Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Pemilik Mobil Pribadi Yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum (Studi Pada Pemilik Kendaraan Pribadi Yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum Di Bandara Kualanamu International Airport)

(1)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Aji, Sutiono Usman et.al, 2011, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.

Basri, Hasnil, 2002, Hukum Pengangkutan, Kelompok Studi Hukum Fakultas Hukum USU, Medan.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Fuady, Munir, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Jakarta.

Ichsan, Achmad, Hukum Dagang, Pradnya Paramita, Jakarta, 1981.

Mahadi, 2009, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung. Mertokusumo, Sudikno, 2003, Mengenai Hukum, Liberty, Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2008, Hukum Pengangkutan Niaga, Citra Aditya Bakti. Bandung.

---; 2004, Hukum Pengangkutan Darat, Laut Dan Udara, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Nasution, Az. 2000, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Purba, Hasim, 2005,Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan. Purwosutjipto, H.M.N, 2001, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3

Hukum Pengangkutan. Djambatan. Jakarta.

Rahardjo, Satjipto, 2006, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung.

Salim. A.Abas. 2005. Manajemen Transportasi. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Subekti, R. 2002, Aneka Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta.

Sunggono, Bambang, 2003, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.


(2)

Tjakranegara, Soegijatno, 2005, Hukum Pengangkutan Barang dan Penumpang, Rineka Cipta, Jakarta.

Uli, Sinta, 2006, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transportasi Angkutan Laut, Angkutan Darat, Angkutan Udara. USU Press, Medan. Warpani, Suwardjoko, 2000, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Mandar

Madju, Bandung.

Watni, Syaiful dkk. 2004, Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut dalam Sistem Pengangkutan Multimoda, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta.

B. Peraturan Perundang-Undangan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan.

C. Internet

http/www.Portir Taksi Gelap Nodai Kualanamu, diakses tanggal 11 Oktober 2015 Pukul 08.00 Wib.

http://argawahyu.blogspot.com/2011/06/ Taksi Gelap Makin Merajalena, diakses tanggal 11 Oktober 2015 Pukul 08.00 Wib

http://www.tempo.co/topik/lembaga/462/organisasi angkutan darat organda, diakses tanggal 11 Oktober 2015 Pukul 09.00 Wib.


(3)

BAB III

KEDUDUKAN HUKUM DARI MOBILPRIBADI YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ANGKUTAN UMUM

D. Angkutan Bermotor Pribadi dengan Mobil.

Mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum banyak menyalahi ketentuan UULLAJ serta merugikan masyarakan dan negara sebenarnya menyalahi ketentuan UULLAJ, karena mobil tersebut ditujukan untuk penggunaan pribadi, buikian sebagai angkutan umum. angkutan tersebut juga tidak mempunyai ijin serta didaftarkan secara sah sebagai angkutan umum.

Peruntukan, persyaratan teknis dan laik jalan yang terdapat dalam angkutan tersebut sebagai jaminan utama keselamatan bagi penumpang sangat meragukan. Ini dikarenakan angkutan tersebut belum menjalani ketentuan-ketentuan sebagai angkutan umum dan ijin dari Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya yang selanjutnya disebut DLLAJR.

Masyarakat sebagai pengguna jasa angkutan tersebut sebenarnya dirugikan selain semakin diuntungkan dengan semakin banyaknya alternatif sarana angkutan. Merugikan bagi pengguna jasa tersebut, apabila timbul permasalahan dari angkutan tersebut. Awak dan pemilik/ pengusaha angkutan tersebut cenderung lepas tangan menghindar dari tanggung jawab


(4)

bila terjadi sesuatu pada penumpang. Dapat bertindak sewenang-wenang kepada pengguna jasa dimana awak angkutan dapat mengabaikan tata cara pengangkutan penumpang dan tarif penumpang yang dtentukan dalam UULLAJ.

Dalam angkutan ini awak dan pemilik/pengusaha angkutan banyak yang tidak memberikan ganti rugi apabila pengguna jasa mengalami musibah yang timbul dari pengangkutan tersebut. Pengguna jasa tidak mendapat asuransi, karena angkutan tersebut tidak diakui secara sah sebagai angkutan umum resmi oleh Jasa Raharja. Sehingga akibatnya pengguna jasa tidak dapat mengajukan klaim ganti rugi pada Jasa Raharja, apabila awak dan pengusaha angkutan tersebut lepas tangan dan tidak mau memberikan ganti rugi.

Pada awak dan pemilik/ pengusaha angkutan umum tidak bisa terlepas dari tanggungjawabnya sebagai pengangkut sebagaimana tercantum dalam Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) selain diatur dalam UULLAJ. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Negara dalam hal ini juga dirugikan karena tidak memperoleh retribusi dan pajak pendapatan atas beroperasinya


(5)

angkutan tersebut untuk masuk dalam kas negara. Dalam hal ini negara tidak bisa memantau keberadaan jumlah angkutan umum yang sebenarnya untuk pengendalian dan pengawasan bagi angkutan umum yang sebenarnya untuk pengendalian dan pengawasan bagi angkutan umum yang diijinkan beroperasi. Sementara dari tahun ke tahun, jumlah mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum semakin bertambah.

Aopabila dibiarkan terus menerus pengguna jasa angkutan tersebut tidak mempunyai jaminan perlindungan hukum, karena angkutan itu tidak mengikuti ketentuan menganai kewajiban-kewajiban angkutan umum menurut UULLAJ. Ditambah pula tidak ada jaminan perlindungan hukum, karena angkutan itu tidak mengikuti ketentuan menganai kewajiban-keweajiban yang ditentukan oleh UULLAJ. Ditambah pula tidak ada jaminan tanggung jawab dan ganti kerugian dari awak dan pemilik/ perngusaha angkutan tersebut terhadap pengguna jasa angkutan itu.

Angkutan tersebut keberadaannya meresahkan angkutan umum resmi berplat kuning. Akibatnya bisa timbul persengketaan dalam hal penumpang akibat penyerobatan pemnumpang oleh mobil pribadi berplat hitam sebagai angkutan umum. sehingga rawan memicu perkelahian antar awak angkutan umum resmi berplat kuning dengan awak angkutan umum ilegal berplat hitam.


(6)

UULLAJ dalam hal ini secara tegas melarang keberadaan mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum, karena tidak memiliki ijin usaha yang sah seperti diatur dalam Pasal 173 maka dapat dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 308 UULLAJ :

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum yang:

a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a.

b. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b.

c. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c.

d. menyimpang dari izin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.

Mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum merupakan masalah komplek angkutan umum yang keberadaannya sebenarnya dapat merugikan masyarakat dan negara. Sehingga harus mendapat perhatian dan membutuhkan peranan pemerintah untuk menindaklanjutinya.

E. Acuan Peraturan yang Digunakan Untuk Mengatur Kendaraan Bermotor Pribadi Sebagai Angkutan Umum.

Kendaraan bermotor pribadi sangat banyak digunakan sebagai angkutan umum. kita tidak menutup mata bahwa hal tersebut sudah dilakukan oleh pemilik kendaraan bermotor pribadi sehari-hari dan lebih parah lagi dijadikan sebagai mata pencaharian. Pemilik kendaraan bermotor pribadi tersebut mengetahui bahwa tindakan itu sebenarnya telah melanggar


(7)

hukum khususnya terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 dan peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Kendaraan bermotor (mobil) yang digunakan sebagai angkutan umum sebelumnya harus memenuhi persyaratan Undang-undang Lalu Lintas dan Jalan Umum (UULLAJ) terlebih dahulu. Hal tersebut perlu dilakukan mengingat jaminan pelayanan kualitas angkutan umum harus diutamakan. Persyaratan-persyaratan tersebut meliputi izin usaha, trayek, dan operasi angkutan umum, kelaikan jalan mobil yang digunakan sebagai angkutan umum, asuransi kendaraan angkutan umum, serta ketentuan mobil yang harus dipenuhi sebagai angkutan umum menurut UULLAJ. Adapun izin usaha angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang diatur dalam Pasal 173 UULLAJ yang berbunyi antara lain :

Pasal 173 UULLAJ:

1. Perusahaan Angkutan Umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki:

a. izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek. b. izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek. c. izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat.

2. Kewajiban memiliki izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. pengangkutan orang sakit dengan menggunakan ambulans. b. pengangkutan jenazah.


(8)

Syarat wajib perolehan ijin usaha angkutan umum lebih khusus diatur dalam Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 mengenai persyaratan yang wajib dipenuhi yaitu : 1. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

2. Memiliki Akte pendirian perusahaan bagi pemohon yang berbentuk badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) huruf a dan huruf b, Akte Pendirian Koperasi bagi pemohon sebagaiman dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c dan tanda jati diri bagi pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d;

3. Memiliki surat keterangan domisili perusahaan; 4. Memiliki Surat Ijin Tempat Usaha (SITU);

5. Pernyataan kesanggupan untuk memiliki atau menguasai kendaraan bermotor;

6. Pernyataan kesanggupan untuk menyediakan fasilitas penyimpanan kendaraan bermotor.

Untuk izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek diatur dalam pasal pasal-pasal berikut ini :

Pasal 174 UULLAJ:

1) Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) berupa dokumen kontrak dan/atau kartu elektronik yang terdiri atas surat keputusan, surat pernyataan, dan kartu pengawasan.

2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui seleksi atau pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.


(9)

3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa izin pada 1 (satu) trayek atau pada beberapa trayek dalam satu kawasan.

