Contoh Tesis Program Magister Manajemen bab i

(1)

1.1. Latar Belakang Penelitian

Dalam masa-masa sulit seperti dewasa ini salah satu jenis industri yang lebih mampu bertahan hidup adalah industri jasa. Menurut (Stanton, 1991: 493) hampir tiga perempat tenaga kerja non pertanian bekerja dalam menyediakan jasa, dan secara khusus, pekerjaan dalam bidang jasa bertahan lebih baik saat resesi dibandingkan dengan pekerjaan memproduksi barang industri. Kebutuhan orang akan jasa tidak pernah berhenti.

Sesuai dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, jasa yang ditawarkan semakin bervariasi disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan dan gaya hidup. Salah satu jenis usaha jasa yang menyesuaikan dengan gaya hidup adalah jasa kebugaran atau Health Centre. Health Centre menawarkan jasa berupa progam revitalisasi dan relaksasi untuk orang-orang yang menyukai gaya hidup sehat bugar.

Bikasoga Sport Club Bandung merupakan salah satu penyedia dalam usaha kebugaran. Untuk wilayah seputar Bandung terdapat banyak health centre yang khusus menyediakan jasa kebugaran. Selain itu beberapa hotel berbintang seperti Hotel Horison dan Panghegar juga


(2)

memberikan jasa serupa. Banyaknya penyedia memungkinkan pelanggan untuk memilih dari sejumlah alternatif penyedia. Selain itu, semakin berkembangnya pengetahuan menyebabkan calon pelanggan atau pelanggan semakin kritis terhadap penyedia jasa.

Semua organisasi jasa menghadapi pilihan-pilihan sehubungan dengan jenis-jenis produk yang ditawarkan, pilihan tersebut mengenai bagaimana prosedur operasional yang harus diterapkan dalam menciptakan produk-produknya dan bagaimana proses penyajian dari jasa (service Delivery) tersebut agar pelanggan merasa puas.

Dari studi penjajagan pada Bikasoga, diperoleh beberapa respon yang dapat dikemukan. Seorang bapak yang merupakan pelanggan tidak tetap mengatakan bahwa ia merasa kurang diperhatikan oleh instruktur sehingga kebutuhannya kurang terlayani. Sementara seorang ibu rumah tangga yang telah menggunakan jasa secara tetap, mengeluhkan mengenai masalah cara seorang instruktur dalam menyampaikan gerakan yang harus dilakukan pada saat melakukan senam Aerobic, dan seorang pelanggan lainnya mengeluhkan masalah variasi program pelatihan serta kebersihan tempat olah raga.

Studi penjajagan lainnya pada Bikasoga menunjukkan bahwa baik manajemen Bikasoga maupun pegawai yang berhubungan langsung dengan pelanggan memahami betul makna dari loyalitas pelanggan. Mereka sepakat bahwa loyalitas pelanggan dapat menentukan


(3)

kelangsungan hidup perusahaan maupun kehidupan mereka secara pribadi.

Secara internal, manajemen Bikasoga menyatakan bahwa mereka selalu berusaha untuk menyenangkan pelanggan. Usaha itu antara lain memberikan pelatihan pada setiap pegawai sesuai bidangnya masing-masing, menerapkan standar kerja untuk masing-masing departemen dan merekrut pegawai yang kompeten di bidangnya. Lebih spesifik, sebagai contoh, manajemen menyatakan bahwa mereka telah merekrut pegawai terbaik, misalnya pelatih fitness terbaik, dan telah melakukan investasi untuk fasilitas terbaik.

Namun demikian, secara konseptual maupun praktis, sikap loyal dari pelanggan merupakan hak dari pelanggan. Dalam hal inilah, manajemen Bikasoga mengakui kelemahannya. Mereka mencoba memahami kebutuhan pelanggan melalui kontak langsung dengan pelanggan atau dengan menyediakan kotak saran. Namun, mereka memahami adanya kendala psikologis dari pelanggan atau keengganan pelanggan untuk menulis kritik.saran. Esensinya, manajemen tidak mengetahui persis mengenai apakah pelanggan akan loyal atau tidak. Tidak ada informasi yang komprehensif menenai loyalitas pelanggan. Karenanya, pihak manajemen beranggapan bahwa sangat mungkin terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan loyalitas pelanggan.


