Subtitusi Tepung Ikan Komersial Dengan Limbah Tepung Udang Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking Umur 1 Hari – 8 Minggu

LAMPIRAN

Lampiran 1. Formulasi Ransum Itik Peking Starter Umur 0-2 Minggu
Bahan

P0

P1

P2

P3

P4

Tepung Ikan

10

7,5


5

2,5

0

Tepung Udang

0

2,5

5

7,5

10

Jaggung Halus


41

41

41

41

41

Bungkil Kedelai

23

23

23

23


23

Bungkil Inti Sawit

9

9

9

9

9

Bungkil Kelapa

7

7


7

7

7

Dedak Padi

5

5

5

5

5

Minyak Nabati


4

4

4

4

4

Top Mix

1

1

1

1


1

100

100

100

100

Protein (%)

22,941

22,553

22,165

21,777


21,389

EM (Kkal/kg)

2947,6

2938,6

2929,6

2920,6

2911,6

LK (%)

4,564

4,466


4,368

4,270

4,173

SK (%)

4,925

5,368

5,811

6,253

6,696

Ca (%)


0,598

0,838

1,079

1,320

1,561

P (%)

0,609

0,603

0,572

0,541


0,509

Total

100

Lampiran 2. Formulasi Ransum Itik Peking Grower Umur 2-7 Minggu
Bahan

P0

P1

P2

P3

P4

Tepung Ikan


10

7,5

5

2,5

0

Tepung Udang

0

2,5

5

7,5

10

Jaggung Halus

58

58

58

58

58

Bungkil Kedelai

6

6

6

6

6

Bungkil Inti Sawit

2

2

2

2

2

Bungkil Kelapa

9

9

9

9

9

Dedak Padi

11

11

11

11

11

Minyak Nabati

3

3

3

3

3

Top Mix

1

1

1

1

1

100

100

100

100

100

Protein (%)

16,656

16,268

15,880

15,492 15,104

EM (Kkal/kg)

2983,6

2974,6

2965,6

2956,6 2947,6

LK (%)

4,993

4,896

4,798

4,700 4,602

SK (%)

4,61

5,053

5,486

5,983 6,381

Ca (%)

0,560

0,801

1,042

1,282 1,523

P (%)

0,654

0,623

0,591

0,560 0,529

Total

Lampiran 3. Formulasi Ransum Itik Peking Grower Umur 7-8 Minggu
Bahan

P0

P1

P2

P3

P4

Tepung Ikan

10

7,5

5

2,5

0

Tepung Udang

0

2,5

5

7,5

10

Jaggung Halus

57

57

57

57

57

Bungkil Kedelai

4

4

4

4

4

Bungkil Inti Sawit

2

2

2

2

2

Bungkil Kelapa

5,5

5,5

5,5

5,5

5,5

Dedak Padi

17

17

17

17

17

Minyak Nabati

3,5

3,5

3,5

3,5

3,5

Top Mix

1

1

1

1

1

100

100

100

100

100

15,780

15,392

15,004

14,616 14,228

EM (Kkal/kg)

2993

2983,99

2974,98

2965,97 2956,95

LK (%)

5,601

5,504

5,406

5,308

5,210

SK (%)

4,715

5,157

5,600

6,043

6,486

Ca (%)

0,564

0,805

1,046

1,287

1,527

P (%)

0,680

0,649

0,618

0,587

0,555

Total
Protein (%)

Lampiran 4. Pembuatan Tepung Limbah Udang
Limbah udang (kepala, kulit dan ekor)

Dibersihkan dari benda-benda asing yang menempel dan
dicuci dengan air bersih

Direndam dengan larutan filtrat air abu sekam (FAAS)
20% selama 48 jam. Untuk memperoleh larutan abu sekam
padi 20 % dilakukan dengan melarutkan 200 g abu sekam
padi dalam 1 liter air bersih. Larutan ini dibiarkan selama
24 jam, lalu disaring untuk memperoleh filtratnya

Selanjutnya dipanaskan dengan autoclave selama 45
menit, dan langsung digiling menjadi bentuk pasta

Fermentasi dengan EM-4 dengan dosis 20 ml/100 gram
substrat dengan lama fermentasi 11 hari

Digrinder

Tepung limbah udang

Lampiran 5. Grafik rataan pertambahan bobot badan itik peking selama penelitian
(g/ekor/minggu)

204
202
200
198
196
194
192
P1

P2

P3

P4

P5

Rataan pertambahan bobot badan

Lampiran 6. Grafik rataan konsumsi ransum itik peking selama penelitian
(g/ekor/minggu)

160
158
156
154
152
150
148
146
144
P0

P1

P2

P3

Rataan konsumsi ransum

P4

Lampiran 7. Grafik rataan konversi ransum itik peking selama penelitian
(g/ekor/minggu)

2.05
2
1.95
1.9
1.85
1.8
P0

P1

P2

P3

P4

Rataan konversi ransum

Lampiran 8. Grafik rekapitulasi data performans itik peking selama

250
200
150
100
50
0
P0

P1
Konsumsi

P2
PBB

P3

P4

Konversi

Lampiran 9. Sidik ragam konsumsi ransum
SK

dB

JK

KT

F Hit

Perlakuan
Galat
Total

4
15
19

289.608
3139.770
3429.377

72.402
209.318

0.346tn

f tabel
0.01
0.05
4.890
3.060

Lampiran 10. Sidik ragam pertambahan bobot badan
SK

dB

Perlakuan
Galat
Total

4
15
19

JK

KT

95.601
23.900
2790.712 186.047
2886.313

F Hit
0.128tn

f tabel
0.01
0.05
3.060
4.890

Lampiran 11. Sidik ragam konversi ransum
SK

dB

JK

KT

F Hit

Perlakuan
Galat
Total

4
15
19

0.046
0.248
0.294

0.012
0.017

0.696tn

f tabel
0.01
0.05
3.060
4.890

DAFTAR PUSTAKA

Abun. 2009. Pengolahan Limbah Udang Windu Secara Kimiawi Dengan NaOH
dan H2SO4 Terhadap Protein dan Mineral Terlarut. Jurusan Nutrisi dan
Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran, Bandung.
Anggorodi.H.R., 1985. Ilmu Pakan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.
Anggorodi, R. 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Anggorodi.H.R., 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Balitnak, 2010. Pembuatan Silase Dedak Padi. Unit Komersialisasi Balai
Penelitian Ternak.
Boniran, S., 1999. Kualitas Kontrol untuk Bahan Baku dan Produk Akhir Pakan
Ternak. Kumpulan Makanan Quality Management Workshop.
Chard, L.E and Nasheim, M.C., 1972. Poultry Production 11 Ed. Lea and Febiger.
Philadelphia, New York.
Davendra, C., 1997. Utilization of Feedingstuff from Palm Oil. P.16. Malaysian
Agriculture and Research Development Institute Serdang, Malaysian.
Gillespie, J.R., 1987. Animal Nutrition And Feeding, Second Edition. Reston
Book Prentice Hall, United States Of America.
Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman., 1997. Komposisi Bahan Pakan
Untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kartasudjana, R dan Edjeng S. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Ternak, 2014. Program Studi Peternakan FP
USU, Medan.
Lawrie, R.A., 1994. Ilmu Daging Edisi ke-5. UI Press, Jakarta.
Mangisah,I,. N. Suthana dan H. I. Wahyuni. 2009. Pengaruh Penambahan Starbio
Dalam Ransum Berserat Kasar Tinggi terhadap Performans Itik. Proseding
Seminar Nasional Kebangkitan Peternakan. Semarang, 20 Mei 2009.
Undip. Semarang. Pp.688-694.