Syarat wajib lainnya untuk memperoleh ijin trayek angkutan umum tertuang dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 yaitu :

1) untuk memperoleh ijn trayek sebagaiman dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) wajib memenuhi persyaratan :

a. memiliki ijin usaha angkutan;

b. memiliki atau menguasai kendaraan bermotor yang laik jalan;

c. memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan kendaraan bermotor;

d. memiliki atau menguasai fasilitas perawatan kendaraan bermotor.

2) untuk kepentingan tertentu kepada perusahaan angkutan dapat diberikan ijin untuk menggunakan kendaraan bermotor cadangannya menyimpang dari ijin trayek yang dimiliki.

Pasal 175 UULLAJ:

1. Izin penyelenggaraan angkutan umum berlaku untuk jangka waktu tertentu

2. Perpanjangan izin harus melalui proses seleksi atau pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 ayat (2).

Pasal 176 UULLAJ:

Izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a diberikan oleh:

1. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:

a. trayek lintas batas negara sesuai dengan perjanjian antarnegara.

b. trayek antarkabupaten/kota yang melampaui wilayah 1 (satu) provinsi. c. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1 (satu) provinsi. d. trayek perdesaan yang melewati wilayah 1 (satu) provinsi.

2. Gubernur untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani:

a. trayek antarkota yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.

b. trayek angkutan perkotaan yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten/kota dalam satu provinsi.


(10)

c. trayek perdesaan yang melampaui wilayah 1 (satu) kabupaten dalam satu provinsi.

3. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek yang seluruhnya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

4. Bupati untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani: a. trayek perdesaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten. b. trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kabupaten.

5. Walikota untuk penyelenggaraan angkutan orang yang melayani trayek perkotaan yang berada dalam 1 (satu) wilayah kota.

Pasal 177 UULLAJ:

Pemegang izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek wajib: 1. Melaksanakan ketentuan yang ditetapkan dalam izin yang diberikan. 2. Mengoperasikan Kendaraan Bermotor Umum sesuai dengan standar

pelayanan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 ayat (1). Lebih khusus mengenai Permohonan ijin trayek angkutan umum diatur dalam Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 1993 yaitu :

1) Permohonan ijin trayek sebagaimana dimaksud dalalam Pasal 26 ayat (2) diajukan kepada menteri.

2) Persetujuan atau penolakan ijin trayek diberikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

3) penolakan permohonan ijin trayek sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan secara tertulis disertai dengan alasan penolakan.

Sedangkan untuk perizinan penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek diatur dalam pasal 179 UULLAJ yang antara lain berbunyi :

Pasal 179 UULLAJ:

1) Izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b diberikan oleh:

a. Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk angkutan orang yang melayani: 1. angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui 1 (satu) daerah

provinsi.


(11)

3. angkutan pariwisata.

b. Gubernur untuk angkutan taksi yang wilayah operasinya melampaui lebih dari 1 (satu) daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; c. Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk angkutan taksi dan

angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

d. bupati/walikota untuk taksi dan angkutan kawasan tertentu yang wilayah operasinya berada dalam wilayah kabupaten/kota.

2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Dan untuk izin penyelenggaraan angkutan untuk barang diatur dalam Pasal 180 UULLAJ yang isinya antara lain :

Pasal 180:

1) Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan rekomendasi dari instansi terkait.

2) Izin penyelenggaraan angkutan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan pemberian izin

penyelenggaraan angkutan barang khusus dan alat berat diatur dengan peraturan Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Khusus bagi angkutan umum untuk keperluan wisata termasuk carter dan sewa, juga harus memiliki perizinan. Mobil yang dipergunakan tetap berplat hitam bukan kuning seperti angkutan umum lain akan tetapi menggunakan tanda atau kode khusus pada plat nomornya dan ijinnya diatur sendiri oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR). Hal tersebut diatur dalam pasal 154 UULLAJ yakni :


(12)

1) Angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 huruf c harus digunakan untuk pelayanan angkutan wisata. 2) Penyelenggaraan angkutan orang untuk keperluan pariwisata sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus menggunakan mobil penumpang umum dan mobil bus umum dengan tanda khusus.

3) Angkutan orang untuk keperluan pariwisata tidak diperbolehkan menggunakan Kendaraan Bermotor Umum dalam trayek, kecuali di daerah yang belum tersedia angkutan khusus untuk pariwisata.

Mobil yang digunakan sebagai angkutan umum harus memiliki ijin operasi angkutan karena sudah diatur dalam Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 yaitu :

1) Untuk melakukan kegiatan pengangkutan dengan kendaraan umum tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, wajib memiliki ijin operasi angkutan.

2) Iijin operasi angkutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan oleh Menteri.

Perolehan ijin operasional angkutan umum diatur dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 yang mana persyaratannya sebagai berikut :

1. Memiliki ijin usaha angkutan.

2. Memiliki atau menguasai fasilitas penyimpanan kendaraan bermotor.

3. Memiliki atau menguasai fasilitas perawatan kendaraan bermotor.

Permohonan ijin operasi angkutan umum diatur dalam Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 yaitu :

1) Permohonan ijin operasi angkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) diajukan kepada Menteri.

2) Persetujuan permohonan penolakan ijin operasi diberikan dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap.

3) Penolakan ijin operasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan secara tertulis disertai dengan alasan penolakan.


(13)

Mobil yang akan dipergunakan sebagai angkutan umum sebelumnya harus memenuhi persyratan teknis dan laik jalan serta sesuai dengan peruntukannya sebagai angkutan umum yang memadai. Tujuannya untuk memenuhi keselamatan dan kenyamanan penumpang beserta awak angkutan umum secdiri mengingat keselamatan keduanya harus diutamakan.

Hal ini sesuai dengan bunyi dari pasal 48 UULLAJ ayat 1 sampai 3 yang berbunyi :

Pasal 48:

1) Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.

2) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. susunan

b. perlengkapan c. ukuran d. karoseri

e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya f. pemuatan

g. penggunaan

h. penggandengan Kendaraan Bermotor i. penempelan Kendaraan Bermotor.

3) Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:

a. emisi gas buang b. kebisingan suara

c. efisiensi sistem rem utama d. efisiensi sistem rem parkir e. kincup roda depan

f. suara klakson

g. daya pancar dan arah sinar lampu utama h. radius putar

i. akurasi alat penunjuk kecepatan

j. kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban


(14)

Sedangkan mengenai kenyamanan dan keamanan penumpang dalam mempergunakan fasilitas angkutan dapat ditegaskan pada pasal 34 UULLAJ, yang menyatakan bahwa “Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor wajib menggunakan kendaraan bermotor untuk penumpang.”

Pasal 137

1) Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.

2) Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.

3) Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.

4) Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:

a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;

b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mobil barang yang digunakan untuk angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.

Asuransi juga harus dipenuhi sebagai penunjang persyaratan keselamatan, khususnya bagi penumpang umum dan awak angkutan selain persyaratan teknis dan laik jalan bagi kendaraan bermotor khususnya mobil yang akan dijadikan sebagai angkutan umum. dalam Pasal 237 UULLAJ yang mengatur asuransi yaitu:

Pasal 237:

1) Perusahaan Angkutan Umum wajib mengikuti program asuransi kecelakaan sebagai wujud tanggung jawabnya atas jaminan asuransi bagi korban kecelakaan.

2) Perusahaan Angkutan Umum wajib mengasuransikan orang yang dipekerjakan sebagai awak kendaraan.


(15)

Menurut penjelasan Pasal 237 UULLAJ disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “awak kendaraan” adalah Pengemudi, Pengemudi cadangan, kondektur, dan pembantu Pengemudi.

Ketentuan-ketentuan mengenai mobil yang harus dipenuhi sebagai angkutan umum adalah mobil tersebut harus sah didaftarkan dan lulus uji dari Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) untuk beroperasi di jalan. Mengenai pengujian kendaraan bermotor diatur dalam Pasal 49 UULLAJ yaitu :

Pasal 49:

1) Kendaraan Bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di Jalan wajib dilakukan pengujian.

2) Pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. uji tipe.

b. uji berkala.

Menurut UULLAJ uji tipe terdiri atas pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap. Sedangkan Uji berkala meliputi kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik Kendaraan Bermotor dan pengesahan hasil uji.

Uji tipe sebagaimana dimaksud dilaksanakan oleh unit pelaksana uji tipe Pemerintah. Sedangkan untuk pengujian fisik berkala pada kendaraan bermotor selain bisa dilakukan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota juga bisa dilakukan oleh unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang


(16)

mendapat izin dari Pemerintah; atau unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari Pemerintah.

Tujuan pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala adalah untuk menjaga agar kendaraan bermotor selalu memenuhi syarat teknis, tidak membahayakan dan tetap dalam keadaan laik jalan, termasuk persyaratan ambang batas emisi gas buang dan kebisingan harus dipenuhi.50

Pendaftaran kendaraan bermotor terutama bagi mobil yang digunakan sebagai angkutan umum juga penting, karena menyangkut pengendalian kendaraan yang beroperasi di jalan. Diatur dalam Pasal 64 UULLAJ yaitu :

1) Setiap Kendaraan Bermotor wajib diregistrasikan.

2) Registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. registrasi Kendaraan Bermotor baru;

b. registrasi perubahan identitas Kendaraan Bermotor dan pemilik; c. registrasi perpanjangan Kendaraan Bermotor; dan/atau

d. registrasi pengesahan Kendaraan Bermotor.

3) Registrasi Kendaraan Bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

a. tertib administrasi;

b. pengendalian dan pengawasan Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Indonesia;

c. mempermudah penyidikan pelanggaran dan/atau kejahatan;

d. perencanaan, operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan

e. perencanaan pembangunan nasional.

4) Registrasi Kendaraan Bermotor dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui sistem manajemen registrasi Kendaraan Bermotor.

