jawaban. Siapa pun yang jawabannya benar berhak menyimpan kartunya. Jika si pembaca salah, tidak ada sanksi, tetapi jika kedua pemain 2 dan 3 salah, maka dia harus mengembalikan kartu yang telah dimenangkannya ke dalam kotak,


(41)

Tabel 2.8

Fase-fase dalam Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT, yaitu:40

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Memotivasi siswa dan

menyampaikan tujuan

Guru memotivasi siswa belajar, dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut

Fase 2

Menyampaikan informasi atau materi pelajaran

Guru menyajikan informasi dan memberikan materi pelajaran kepada siswa

Fase 3

Mengelompokkan siswa

secara heterogen

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok agar melakukan transisi secara efisien dalam belajar

Fase 4

Membimbing kelompok

belajar secara tournament

Guru memotivasi serta membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas bersama serta memandu siswa memainkan suatu permainan sesuai dengan struktur pembelajaran koopeartif

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar siswa menentukan skor individu dan skor rata-rata kelompok

Fase 5

Memberikan penghargaan

Guru memberikan penghargaan hasil belajar individual dan kelompok

4. Persamaan dan Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan TGT

Berdasarkan uraian sebelumnya dapat disimpulkan perbedaan dan persamaan antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT. Persamaan dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT dapat dilihat dari kelompok belajar, dimana pada STAD dan TGT ini siswa dibagi menjadi kelompok kecil yang heterogen,41 jika dilihat ketika proses pembelajaran berlangsung, kedua model pembelajaran tersebut sama-sama melakukan diskusi kelompok siswa bekerja di dalam tim untuk menjawab pertanyaan LKS yang dibuat oleh guru dan memastikan seluruh anggota tim

40

La Iru, op. cit., h. 65. 41


(42)

menguasai pelajaran tersebut,42 dan pada saat akhir dari pembelajaran kedua model pembelajaran ini sama-sama memberikan penghargaan (rekognisi tim) pada setiap kelompok yang terbaik.43

Sedangkan perbedaan antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT dapat dilihat dari sistem penilaian pangkatan individu, dalam STAD penilaian menggunakan kuis individual pada tiap akhir pelajaran,44 sedangkan dalam TGT penilaian menggunakan turnamen akademik dimana siswa berkompetisi sebagai wakil dari timnya melawan anggota dari tim yang lain.45 Selain itu dalam model pembelajaran STAD sebelum menghitung skor perkembangan individu siswa diberikan skor awal, sedangkan TGT tidak terdapat skor awal tetapi langsung menghitung hasil poin turnamen siswa.46

5. Hakikat Belajar

Belajar menurut Winkel adalah suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas.47 Belajar akan mengalami perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman dan latihan.

Belajar menurut Oemar Hamalik adalah suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.48 Belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan. Artinya, tujuan kegiatan adalah perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,

42

Ibid., h. 84. 43

Robert E. Slavin, op. cit., h. 167. 44

Ibid., h. 143. 45

La Iru, op. cit., h. 63. 46

Robert E. Slavin, op. cit., h. 162. 47

Yatim Rianto, Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi bagi Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2009), cet. 1, h. 4.

48

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), cet. 9, h. 36.


(43)

keterampilan maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi. Jadi hakikat belajar adalah perubahan.49

Belajar menurut Ernes ER. Hilgard adalah Learning is the process by which an activityoriginates or is charged hrought training procedures (whether in the laboratory or in the natural environments) as disitinguished from changes by factor not attributable to training. Artinya (seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan sesuatu dengan cara latihan-latihan sehingga yang bersangkutan menjadi berubah.50

Belajar menurut Wittig dalam bukunya psychology of learning

mendefinisikan belajar sebagai: any relatively permanent change in an

organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience.

Belajar itu adalah proses perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.51 Hintzman berpendapat bahwa belajar ialah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme disebabkan pengalaman tersebut yang bisa memengaruhi tingkah laku organisme itu.52

Arthur T. Jersild dalam Syaiful Sagala menyatakan bahwa belajar adalah “ modification of behavior through experience and training” yaitu

perubahan atau membawakan efek dari perubahan tingkah laku dalam pendidikan karena pengalaman dan latihan atau karena mengalami latihan.53 Zikri Neni berpendapat bahwa belajar atau yang disebut juga dengan learning, perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman.54

49

Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), cet.2, h. 11.

50

Yatim Rianto, op. cit., h. 4. 51

Muhibbin Syah. Psikologi Pendidikan: dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), cet. 14, h. 90.

52

Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, 2003) cet. 1, h. 220.