(4)

Secara konseptual, loyalitas pelanggan di Bikasoga dapat didekati dari berbagai sudut pandang. Sesuai dengan karakternya yaitu yang lebih cenderung bersifat jasa, titik tolak dari sudut pelayanan, khususnya kualitas pelayan, menurut hemat penulis sangatlah relevan. Beberapa argumen yang mendukung pandangan penulis diuraikan berikut.

Kualitas ditetapkan oleh pelanggan dan bukan oleh penyedia jasa Stanton et al. (1991: 497). Kualitas adalah apa yang dirasakan pelanggan (Groonros, 1990 : 36). Pelayanan yang dirasakan berada pada benak pelanggan, pelayanan adalah hal yang dirasakan pelanggan, bukan pelayanan aktural (Bateson, 1992: 876).

Dalam upaya menciptakan loyalitas pelanggan, Health center Bikasoga menyadari Service Delivery System merupakan hal yang penting dalam menyampaikan jasa yang mereka tawarkan. Bagaimana mungkin suatu jasa akan dirasakan puas oleh pelanggan apabila Service Delivery System tidak terstruktur dengan baik.

Bikasoga Sport Club Bandung telah melakukan standarisasi dalam sistem dan penyampaian jasa yang mereka tawarkan, akan tetapi pihak manajemen perusahaan masih merasakan adanya kekurangan dalam menyusun Service Delivery System untuk menciptakan loyalitas pelanggan. Hal ini dapat terlihat dari cukup tingginya turn over dari member yang terdaftar pada daftar pelanggan Bikasoga.


(5)

Berbagai uraian di atas mendorong penulis untuk menelitinya lebih mendalam. Penulis merasa lebih tertarik lagi karena studi literatur menunjukan bahwa Service Delivery System ternyata bukan merupakan variabel yang berdimensi tunggal. Para peneliti menyatakan bahwa Service Delivery System memiliki berbagai dimensi (misalnya Goncalves, 1998 : 80 ) mengatakan bahwa ada tiga komponen utama dari Service Delivery yaitu Physical Evidence, People, dan Process (Proses). Namun mengenai dimensi mana yang paling penting, masih menyisakan pertanyaan. (Gronroos, 1990: 48; Brown et al., 1991: 11) mengatakan bahwa dimensi yang terpenting tergantung dari keadaan. Hal ini berarti bahwa dimensi yang terpenting harus diteliti lebih lanjut.

Dengan adanya masalah-masalah tersebut maka perlu diadakannya penelitian lebih lanjut tentang “Pengaruh Service Delivery System terhadap Loyalitas Pelanggan di Bikasoga Sport Club Bandung”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, masalah yang dapat diidentifikasi adalah:

1. Apakah Service Delivery System di Bikasoga Sport Club Bandung berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.

2. Dimensi Service Delivery System mana yang paling berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan.


(6)

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian

Penelitian untuk mengumpulkan data-data dan informasi yang berhubungan dengan pengaruh Service Delivery System Bikasoga Sport Club terhadap loyalitas pelanggannya.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu:

1. Untuk mengatahui pengaruh Service Delivery System terhadap loyalitas pelanggan.

2. Untuk mengetahui dimensi Service Delivery System mana yang paling berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi :

1. Kepentingan akademis, yaitu untuk pengembangan ilmu menajemen pemasaran jasa, khususnya mengenai service delivery system serta loyalitas pelanggan.

2. Kepentingan praktis, terutama bagi perusahaan yang bersangkutan dalam hal ini Bikasoga Sport Club Bandung sebagai bahan rekomendasi dalam melakukan peningkatan Service Delivery System demi terwujudnya loyalitas pelanggan.