Marhijanto, B., 1993. Delapan Langkah Beternak Itik yang Berhasil. Arkola,
Surabaya.
Muzakki, A., 2011. Substitusi Dedak Padi Dengan Kulit Buah Kakao
Difermentasi Aspergillus niger Terhadap Performans Itik Raja Umur 1-7
Minggu. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Murtidjo, B. A., 1996. Mengelola Itik. Kanisius, Yogyakarta.
Neely, M.C.H and William, 1999, Chitin and Its Derivates in Industrial, Gums
Kelco Company California. 193 –212.
Parakkasi., 1982. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Unggas. PT. Angkasa
Peternakan Universitas Andalas, Padang.
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Cetakan
Pertama. Penerbit Angkasa, Bandung.
Parakkasi., 1999. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Unggas. UI-Press, Jakarta.
Purwaningsih, S. 2000. Teknologi Pembekuan Udang. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.
Rafian, A., 2003. Penampilan Ayam Broiler dan Komposisi Kimia Karkas dengan
Perlakuan Konsumsi Energi pada Awal Fase Starter. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1992. Beternak Itik Komersial. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rasyaf, M., 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Penerbit PT.
Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Rasyaf, M., 1997. Pengelolaan Peternakan Unggas Pedaging. Kanisius.
Yogyakarta.
Samosir, D. J., 1993. Ilmu Ternak Itik. Gramedia, Jakarta.
Siregar, Z., 2009. Pemanfaatan Hasil Samping Perkebunan dengan Penambahan
Mineral dan Hidrolisat Bulu Ayam. Universitas Sumatera Utara, Medan.
Srigandono, B., 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Srigandono, B., 1998. Beternak Itik Pedaging. Trubus Agriwidya, Ungaran.
Suci, D. M., Hermana W., 2012. Pakan Ayam. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

Suprijatna, E., R. Kartasudjana. 2006. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Tillman. A.D., Hartadi. H., Reksohadiprodjo. S., Prawirokusuma. S dan
Lebdosoekojo. S., 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Wakhid, A., 2013. Beternak Itik. Agromedia, Jakarta.
Wahyu, J., 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium biologi ternak Jln. Prof. Dr. A.
Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan selama 2 bulan yaitu bulan Mei sampai
Juni 2015.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan yaitu itik Peking umur 1 hari Day Old Duck
(DOD) sebanyak 100 ekor, bahan penyusun ransum terdiri dari jagung, dedak
padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati, bungkil inti sawit, tepung
udang, tepung ikan, top mix, air minum memenuhi kebutuhan air dalam tubuh
yang diberikan secara ad-libitum, air gula untuk mengurangi stres dari kelelahan
transportasi, rodalon sebagai desinfektan kandang dan peralatan tempat pakan dan
minum, formalin 40% dan KMnO4 (Kalium permanganate) untuk fumigasi
kandang, vitamin dan suplemen tambahan seperti Vitachick dan vaksin ND strain
Lasota.
Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu kandang baterai berukuran 100cm ×
100cm x 50 cm sebanyak 20 unit dan tiap unit di isi 5 ekor DOD, peralatan
kandang terdiri dari 20 unit tempat pakan dan 20 unit tempat minum, timbangan
salter digital kapasitas 5000gr untuk menimbang bobot badan itik dan menimbang
ransum, alat penerang dan pemanas berupa lampu pijar 40 watt sebanyak 20 buah,

thermometer sebagai pengukur suhu kandang. Alat pencatat data seperti buku
data, alat tulis dan kalkulator, alat pembersih kandang berupa sapu, ember, sekop
dan hand sprayer, alat lain berupa plastik, ember dan pisau.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri dari 5 perlakuan dan 4 ulangan dimana setiap ulangan terdiri dari 5
ekor itik peking. Pada ransum diberikan perlakuan sebagai berikut:
P0 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 0% tepung
limbah udang + 10% tepung ikan.
P1 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 2,5%
tepung limbah udang + 7,5% tepung ikan.
P2 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 5% tepung
limbah udang + 5% tepung ikan.
P3 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 7,5%
tepung limbah udang + 2,5% tepun ikan.
P4 = Ransum (jagung, dedak padi, bungkil kelapa, bungkil kedelai, minyak nabati,
bungkil inti sawit, tepung limbah kulit udang dan top mix) dengan 10%
tepung limbah udang + 0% tepung ikan.

Jumlah ulangan:
t (n - 1) ≥ 15
5 (n - 1) ≥ 15
5n - 5
≥ 15
5n
≥ 20
n
≥ 4 ulangan
Dengan susunan sebagai berikut:
P2U1

P1U3

P0U3

P2U2

P0U1

P2U4

P1U1

P3U3

P3U2

P0U2

P3U4

P4U2

P1U2

P1U4

P4U1

P2U3

P0U4

P3U1

P4U3

P4U4

Gambar 1. Pengacakan Perlakuan dan Ulangan
Model matematik percobaan yang digunakan adalah :
Yij

= µ + σi + ∑ij

Dimana :
Yij

= Nilai pengamatan yang diperoleh dari satuan percobaan dari perlakuan
. ke-I dan ulangan ke-j

µ

= nilai tengah umum

σi

= Efek dari perlakuan ke-i

∑ij

= Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

(Hanafiah, 2003).
Parameter Penelitian
a. Konsumsi Ransum
Data konsumsi ransum yang akan diperoleh dengan cara penimbangan
ransum yang diberikan selama satu minggu, kemudian dikurangi dengan
penimbangan sisa ransum selama satu minggu.

b. Pertambahan Bobot Badan (g)
Data pertambahan bobot badan diperoleh dengan cara penimbangan setiap
minggu yang merupakan selisih antara penimbangan bobot badan akhir dengan
penimbangan bobot awal persatuan waktu (gram/minggu).
c. Konversi Ransum
Data

konversi

ransum

dihitung

setiap

minggu

dengan

cara

membandingkan jumlah ransum (gram) yang dikonsumsi dengan pertambahan
bobot badan (gram) setiap minggu.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan kandang dan peralatan
Kandang yang digunakan yaitu sistem baterai, terdiri dari 20 plot, setiap
plot terdapat 5 ekor DOD. Sebelum DOD dimasukkan, kandang dibersihkan
dengan air dan detergen kemudian di desinfektan menggunakan rodalon dan
fumigasi menggunakan formalin 40% dan KMnO4. Kandang harus dilengkapi
dengan tempat pakan dan minum serta alat penerangan. Istirahat kandang
dilakukan selama 1 minggu. Air gula diberikan ke DOD pada saat baru tiba untuk
mengurangi cengkaman stres selama perjalanan.
Random DOD
Sebelum DOD dimasukkan kedalam kandang yang sudah disediakan
terlebih dahulu dilakukan penimbangan agar bisa diketahui kisaran bobot badan
awal yang akan digunakan, kemudian dilakukan pemilihan secara acak (random)
untuk menghindari bias (galat percobaan) lalu ditempatkan pada masing-masing
plot yang tersedia sebanyak 5 ekor.