53

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), cet. 8, h. 12.

54

Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi Brothers, 2008), cet. 2, h. 82.


(44)

Belajar menurut Good dan Brophy merupkan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi di dalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar. Jadi yang dimaksud belajar bukan tingkah laku yang nampak, tetapi adalah prosesnya yang terjadi secara internal di dalam diri individu dalam usahanya memperoleh hubungan-hubungan baru.55

Dari berbagai teori di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Jadi belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan. Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Belajar merupakan suatu proses yang terjadi secara internal yang meliputi perubahan tingkah laku, pengetahuan, dan sebagainya yang tidak dapat dilihat dengan nyata.

6. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Agus adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja.56 Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.57

Nana Sudjana menyatakan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman mengajarnya.58 Sedangkan menurut Gagne hasil belajar meliputi informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, sikap, dan keterampilan motorik.59

55

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), cet. 23, h. 85.

56

Agus Suprijono, op. cit., h. 7. 57

Ibid., h. 5. 58

Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), cet. 14, h. 22.

59 Ibid.


(45)

Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar, dapat dilihat dari perubahan perilaku yang ditunjukkan oleh orang tersebut. Jika sesesorang sudah menunjukkan suatu bentuk perubahan yang berarti atau suatu perubahan kearah yang lebih baik, maka orang tersebut dapat dikatakan sudah memperoleh keberhasilan dalam belajar. Namun jika seseorang tidak menunjukkan perubahan apa-apa atau bahkan perilaku dan tindakan menjadi lebih buruk maka orang tersebut dapat dikatakan belum berhasil dalam belajar atau gagal. Begitu juga dengan seorang pelajar, jika siswa sudah menunjukkan suatu perubahan kearah yang lebih baik maka siswa tersebut dikatagorikan berhasil dalam proses belajar di sekolah. Namun, jika tidak terjadi perubahan maka siswa tersebut dikatakan belum berhasil.

Penilaian hasil belajar siswa dapat ditinjau dari tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.60

1. Ranah kognitif

Merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan kegiatan mental atau otak. Kemampuan-kemampuan yang termasuk ranah kognitif adalah: hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6).

2. Ranah afektif

Ranah ini berkaitan dengan sikap dan nilai siswa. Dapat terlihat pada berbagai tingkah laku seperti: perhatian terhadap pelajaran, kedisiplinan, motivasi belajar, rasa hormat pada guru, dan sebagainya.

3. Ranah psikomotor

Ranah ini berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak siswa setelah menerima pelajaran tertentu. Simpon menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu.

Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar biologi siswa merupakan skor yang diperoleh oleh seorang siswa

60

Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Press, 2006), Cet ke-1, h. 14.


(46)

selama melakukan proses pembelajaran dan dapat dinilai melalui kemampuan kognitif, afektif dan kemampuan psikomotor. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar.

Muhibbin Syah mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajarsiswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam yaitu:61

a. Faktor Internal Siswa

Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek yakni: 1) Aspek Fisiologis

Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran.

2) Aspek Psikologis

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya dipandang lebih esensial itu adalah sebagai berikut:1) tingkat kecerdasan/ intelegensi siswa; 2) sikap siswa; 3) bakat siswa; 4) minat siswa; 5) motivasi siswa.

b. Faktor Eksternal Siswa

Seperti faktor internal, faktor eksternal siswa juga terdiri dari dua macam, yakni:

1. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi belajar siswa. Selain itu yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut.

2. Lingkungan Nonsosial

Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan siswa.

61


(47)

c. Faktor Pendekatan Belajar

Disamping faktor-faktor internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah dipaparkan dimuka, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses belajar siswa. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan deep misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih prestasi belajar yang bermutu daripada siswa yang mengaplikasikan pendekatan belajar suevace atau reproduktif.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan TGT adalah sebagai berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Jumrah, bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan keterampilan proses belajar siswa yang berdampak pada peningkatan ketuntasan hasil belajar. 62

Hendrik Arung Lamba dalam penelitiannya menyatakan bahwa terdapat perbedaan perolehan hasil belajar fisika yang signifikan antara pembelajaran kooperatif model STAD dan pembelajaran klasikal terhadap hasil belajar fisika siswa kelas satu SMA GKTS Imanuel Palu. Metode pembelajaran kooperatif lebih unggul dari pada metode pembelajaran klasikal dalam mempengaruhi hasil belajar fisika.63

Heri Midiastutik dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil belajar siswa yang diajar pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses dalam seting pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dari pada siswa yang diajar tidak menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.64

Leonard dalam penelitiannya menyatakan bahwa rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran

62 Jumrah, “

Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa SMAN 5 Palu Melalui Pendekatan Keterampilan Proses Model Kooperatif Tipe STAD Pada Pembelajaran Asam-Basa”, JurnalMedia Ekstra, vol. 2, no. 2, 2006, h.114.