5) Data registrasi dan identifikasi Kendaraan Bermotor merupakan bagian dari Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan digunakan untuk forensik kepolisian.

50


(17)

6) Ketentuan lebih lanjut mengenai registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Setelah kendaraan tersebut didaftarkan, maka diberikan bukti pendaftaran kendaraan bermotor (BPKB) sebagai tanda bukti pendaftaran atas kendaraan tersebut. Selain diberikan BPKB, diberikan pula Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) dan tanda nomor kendaraan bermotor bagi kendaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.51

Mengenai standar mobil yang dipergunakan dalam angkutan umum dimana sesuai dengan peruntukannya mengacu pada Pasal 137 UULLAJ yaitu :

1) Angkutan orang dan/atau barang dapat menggunakan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Tidak Bermotor.

2) Angkutan orang yang menggunakan Kendaraan Bermotor berupa Sepeda Motor, Mobil penumpang, atau bus.

3) Angkutan barang dengan Kendaraan Bermotor wajib menggunakan mobil barang.

4) Mobil barang dilarang digunakan untuk angkutan orang, kecuali:

a. rasio Kendaraan Bermotor untuk angkutan orang, kondisi geografis, dan prasarana jalan di provinsi/kabupaten/kota belum memadai;

b. untuk pengerahan atau pelatihan Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; atau

c. kepentingan lain berdasarkan pertimbangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau Pemerintah Daerah.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai mobil barang yang digunakan untuk angkutan orang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.

Didalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993, juga ditegaskan mengenai mobil yang dipergunakan sebagai angkutan umum dalam Pasal 4 yaitu pengangkutan orang dengan

51


(18)

kendaraan umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang.

C. Praktek Pengangkutan Penumpang Di Bandara Kualanamu Internasional Airport Oleh Pemilik Mobil Pribadi.

Keberadaan mobil pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum oleh para pemiliknya khususnya yang digunakan sebagai angkutan umum (pada angkutan umum di bandara Kualanamu Internasional (Airport) sangat banyak. Masyarakat sendiri cenderung memilih kendaraan pribadi daripada menunggu mobil angkutan umum. Hal ini jelas keberadaan mobil pribadi sebagai angkutan umum sangat meresahkan dan banyak merugikan kendaraan-kendaraan umum yang beroperasi.

Banyaknya mobil pribadi sebagai angkutan umum bagi pihak angkutan umum resmi mengakibatkan persaingan tidak sehat dengan angkutan umum resmi. Kendaraan mobil pribadi tersebut dianggap mengambil rezeki atau penumpang yang seharunys di dapan oleh angkutan umum resmi. Selain itu mobil pribadi sebagai angkutan umum dapat menerapkan tarif angkutan semaunya pada penumpang, karena tidak mengacu pada ketentuan tarif yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum sering tidak membayar retribusi, tidak masuk terminal dan tidak menggunakan jasa pelayanan uji kendaraan. Ditambah lagi daya jelajah kendaraan tersebut dapat masuk kota dan pelosok yang tidak dapat dimasuki angkutan umum resmi. Hal itu yang menyebabkan para


(19)

angkutan resmi di Bandara Kualanamu Airport merasa tersaingi dengan adanya angkutan pribadi yang mengangkut penumpang.

Bagi para pengguna angkutan umum seharusnya bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak, kendaraan bermotor plat kuning yang sudah memenuhi persyaratan sudah pasti dilengkapi asuransi, baik asuransi kendaraan maupun asuransi jiwa terhadap para penumpang sebagai konsumen. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pun banyak terdapat pada mobil penumpang pribadi yang dijadikan sebagai mobil angkutan umum, baik dari cara menaikkan penumpang, menurunkan penumpang sampai pada menentukan tarif yang relatif lebih mahal dari angkutan umum pada umumnya.

Prakteknya seringkali dijumpai mobil penumpang umum yang beroperasi dengan menggunakan plat hitam dengan berani parkir di pinggir ruas jalan, dimana hal ini jelas nantinya akan merugikan para pemilik mobil penumpang umum yang resmi (plat kuning), yang sudah memiliki izin trayek resmi dan membayar retribusi kepada Pemerintah. Keberadaan angkutan plat hitam bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam undang-undang tersebut, semua angkutan umum, termasuk travel, wajib memiliki izin usaha dan menggunakan plat kuning.

Pengangkutan penumpang di Bandara Kualanamu Internasional Airport mobil angkutan umum yang berplat hitam hampir mendominasi trayek yang ada, kalau hal ini dibiarkan secara terus-menerus hal yang paling ditakutkan nantinya akan terjadi misalnya saja iklim usaha jasa yang ada akan sedikit demi sedikit tidak akan kondusif. Keberadaan mobil penumpang umum plat hitam ini juga


(20)

yang akan menghancurkan cita-cita Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, dimana salah satunya adalah menciptakan suasana yang kondusif baik para pemilik mobil penumpang umum maupun penumpang sebagai konsumen.

Keberadaan mobil penumpang umum jelas sudah menyalahi aturan perundang-undangan yang ada, mulai dari fungsi mobil yang seharusnya untuk pribadi difungsikan untuk umum, tidak masuk terminal, dan sebagainya. Ironisnya yang ada, dengan keberaan mobil penumpang umum masyarakat lebih cenderung memilih kendaraan penumpang umum plat hitam, dan hal semacam ini jangan langsung menyalahkan masyarakat karena masyarakat masih kurang paham terhadap aturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan hasil penelitian Di Bandara Kualanamu Airport Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara keberadaan mobil pribadi yang dijadikan angkutan penumpang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Banyaknya mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum (taksi gelap) mengakibatkan persaingan tidak sehat dengan angkutan umum resmi. Berikut daftar peningkatan mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum (taksi gelap) dari tahun ke tahun.

Tabel 1

Daftar Peningkatan Mobil Pribadi Yang Dijadikan Angkutan Umum (Taksi Gelap)

No Tahun Jumlah

1 2012 70

2 2013 101

3 2014 140

Sumber data : Data diolah berdasarkan hasil wawancara terhadap supir angkutan taksi gelap yang berada di Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.


(21)

Selain itu mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum (taksi gelap) dapat menerapkan tarif angkutan semaunya kepada penumpang, karena tidak mengacu pada ketentuan tarif yang telah ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ketentuan tersebut hanya berlaku kepada angkutan taksi/kendaraan berplat kuning. Ditambah dengan tidak adanya jaminan keselamatan jiwa dari pemerintah atau supir mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum (taksi gelap) itu sendiri. Hal ini disebabkan mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum (taksi gelap) tidak melalui perizinan yang resmi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM.35 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orrang di Jalan dengan Kendaraan Umum.


(22)

BAB IV

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNGJAWAB PEMILIK MOBIL PRIBADI YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ANGKUTAN

UMUM (PADA ANGKUTAN UMUM DI BANDARA KUALANAMU INTERNASIONAL (AIRPORT)

A. Tanggungjawab Pemilik Mobil Pribadi yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum.

a. Tanggungjawab menurut Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, pihak-pihak dapat membuat ketentuan yang membatasi tanggung jawab pihak dalam perjanjian. Dalam hal ini pengangkut dapat membatasi tanggung jawab berdasarkan kelayakan. Perjanjian dibuat secara tertulis, biasanya pembatasan dituliskan secara tegas dalam syarat-syarat atau klausula perjanjian akan tetapi apabila perjanjian dibuat secara tidak tertulis maka kebiasaan yang berintikan kelayakan atau keadilan memegang peranan penting, disamping ketentuan Undang Undang karena bagaimanapun pihak-pihak dilarang menghapus sama sekali tanggung jawab (Pasal 470 ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Dagang, untuk pengangkut).

b. Tanggungjawab menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

KUHPerdata mengatur tentang tanggung jawab pengangkut ditentukan dalam Pasal 1236 dan 1246 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, menurut Pasal 1236 pengangkut wajib membayar ganti kerugian atas biaya, kerugian yang diderita dan bunga yang layak diterima, bila ia tidak dapat menyerahkan atau tidak merawat sepatutnya untuk menyerahkan barang muatan.

Tanggung jawab berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang Undang Hukum Perdata “Setiap orang bertanggung jawab untuk kerugian-kerugian yang


(23)

ditimbulkan karena perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Pihak yang dirugikan harus membuktikan bahwa kerugiannya diakibatkan karena perbuatan melawan hukum tersebut”.

Tanggung jawab pengangkut dibatasi dengan ketentuan Pasal 1247 dan Pasal 1248 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, kerugian penerimaan dan pengiriman barang menjadi beban pengangkut yang dibatasi dengan syarat sebagai berikut :

a. Kerugian dapat diperkirakan secara layak, pada saat timbulnya perikatan. b. Kerugian itu harus merupakan akibat langsung dari tidak terlaksananya

perjanjian pengangkutan.

Pengurangan dan peniadaan tanggung jawab boleh diberikan asal saja mendapat persetujuan dari pihak-pihak pengirim maupun penerima barang karena sifatnya dwingen recht (Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata). Klausul pengurangan tanggung jawab pengangkutan diadakan seimbang dengan biaya pengurangan angkutan, tetapi imbangan tersebut diperkirakan sedemikian rupa barang yang diangkut tetap terjamin keselamatannya dan tidak akan merugikan pihak pengirim barang, oleh karena itu dalam hal ini pengirim perlu mendapat perlindungan dari pembentukan Undang Undang.

2. Tanggungjawab menurut Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Pasal 234 ayat (1) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa pemilik, penyedia jasa angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau


(24)

pemilik barang sedangkan pada Pasal 235 ayat (1) Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan menyebutkan bila terjadi kecelakaan sampai terjadinya kematian maka pihak pengemudi, penyedia jasa angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris berupa biaya pengobatan dan biaya pemakaman dengan tidak menghilangkan tuntutan perkara pidana.

Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan cedera maka pihak pengemudi dan penyedia jasa angkutan umum wajib memberikan bantuan berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana (Pasal 235 ayat (2) Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian bukan timbul karena kesalahannya (Pasal 24 Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan).

Pembatasan tanggung jawab yaitu prinsip yang membatasi tanggung jawab pengangkut sampai jumlah tertentu. Prinsip pembatasan tanggung jawab ini mempunyai dua variasi yaitu Mungkin dilampaui dan Tidak mungkin dilampaui.52 Pengangkut bertanggung jawab atas kecelakaan itu maka pengangkut harus membayar ganti rugi kepada penumpang maupun non penumpang yang menderita kecelakaan.53

Pasal 1367 ayat 1 KUHPerdata mengatur bahwa “ setiap orang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang

52

Syaiful Watni, Op.Cit, hal.61 53


(25)

menjadi tanggungannya, atau disebabkan oleh barang yang berada di bawah pengawasannya.”

Pasal 523 KUHDagang juga mengatur bahwa ” si Pengangkut harus menanggung terhadap segala perbuatan dari mereka yang dipekerjakannya, dan terhadap benda yang dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut”.

Berdasarkan Pasal 1367 KUHPerdata yang berkaitan dengan Pasal 523 KUHDagang di atas, seorang pengusaha bertanggung jawab atas kelalaian buruh atau pegawainya, misalnya bila seorang supir, karena kelalaiannya menabrak mobil orang lain, sehingga ada penumpang yang menderita luka-luka, maka pengusaha yang menjadi atasan supir tersebut bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh penumpang bahkan tuntutan ganti rugi yang diajukan oleh pemilik mobil yang ditabrak.

Bila seorang penumpang mengajukan tuntutan ganti rugi karena luka atau kerugian lain kepada pengangkut, penumpang tersebut cukup mendalilkan bahwa dirinya menderita kerugian yang disebabkan oleh pengangkutan tersebut. Jika tuntutan itu dibantah oleh pengangkut, maka pengangkut harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Jadi, jika ada tuntutan dari penumpang yang menderita kerugian, maka beban pembuktian berada pada pengangkut,.

Abdulkadir Muhammad mengemukakan prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum pengangkutan sebagai berikut :54

54


(26)

a. Tanggung Jawab karena Kesalahan.

Menurut prinsip ini, setiap pengangkutan yang melakukan kesalahan dalam menyelengggrakan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kesalahannya. Pada pengangkutan darat dengan kendaraan bermotor, tanggung jawab ini ditentukan dalam pasal 28 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yang mengatur: Pengemudi kendaraan bermotor bertanggung jawab atas kerugian yang diderita penumpang, yang timbul akibat kelalaian atau kesalahan pengemudi dalam mengemudikan kendaraan bermotor.

b. Tanggung Jawab Mutlak

Menurut prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa ada keharusan pembuktian ada atau tidaknya kesalahan pengangkut.

a. Tanggung Jawab karena Praduga

Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakan.Beban pembuktian ada pada pihak pengangkut bukan pada pihak yang dirugikan. Pihak yang dirugikan cukup menunjukkan adanya kerugian yang diderita dalam pengangkutan yang diselenggarakan oleh pengangkut

Menurut H.M.N Purwosutjipto, prinsip tanggung jawab berdasarkan praduga memiliki 3 (tiga) variasi, yakni sebagai berikut:

1. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian ditimbulkan oleh hal-hal di luar kekuasaannya (Pasal 522 KUHD).


(27)

2. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan timbulnya kerugian.

3. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian bukan timbul karena kesalahannya (Pasal 24 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya).55

B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Dinas Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya Dalam Menertibkan Mobil Pribadi Sebagai Angkutan Umum.

Semakin banyaknya mobil pribadi sebagai angkutan umum (takis gelap) khususnya di Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara mengindikasikan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah tidak berhasil. Gagalnya usaha pemerintah dalam menertibkan mobil pribadi sebagai angkutan umum (takis gelap) khususnya di Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara sangat merugikan pihak pengusaha angkutan umum resmi sebab mobil pribadi sebagai angkutan umum (takis gelap) tersebut telah merebut penumpang serta membuat pendapatan supir angkutan umum resmi berkurang. Menurut supir mobil pribadi sebagai angkutan umum (takis gelap) sebenarnya mereka tidak boleh lagi untuk mangkal di Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara karena larangan dari pihak bandara.56

55

H.M.N Purwosutjipto, Op..Cit, hal. 28-29. 56

Hasil Wawancara Dengan Firman Lubis, Supir Taksi Gekap di Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara Tanggal 06 Oktober 2015 Pukul 10.00 Wib.


(28)

Menurut supir mobil pribadi sebagai angkutan umum (takis gelap) di Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, bahwa sekarang menggunakan sistem langganan sehingga apabila pelanggan membutuhkan jasa angkutan taksi gelap, penumpang dapat menelepon supir angkutan taksi gelap. Tetapi terkadang apabila sedang penumpang ke bandara para supir angkutan taksi gelap mencari penumpang dengan bantuan calo dari pada pulang dengan tidak membawa uang tambahan. 57

Supir mobil pribadi sebagai angkutan umum (takis gelap) khususnya di Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara menyebutkan bahwa mereka tidak dapat berlama-lama dan menawarkan jasa angkutan taksi gelap secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan oleh pihak Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara. Bila para supir angkutan taksi gelap merasa sudah merasa lama berada di bandara dan tidak mendapatkan penumpang, maka para supir angkutan taksi gelap pun pulang karena supir angkutan taksi gelap takut ketahuan pihak Bandara Kualanamu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara.58

Faktor-faktor yang mempengaruhi angkutan taksi gelap banyak digunakan sebagai angkutan umum tetapi juga dilarang karena kurangnya jaminan keselamatan jiwa adalah disebabkan :

57 Ibid 58


(29)

a. Faktor Ekonomi

Dalam kehidupan sehari-hari seseorang harus memenuhi kebutuhan hidupnya dan berusaha memperoleh penghidupan yang layak, bagi dirinya sendiri maupun keluarganya. Banyak cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari atau memperoleh penghidupan yang layak. Diantaranya bekerja menjadi Dokter, pengusaha sampai tukang becak. Begitu juga awak angkutan yang terdiri dari sopir dan kernet maupun pemilik/pengusaha angkutan umum. Mereka bekerja juga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan menuju penghidupan yang lebih baik. Bagi sopir dan kernet, mereka hampir seharian penuh bekerja untuk mengejar setoran yang telah ditetapkan oleh pemilik/ pengusaha angkutan umum.

Semakin bertambahnya jumlah angkutan umum dari hari ke hari, menandakan bahwa semakin banyak orang yang berkecimpung di dunia transportasi mempunyai potensi untuk dikembangkan mengingat angkutan umum semakin banyak dibutuhkan masyarakat untuk melakukan perjalanan. Dari tahun ke tahun orang yang mencari nafkah hidup dan berkecimpung di dunia transportasi, khususnya angkutan umum semakin banyak. Sementara angkutan umum resi berplat kuning yang diijinkan dan diakui oleh Pemerintah, jumlahnya dibatasi memicu beroperasinya


(30)

mobil pribadi berplat hitam yang digunakan sebagai angkutan umum.

Hal ini dapat mengakibatkan perebutan penumpang diantara angkutan resmi berplat kuning dengan angkutan umum tidak resmi berplat hitam. Angkutan umum resmi plat kuning menganggap bahwa awak angkutan umum plat hitam telah menyerobot penumpang yang seharusnya menjadi haknya. Akhirnya menimbulkan rawan pertengkaran antara awak angkutan umum resmi plat kuning dengan awak angkutan umum tidak resmi plat hitam, serta sama-sama berdalih mencari nafkah di bidang angkutan umum.

Selain itu apabila terjadi penindakan terhadap angkutan umum tidak resmi plat hitam oleh aparat yang berwenang di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, awak dan pemilik/ pengusaha angkutan tersebut tidak mau langsung dipersalahkan. Mereka berusaha merayu petugas dengan dalih faktor ekonomi yang tidak memungkinkan untuk mengurus ijin dan memberi uang damai agar mereka bisa beroperasi lagi.

b. Faktor banyaknya jumlah pengguna jasa angutan umum yang tidak tertampung oleh angkutan umum resmi.

Semakin bertambah banyaknya jumlah pengguna jasa angkutan umum ditambah mobilitas yang tinggi dari pengguna jasa itu sendiri dari tahun ke tahun menimbulkan permasalah


(31)

baru di bidang angkutan umum. hal ini mengingat jumlah angkutan resmi sendiri terbatas dalam kenytaannya untuk menampung keseluruhan jumlah pengguna jasa angkutan umum yang selalu bertambah. Akibtanya hal tersebut dapat mengakibatkan pengguna jasa angkutan umum yang tidak tertampung oleh armada angkutan umum resmi beralih ke armada angkutan umum tidak resmi plat hitam untuk melayaninya.