Pembuatan Tepung Limbah Udang
Pembuatan tepung limbah udang menggunakan beberapa bahan antara
lain: kulit, kepala dan ekor. Alat yang digunakan yaitu terpal untuk tempat
menjemur bahan tersebut dengan sinar matahari. Pembuatan tepung diawali
dengan membersihkan limbah udang dari benda-benda yang tidak diinginkan
dengan air bersih, kemudian ditiriskan, setelah itu direndam dengan menggunakan
air filtrat abu sekam selama 48 jam, untuk memperoleh larutan abu sekam padi
20% dilakukan dengan melarutkan 200 g abu sekam padi dalam 1 liter air bersih.
Larutan ini dibiarkan selama 24 jam, lalu disaring untuk memperoleh filtratnya.
Selanjutnya dipanaskan dengan autoclave selama 45 menit, dan langsung digiling
menjadi bentuk tepung, lalu Fermentasi dengan EM-4 dengan dosis 20 ml/100
gram substrat dengan lama fermentasi 11 hari, kemudian dikering anginkan.
Penyusunan Ransum
Bahan penyusun ransum yang digunakan terdiri dari jagung, dedak padi,
bungkil kedelai, tepung ikan, bungkil inti sawit, minyak nabati, tepung udang,
top mix.
Bahan penyusun ransum sebaiknya ditimbang terlebih dahulu sesuai
komposisi susunan ransum yang telah ditentukan dalam formulasi setiap
perlakuan. Metode yang digunakan dalam mencampur ransum adalah secara
manual dan ransum disusun dua kali seminggu untuk mencegah terjadinya
ketengikan pada ransum.

Pemeliharaan Itik Peking
Itik peking dipelihara dalam kandang dengan perlakuan diberi pemanas
dan penerangan (lampu pijar 40 watt). Ransum dan air minum diberikan secara
ad-libitum.
Pengambilan data
Pengambilan data setiap hari untuk konsumsi ransum dengan menimbang
ransum yang tersisa atau terbuang tetapi perhitungan dilakukan sekali seminggu
untuk penimbangan berat badan, demikian juga dengan konversi ransum diambil
datanya pada setiap minggu.
Analisis data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam dan
besaran F-tabel diperoleh dari tabel F dengan derajat bebas yang sesuai dengan
taraf nyata yang diinginkan. Bila nilai F-hitung > F-tabel pada taraf α = 0,05
dikatakan perlakuan tersebut berbeda nyata. Apabila F-hitung lebih besar dari
F-tabel pada taraf α = 0,01 dikatakan perlakuan tersebut sangat berbeda nyata.
Apabila F-hitung lebih kecil dari F-tabel, H0 diterima. Berarti perlakuan tyersebut
tidak berbeda nyata. Jika semua data telah diperoleh maka dilakukan uji lanjut
yang sesuai.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah
pakan yang diberikan kepada ternak. Konsumsi ransum dihitung berdasarkan
selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah sisa ransum. Dari hasil
penelitian yang telah dilakukan diperoleh rataan konsumsi ransum itik peking
selama penelitian dapat dilihat pada Table 9.
Tabel 9. Rataan konsumsi ransum itik peking (g/ekor/minggu)
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Total
Rataan

I
167,50
157,62
177,47
153,26
134,24
790,09
158,01

II
172,04
156,70
140,63
150,04
138,84
758,24
151,64

Ulangan
III
136,30
143,75
162,59
168,11
165,76
776,50
155,30

IV
159,25
171,26
151,13
134,74
158,52
774,90
154,98

Total

Rataan

635,08
629,32
631,82
606,15
597,36
3099,73
619,94

158,77tn
157,33tn
157,95tn
151,54tn
149,34tn
774,93
154,98

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rataan konsumsi ransum itik peking
selama penelitian adalah 154,98 g/ekor/minggu. Konsumsi ransum tertinggi
terdapat pada perlakuan P0 (ransum dengan perlakuan pakan komersil) yaitu
sebesar 158,77 g/ekor/hari, sedangkan konsumsi ransum terendah terdapat pada
perlakuan P4 (ransum dengan perlakuan 10% tepung limbah udang 0%
tepung ikan).
Berdasarkan hasil analisis ragam (lampiran) menunjukkan bahwa ransum
perlakuan dengan pemberian tepung limbah udang dengan pengolahan dan
fermentasi dalam level yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata terhadap tingkat konsumsi ransum itik peking. Konsumsi ransum yang tidak

berbeda nyata mengidentifikasi bahwa laju pakan yang dikonsumsi semua ternak
adalah sama. Pakan ransum yang dikonsumsi itik peking baik menggunakan
tepung ikan komersil maupun dengan tepung udang dengan pengolahan dan
fermentasi diduga dipengaruhi oleh kebutuhan nutrisi dari ternak tersebut dan juga
dapat dipengaruhi oleh tingkat palatabilitas dari pakan tersebut.
Kebutuhan nutrisi yang terpenuhi untuk itik peking berupa protein yang
belum mencukupi untuk ternak itik peking tersebut. Hal ini ditunjukkan dari hasil
analisis Laboratorium Nutisi dan Pakan Ternak (2014), menunjukkan protein
tepung ikan komersil berjumlah 45,75% dan hasil analisis Laboratorium Loka
Penelitian Kambing Potong menunjukkan protein tepung limbah udang berjumlah
39,2%. Hal inilah yang mengakibatkan konsumsi pakan itik peking P0 lebih tinggi
dari P1, P2, P3 dan P4. Sehingga konsumsi pakan itik peking tertinggi ada pada P0.
Sedangkan kebutuhan protein dari P1, P2, P3 dan P4 belum mencukupi, sehingga
konsumsi pakan itik peking rendah pada P4. Hal ini didukung oleh pernyataan
Wahkid (2013), menyatakan kebutuhan gizi itik pada masing-masing periode
pemeliharaan itik membutuhkan pakan dengan kandungan air, protein, vitamin,
mineral, lemak dan serat kasar yang mencukupi. Begitu juga dengan jumlah
pakan yang diperlukan itik tergaantung tingkat umur itik.
Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan dihitung setiap minggu berdasarkan bobot
badan akhir dikurangi bobot badan awal dalam satuan g/ekor/hari. Rataan
pertambahan bobot badan itik peking yang diperoleh selama penelitian dapat
dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Rataan pertambahan bobot badan itik peking (g/ekor/minggu)
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Total
Rataan

I
225,73
210,78
195,43
199,20
189,85
1019,98
203,99

Ulangan
II
III
194,84
187,48
210,10
191,13
195,20
196,83
183,88
225,00
199,30
213,53
983,30
1013,95
196,66
202,79