63

Hendrik Lamba Arung, ”Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model STAD dan Gaya Kognitif Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa SMA”, Jurnal Ilmu Pendidikan, vol. 2, no. 13, 2006, h. 127.

64 Heri Midiastutik, “Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Persamaan Eksponen dan Logaritma Melalui Metode STAD siswa SMA Negeri 1 Krian Kabupaten Siduarjo”, JurnalVidya, vol. 1, no. 14, 2006, h. 46.


(1)

ja7

Lampiran 19

r45

Salah Satu Alternatif dalam Mengajarkan Sains IPA yang Menggunakan Kurikulum B,erbasis Kompetenso', Pendidikan, 1,6,2008 , h.44-45.

4 . La Iru dan La Ode, Analisis Pendekatan Metode, Strategi, dan Model-model pembelajaran. (Kendari: Multi

Presindo, 2012). cet. 1. h. 47.

f

I

5 . Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), cet. 3 . h . 2 0 3 .

{

r

(/

!

6 . Agus Suprijono, Cooperative Learning (feori dan

Aplikasi Paikem), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012),

c e t . 7 . h . 5 4 . /

!

7. Kusnandar, Guru Profesional Implementasi KTSP dan

Sulcses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: Raja Wali Press,

2007), cet. l,h. 359. {

$

8 . Trianto, Mendesain Model Pembelajaran

Inovatif-Progreesif: Konsep, Landasan Dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 6fSD.

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), cet. 3, h.

56.

(

)

9 . Hamruni, Strategi Pembelajaran, (Yogyakarta: Insan

Madani, 20lI), cet. 1, h.I2l.

/

I

1 0 . Marjoko, "Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPS Melalui Model Cooperative Learning Teknik STAD di

SMP Negeri Cilacap", Widyatama,lo 5o 2008, h. 65. {

i

1 1 Suradi, "Tinjauan tentang Implementassi Pembelajaran

Kooperatif dalam Pembelajaran Matematika"o llmu

Kependidikan, l, 2, 2005, h. 23-24, /

l

12. Trianto, Mo de I - m o d e I P e mb e I aj ar an Inov at if B e r or i e nt a s i

Konstruktivistih (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), cet. 1,

h . 4 1 .

f

)

1 3 . I b i d . , h . 4 9 .

{

1 4 . La Iru dan La Ode, op. cit.,h.55-69. '{ t

1 5 . Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif,

(Surakarta: Yuma Pressindo, 2010), cet. 2, h. 40-41.

r

1 6 . Wina Sanjaya, op.cit.,h. 247.

/^ )

1 7 . Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, op. cit.,h.132.

r

1 8 . Trianto, op. cit.,h. 47.

/I


(2)

1

. 1

Lampiran 19

146

20. Anita Lie, Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas, (Jakarta: Grasindo.2005), cet. 4,h.31. ( 21.

22. Kusnandar, op. cit., h. 360.

r"

23. Wina Sanjaya, op. cit., h. 241-242. v

24. Trianto, op. cit.,h. 48-49.

25. I b i d . , h . 4 3 .

r

26. Sugiyanto, op. cit., h. 43-44. (

27. Kusnandar, op. cit., h. 362-363. (

28. Hamruni, op. cit., h. 130.

,r

29. La Iru dan La Ode, op. cit.,h.55.

r

30. Isjoni. Cooperative Learning Mengembangkan

Kemampuan Belajar Berkelompok. (Bandung : Alfabeta,

2009),cet.2,h. 51.

f

I

3 1 . Trianto, op. cit.,h.68-69.

t^

32. Ruhadi, op. cit.,.h.48.

{

3 3 . Robert E. Slavin, Cooperative Learning teori, Risert dan

Prahik, (Bandung:Nusa Media,2010), cet. 8, h.143-146. ( )

34. Zulfrani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, op. cit.,h. l4l.

r

).

3 5 . Ibid 6)

36, La Iru, op. cit., h. 58. (

F

37. Afrisani Lusita, Buku Pintar Menjadi Guru Kreatif

Inspiratif, dan Inovatif, (Yogyakarta: Araska, 2011), cet.