(7)

1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1. Kerangka Pemikiran

Bikasoga Sport Club Bandung adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa kebugaran yang menyediakan berbagai sarana olah raga dan rekreasi yang dirancang sedemikian rupa untuk memberikan segala kepuasan bagi anggotanya. Menurut Zeithaml dan Bitner (1996:124), kepuasan pelanggan pada klub kebugaran mempunyai konsep yang luas dibandingkan dengan perusahaan jasa lainnya. Kepuasan pelanggan pada klub kebugaran tidak saja dipengaruhi oleh persepsi dari kualitas jasa, akan tetapi dipengaruhi juga oleh iuran keanggotaan, faktor-faktor pribadi, cara penyampaian jasa (Service Delivery System) atau faktor-faktor yang tidak bisa dikontrol seperti keadaan cuaca dan pengalaman dalam perjalanan pergi maupun pulang dari klub kebugaran tersebut.

Menurut Kotler (1997: 467), service (jasa) adalah setiap kegiatan atau kinerja yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik ( Kotler, 1991 : 83 ).

Jasa mempunyai empat ciri yang membedakannya dengan barang/goods (Kotler, 1997: 468-470), yaitu : (1) Intangibiliti, yaitu jasa tidak dapat dirasakan sebelum dibeli oleh pelanggan, (2) Inseparability, yaitu proses operasi jasa bersamaan waktunya dengan saat pemakaian


(8)

pelanggan, (3) Variability, yaitu sangat tergantung pada siapa yang menyediakannya, kapan dan dimana disediakannya, dan (4) Perishability, yaitu jasa tidak dapat disimpan.

Pada saat pelanggan tidak bisa menilai kualitas jasa secara aktual , mereka bergantung pada hal-hal yang tangibel pada jasa, atau mungkin mencari-cari indikator lain dari suatu jasa. Bukti fisik jasa bukan hanya penting untuk keperluan mengkomunikasikan jasa yang akan diterima oleh pelanggan. Bukti fisik akan semakin penting untuk jasa-jasa yang derajat keahliannya tinggi seperti hotel, rumah sakit dan jasa kebugaran. Elemen-elemen yang mendukung bukti fisik (Menurut Mary Jo Bitner, 1993) terdiri dari tiga elemen yaitu Physical Evidence, People dan Process. Elemen-elemen ini mendukung terhadap penciptaan pengalaman jasa, memuaskan pelanggan dan dalam meningkatkan persepsi pelanggan tentang kualitas jasa.

Jasa merupakan suatu proses dan suatu sistem. Menurut Lovelock (1991 ; 14), sebagai suatu sistem jasa merupakan kombinasi antara Service Operating System ( dimana input diproses dan elemen-elemen produk jasa diciptakan) dan Service Delivery System ( dimana penggabungan akhir dari elemen-elemen tersebut terjadi dan produk disajikan kepada pelanggan). Kedua sistem ini tidak dapat dipisahkan karena saling berkait dan bergantung. Pemasaran jasa menekankan pada service delivery system yaitu bagaimana suatu perusahaan menyampaikan jasa kepada pelanggan.


(9)

Lovelock (1999 ; 50) mengatakan Service Delivery System mencakup kapan ,dimana dan bagaimana produk jasa disajikan kepada pelanggan. Elemen-elemen yang mendukung terbentuknya service delivery system yang baik terdiri dari Physical support, Contact Personel dan Process. Bukan hanya elemen-elemen tersebut saja yang menjadi cakupan service delivery system , akan tetapi mencakup juga display kepada pelanggan lain. Secara tradisional interaksi antara personel jasa dan pelanggan berlangsung secara tertutup. Tetapi untuk kepentingan efesiensi dan kenyamanan , maka interaksi antar pelanggan dan personel mulai terbuka.

Goncalves (1998 : 80) mengatakan bahwa ada tiga komponen utama dan Services Delivery yaitu :

1. Participants/people, yaitu menyangkut kualitas dari orang yang memberikan jasa tersebut. Kualitas dari orang dapat diperoleh sejak awal saringan penerimaan pegawai, program training untuk karyawan baru, program pengembangan dan training lanjutan bagi pegawai lama, program evaluasi karyawan dan terakhir partisipasii manajemen dalam training dan development program .

