BAB l BAB l
PENDAHULUAN PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dalam masa-masa sulit seperti dewasa ini salah satu jenis industri yang lebih mampu bertahan hidup adalah industri jasa. Menurut Stanton,
1991: 493 hampir tiga perempat tenaga kerja non pertanian bekerja dalam menyediakan jasa, dan secara khusus, pekerjaan dalam bidang
jasa bertahan lebih baik saat resesi dibandingkan dengan pekerjaan memproduksi barang industri. Kebutuhan orang akan jasa tidak pernah
berhenti. Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi,
jasa yang ditawarkan semakin bervariasi disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dan gaya hidup. Salah satu jenis usaha jasa yang
menyesuaikan dengan gaya hidup adalah jasa kebugaran atau Health Centre. Health Centre menawarkan jasa berupa progam revitalisasi dan
relaksasi untuk orang-orang yang menyukai gaya hidup sehat bugar. Bikasoga Sport Club Bandung merupakan salah satu penyedia
dalam usaha kebugaran. Untuk wilayah seputar Bandung terdapat banyak health centre yang khusus menyediakan jasa kebugaran. Selain itu
beberapa hotel berbintang seperti Hotel Horison dan Panghegar juga 1
Bab I Pendahuluan
memberikan jasa serupa. Banyaknya penyedia memungkinkan pelanggan untuk memilih dari sejumlah alternatif penyedia. Selain itu, semakin
berkembangnya pengetahuan menyebabkan calon pelanggan atau pelanggan semakin kritis terhadap penyedia jasa.
Semua organisasi jasa menghadapi pilihan-pilihan sehubungan dengan jenis-jenis produk yang ditawarkan, pilihan tersebut mengenai
bagaimana prosedur operasional yang harus diterapkan dalam menciptakan produk-produknya dan bagaimana proses penyajian dari
jasa service Delivery tersebut agar pelanggan merasa puas. Dari studi penjajagan pada Bikasoga, diperoleh beberapa respon
yang dapat dikemukan. Seorang bapak yang merupakan pelanggan tidak tetap mengatakan bahwa ia merasa kurang diperhatikan oleh instruktur
sehingga kebutuhannya kurang terlayani. Sementara seorang ibu rumah tangga yang telah menggunakan jasa secara tetap, mengeluhkan
mengenai masalah cara seorang instruktur dalam menyampaikan gerakan yang harus dilakukan pada saat melakukan senam Aerobic, dan seorang
pelanggan lainnya mengeluhkan masalah variasi program pelatihan serta kebersihan tempat olah raga.
Studi penjajagan lainnya pada Bikasoga menunjukkan bahwa baik manajemen Bikasoga maupun pegawai yang berhubungan langsung
dengan pelanggan memahami betul makna dari loyalitas pelanggan. Mereka sepakat bahwa loyalitas pelanggan dapat menentukan
2
Bab I Pendahuluan
kelangsungan hidup perusahaan maupun kehidupan mereka secara pribadi.
Secara internal, manajemen Bikasoga menyatakan bahwa mereka selalu berusaha untuk menyenangkan pelanggan. Usaha itu antara lain
memberikan pelatihan pada setiap pegawai sesuai bidangnya masing-masing, menerapkan standar kerja untuk masing-masing
departemen dan merekrut pegawai yang kompeten di bidangnya. Lebih spesifik, sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa mereka telah
merekrut pegawai terbaik, misalnya pelatih fitness terbaik, dan telah melakukan investasi untuk fasilitas terbaik.
Namun demikian, secara konseptual maupun praktis, sikap loyal dari pelanggan merupakan hak dari pelanggan. Dalam hal inilah,
manajemen Bikasoga mengakui kelemahannya. Mereka mencoba memahami kebutuhan pelanggan melalui kontak langsung dengan
pelanggan atau dengan menyediakan kotak saran. Namun, mereka memahami adanya kendala psikologis dari pelanggan atau keengganan
pelanggan untuk menulis kritik.saran. Esensinya, manajemen tidak mengetahui persis mengenai apakah pelanggan akan loyal atau tidak.
Tidak ada informasi yang komprehensif menenai loyalitas pelanggan. Karenanya, pihak manajemen beranggapan bahwa sangat mungkin terjadi
kesalahan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan loyalitas pelanggan.
3
Bab I Pendahuluan
Secara konseptual, loyalitas pelanggan di Bikasoga dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Sesuai dengan karakternya yaitu yang lebih
cenderung bersifat jasa, titik tolak dari sudut pelayanan, khususnya kualitas pelayan, menurut hemat penulis sangatlah relevan. Beberapa
argumen yang mendukung pandangan penulis diuraikan berikut. Kualitas ditetapkan oleh pelanggan dan bukan oleh penyedia jasa
Stanton et al. 1991: 497. Kualitas adalah apa yang dirasakan pelanggan Groonros, 1990 : 36. Pelayanan yang dirasakan berada pada benak
pelanggan, pelayanan adalah hal yang dirasakan pelanggan, bukan pelayanan aktural Bateson, 1992: 876.
Dalam upaya menciptakan loyalitas pelanggan, Health center Bikasoga menyadari Service Delivery System merupakan hal yang
penting dalam menyampaikan jasa yang mereka tawarkan. Bagaimana mungkin suatu jasa akan dirasakan puas oleh pelanggan apabila Service
Delivery System tidak terstruktur dengan baik. Bikasoga Sport Club Bandung telah melakukan standarisasi dalam
sistem dan penyampaian jasa yang mereka tawarkan, akan tetapi pihak manajemen perusahaan masih merasakan adanya kekurangan dalam
menyusun Service Delivery System untuk menciptakan loyalitas pelanggan. Hal ini dapat terlihat dari cukup tingginya turn over dari
member yang terdaftar pada daftar pelanggan Bikasoga. 4
Bab I Pendahuluan
Berbagai uraian di atas mendorong penulis untuk menelitinya lebih mendalam. Penulis merasa lebih tertarik lagi karena studi literatur
menunjukan bahwa Service Delivery System ternyata bukan merupakan variabel yang berdimensi tunggal. Para peneliti menyatakan bahwa
Service Delivery System memiliki berbagai dimensi misalnya Goncalves, 1998 : 80 mengatakan bahwa ada tiga komponen utama dari Service
Delivery yaitu Physical Evidence, People, dan Process Proses. Namun mengenai dimensi mana yang paling penting, masih menyisakan
pertanyaan. Gronroos, 1990: 48; Brown et al., 1991: 11 mengatakan bahwa dimensi yang terpenting tergantung dari keadaan. Hal ini berarti
bahwa dimensi yang terpenting harus diteliti lebih lanjut. Dengan adanya masalah-masalah tersebut maka perlu
diadakannya penelitian lebih lanjut tentang “Pengaruh Service Delivery System terhadap Loyalitas Pelanggan di Bikasoga Sport Club
Bandung”.
1.2. Identifikasi Masalah