IV
204,63
183,18
199,69
183,60
200,83
971,91
194,38

Total

Rataan

811,65
795,18
787,14
791,68
803,50
3989,14
797,82

202,91tn
198,79tn
196,78tn
197,92tn
200,88tn
199,46
39,89

Berdasarkan Tabel 10 memperlihatkan bahwa rataan pertambahan bobot
badan itik peking selama penelitian sebesar 39,89 g/ekor/minggu. Untuk
mengetahui pengaruh pertambahan bobot badan selama penelitian, maka
dilakukan analisis sidik ragam seperti yang tertera pada lampiran 9.
Hasil analisis sidik ragam pada lampiran 9 menunjukkan bahwa F hitung
lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan P0, P1, P2, P3 dan P4
pada itik peking memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap
pertambahan bobot badan itik peking, walau rataan pertambahan bobot badan itik
peking yang diperoleh antar perlakuan sedikit berbeda yaitu pada P0 = 202,91
g/ekor/minggu, P1 = 198,79 g/ekor/minggu, P2 = 196,78 g/ekor/minggu, P3 =
197,92 g/ekor/minggu dan P4 = 200,88 g/ekor/minggu.
Pada pertambahan bobot badan dapat dilihat bahwa pertambahan bobot
badan itik peking tertinggi pada perlakuan P0, hasil pertambahan bobot badan itik
peking sesuai dengan tingkat konsumsi ransumnya. Tingkat konsumsi tertinggi
terdapat pada P0 (158,77 g/ekor/minggu), pertambahan bobot badan tertinggi
terdapat pada P0 (202,91 g/ekor/minggu).
Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan itik
peking antar perlakuan dipengaruhi oleh kandungan nutrisi ransum yang hampir

sama pada tiap perlakuan dan tingkat konsumsi ransum yang tidak berbeda nyata
pada perlakuan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rafian (2003),
menyatakan bahwa ternak yang mengkonsumsi ransum dengan kandungan zat-zat
makan yang sama akan memperlihatkan pertamahan bobot badan yang hampir
sama pula.
Pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata mengidentifikasikan
bahwa laju fisiologis dari ternak itik peking pada semua perlakuan adalah sama.
Ransum yang dikonsumsi dengan menggunakan tepung ikan komersil maupun
dengan tepung limbah udang diduga berpengaruh terhadap kondisi fisiologis
saluran pencernaan yaitu meningkatkan kekentalan digesta. Laju digesta pakan
dalam saluran pencernaan berjalan dengan lambat karna kandungan serat kasarnya
rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Mangisah et al., (2009), bahwa laju
digesta yang lambat menyebabkan banyak nutrient yang dapat dicerna dan diserap
oleh tubuh, sehingga ketersediaan nutrisi untuk sintesis jaringan tubuh meningkat.
Konversi Ransum
Konversi ransum dihitung dengan membandingkan jumlah ransum yang
dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan yang diperoleh setiap minggunya.
Rataan konversi ransum itik peking yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat
pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan konversi ransum itik peking
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Total
Rataan

Ulangan
I
1,99
1,88
2,15
1,95
1,77
9,75
1,95

II
2,29
1,95
1,81
1,96
1,92
9,93
1,98

III
1,85
1,92
1,98
1,99
1,98
9,73
1,94

IV
2,00
2,21
1,82
1,87
1,93
9,83
1,96

Total

Rataan

8,13
7,97
7,77
7,77
7,60
39,24
7,84

2,03tn
1,99tn
1,94tn
1,94tn
1,90tn
9,80
1,96

Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa rataan konversi ransum itik
peking selama penelitian adalah 1,96. Untuk mengetahui pengaruh konversi
ransum selama penelitian, maka dilakukan analisis sidik

ragam seperti yang

tertera pada lampiran 10.
Pemberian tepung limbah udang terolah (FAAS) fermentasi EM4 dalam
ransum tidak berpengaruh nyata (F hit < 0,05) terhadap konversi ransum itik
peking. Hal ini dikarenakan komposisi nutrisi ransum pada masing-masing
perlakuan hampir sama. Hal ini didukung oleh pernyataan Chard dan Nasheim
(1972) yang disitasi harahap (2004), bahwa konversi ransum tergantung pada
beberapa faktor antara lain kadar protein, energi metabolisme dalam ransum,
besar tubuh, bangsa ternak, umur, ketersediaanya nutrisi dalam jumlah yang
cukup, suhu dan kesehatan ternak.
Konversi ransum yang rendah berarti banyaknya ransum yang digunakan
menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit. Hal ini didukung oleh
pernyataan Kartasudjana dan Suprijadna (2006), menyatakan bahwa angka
konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk
menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit.

Rekapitulasi Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan selama 8 minggu terhadap
konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum iting peking
maka dilakukan rekapitulasi yang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rekapitulasi hasil penelitian
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4

Konsumsi Ransum Pertambahan bobot badan
(g/ekor/minggu)
(g/ekor/minggu)
tn
158,77
202,91 tn
157,33tn
198,79 tn
tn
157,95
196,78 tn
151,54 tn
197,92 tn
tn
149,34
200,88 tn

Konversi Ransum
2,03 tn
1,99 tn
1,94 tn
1,94 tn
1,90 tn

Pada Tabel 12 menunjukkan masing-masing peubah penelitian setiap
perlakuan. Dari hasil rekapitulasi hasil penelitian pada perlakuan P0, P1, P2, P3 dan
P4 memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi
ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum itik peking. Konsumsi
ransum yang baik diperoleh pada P0 (158,77 g/ekor/minggu), pertambahan bobot
badan yang baik diperoleh pada P0 (202,91 g/ekor/minggu) dan konversi ransum
yang baik diperoleh pada P2 dan P3 (1,94 dan 1,94 g/ekor/minggu). Dari hasil data
rekapitulasi hasil penelitian diatas, perlakuan P0 (pengguanaan tepung limbah
udang pada level 0%), perlakuan P2 (pengguanaan tepung limbah udang pada
level 5%) dan perlakuan P3 (pengguanaan tepung limbah udang pada level 7,5%)
menghasilkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, dan konversi ransum
yang tidak berbeda nyata.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan tepung limbah
udang mampu menggantikan pemberian tepung ikan komersil terhadap
performans itik peking umur 1 hari – 8 minggu.
Saran
Disarankan kepada peternak untuk menggunakan tepung limbah udang
untuk menggantikan tepung ikan komersil dalam ransum itik peking.

TINJAUAN PUSTAKA

Asal Usul Itik
Itik merupakan salah satu jenis unggas air yang termasuk dalam Kelas:
Aves, Ordo: Anseriformes, Famili: Anatidae, Sub Famili: Anatinae, Genus: Anas.
Para ahli mempunyai pendapat bahwa ternak itik domestik yang kita kenal
sekarang merupakan keturunan dari itik liar yang mempunya nama ‘Mallard’ atau
‘With Mallard’ (Anas plathyrynchos), yang sampai saat ini masih banyak tersebar
di beberapa bagian dunia. Proses perubahan sifat-sifat liar dari ‘Mallard’ menjadi
ternak itik yang kita kenal sekarang terutama akibat domestikasi. Perubahannya
menyangkut bentuk badan yang ramping (slender) dan menjadi bentuk yang
mempunyai ukuran lebih besar pada itik pedaging (Srigandono, 1997).
Karakteristik Itik Peking
Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah Cina. Setelah mengalami
beberapa perubahan dan perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik
peking ini menjadi popular dikalangan masyarakat. Itik Peking dapat dipelihara di
daerah sub tropis maupun tropis. Itik Peking sangat mudah beradaptasi dan
keinginan untuk terbang sangat minim. Umumnya dipelihara secara intensif
dengan dilengkapi dengan kolam yang pendek (Murtidjo, 1996).
Marhijanto (1993), menyatakan bahwa itik peking bukan suatu jenis itik
yang cocok untuk petelur, melainkan lebih cocok dijadikan ternak untuk diambil
dagingnya. Sebagai unggas pedaging, itik peking mempunyai kelebihan yang
diantaranya pertumbuhannya cepat, mudah dalam pemeliharaannya, ekonomis dan
tahan terhadap penyakit.