Dalam hal ini pengguna jasa angkutan umum tersebut dihadapkan pada sutau dilema, mengingat angkutan tersebut tidak memberikan jaminan asuransi dan ganti kerugian apabila terjadi musibah yang timbul dari angkutan itu. pengguna jasa angkutan itu terpaksa harus menerima resiko apabila menggunakan jasa angkutan umum tidak resmi tersebut. Angkutan umum tidak resmi tidak bisa menampung keseluruhan jumlah pengguna jasa angkutan umum, karena jumlah armadanya harus dibatasi dalam masing-masing trayek kecuali kobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum pariwisata, carter dan sewa. Jumlah mobil yang beroperasi sebagai angkutan umum harus dibatasi karena terkait dengan nafkah hidup awak angkutan dan pengendalian serta pengawasan serta penertiban operasional angkutan umum oleh pemerintah. Semakin banyak angkutan umum resmi yang beroperasi, semkin banyak juga angkutan umum resmi yang dapat menimbulkan persaingan tidak


(32)

sehat antar awak angkutan resmi sendiri dalam mencari nafkah hidup. Akibatnya semakin sedikit peluang mendapatkan penumpang sebanyak-banyaknya bagi seseorang.

Jumlah angkutan umum resmi dalam hal trayek diatur dengan Pasal 28 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 mengenai Pembukaan Trayek Baru dengan ketentuan yaitu : 1) Adanya permintaan angkutan yang potensial, dengan perkiraan

faktor muatan diatas 70 % (tujuh puluh persen); 2) Tersedianya fasilitas terminal yang sesuai.

Selain itu pembatasan jumlah angkutan umum resmi yang diperbolehkan beroperasi dan penambahan jumlah angkutan dalam suatu wilayah operasi, diatur pula dalam Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993. Dicantumkan dalam Pasal tersebut bahwa pebetapan wilayah operasi yang terbuka untuk penambahan jumlah kendaraan bermotor, dilakukan apabila tingkat penggunaan kendaraan bermotor diatas 60 % (enam puluh persen).

Mengingat jumlah angutan umum resmi yang harus dibatasi seperti ketentuan yang tersebut diatas, membuat pengguna jasa angutan umum beralih dan terpaksa memanfaatkan armada mobil pribadi sebagai anggutan umum tidak resmi. Pengguna jasa angkutan umum terpaksa menanggung resiko yang terjadi terhadap musibah dan tindakan sewenang-wenang terhadap


(33)

tindakan awak angkutan tersebut menganai tarif dan tata cara penangkutan penumpang. Dimana pengguana jasa angkutan tidak memperoleh jaminan asuransi dan ganti kerugian.

c. Faktor Administrasi Mengenai Ijin Angkutan Umum

Ijin bagi angkutan umum mutlak diperlukan. Suatu kendaraan bermotor (mobil) yang mendapatkan ijin tersebut, keberadaannya menjadi sah dan diakui oleh Pemerintah sebagai angkutan umum resmi dengan memakai plat nomor kuning. Disamping mobil trersebut telah memenuhi persyaratan teknis laik jalan sebagai angkutan umum menurut Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM. 35 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum. Tetapi untuk memerpoleh ijin angkutan umum pemilik/ pengusaha yang memiliki mobil pribadi untuk dijadikan angkutan umum diharuskan mengurus administrasi sebelumnya. Diantaranya memenuhi persyaratab-persyratan dalam ijin usaha, trayek dan operasi, membayar sumbangan wajib dan dana asuransi Jasa Raharja serta pengutan-pungutan lainnya. Biaya pengurusannya jauh lebih besar daripada biaya pengurusan mobil pribadi.

Ditambah pula biaya perawatan dan operasional angkutan umum resmi tiap tahun sangat besar disamping perpanjangan ijin


(34)

angkutan umum tiap tahunnya. Sehingga secara keseluruhan pemilik/ pengusaha angkutan angkutan umum menanggung biaya yang jauh lebih besar daripada biaya untuk mobil pribadi. Karena itu banyak pemilik/ pengusaha mobil pribadi tidak mau mengurus perijinan angkutan umum, karena mengoperasikan mobil pribadi sebagai angkutan umum sudah mengeluarkan banyak biaya tiap tahunnya. Biaya operasional semakin membengkak tiap tahunnya sejak krisis moneter melanda di Indonesia. Sehingga mereka memilih untuk tidak mengurus ijin karena hal-hal tersebut di atas disamping menghidari prosedur perijinan yang menurut pemilik/ pengusaha angkutan mobil pribadi dirasa berbelit-belit serta menyita waktu bagai mereka sehingga bagi mereka lebih baik menghindari hal tersebut.

d. Faktor tidak adanya jaminan asuransi jiwa kepada para penumpang apabila terjadi suatu kecelakaan.

Pengangkutan dalam menjalankan kewajibanya yaitu menyelenggarakan jasa angkutan umum bagi pengguna jasa dengan selamat sampai di tempat tujuan tidak dapat terlaksana dengan baik. Penumpang dalam hal pengangkutan ini tidak disertai dengan asuransi jiwa bagi para penumpang sehingga apabila terjadi suatu kesalahan dalam pengangkutan yang mengakibatkan kecelakaan. Hal tersebut dapat terjadi apabila dalam melakukan penangkutan melakukan kesalahan dalam


(35)

memberikan pelayanan bagi penumpang. Adanya tindakan pengangkutan yang tidak memperhatikan keselamatan dan kenyamanan bagi penumpang (dalam hal ini dilakukan oleh pengemudi) pada saat mengemudikan mobil taksi gelap tidak berhati-hati dan mengemudikan secara tidak wajar. Hal tersebut tentu saja tidak sesuai dengan kewajiban pengangkut yang seharusnya dapat mengemudikan dan melaksanakan pengangkutan dengan baik.

Dalam mengatasi kendala-kendala yang terjadi di bidang angkutan umum, khusus terhadap mobil pribadi yang dipergunakan sebagai angkutan umum tidak resmi seperti yang diuraikan diatas, pihak DLLAJR mengalami hambatan-hambatan. Antara lain seperti kurangnya informasi dan komuniskasi kepada masyarakat menganai mobil pribadi sebagai angkutan umum menurut undang-undang dan peraturan pemerintah mengenai lalu lintas dan angkutan jalan raya (UULLAJ) dan kemampuan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas.

a. Kurangnya informasi dan komunikasi kepada masyarakat

Makin menjamurnya mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum yang beroperasi di jalan raya oleh pemilik/ pengusaha angkutan tersebut, bisa jadi oleh karena kurang genjarnya sosialisasi UULLAJ. Sosialisasi tersebut berupa komunikasi dan informasi mengenai ketentuan-ketentuan


(36)

angkutan umum berdasarkan UULLAJ oleh pihak DLLAJR kepada pemilik/ pengusaha angkutan umum.

Akibat kurang gencarnya sosialisasi tersebut oleh pihak DLLAJR, maka banyak pemilik/pengusaha yang menajalankan mobil pribadi berplat hitam sebagai angkutan umum. mereka belum mengerti dan memahami mengenai ketentuan dan persyratan angkutan umum resmi beserta tindak pidana bagi yang melanggarnya menurut UULLAJ. Sehingga pemilik/ pengusaha mobil angkutan umum oplat hitam dengan bersikap masa bodoh tetap mengoperasikan angkutannya, karena dengan alasan belum mendengar sosialisasi UULLAJ mengenai angkutan umum.

Disamping itu bagi pemilik/ pengusaha untuk mengurus perijinan angkutan umum resmi, biayanya mahal karena mereka sudah mengeluarkan biaya banyak dalam mengoperasikan angkutannya. Mereka juga merasa prosedur perijinan dan administrasi berbelit-belit atau tidak mengerti harus kemana mereka mengurusnya menurut mereka.

Karena itu perlu bagi pihak DLLAJR untuk mensosialisasikan UULLAJ mengenai angkutan umum kepada pemilik/ pengusaha yang menjalankan mobil pribadi sebagai angkutan umum untuk menghentikan kegiatannya. Disamping itu mengurus perijinan angkutan umum yang sah menurut UULLAJ kepada pihak DLLAJR. Dalam sosialisasi UULLAJ mengenai


(37)

angkutan umum pihak DLLAJR dapat bekerja sama dan melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian untuk mensosialisasikan kepada pemilik/ pengusaha angkutan.

Dengan adanya sosialisasi UULLAJ yang gencar dan terus menerus mengenai angkutan umum oleh aparat yang berwenang dibidang angkutan jalan kepada pemilik/ pengusaha angkutan agar menjadi paham dan mengerti serta mematuhi dan melaksanakannya. Mereka tidak bisa mencari alasan-asalan lagi mengenai pelanggaran angkutan tersebut, karena sudah dianggap paham dan mengerti mengenai ketentuan UULLAJ mengenai angkutan umum yang resmi beserta prosedur perijinannya.

b. Kemampuan Aparat Penegak Hukum Dalam Melaksanakan Tugas

Untuk menanggulangi dan mencegah mobil pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum, dibutuhkan aparat penegak hukum yang berwenang dibidang angkutan jalan. Aparat tersebut adalah pihak Kepolisian dan pihak DLLAJR untuk menindak tegas pelanggaran tersebut karena tidak sesuai dengan UULLAJ. Tetapi pelanggaran tersebut tetap berlangsung bahkan semakin banyak saja setiap tahun, seolah-olah pihak Kepolisian dan DLLAJR tidak berdaya untuk mengatasinya.

Masih banyaknya pelanggaran tersebut ini merupakan bukti bahwa kemampuan aparat penegak hukum dalam melaksanakan


(38)

tugas masih kurang. Keterbatasan jumlah personel yang berwenang dalam pengawasan dan penindakan terhadap angkutan umum tidak resmi plat hitam menjadi kendala. Jumlah personel yang terbatas tidak maksimal untuk memberantas angkutan tersebut secara keseluruhan.

Penegakan hukum yang tidak tegas dan tidak konsisten juga turut mengurangi kemampuan aparat penegak hukum yang berwenang dibidang angkutan jalan dalam melaksanakan tugas. Seperti razia operasi terhadap angkutan umum tersebut hanya dilakukan pada waktu-waktu tertentu saja oleh aparat. Dimana tidak semua mobil pribadi plat hitam digunakan untuk digunakan sebagai angkutan umum yang beroperasi terjaring razia oleh aparat. Walaupun angkutan tersebut terjaring razia operasi, sebagian dari mereka yang tertangkap sudah kembali beroperasi.