2. Physical evidence/ asset, yaitu menyangkut bantuan sentuhan fisik yang dapat membantu memproduksi jasa ataupun mengingatkan pelanggan akan keberadaannya. Bukti fisik itu mungkin berupa corporate image yang terbentuk melalui warna, desain, logo, barang cetakan, dekorasi, seragam pegawai, atau bahkan standarisasi


(10)

pelayanan yang dapat menyediakan suatu image yang konkrit akan suatu perusahaan penyedia jasa bagi pelanggan.

3. Process (Proses), menyangkut segala upaya perusahaan dalam menjalankan aktifitas perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, merupakan elemen proses.

Komponen-komponen tersebut mendukung terciptanya suatu sistem penyajian jasa (service delivery system) yang baik dan akan menghasilkan suatu kualitas jasa yang baik serta terciptanya kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Pendapat demikian didukung oleh Lewis & Booms (1983) yang dikutip oleh John E. G. Bateson dalam bukunya “Managing Services Marketing” (1992-hal. 509) mendefinisikan mutu pelayanan sebagai berikut : “Service Quality is a measure of how well the service level delivered matches customer expectations”.

Pendapat lain diutarakan oleh Chase dan Bowen dalam Brown et al. (1991: 159-160) menyatakan bahwa terdapat tiga altenatif pendekatan terhadap kualitas pelayanan yaitu attribute theory, customer satisfaction theory, dan interaction theory :

- Attribute theory mengasumsikan, kualitas pelayanan terutama mencerminkan atribut dari sistem penyajian jasa (service delivery system). Attribute theory merupakan penerapan kerangka kerja kualitas produk terhadap jasa. Perspektif attribute theory dalam kualitas pelayanan mengasumsikan bahwa manajemen memiliki kontrol yang


(11)

substansial terhadap input yang merupakan atribut, dan atribut tersebut (input) dihubungkan dengan kualitas pelayanan. Attribute theory menempatkan pentingnya aspek teknis produksi.

- Customer satisfaction theory memperlakukan kualitas pelayanan sebagai fenomena perseptual yang diidentifikasi melalui sudut pandang konsumen. Arti, definisi, dan penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada persepsi konsumen. Sebagai contoh, Gronroos (1990: 36) mendefinisikannya sebagai kualitas yang dirasakan oleh konsumen.

- Interaction theory mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai pengalaman yang dimiliki oleh seluruh partisipan dalam service encounter. Pengalaman konsumen berkaitan dengan pengalaman contact employee. Kualitas pelayanan muncul melalui kebutuhan mutualisma antara konsumen dan pegawai.

Dengan pendekatan kualitas jasa, maka service delivery system yang baik akan menciptakan kepuasan pelanggan yang mengarahkan kepada sikap loyal dari pelanggan.

Zeithaml et al. (1990: 9) menyatakan bahwa pelayanan yang sempurna memberikan keuntungan karena menciptakan pelanggan sejati (true customers), yaitu pelanggan yang merasa puas terhadap perusahaan setelah menikmati jasa, pelanggan yang kembali akan menggunakan jasa perusahaan, dan memberikan komentar yang positif mengenai perusahaan terhadap orang lain.


(12)

Menurut Jennie Siat (1997 : 11) konsumen yang memperoleh kepuasan dalam kualitas pelayanan merupakan modal utama bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas konsumen. Konsumen yang loyal merupakan asset yang paling berharga bagi perusahaan dalam meningkatkan profitabilitas.

Kotler (1997: 22) menyatakan bahwa penjualan perusahaan berasal dari dua kelompok yaitu pembeli yang baru dan yang melakukan pembelian ulang. Dikaitkan dengan upaya pemasaran, biaya pemasaran terhadap calon pembeli yang potensial adalah sekurang-kurangnya enam kali lebih mahal dibandingkan dengan biaya pemasaran pada pelanggan yang sudah ada (Gronroos, 1990: 203). Karena itu, retensi pelanggan yang ada lebih penting dari pada menarik konsumen yang baru, dan kunci retensi pelanggan adalah kepuasan pelanggan (Kotler, 1997: 22).

Dalam hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan, Bateson (1992: 494) menyatakan bahwa terdapat bukti yang cukup bahwa kualitas pelayanan mendorong pembelian ulang (repeat purchases) dan juga menarik pelanggan baru.