Itik peking mempunyai kepala besar dan bundar, paruhnya lebar, pendek
dan ujungnya berwarna kuning, akan tetapi ada juga yang berwarna putih,
lehernya pendek, gemuk dan tegak dan warna bulunya putih seperti burung kenari.
Pada jantan ditemukan bulu yang pada leher tengah agak dipanjangkan dan diatas
kepala kadang-kadang ditemukan bulu seperti jambul (Samosir, 1993).
Dari golongan itik pedaging (Peking, Muscovy dan Entok), itik peking
mulai popular di Indonesia. Produksi dagingnya bisa mencapai 3-3,5 kg pada
umur 7-8 minggu (Anggorodi, 1995).
Kebutuhan Nutrisi Itik Peking
Bahan makanan pada dasarnya mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh
untuk hidup pokok, produksi dan reproduksi (Tillman, et, al., 1991). Berdasarkan
unsur yang dikandung oleh bahan makanan yang perlu disediakan zat-zat nutrisi
yang dibutuhkan ternak.
Pada prinsipnya makanan itik tidak berbeda dengan makanan ayam.
Perbedaan terletak pada kadar protein dalam ransum yang relatif lebih tinggi.
Disamping itu penyediaan air lebih banyak diperhatikan. Itik yang dipelihara
secara intensif atau dikurung, kebutuhan air biasanya disediakan dalam kolamkolam kecil yang ditempatkan dekat bak makanan (Wahyu, 2004).
Rasyaf (1992), menyatakan bahwa bahan makanan yang biasa dipakai
sebagai campuran ransum itik adalah jagung kuning, dedak, bungkil-bungkilan,
kulit kerang, tepung ikan, daun lamtoro, minyak atau lemak, tepung darah dan
lainnya.
Ransum pada itik pada dasarnya sama seperti ayam, kesamaannya
terutama pada bagian penggunaan bahan pakan. Ransum itik umumnya diberikan

agak basah. Air perlu ditambahkan ke dalam ransum untuk membuat pakan
ransum saling melekat, akan tetapi ransum tidak boleh begitu basah sampai becek
(Anggorodi, 1995).
Itik pedaging harus diberi pakan yang memiliki gizi tinggi untuk
mendukung pertumbuhan yang cepat. Kebutuhan utama zat gizi berupa protein
dengan kandungan asam amino esensial yang berimbang serta mempunyai
kandungan energi yang memadai. Disamping itu pakan tersebut harus memiliki
kadar vitamin dan mineral yang harus diperhatikan. Itik pada periode starter
membutuhkan ransum dengan kadar protein antara 20-22% dan energi
metabolismenya antara 2800-3000 kkal/kg ransum. Memasuki fase finisher, kadar
protein diturunkan menjadi 16-17% dan energi metabolismenya sebesar 29003000 kkal/kg. Untuk mencapai berat badan sekitar 3,5 kg pada umur 8 minggu,
itik peking harus menghabiskan pakan sebanyak 9,5 kg dengan rata-rata konsumsi
pakan 170 g/hari selama 8 minggu (Srigandono, 1998).
Tabel 1. Laju pertumbuhan dan konsumsi itik pedaging
Konsumsi makanan
mingguan (Kg)
Jantan
Betina
Jantan
Betina
1
0,06
0,06
0,00
0,00
2
0,27
0,27
0,22
0,22
3
0,78
0,74
0,77
0,73
4
1,38
1,28
1,12
1,11
5
1,96
1,82
1,28
1,28
6
2.49
2,30
1,48
1,43
7
2,96
2,73
1,63
1,59
8
3,34
3,06
1,68
1,63
9
3,61
3,29
1,68
1,63
Sumber: NRC (1984) disitasi Srigandono (1998)
Umur
Minggu

Berat badan (Kg)

Konsumsi makanan
komulatif (Kg)
Jantan
Betina
0,00
0,00
0,22
0,22
0,99
0,95
2,11
2,05
3,40
3,33
4,87
4,76
6,50
6,35
8,18
7,98
9,86
9,61

Kebutuhan nutrisi untuk itik peking dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Kebutuhan nutrisi itik peking
Nutrisi

Starter (0-2
minggu)
2900
22,0
1,1
1,1
0,8
0,68
0,40
0,15
0,12
500
40,0
60,0
0,14
4000
220
0,4
4,0

Grower (2-7
minggu)
2900
16,0
1,0
0,9
0,6
0,6
0,35
0,15
0,12
500
40,0
60,0
0,14
4000
220
0,4
4,0

EM (Kkal/kg)
Protein (%)
Arginin (%)
Lisin (%)
Methionin+sistin (%)
Kalsium (%)
Fosfor tersedia (%)
Natrium (%)
Khlor (%)
Magnesium (mg)
Mangan (mg)
Zinkum (mg)
Selenium (mg)
Vitamin A (IU)
Vitamin D (IU)
Vitamin K (mg)
Riboflavin (mg)
Asam pantothenat
11,0
11,0
(mg)
Niasin (mg)
55,0
55,0
Sumber: NRC (1984) disitasi Anggorodi (1995)

Finisher (7-8
minggu)
2900
15,0
0,7
0,55
2,75
0,35
0,15
0,12
500
40,0
60,0
0,14
4000
220
0,4
4,0
11,0
55,0

Kebutuhan Air Minum
Ketersediaan air minum dalam kandang pemeliharaan itik pedaging juga
harus selalu ada agar itik dapat minum setiap saat. Jumlah air minum yang
diberikan disesuaikan dengan banyak itik. Air yang digunakan harus air bersih
diganti setiap hari dan tempat minum dibersihkan secara rutin, ada baiknya tempat
pakan diletak berdekatan dengan tempat minum agar itik mudah menyelingi
kegiatan makan dan minum (Wakhid, 2013).
Untuk mendapatkan kecepatan pertumbuhan badan yang yang baik, itik
pedaging sangat memerlukan ransum yang cukup jumlahnya dan tepat mutunya,
ditambah dengan air minum yaang cukup, bersih dan segar. Jadwal pemberian
ransum dan air minum yang tidak menentu baik disengaja maupun yang tidak