Seharusnya aparat yang berwenang lebih banyak membentuk pos pengawasan di setiap titik wilayah yang sering dilalui oleh angkutan umum plat hitam tersebut. disamping itu aparat yang berwenang seharusnya menyebarkan intel dalam mengawasi dan menindak angkutan umum tersebut pada tiap-tiap jalur yang sering dilalui olehnya.

Selain itu oknum aparat memberikan toleransi kepada angkutan tersebut dengan menarik pungutan-pungutan liar (pungli) di tempat tertentu sehingga mengurangi kemampuan


(39)

aparat yang berwenang dalam melaksanakan tugas penegakan hukum. Pungli termasuk perbuatan yang memperkaya diri sendiri tanpa hak atau tidak halal, yang dapat diklasifikasikan sebagai korupsi. Apabila masalah pungli ini tidak ditangani secara struktural dan bersistem, dikhawatirkan akan terus berlanjut, sehingga menjadi beban masyarakat dan akhirnya membudaya yang sulit diberantas.59

Kemampuan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas menindak pelanggaran tersebut harus benar-benar dimaksimalkan dan ditingkatkan lagi. Dituntut lebih pintar, profesional, serta tangguh dalam melaksanakan tugasnya memberantas dan menertibkan angkutan umum plat hitam. Karena itu perlu adanya pembinaan mental dan keahlian tiap individu personel aparat secara kontinu dalam meningkatkan profesionalismenya.

C. Ketentuan dan Sanksi Hukum bagi Pemilik Mobil Pribadi Yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum.

Semakin banyak kendaraan taksi gelap yang dijadikan angkutan umum khususnya di Bandara Kualanamu Airport Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, maka terhadap angkutan taksi gelap terebut harus diberikan sanksi hukum yaitu :

59


(40)

1. Hukuman Denda atau kurungan bagi pemilik/ pengusaha kendaraan bermotor pribadi

Untuk memberantas penggunaan mobil pribadi sebagai angkutan umum oleh penegak hukum diperlukan suatu sanksi pidana berupa hukuman denda atau kurungan. Hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 mengenai berbagai ketentuan pidana yang dapat dijeratkan pada para pelanggar.

Ketentuan tersebut perlu diterapkan untuk memberikan peringatan dan shock therapy kepada pemilik/ pengusaha yang menjalankan mobil pribadi sebagai angkutan umum, bahwa melakukan perbuatan tersebut diancam pidana yang sangat berat. Juga menangkal pengoperasian angkutan tersebut yang semakin bertambah setiap tahunnya.

Sanki tersebut perlu diterapkan, mengingat keberadaan angkutan umum berplat hitam merugikan masyarakat dan negara. Merugikan masyarakat, karena angkutan tersebut tidak mempunyai jaminan asuransi dan ganti rugi serta dapat bertindak sewenang-wenang dalam hal tarif penumpang dan tata cara pengangkutan penumpang. Negara dirugikan pula karena tidak memperoleh retribusi dan pajak dari beroperasinya angkutan tersebut. Disamping itu menambah beban negara dalam pengendalian dan pengawasan serta penertiban angkutan umum.


(41)

Mobil pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum belum tentu memenuhi persyaratan sebagai angkutan umum sesuai UULLAJ. Mereka harus menjalani pengujian apakah sudah memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan serta sesuai peruntukannya sebagai angkutan umum sebagaimana disyaratkan oleh pihak DLLAJR menurut UULLAJ.

Seperti telah dijelaskan bahwa dalam Pasal 48 UULLAJ ditentukan bahwa Setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Persyaratan teknis terdiri atas: susunan; perlengkapan; ukuran; karoseri; rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya; pemuatan; penggunaan; penggandengan Kendaraan Bermotor; dan/atau penempelan Kendaraan Bermotor. Persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud ditentukan oleh kinerja minimal Kendaraan Bermotor yang diukur sekurang-kurangnya terdiri atas: emisi gas buang; kebisingan suara; efisiensi sistem rem utama; efisiensi sistem rem parkir; kincup roda depan; suara klakson; daya pancar dan arah sinar lampu utama; radius putar; akurasi alat penunjuk kecepatan; kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban; dan kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat Kendaraan. Serta dalam Pasal 106 ayat 3 ditentukan pula bahwa : Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib mematuhi ketentuan tentang


(42)

persyaratan teknis dan laik jalan. Bagi mereka yang mengoperasikan kendaraan bermotor (mobil) pribadi sebagai angkutan umum sesuai UULLAJ dan belum diujikan peruntukannya, syarat teknis dan laik jalan diancam pidana. Sesuai dengan Pasal 282 ayat 2 dan 3 yang berbunyi

Pasal 285 ayat 2 UULLAJ:

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu tanda batas dimensi badan kendaraan, lampu gandengan, lampu rem, lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan, kedalaman alur ban, kaca depan, spakbor, bumper, penggandengan, penempelan, atau penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Pasal 286 UULLAJ :

Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor beroda empat atau lebih di Jalan yang tidak memenuhi persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) juncto Pasal 48 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

Ketentuan mengenai persyaratan teknis dan laik jalan serta peruntukannya bgai kendaraan bermotor (mobil) yang dijadikan sebagai angkutan umum harus dipenuhi. Ini terkait dengan jaminan keselamatan dan kenyamanan pengguna jasa angkutan umum itu sendiri.

Para angkutan umum plat hitam, mereka tidak dilengkapi dengan perijinan meliputi ijin usaha, trayek dan operasi angkutan umum. ijin angkutan umum diharuskan oleh pemerintah terkait


(43)

dengan pengendalian dan pengawasan serta penertiban terhadap jumlah angkutan umum yang beroperasi di suatu wilayah.

Ijin tersebut mutlak diperlukan oleh kendaraan bermotor (mobil) yang dijadikan sebagai angkutan umum resmi. Dimaksudkan agar pemilik/ pengusaha angkutan umum senantiasa terus mengikuti dan mematuhi ketentuan-ketentuan angkutan umum sesuai UULLAJ.

Bagi pemilik/ pengusaha angkutan umum plat hitam yang tidak mengindahkan persyaratan mengenai perijinan suatu angkutan umum, diancam dengan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 308 UULLAJ :

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah), setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum yang:

a. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf a;

b. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan orang tidak dalam trayek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf b;

c. tidak memiliki izin menyelenggarakan angkutan barang khusus dan alat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) huruf c; atau

d. menyimpang dari izin yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173.

Selain peruntukan, persyaratan teknis dan laik jalan serta perijinan untuk angkutan umum, juga harus ada asuransi untuk kendaraan bermotor. Asuransi untuk kendaraan bermotor yang dijadikan sebagai angkutan umum berfungsi sebagai jaminan ganti kerugian dan bukti tanggung jawab pemilik/ pengusaha angkutan umum atas keselamatan orang dan atau barang


(44)

didalamnya. Tanpa ada asuransi dalam angkutan umum, maka kepentingan penumpang dan awak tidak terlindungi dengan adanya jaminan tanggung jawab atas kerugian dan keselamatan oleh pemilik/ pengusaha angkutan umum apabila terjadi sesuatu.

Kalau pemilik/ pengusaha kendaraan bermotor ada kesalahan atas terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menimpa korban, maka dia wajib mengganti jumlah pembayaran dana yang telah dibayarkan oleh Perum Asuransi Ganti Kerugian Jasa Raharja kepada si korban atau ahli warisnya.60

Apabila pengusaha angkutan kendaraan bermotor (mobil) yang dijadikan sebagai angkutan umum tidak mengasuransikan tanggungjawabnya sebagai jaminan keselamatan dan ganti kerugian serta bukti tanggung jawab pengangkut oleh pemilik/ pengusaha angkutan, maka dapat diancam sanksi pidana yang diatur dalam pasal 309 UULLAJ yakni :

Pasal 309 UULLAJ :

Setiap orang yang tidak mengasuransikan tanggung jawabnya untuk penggantian kerugian yang diderita oleh Penumpang, pengirim barang, atau pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Awak angkutan perlu diasuransikan pula oleh pemilik/ pengusaha angkutan umum selain penumpang, karena pemilik/ pengusaha sebagai atasannya mempunyai tanggung jawab

60


(45)

terhadap awak yang lalai atau mengalami musibah. Tanggung jawab pemilik/ pengusaha angkutan umum terhadap awak angkutan diatur dalam Pasal 237 UULLAJ jo Pasal 1367 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Pasal 1367 KUHPerdata berbunyi : “Seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau yang disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya.”

Tanggung jawab pemilik/ pengusaha angkutan umum terhadap awak angkutan yang bekerja padanya diatur pula dalam Pasal 523 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD). Dalam pasal tersebut tercantum bahwa si pengangkut harus menanggung segala perbuatan dari mereka yang dipekerjakannya terhadap segala benda yang dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut.

Awak angkutan harus diberikan asuransi, karena pemilik/ pengusaha angkutan umum bertanggung jawab kepadanya atas keselamatannya karena awak angkutan bekerja pada pemilik/ pengusaha angkutan tersebut. Diancam dengan sanksi pidana bagi pemilik/ pengusaha yang tidak mengasuransikan anak buahnya yang bekerja sebagai awak angkutan. Diatur dalam Pasal 313 UULLAJ yaitu : Setiap orang yang tidak mengasuransikan awak Kendaraan dan penumpangnya sebagaimana dimaksud


(46)

dalam Pasal 237 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Bagi pemilik pemilik/ pengusaha kendaraan bermotor (mobil) yang dijadikan sebagai angkutan umum harus memperhatikan dan mematuhi ketentuan-ketentuan angkutan umum UULLAJ, jika tikda maka akan diancam pidana seperti yang disebutkan diatas.