Sebagai akibat dari kompleksnya masalah Service Delivery System menyebabkan tidak mudahnya Bikasoga Sport Club Bandung untuk menciptakan loyalitas terhadap pelanggan.


(13)

Dalam menjawab permasalahan ini, maka dilakukan suatu penelitian tentang adanya pengaruh Service Delivery System terhadap loyalitas pelanggan Bikasoga Sport Club Bandung.

Paradigma Penelitian Pengaruh Sistem Penyampaian Jasa ( Service Delivery System ) terhadap Loyalitas Pelanggan

di Bikasoga Sport Club Bandung

Keterangan : : Pengaruh : Umpan Balik

Gambar 1.1. Paradigma Penelitian

Customer Loyalities

PhysicalEvidence

Physical Evidence

People

People

Process

Process


(14)

1.5.2. Hipotesis

Dalam penelitian ini, pelanggan yang dimaksud adalah pelanggan di Bikasoga Sport Club Bandung . Dari uraian pada kerangka pemikiran, hipotesis yang dapat diajukan adalah :

1. Service Delivery System berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan Bikasoga Sport Club Bandung

2. Faktor Physical Evidence, People dan Process mempunyai hubungan satu sama lain dalam mempengaruhi loyalitas pelanggan Bikasoga Sport Club Bandung.


(1)

Lovelock (1999 ; 50) mengatakan Service Delivery System mencakup kapan ,dimana dan bagaimana produk jasa disajikan kepada pelanggan. Elemen-elemen yang mendukung terbentuknya service delivery system yang baik terdiri dari Physical support, Contact Personel dan Process. Bukan hanya elemen-elemen tersebut saja yang menjadi cakupan service delivery system , akan tetapi mencakup juga display kepada pelanggan lain. Secara tradisional interaksi antara personel jasa dan pelanggan berlangsung secara tertutup. Tetapi untuk kepentingan efesiensi dan kenyamanan , maka interaksi antar pelanggan dan personel mulai terbuka.

Goncalves (1998 : 80) mengatakan bahwa ada tiga komponen utama dan Services Delivery yaitu :

1. Participants/people, yaitu menyangkut kualitas dari orang yang memberikan jasa tersebut. Kualitas dari orang dapat diperoleh sejak awal saringan penerimaan pegawai, program training untuk karyawan baru, program pengembangan dan training lanjutan bagi pegawai lama, program evaluasi karyawan dan terakhir partisipasii manajemen dalam training dan development program .

2. Physical evidence/ asset, yaitu menyangkut bantuan sentuhan fisik yang dapat membantu memproduksi jasa ataupun mengingatkan pelanggan akan keberadaannya. Bukti fisik itu mungkin berupa corporate image yang terbentuk melalui warna, desain, logo, barang cetakan, dekorasi, seragam pegawai, atau bahkan standarisasi


(2)

pelayanan yang dapat menyediakan suatu image yang konkrit akan suatu perusahaan penyedia jasa bagi pelanggan.

3. Process (Proses), menyangkut segala upaya perusahaan dalam menjalankan aktifitas perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, merupakan elemen proses.

Komponen-komponen tersebut mendukung terciptanya suatu sistem penyajian jasa (service delivery system) yang baik dan akan menghasilkan suatu kualitas jasa yang baik serta terciptanya kepuasan dan loyalitas pelanggan.

Pendapat demikian didukung oleh Lewis & Booms (1983) yang dikutip oleh John E. G. Bateson dalam bukunya “Managing Services Marketing” (1992-hal. 509) mendefinisikan mutu pelayanan sebagai berikut : “Service Quality is a measure of how well the service level delivered matches customer expectations”.