disengaja sangat merugikan, sebab dapat menimbulkan sifat kanibal dan
memperbesar timbulnya penyakit (Santoso, 1986).
Limbah Udang
Udang sebagai salah satu komoditi ekspor terbagi atas tiga macam,
yaitu (1) produk yang terdiri dari bagian badan dan kepala secara utuh ,
(2) badan tanpa kepala dan (3) dagingnya saja. Pengolahan produksi udang
berdasarkan ketiga macam produk tersebut, menyebabkan terdapat bagian-bagian
udang yang terbuang seperti kepala, ekor dan kulitnya. Bagian tersebut
merupakan limbah industri pengolahan udang beku yang disebut limbah udang
(Abun 2009).
Pemanfaatan limbah udang sebagai pakan ternak berdasarkan pada dua
hal, yaitu jumlah dan mutunya. Seiring dengan maraknya ekspor udang beku
kebeberapa negara, seperti Jepang, Taiwan, Amerika Serikat maka limbah yang
dihasilkan akan bertambah pula. Limbah udang tersebut pada umumnya terdiri
dari bagian kepala, kulit, ekor dan udang kecil - kecil disamping sedikit
daging udang (Parakkasi, 1983).
Kandungan khitin yang tinggi menyebabkan limbah udang mempunyai
kecernaan yang rendah yaitu kadar khitin 3 % dalam ransum ayam broiler yang
akan menekan konsumsi ransum dan pertumbuhan. Oleh sebab itu sebelum
digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum broiler limbah udang itu harus
mendapat penanganan dan pengolahan yang baik untuk meningkatkan nilai
gizinya. Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya.
Fungsi kulit udang tersebut pada hewan udang (hewan golongan invertebrata)
yaitu sebagai pelindung Isolasi khitin dari limbah udang dilakukan secara

bertahap yaitu tahap pemisahan protein (deproteinasi) dengan larutan basa
(Neely dan Wiliam, 1999).
Kualitas tepung udang sangat bergantung pada bagian tubuh udang yang
menjadi limbah, cara pengeringan dan jenis udang yang digunakan kandungan
protein kasarnya sebanyak 32% dan mineralnya 18% sehingga cukup baik
digunakan untuk bahan ransum. Penggunaan tepung udang yang terlalu banyak
juga tidak baik karena dari total 100% tepung udang sebagian besar adalah
kulitnya (Rasyaf, 1997).
Kandungan protein limbah udang yang cukup tinggi merupakan potensi
yang perlu dimanfaatkan. Disamping itu, limbah udang juga mengandung serat
kasar yang tinggi, yaitu berupa khitin. Purwaningsih (2000), menyatakan bahwa
limbah udang terdiri dari 30% khitin dari bahan keringnya. Adanya khitin ini
mengakibatkan adanya keterbatasan atau faktor pembatas dalam penggunaan
limbah udang untuk dijadikan bahan penyusun ransum ternak unggas jika
digunakan secara langsung tanpa dilakukan pengolahan.
Dedak Padi
Dedak padi musim panen sangat melimpah, sebaliknya pada musim
kemarau menjadi berkurang. Selain itu, dedak padi tidak dapat disimpan dengan
lama, dikarenakan kegiatan enzim yang bisa menyebabkan kerusakan atau bau
tengik

oksidatif

pada

komponen

minyak

yang

ada

didalam

dedak

(Balitnak, 2010).
Dedak merupakan limbah yang dibuat menjadi bahan ransum yang
diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses
penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Dedak

merupakan salah satu hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras
yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, akan tetapi tercampur dengan
penutup beras. Dimana hal ini dapat mempengaruhi tinggi atau rendahnya
kandungan serat kasar dedak yang diperoleh (Parakkasi, 1999).
Dedak cukup mengandung energi dan protein yang baik, juga kaya akan
vitamin. Hal inilah yang menyebabkan dedak dapat digunakan sebagai campuran
formula ransum untuk unggas terutama itik (Rasyaf, 1992).
Kandungan nilai gizi dari dedak padi dapat kita lihat pada Tabel 4.
Tabel 3. Komposisi nutrisi dedak padi
Nutrisi
Kandungan
Energy metabolis (Kkal/kg)
1630a
Protein kasar (%)
13a
Lemak kasar (%)
13a
Serat kasar (%)
13a
Abu (%)
11,7b
a
b
Sumber: Siregar (2009) dan Hartadi (1997)disitasi Muzakki (2011).
Tepung Jagung
Jagung hingga saat ini merupakan butiran yang paling banyak digunakan
masyarakat dalam ransum unggas di seluruh Indonesia. Jagung adalah salah satu
bahan makanan terbaik bagi unggas terutama itik yang digemukkan karena jagung
memiliki energi netto yang tinggi (Anggorodi, 1985).
Jagung mempunyai kadar triptofan yang rendah, paling rendah adalah
kadar metioninnya, kemudian lisin. Mertz mendapatkan suatu strain jagung yang
mengandung lebih banyak glutelin yang ada hubungannya dengan zein dibanding
dengan hibrida jagung normal (Wahyu, 2004).

Tabel 4. Komposisi nutrisi tepung jagung
Nutrisi
Kandungan
Energi metabolis (Kkal/kg)
3370a
Protein kasar (%)
8,6a
Lemak kasar (%)
3,9a
Serat kasar (%)
2a
Abu (%)
11,7b
a
b
Sumber: Siregar (2009) dan Hartadi (1997) disitasi Muzakki (2011).
Bungkil Kelapa
Bungkil kelapa salah satu sumber protein di beberapa daerah tropis,
bungkil kelapa ini dirasa digunakan dalam ransum unggas. Peneltitian-penetlitian
terdahulu yang dilakukan di Philipina menunjukkan bahwa bungkil kelapa tidak
digunakan dalam ransum unggas lebih dari 20% (Wahyu, 2004).
Bungkil kelapa juga merupakan salah satu sumber protein yang penting di
seluruh Indonesia. Bungkil kelapa dapat memperbaiki defisiensi methionin dan
lisin yang dimana bungkil kelapa merupakan bahan makanan yang potensial bagi
unggas (Anggorodi, 1995).
Tabel 5. Komposisi nutrisi bungkil kelapa
Nutrisi
Kandungan
Energi metabolis (Kkal/kg)
1540a
Protein kasar (%)
18,56a
Lemak kasar (%)
1,8a
Serat kasar (%)
15a
Abu (%)
11,7b
a
b
Sumber: Siregar (2009) dan Hartadi (1997) disitasi Muzakki (2011).
Bungkil Kedelai
Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein yang biasa
digunakan dalam formulasi pakan unggas. Bungkil kedelai mengandung protein
tinggi dan kaya lisin, tetapi metioninnya rendah. Ketersediaan bungkil kedelai di
Indonesia memang ada, tetapi umumnya di impor dari beberapa negara seperti
Amerika dan India. Kandungan nutrisi bungkil kedelai bervariasi, tergantung dari

jenis pengolahannya seperti solvent dan expeller. Kualitas bungkil kedelai
tercantum dalam SNI 01-4227-1996 yang terdiri atas dua mutu, yaitu mutu 1 yang
proteinnya lebih tinggi daripada mutu 2. Faktor pembatas yang menjadi perhatian
adalah

kadar

afltoksin

yang

tidak

boleh

lebih

dari

50

ppb

(Suci dan Hermana, 2012).
Tabel 6. Komposisi nutrisi bungkil kedelai
Nutrisi
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Abu (%)
Ca (%)
P (%)
Sumber: Suci dan Hermana (2012).