2. Penyitaan Kendaraan Oleh Aparat Penegak Hukum Yang Berwenang Dalam Bidang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Mengatasi keberadaan angkutan umum plat hitam, aparat yang berwenang di bidang lalu lintas dan angkutan jalan harus bertindak tegas berdasarkan ketentuan-ketentuan UULLAJ. Penindakan mobil pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum dengan ancaman pidana diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, dapat dilakukan penyitaan terhadap mobil tersebut oleh aparat.

Penyitaan mobil tersebut dilakukan untuk kepentingan penyidikan oleh aparat, apakah mobil yang dioperasikan tersebut melanggar persyaratan-persyaratan angkutan umum. Apabila terbukti melanggar, maka mobil tersebut dapat disita selamanya oleh aparat, kareana dapat mengurangi keselamatan masyarakat dan keamanan lalu lintas.


(47)

Mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum dapat disita oleh aparat untuk kepentingan penyidikan apabila terbukti melakukan pelanggaran terhadap tindak pidana mengenai persyaratan angkutan umum menurut UULLAJ. Aparat dalam hal ini berpedoman pada Pasal 260 ayat 1 huruf a UULLAJ

Pasal 260 ayat 1 huruf a UULLAJ :

Dalam hal penindakan pelanggaran dan penyidikan tindak pidana, Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia selain yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Undang-Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, di bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berwenang: memberhentikan, melarang, atau menunda pengoperasian dan menyita sementara Kendaraan Bermotor yang patut diduga melanggar peraturan berlalu lintas atau merupakan alat dan/atau hasil kejahatan;

Aparat yang berwenang melakukan penyidikan dalam hal ini adalah pihak kepolisian dan DLLAJR, dimana keduanya diberi tugas sebagai penyidik tindak pidana di bidang lalu lintas dan angkutan jalan oleh negara. Diatur dalam Pasal 262 ayat 1 UULLAJ yang pada intinya mengatur bahwa Penyidik Pegawai Negeri Sipil juga berwenang untuk melakukan pemeriksaan atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan Kendaraan Bermotor yang pembuktiannya memerlukan keahlian dan peralatan khusus; melakukan pemeriksaan atas pelanggaran perizinan angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum; melakukan pemeriksaan atas pelanggaran muatan dan/atau dimensi Kendaraan Bermotor di tempat penimbangan yang dipasang secara tetap; melarang atau menunda pengoperasian Kendaraan Bermotor yang tidak memenuhi


(48)

persyaratan teknis dan laik jalan; meminta keterangan dari Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, atau Perusahaan Angkutan Umum atas pelanggaran persyaratan teknis dan laik jalan, pengujian Kendaraan Bermotor, dan perizinan; dan/atau melakukan penyitaan surat tanda lulus uji dan/atau surat izin penyelenggaraan angkutan umum atas pelanggaran dengan membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan. Jadi dalam hal ini terhadap kendaraan bermotor (mobil) pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum dimana angkutan tersebut tidak memenuhi persyaratan-persyaratan angkutan umum dan tidak sah menurut UULLAJ, aparat yang berwenang dapat melakukan penyitaan kendaraan tersebut untuk kepentingan penyidikan.


(49)

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan permasalahan sebagaimana bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Tanggungjawab pemilik mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum adalah bertanggungjawab terhadap keselamatan penumpang dan juga bertanggungjawab jika jika terjadi kecelakaan. Pemilik mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang.

2. Kendala-kendala yang dihadapi Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) dalam menertibkan kendaraan bermotor pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum khususnya di Bandara Kualanamu Internasional Airport dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, administrasi dan pengguna jasa angkutan umum. Selain itu kurangnya informasi dan komunikasi kepada masyarakat tentang sosialisasi UULLAJ, khusunya mengenai angkutan umum dan kurangnya kemampuan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas menjadi hambatan oleh DLLAJR dalam rangka penertiban angkutan umum tersebut.

3. Ketentuan dan sanksi hukum terhadap penggunaan mobil pribadi sebagai angkutan umum diatur dalam Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan yaitu dipidana dengan pidana


(50)

kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

B. Saran

Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut diatas, penulis ingin menyampaikan beberapa pemikiran sebagai saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi pemilik/ pengusaha angkutan, masyarakat dan pemerintah/ aparat penegak hukum dalam menyikapi keberadaan mobil pribadi yang dijadikan angkutan umum. Adapun saran-saran adalah sebagai berikut :

1. Pemilik/ pengusaha angkutan plat hitam diminta segera menghentikan dan menyadari pengoperasian angkutan tersebut bisa berdampak merugikan masyarakat dan negara. Selain itu pemilik/ pengusaha angkutan dihimbau untuk segera mengurus perijinan angkutan umum serta memenuhi ketentuan-ketentuan angkutan umum menurut UULLAJ. Ini dimaksudkan agar mereka tidak terlibat masalah dikemudian hari.

2. Masyarakat diharapkan tidak menggunakan jasa angkutan tersebut, karena angkutan itu tidak mempunyai tanggung jawab dan jaminan asuransi serta ganti kerugian apabila terjadi musibah. Boikot terhadap angkutan tersebut dapat dilakukan masyarakat dalam menanggulangi keberadaan angkutan umum plat hitam.


(51)

3. Pemerintah bersama aparat penegak hukum yang berwenang di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yaitu pihak Kepolisian dan DLLAJR secara kontinyu melakukan pengawasan dan razia operasi terhadap angkutan umum plat hitam dalam rangka penertiban angkutan umum.


(52)

BAB II

PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG

A. Perjanjian dan Pengangkutan

Keberadaan kegiatan pengangkutan tidak dapat dipisahkan dari kegiatan atau aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari zaman kehidupan manusia yang modern senantiasa didukung oleh pengangkutan. Bahkan salah satu barometer penentu kemajuan kehidupan dan peradaban suatu masyarakat adalah kemajuan dan perkembangan kegiatan maupun teknologi yang dipergunakan masyarakat tersebut dalam kegiatan pengangkutan.12

Istilah “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti “mengangkut dan membawa”, sedangkan istilah “pengangkutan” dapat diartikan sebagai “pembawaan barang-barang atau orang-orang (penumpang)”.13

Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.14

Pengertian lain dari pengangkutan adalah kegiatan pemindahan orang dan atau barang dari suatu tempat ke tempat lain baik melalui angkutan darat, angkutan perairan, maupun angkutan udara dengan menggunakan alat angkutan.15

12

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2005, hal.1.

Pada pokoknya pengangkutan adalah perpindahan tempat, baik mengenai

benda-13

Ibid. hal.2 14

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 3 Hukum Pengangkutan. Djambatan. Jakarta, 2001. hal. 60.

15


(53)

benda maupun orang-orang, karena perpindahan itu mutlak diperlukan untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta efisiensi.16

Perjanjian pengangkutan adalah kesepakatan antara pengguna jasa dengan pengangkutan, dimana kedua belah pihak masing-masing berhak dan mempunyai kewajiban. Soegijatna Tjakranegara berpendapat pengangkutan merupakan bagian hubungan hukum lalu lintas (communication atau verker) dan angkutan juga termasuk bidang pelayanan jasa ekonomis sesuai dengan sifat usaha memindahkan barang dari tempat asal ke tempat lain.17

Pengangkutan sebagai proses (process), yaitu serangkaian perbuatan mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian di bawa menuju ke tempat yang telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan.18

Pemberian jasa angkutan seperti halnya perjanjian-perjanjian yang lain siapa saja diberi kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal mengenai pemngangkutan mempunyai tanggung jawab besar terhadap segala Pengangkutan merupakan suatu proses kegiatan yaitu memuat barang kedalam angkutan serta membawanya tempat tujuan dengan selamat. Pengangkutan adalah suatu perjanjian di mana suatu pihak menyanggupi untukmembawa orang atau barang dari satu tempat ketempat yang lain sedangkan pihak lain menyanggupi akan membayar ongkosnya. Menyadari peran perusahaan pengangkutan merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa angkutan untuk keperluan umum.

16

Sution Usman Adji, Op.Cit, hal 1. 17

Ibid 18

Suwardjoko Warpani, Merencanakan Sistem Pengangkutan, Mandar Madju, Bandung, 2005, hal. 3.


(54)

sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya yaitu menyelenggarakan pengangkutan. Subjek-subjek dalam hukum pengangkutan yaitu siapa saja yang mendukung hak dan kewajiban dalam hubungan hukum pengangkutan. Pihak-pihak dalam pengangkutan yaitu Pihak-pihak pengangkut (Pihak-pihak yang menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu kelain tempat) dan pihak pemberi pekerjaan (pihak yang menyanggupi akan membayar ongkosnya).

Perjanjian pengangkutan merupakan suatu peristiwa yang telah mengikat seseorang untuk melaksanakan pengangkutan karena orang tersebut telah berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal berupa pengangkutan, sedangkan seseorang yang lain telah berjanji pula untuk melaksanakan sesuatu hal berupa pemberian imbalan atau upah.19

Perjanjian pengangkutan ini sering terjadi dalam kehidupan manusia, di samping perjanjian-perjanjian lainnya. Karena sesuai dengan fungsinya pengangkutan itu yakni untuk memindahkan barang-barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan maksud untuk menaikkan daya guna dan nilai barang itu. Bila daya guna dan nilai barang tidak naik, maka angkutan itu tidak perlu diadakan.