Pendapat lain diutarakan oleh Chase dan Bowen dalam Brown et al. (1991: 159-160) menyatakan bahwa terdapat tiga altenatif pendekatan terhadap kualitas pelayanan yaitu attribute theory, customer satisfaction theory, dan interaction theory :

- Attribute theory mengasumsikan, kualitas pelayanan terutama mencerminkan atribut dari sistem penyajian jasa (service delivery system). Attribute theory merupakan penerapan kerangka kerja kualitas produk terhadap jasa. Perspektif attribute theory dalam kualitas pelayanan mengasumsikan bahwa manajemen memiliki kontrol yang


(3)

substansial terhadap input yang merupakan atribut, dan atribut tersebut (input) dihubungkan dengan kualitas pelayanan. Attribute theory menempatkan pentingnya aspek teknis produksi.

- Customer satisfaction theory memperlakukan kualitas pelayanan sebagai fenomena perseptual yang diidentifikasi melalui sudut pandang konsumen. Arti, definisi, dan penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada persepsi konsumen. Sebagai contoh, Gronroos (1990: 36) mendefinisikannya sebagai kualitas yang dirasakan oleh konsumen. - Interaction theory mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai

pengalaman yang dimiliki oleh seluruh partisipan dalam service encounter. Pengalaman konsumen berkaitan dengan pengalaman contact employee. Kualitas pelayanan muncul melalui kebutuhan mutualisma antara konsumen dan pegawai.

Dengan pendekatan kualitas jasa, maka service delivery system yang baik akan menciptakan kepuasan pelanggan yang mengarahkan kepada sikap loyal dari pelanggan.

Zeithaml et al. (1990: 9) menyatakan bahwa pelayanan yang sempurna memberikan keuntungan karena menciptakan pelanggan sejati (true customers), yaitu pelanggan yang merasa puas terhadap perusahaan setelah menikmati jasa, pelanggan yang kembali akan menggunakan jasa perusahaan, dan memberikan komentar yang positif mengenai perusahaan terhadap orang lain.


(4)

Menurut Jennie Siat (1997 : 11) konsumen yang memperoleh kepuasan dalam kualitas pelayanan merupakan modal utama bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas konsumen. Konsumen yang loyal merupakan asset yang paling berharga bagi perusahaan dalam meningkatkan profitabilitas.

Kotler (1997: 22) menyatakan bahwa penjualan perusahaan berasal dari dua kelompok yaitu pembeli yang baru dan yang melakukan pembelian ulang. Dikaitkan dengan upaya pemasaran, biaya pemasaran terhadap calon pembeli yang potensial adalah sekurang-kurangnya enam kali lebih mahal dibandingkan dengan biaya pemasaran pada pelanggan yang sudah ada (Gronroos, 1990: 203). Karena itu, retensi pelanggan yang ada lebih penting dari pada menarik konsumen yang baru, dan kunci retensi pelanggan adalah kepuasan pelanggan (Kotler, 1997: 22).

Dalam hubungan antara kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan, Bateson (1992: 494) menyatakan bahwa terdapat bukti yang cukup bahwa kualitas pelayanan mendorong pembelian ulang (repeat purchases) dan juga menarik pelanggan baru.

Sebagai akibat dari kompleksnya masalah Service Delivery System menyebabkan tidak mudahnya Bikasoga Sport Club Bandung untuk menciptakan loyalitas terhadap pelanggan.


(5)

Dalam menjawab permasalahan ini, maka dilakukan suatu penelitian tentang adanya pengaruh Service Delivery System terhadap loyalitas pelanggan Bikasoga Sport Club Bandung.

Paradigma Penelitian Pengaruh Sistem Penyampaian Jasa ( Service Delivery System ) terhadap Loyalitas Pelanggan

di Bikasoga Sport Club Bandung

Keterangan : : Pengaruh : Umpan Balik

Gambar 1.1. Paradigma Penelitian

Customer Loyalities Physical Evidence

Physical Evidence

People People

Process Process


(6)

1.5.2. Hipotesis

Dalam penelitian ini, pelanggan yang dimaksud adalah pelanggan di Bikasoga Sport Club Bandung . Dari uraian pada kerangka pemikiran, hipotesis yang dapat diajukan adalah :

1. Service Delivery System berpengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan Bikasoga Sport Club Bandung

2. Faktor Physical Evidence, People dan Process mempunyai hubungan satu sama lain dalam mempengaruhi loyalitas pelanggan Bikasoga Sport Club Bandung.