Kandungan
46
3,5
6,5
7
0,2-0,4
0,5-0,8

Bungkil Inti Sawit
Bungkil inti sawit merupakan hasil dari ikutan proses ekstraksi inti sawit.
Dimana bahan ini bisa didapat dengan melalui proses kimia atau dengan cara
mekanik (Davendra, 1997).
Tabel 7. Komposisi nutrisi Bungkil inti sawit
Nutrisi
Kandungan
Energi metabolis (Kkal/kg)
2810a
Protein kasar (%)
15,40b
Lemak kasar (%)
6,49a
Serat kasar (%)
9b
Abu (%)
5,18a
Sumber: a. laboratorium Ilmu makanan ternak program studi peternakan
fakultas pertanaian USU (2000) dan b. pusat penelitian kelapa sawit
disitasi Muzakki (2011).
Tepung Ikan
Tepung ikan merupakan sumber protein utama bagi unggas, karena bahan
makanan tersebut mengandung semua asam-asam amino yang dibutuhkan dalam
jumlah cukup dan teristimewa merupakan sumber lisin dan methionin yang baik.

Penggunaan tepung ikan dalam ransum unggas sering kali harus dibatasi untuk
mencegah bau ikan yang meresap kedalam daging atau telur. Tepung ikan mudah
busuk sehingga terjadi penurunan kadar protein kasar (Anggorodi, 1995).
Tepung ikan dapat digunakan sebagai kalsium. Kandungan protein tepung
ikan sangat dipengaruhi oleh bahan ikan yang digunakan dalam proses
pembuatannya. Pemanasan yang berlebih akan membuat tepung ikan menjadi
berwarna cokelat dan kadar proteinnya cenderung menurun atau bisa menjadi
rusak (Boniran, 1999).
Tabel 8. Komposisi nutrisi tepung ikan
Nutrisi
Kandungan
Energi metabolis (Kkal/kg)
2565a
Protein kasar (%)
55a
Lemak kasar (%)
8a
Serat kasar (%)
1a
Abu (%)
11,7b
a
b
Sumber: Siregar (2009) dan Hartadi (1997) disitasi Muzakki (2011).
Pertambahan Bobot Badan
Kemampuan ternak untuk mengubah zat–zat makanan yang terdapat
dalam ransum menjadi daging ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan dari
ternak tersebut. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang
digunakan untuk mengukur pertumbuhan. Pertumbuhan dapat dinyatakan dalam
pertumbuhan bobot badan abolut dan relatif. Pertambahan bobot badan absolut
(rata–rata) adalah selsih bobot badan akhir dan awal dibagi dengan waktu
pengamatan. Pertambahan bobot badan yang relatif adalah selisih bobot badan
akhir dengan bobot badan awal (Parakkasi, 1982).
Pertumbuhan murni mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat
jaringan-jaringan pembangun seperti urat daging, tulang, jantung, otak dan semua
jaringan tubuh lainnya kecuali jaringan lemak dan alat-alat tubuh. Penambahan

berat akibat penimbunan lemak atau penimbunan air bukanlah merupakan
pertumbuhan murni (Anggorodi, 1990).
Laju komponen pertumbuhan berlangsung dengan kadar yang berbeda,
sehingga perubahan ukuran komponen menghasilkan diferensiasi atau perubahan
karakteristik individual sel dan organ. Perubahan morfologi ataupun kimiawi
misal perubahan sel-sel otot, tulang, hati, jantung, ginjal, otak, saluran
pencernaan, organ reproduksi dan alat pernapasan. Terjadi dalam proses
diferensiasi (Soeparno, 1992).
Pertumbuhan dapat diukur dengan jalan menimbang hewan hidup pada
saat-saat tertentu secara berurutan, untuk menghilangkan bias karena isi saluran
pencernaan maka digunakan bobot hewan puasa yaitu hewan setelah dipuasakan
18-24 jam. Pertumbuhan dapat dilihat melalui kurva hubungan antara bobot badan
dengan umur adalah S (Sigmoid). Ada fase awal yang pendek dimana bobot badan
meningkat dengan meningkatnya umur. Hal ini diikuti oleh pertumbuhan yang
eksplosif kemudian akhirnya ada suatu fase dengan tingkat pertumbuhan sangat
rendah (Lawrie, 1994).
Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah
pakan yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan
jumlah pakan yang diberikan dan sisa yang diberikan atau penghamburan. Tingkat
energi dalam ransum menentukan banyaknya jumlah ransum yang dikomsumsi.
Peningkatan energi metabolis dalam pakan mengurangi konsumsi pakan pada
unggas (Anggorodi, 1995).

Tingkat konsumsi ransum banyak ditentukan oleh palatabilitas ransum,
sistem tempat pakan dan pengisian tempat pakan, kepadatan ternak perkandang.
Dilain pihak tingkat konsumsi dipengaruhi oleh nafsu makan ternak itu sendiri
dan dipengaruhi oleh kesehatan ternak itu sendiri (Wahyu, 1985).
Temperatur lingkungan merupakan pengaruh yang besar terhadap
konsumsi harian. Konsumsi rendah bila temperatur tinggi dan meningkat bila
temperatur rendah. Suhu 16-24OC adalah suhu yang ideal bagi produksi yang
efisien

dan

memungkinkan

dicapainya

produksi

yang

maksimum

(Gillespie, 1987).
Konversi Ransum
Konversi

ransum

didefinisikan

sebagai

banyaknya

ransum

yang

dihabiskan untuk menghasilkan setiap kilogram pertambahan bobot badan.
Angka

konversi

digunakan

untuk

ransum

yang

menghasilkan

kecil

berarti

banyaknya

satu

kilogram

daging

ransum

semakin

yang
sedikit

(Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Konversi ransum merupakan suatu ukuran yang dapat digunakan untuk
menilai efisiensi penggunaan ransum serta kualitas ransum. Konversi ransum
adalah perbandingan antara jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan
bobot badan dalam jangka waktu tertentu. Salah satu ukuran efisiensi adalah
dengan membandingkan antara jumlah ransum yang diberikan (input) dengan
hasil yang diperoleh baik itu daging atau telur atau output (Rasyaf, 1995).

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan
sangat menentukan keberhasilan budidaya ternak. Biaya yang dikeluarkan untuk
bahan pakan (ransum) pada peternakan unggas adalah biaya terbesar yaitu
berkisar 60 – 70 persen dari seluruh biaya produksinya. Tinggi atau rendahnya
harga bahan baku pakan akan sangat menentukan tingkat keuntungan yang dapat
diperoleh dari usaha tersebut. Untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat gizi
tertentu bahan baku pakan yang berkualitas masih didatangkan dari luar negeri.
Oleh karena itu, penggunaan bahan pakan lokal alternatif perlu diupayakan secara
optimal, dengan catatan bahan baku pakan tersebut ditingkatkan kualitasnya dan
terjamin ketersediaannya sepanjang tahun. Tepung ikan adalah bahan baku pakan
yang menyebabkan mahalnya harga ransum, karena tidak dapat dipenuhi dari
produksi dalam negeri, sehingga lebih dari setengah, yaitu 200 ribu ton/tahun
kebutuhan tepung ikan Indonesia disuplai dari impor. Oleh sebab itu untuk
memenuhi kebutuhan peternak skala kecil dan menengah perlu bahan pakan
alternatif sebagai pengganti tepung ikan ini. Salah satu bahan pakan alternatif
adalah limbah udang.
Industri pengolahan udang beku Indonesia berkembang sangat pesat pada
beberapa tahun terakhir ini, sejalan dengan meningkatnya produksi udang.
Indonesia termasuk negara pengekspor udang terbesar di dunia. Data BPS tahun
2004 menunjukkan produksi udang Indonesia sebesar 240.000 ton dan produksi
ini meningkat sebesar 14% per tahun. Tahun 2005 produksi udang mencapai