1 . h . 80-81.

f

T

3 8 . Rusman, op. cit., h. 224-225.

r

I

39. Zulfrani, op. cit., h. 145-150. (

40. La Iru, op. cit., h. 65.

{

I-4 1 . Afrisani Lusita, op. cit., h. 8l-82. (

L.

42. Trianto, op. cit.,h.84

{

l^^

43. I b i d . , h . 8 4 .

{

^.L

44. Robert E. Slavin, op. cit., h.167.

I

[:

4 5 . Ibid.,h.143. , {


(3)

147 Lampiran 19

il

47. Robert E. Slavin, op. cit., h.162.

Ir

48. Yatim Rianto, Paradigma Baru'Pembelajaran Sebagai Referensi bagi Pendidikan dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta:

Kencana Prenada Media, 2009), cet.l, h.4. {

I

49. Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta:

Bumi Aksara, 2009), cet. 9, h. 36. {

I

f,

5 0 . Syaiful Bahd Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar

Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002\, cet.2, h. 11.

f

5 1 . Yatim Rianto, op. cit.,h.4.

f

52. Muhibbin Syah. Psilalogi Pendidikan: dengan Pendekatan Boru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2 0 0 8 ) , c e t . 1 4 , h . 9 0 .

(

I

5 3 . Alex Sobur, Psikologi Umum dalam Lintasan Sejarah,

(Bandung: Pustaka Setia, 2003) cet. 1, h.220.

I

I

54. Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran,

(Bandung: Alfabeta,20l0), cet. 8, h.12. (

n

r

5 5 . Zikri Neni lska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri

dan Lingkungqn, (Jakarta: Kizi Brothers, 2008), cet. 2, h.

82.

(

y

56. Ngalim Purwanto, Psikalogi Pendidikan, (Bandung:

Remaja Rosdakarya,2007), cet.23, h. 85. {

'\r'

t\

57. Agus Suprij ono, op. cit.,h.7.

!'

5 8 . Ibid., h.5.

f

t.

59. Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Remaj a Rosdakary a,2009), cet. | 4, h. 22. {

\ I

F

\

60. rbid.

r

t^

6 1 . Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi,

(Jakarta: UIN Press, 2006), Cet ke-1, h.14.

{

T

n

62. Muhibbin Syah, op. cit., h.132.

f

"h

63. Jumrah, "Peningkatan Ketuntasan Hasil Belajar Siswa

SMAN 5 Palu Melalui Pendekatan Keterampilan Proses

Model Kooperatif Tipe STAD Pada Pembelajaran

Asam-Basa", Media El<stra, 2, 2, 2006, h.1 14.

{

,1.

64. Hendrik Lamba Arung, "Pengaruh Pembelajaran


(4)

Lampiran 19

1 4 8

Hasil Belajar Fisika Siswa SMA", Ilmu Pendidikan,2,13, 2 0 0 6 . h . t 2 7 .

6s.

Heri Midiastutik, "Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Persamaan Eksponen dan Logaritma Melalui Metode STAD siswa SMA Negeri I Krian Kabupaten Siduarjo", Vidya, I, 14, 2006, h. 46.

f

66. Leonard, "Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Pencernaan Manusia", Ilmu Exacta,2, l, 2 0 0 9 , h . 9 7 .

{

I

67. Fitri Handayani, "Pembelajaran Kooperatif Tipe Team

Games Toumament (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri I Purwodadi Kabupaten Pasuruan Pada Materi Keragaman Bentuk

Bumi'', Kependidikan, 2, 2, 2010, h. 167 -I7 6.

r

)

6 8 . Darsono Singgit, Fauziatul Fajaroh, "Implikasi Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif STAD dan TGT terhadap

Kualitas Proses Hasil Belajar Kimia Siswa SMA",

Pendidikan & Pembelajaran,1,13,2006, h. 103.

{

!

69. Andi Makkasau, "Penerapan Model Kooperatif Teknik

TGT dalam Pembelajaran Siswa", Pendidikan &

Pembelajaran,1,15, 2008, h. 69. {

N

\ t

v

7 0 . Masriani, "Pengaruh Penereapan Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Siswa SMP

Negeri 2l Palu", Biodidaktis,1,5,2011, h. 33. {

I

7 1 . Budi Suseno, "Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Materi Sistem Reproduksi Invertebrata Melalui Optimalisasi Media Charta dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Model TGT Kelas X.l SMA Negeri 1 Weru Sukoharjo", Widyatame, 2, 5, 2008, h. 68-69.

(

["

72. Ircham Junaidi, Penerapan Strategi Pembelajaran .TGT

untuk Meningkatkan Hasil Belajar Konsep Klasifikasi

Invertebrata Bagi Siswa Kelas X SMA Negeri I Kesesi

Tahun Pelaj aran 2006 I 2007, Wi dy at ama, 3, 6, 2009, h. 66.

f


(5)

' )

Lampiran l9

t49

BAB III I il

I Sudjana, Metode Statistika, (Bandbng:Tarsito. 1996), cet.

6. h. 6. {

$

2 . Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan

Kuantitutrt Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2007), cet. 3, h. t24.

t

v

a

J . Lampiran 6.,h.95.

f

4 . Lampiran 7.,h.111

) . Lampiran 17.,h,139.

f

I

t-6. Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama,

Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta

: UIN Press, 2006), Cet ke-1, h. 105.

{

\

7. I b i d . h . 1 0 9 .

/

8 . Lampiran 8., h, 116.

f

J.

9. Nana Sudjana. Penelitia Hasil Proses Belajar Mengajar,

(Bandung: Remaja Rosdakarya,2009), cet. 14, h. 16 /

1,""

1 0 . Lampiran 8., h. 116.

r

t,

1 1 . Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Burhanudin Milama,

op. cit.,h. 103.

I

/

I

12. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,

(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009),cet. 10, h. 208. {

I

1 3 . Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, dan Btrhanudin Milama,

op. cit.,h. 103.

f

,t

14, Lampiran 8., h. 116.

/

1 5 . Suharsimi Arikunto, op. cit.,h. 2ll. (

\

16. r b i d . " h . 2 I 3 - 3 1 4 . ,/

#

1 7 . I b i d . . h . 2 t 8 .

{

I

1 8 . Lampiran 8., h. 116. ' v I

t9. Sudjana, op. cit.,hal. 466-467.

/

20. I b i d . " h . 2 4 9 .

r

I-^


(6)

l { ,

I

1 5 0 Lampiran 19

Jakarta, 23 Mei2014 Yang mengesahkan,

BAB IV I

T

I Lampiran 13.,h,I22" {

2 . I-ampiran \4.,h,I37

F,

a

Lampiran 15., h, 135.

p

[ ,

4 " Lampiran 16., h, 138. U

L,

5 . Fitri Handayani, "Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri I Purwodadi Kabupaten Pasuruan pada Materi Keragaman Bentuk Bumi", Kependidikan, 2, 2010, h. l7 5.

{

I

I

i

6 . I b i d , h . 1 7 3 . {/

L.

7 . Budi Suseno, "Peningkatan Motivasi dan Hasil Belajar Materi Sistem Reproduksi Invertebrata Melalui Optimalisasi Penggunaan Media Charta, dengan Metode Pembelajaran Kooperatif Model TGT Kelas X.I",

Widyatama, 5,2008, h. 68.

t

v

0

8 . I-eonard, "Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Biologi Pada Konsep Sistem Pencernaan Manusia", Ilmu Exacta, l, 2, 2009. h.84.

{

I

9 . Masriani, "Pengaruh Penereapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Terhadap Hasil Belajar Siswa SMP

Negeri 2I PaIu", Biodidaktis, l, 5,2011, h. 33. {^ ]

1 0 .

v

V

Pembimbi

NIP. 19800516 200710 2 001


Dokumen yang terkait

Peningkatan Hasil Belajar Biologi Siswa dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Pada Konsep Jaringan Tumbuhan (Penelitian Tindakan Kelas di Kelas XI IPA MA Jamiyyah Islamiyah Pondok Aren Tangerang Tahun Ajaran 2012-2013)

1 6 287

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan TGT (Penelitian Kuasi EKsperimen di SMAN 1 Bekasi))

0 42 0

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournament) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi

1 3 310

Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Tipe Think Pair Share (TPS) di MTs. Swasta PAB 1 Helvetia - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN - Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Tipe Think Pair Share (TPS) di MTs. Swasta PAB 1 Helvetia - Repository UIN Sumatera Utara

0 0 11

BAB II LANDASAN TEORITIS - Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Tipe Think Pair Share (TPS) di MTs. Swasta PAB 1 Helvetia - Repository UIN Sumatera Uta

0 0 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN - Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Tipe Think Pair Share (TPS) di MTs. Swasta PAB 1 Helvetia - Repository UIN Sumater

0 1 15

BAB IV HASIL PENELITIAN - Perbedaan Hasil Belajar Matematika Siswa yang Diajar dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dan Tipe Think Pair Share (TPS) di MTs. Swasta PAB 1 Helvetia - Repository UIN Sumatera Utar

0 5 32

Upaya Peningkatan Hasil Belajar PAI Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

0 0 10