angka 250.000 ton. Apabila udang segar ini diolah menjadi udang beku, maka
sebesar 35% – 70% dari bobot utuh akan menjadi limbah udang, kualitasnya
bervariasi tergantung jenis udang dan proses pengolahannya. Oleh karena itu
perlu dilakukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai kemungkinan
penggunaan tepung limbah udang ini untuk menggantikan tepung ikan dalam
ransum itik peking.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Subtitusi tepung limbah udang dengan tepung ikan komersil dalam
ransum terhadap performans itik peking umur 1 hari - 8 minggu”.
Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian limbah tepung udang sebagai subtitusi
tepung ikan komersil dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi
ransum dan konversi ransum ternak itik peking umur 1 hari – 8 minggu.
Hipotesis Penelitian
Pemanfaatan tepung limbah udang mampu mensubtitusi tepung ikan
komersil dalam ransum terhadap performans (pertambahan bobot badan,
konsumsi ransum dan konversi ransum) itik peking umur 1 hari – 8 minggu.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti,
peternak itik peking dan masyarakat tentang pemanfaatan limbah udang sebagai
subtitusi tepung limbah udang dalam ransum terhadap itik peking umur 1 hari - 8
minggu.

ABSTRACT

JERNI PETERIKSON G , 2015: " The substitution of Commercial Fish
Meal With Shrimp In Waste flour rations Against Performance of Peking ducks
Age 1 Day - 8 Weeks " . Guided by R. Edhy MIRWANDHONO and TRI HESTI
WAHYUNI .
This study aims to determine the extent of the effect of the use of flour
shrimp waste (TLU) with filtrate water treatment husk ash (FAAS) and
fermentation of EM-4 in the ration on body weight gain, feed intake and feed
conversion peking duck. The design used was completely randomized design with
5 treatments and 4 replications. The treatment consists of P0 (0% shrimp meal,
10% fish meal), P1 (2.5% flour shrimp, fish meal 7.5%), P2 (5% shrimps flour,
5% fish meal), P3 (7, 5% shrimp meal, fish meal 2.5%), P4 (10% flour shrimp,
0% fish meal). Parameters studied were feed consumption, body weight gain and
feed conversion.
The results showed the average consumption (g / head / week) P0; 158.77,
P1; 157.33, P2; 157.95, P3; P4 151.54; 149.34. Mean body weight gain (g / bird /
day) P0; 202.91, P1; 198.71, P2; 196.78, P3; P4 197.92; 200.88. The average feed
conversion P0; 2.03, P1; 1.99, P2; 1.94, P3; 1.94 and P4; 1.90. ANOVA results
showed that the treatment was not significant effect on feed intake, body weight
gain and feed conversion (P> 0.05). Kesimpulanya is that the shrimp waste flour
can be used in rations up to the level of 10% for the peking duck.
Keywords: Wheat Shrimp Waste, Performans, Peking Duck.

ABSTRAK

JERNI PETERIKSON G, 2015: “Subtitusi Tepung Ikan Komersial
Dengan Limbah Tepung Udang Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking
Umur 1 Hari – 8 Minggu”. Dibimbing oleh R. EDHY MIRWANDHONO dan
TRI HESTI WAHYUNI.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh
penggunaan tepung limbah udang (TLU) dengan pengolahan filtrat air abu sekam
(FAAS) serta fermentasi EM-4 dalam ransum terhadap pertambahan bobot badan,
konsumsi ransum dan konversi ransum itik peking. Rancangan yang dipakai
adalah rancangan acak lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan
terdiri dari P0 (0% tepung udang, 10% tepung ikan), P1 (2,5% tepung udang,
7,5% tepung ikan), P2 (5% tepung udang, 5% tepung ikan), P3 (7,5% tepung
udang, 2,5% tepung ikan), P4 (10% tepung udang, 0% tepung ikan). Parameter
yang diteliti adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi
ransum.
Hasil penelitian menunjukkan rataan konsumsi (g/ekor/minggu)
P0;158,77, P1;157,33, P2;157,95, P3;151,54 dan P4;149,34. Rataan pertambahan
bobot badan (g/ekor/hari) P0;202,91, P1;198,71, P2;196,78, P3;197,92 dan
P4;200,88. Rataan konversi ransum P0;2,03, P1;1,99, P2;1,94, P3;1,94 dan
P4;1,90. Hasil anova menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum
(P>0,05). Kesimpulanya adalah bahwa tepung limbah udang dapat digunakan
dalam ransum hingga level 10% untuk itik peking.
Kata Kunci : Tepung Limbah Udang, Performans, Itik peking.

SUBTITUSI TEPUNG IKAN KOMERSIAL DENGAN LIMBAH
TEPUNG UDANG DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMANS ITIK PEKING UMUR
1 HARI - 8 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:
JERNI PETERIKSON G
100306052

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

SUBTITUSI TEPUNG IKAN KOMERSIAL DENGAN LIMBAH
TEPUNG UDANG DALAM RANSUM TERHADAP
PERFORMANS ITIK PEKING UMUR
1 HARI - 8 MINGGU

SKRIPSI

Oleh:
JERNI PETERIKSON G
100306052

Sripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana
di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2015

Judul Penelitian : Subtitusi Tepung Ikan Komersial Dengan Limbah Tepung
Udang Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking
Umur 1 Hari – 8 Minggu
Nama
: Jerni Peterikson G
NIM
: 100306052
Program Studi
: Peternakan

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Ir. Edhy Mirwandhono, M.Si
Ketua

Ir. Tri Hesti Wayuni, M.Sc
Anggota

Mengetahui

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
Ketua Program Studi Peternakan

Tanggal ACC :

ABSTRACT

JERNI PETERIKSON G , 2015: " The substitution of Commercial Fish
Meal With Shrimp In Waste flour rations Against Performance of Peking ducks
Age 1 Day - 8 Weeks " . Guided by R. Edhy MIRWANDHONO and TRI HESTI
WAHYUNI .
This study aims to determine the extent of the effect of the use of flour
shrimp waste (TLU) with filtrate water treatment husk ash (FAAS) and
fermentation of EM-4 in the ration on body weight gain, feed intake and feed
conversion peking duck. The design used was completely randomized design with
5 treatments and 4 replications. The treatment consists of P0 (0% shrimp meal,
10% fish meal), P1 (2.5% flour shrimp, fish meal 7.5%), P2 (5% shrimps flour,
5% fish meal), P3 (7, 5% shrimp meal, fish meal 2.5%), P4 (10% flour shrimp,
0% fish meal). Parameters studied were feed consumption, body weight gain and
feed conversion.
The results showed the average consumption (g / head / week) P0; 158.77,
P1; 157.33, P2; 157.95, P3; P4 151.54; 149.34. Mean body weight gain (g / bird /
day) P0; 202.91, P1; 198.71, P2; 196.78, P3; P4 197.92; 200.88. The average feed
conversion P0; 2.03, P1; 1.99, P2; 1.94, P3; 1.94 and P4; 1.90. ANOVA results
showed that the treatment was not significant effect on feed intake, body weight
gain and feed con