Karena perjanjian itu antara dua pihak, maka perjanjian tersebut disebut perjanjian timbal balik yang karenanya menimbukan hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak.

Perlu diketahui apa yang menjadi sifat dasar dari persetujuan pengangkutan itu. Untuk itu ada pendapat yang mengatakan yaitu:

19


(55)

1. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pelayanan berkala.

Maksudnya adalah dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan itu, hubungan antara pihak pengangkut barang dan pemakai jasa tidak secara terus menerus tetapi hanya kadang-kadang sewaktu pemilik barang membutuhkan pengangkutan untuk pengiriman barangnya.20

Perjanjian pengangkutan yang bersifat berkala ini dalam Pasal 1601 KUH. Perdata telah menyinggungnya. Maksud kata menyinggung di sini adalah bahwa perjanjian yang bersifat berkala ini tidak ada diatur dengan tegas dan tersendiri dalam KUH. Perdata tetapi hanya berpedoman pada ketentuan umum tentang persetujuan-persetujuan untuk melakukan pekerjaan.

2. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah pemborongan.

Menurut ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1601-b disebutkan: “Pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Perjanjian pengangkutan tidak bisa disamakan dengan perjanjian borongan, karena pemborongan kerja mengarahkan pengertian pada hasil dari suatu rangkaian perbuatan yang dalam keseluruhannya menjadi tujuan dari persetujuan itu, seperti pembuatan rumah maupun pembuatan jalan. Sedangkan perjanjian pengangkutan hanyalah mengenai suatu perbuatan tertentu yakni memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lainnya.

20


(56)

3. Sifat hukum perjanjian pengangkutan adalah campuran.

Perjanjian pengangkutan ada unsur melakukan pekerjaan (pelayanan berkala) dan ada unsur penyimpanan. Karena pengangkut berkewajiban untuk menyelenggarakan pengangkutan dan menyimpan barang-barang yang diserahkan padanya untuk diangkut (Pasal 468 ayat (1) dan Pasal 466 KUH. Dagang).

Perjanjian pengangkutan terjadi setelah ada kesepakatan antara para pihak yang mengadakannya. Pihak pengangkut dikatakan menerima barang dan sepakat untuk mengantarkan barang kiriman pada alamat yang dituju dan pihak pengirim sepakat untuk membayar biaya pengangkutannya. Kedua belah pihak diberikan hak-hak untuk mengatur sendiri segala sesuatu mengenai perjanjian yang dilakukan.

Pengangkutan merupakan perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim barang atau penumpang, dimana pihak pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelengarakan pengangkutan barang atau orang ke suatu tempat tujuan tertentu, dan pihak pengirim barang atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar ongkos angkutannya.21

Penggunaan terhadap jasa pengangkutan barang akan mengakibatkan terjadi kesepakatan antara perusahaan angkutan barang dan pengguna jasa angkutan. Kesepakatan itu berujud lisan ataupun tulisan. Kesepakatan yang dilakukan para pihak, dalam hal ini berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, telah melahirkan suatu perjanjian yang mengikat para pihak.

Menurut sistem hukum yang berlaku di Indonesia, untuk mengadakan perjanjian pengangkutan barang atau orang tidak disyaratkan harus secara tertulis,

21

Sinta Uli. Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transportasi Angkutan Laut, Angkutan Darat, Angkutan Udara. USU Press, Medan, 2006, hal. 58


(57)

jadi cukup diwujudkan dengan persetujuan kehendak secara lisan saja. Umumnya dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak pengangkut adalah bebas untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak dipakainya.22

Adanya kegiatan pengangkutan akan memberikan kemanfaatan terhadap daya guna dan nilai suatu barang/orang, yang pada dasarnya dapat dikemukakan dalam dua nilai kegunaan pokok, yaitu:

a. Kegunaan Tempat (place utility).

Menimbulkan nilai dari suatu barang tertentu karena dapat dipindahkan dari tempat dimana barang yang berkelebihan kurang diperlukan di suatu tempat, dimana barang itu sangat dibutuhkan di tempat lain karena langka.

b. Kegunaan Waktu (time utility).

Menimbulkan sebab karena barang-barang dapat diangkut atau dikirim dari suatu tempat ke tempat lain atau dari part or orgin diangkut ke tempat tertentu dimana benda atau barang sangat dibutuhkan menurut keadaan, waktu dan kebutuhan.23

Pelaksanaan pengangkutan barang melalui darat, tidak dapat semua jenis barang diangkut oleh pihak perusahaan pengangkut barang umum. Hal ini terkait adanya ketentuan peraturan perundang-undangan yang melarang terhadap perusahaan angkutan barang umum untuk mengangkut jenis-jenis barang tertentu dan hanya dapat diangkut oleh angkutan barang khusus.

Ketentuan yang mengatur mengenai larangan tersebut adalah sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 160 huruf b Undang No. 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi: Yang dimaksud dengan “angkutan barang khusus” adalah angkutan yang membutuhkan mobil barang yang dirancang khusus untuk mengangkut

22

Syaiful Watni, dkk. Penelitian Tentang Aspek Hukum Tanggung Jawab Pengangkut dalam Sistem Pengangkutan Multimoda, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan HAM RI, Jakarta, 2004, hal.15.

23


(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB PEMILIK MOBIL PRIBADI YANG DIGUNAKAN SEBAGAI

ANGKUTAN UMUM

(Studi pada Pemilik Kendaraan Pribadi Yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum di Bandara Kualanamu International Airport)

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

DANIEL C.F NAPITUPULU NIM : 110200435

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH.M.Hum NIP. 19660303 198508 1 001

Pembimbing I Pembimbing II

Sinta Uli, SH, M.Hum. Aflah SH, M.Hum NIP. 195506261986012001 NIP. 197005192002212002


(2)

ABSTRAK Daniel C.F Napitupulu*

Sinta Uli** Aflah **

Keberadaan mobil pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum oleh para pemiliknya khususnya yang ada di Bandara Kualanamu Airport Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara tidak sesuai baik menurut undang-undang ataupun Peraturan Pemerintah. Berdasarkan latar belakang di atas, dipilih judul tentang “Tinjauan Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Pemilik Mobil Pribadi Yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum (Studi pada Pemilik Kendaraan Pribadi yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum di Bandara Kualanamu International Airport)”.

Adapun permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah tanggungjawab pemilik mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum, apa kendala-kendala yang dihadapi Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) dalam menertibkan mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum khususnya di Bandara Kualanamu Internasional Airport, bagaimana sanksi hukum terhadap penggunaan mobil pribadi sebagai angkutan umum.

Metode penelitian skripsi ini adalah metode hukum Normatif dan sifat dari penulisan ini adalah bersifat deskriptif sebab akan menggambarkan dan melukiskan asas-asas atau peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tujuan penulisan ini.

Tanggungjawab pemilik mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum adalah bertanggungjawab terhadap keselamatan penumpang dan juga bertanggungjawab jika jika terjadi kecelakaan. Pemilik mobil pribadi yang digunakan sebagai angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang. Kendala-kendala yang dihadapi Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) dalam menertibkan kendaraan bermotor pribadi yang dijadikan sebagai angkutan umum khususnya di Bandara Kualanamu Internasional Airport dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor ekonomi, administrasi dan pengguna jasa angkutan umum. Selain itu kurangnya informasi dan komunikasi kepada masyarakat tentang sosialisasi UULLAJ, khusunya mengenai angkutan umum dan kurangnya kemampuan aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas menjadi hambatan oleh DLLAJR dalam rangka penertiban angkutan umum tersebut. Ketentuan dan sanksi hukum terhadap penggunaan mobil pribadi sebagai angkutan umum diatur dalam Pasal 308 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan yaitu dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

.

Kata Kunci : Tanggung Jawab Mobil Pribadi Angkutan Umum.

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. *** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur terhadap Tuhan Yesus Kristus yang dengan rahmat dan karunia-Nya telah memberikan kesehatan, kekuatan dan ketekunan pada penulis sehingga mampu dan berhasil menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapatnya kekurangan, namun demikian dengan berlapang dada penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang menaruh perhatian terhadap skripsi ini.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah dengan ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum USU Medan

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan I FH. USU Medan

3. Syafruddin Hasibuan, SH.MH. DFM sebagai Wakil Dekan II FH. USU Medan sekaligus sebagai Pembimbing II.

4. Dr. OK. Saidin, SH.M.Hum sebagai Wakil Dekan III FH. USU Medan

5. Prof. Dr. H. Hasim PurbaSH.M. Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Perdata.

6. Rabiatul Syariah, SH.M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Perdata 7. Sinta Uli, SH.M.Hum sebagai Ketua Departemen Hukum Dagang sekaligus

Pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan pembuatan skripsi.


(4)

8. Aflah, SH.M.Hum, sebagai Pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dalam perbaikan skripsi ini.

9. Seluruh staf pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

10.Terima kasih yang sebesar-besarnya dari penulis kepada ayah saya Doris Napitupulu dan Ibu saya Nurlinda Simanjorang, SH. Spn yang dengan susah payah membesarkan, mendidik dan membiayai pendidikan penulis.

11.Terima kasih juga kepada teman dekat saya Adinda Ariestha yang memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini, hanya Tuhan Yesus Kristus yang dapat membalas budi baik semuanya.

Semoga ilmu yang penulis telah peroleh selama ini dapat bermakna dan berkah bagi penulis dalam hal penulis ingin menggapai cita-cita.

Medan, Desember 2015 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI. ... vi

BAB I : P E N D A H U L U A N ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Sistematika Penulisan ... 11

G. Keaslian Penulisan ... 12

BAB II : PERJANJIAN SEBAGAI DASAR TERJADINYA PENGANGKUTAN DALAM UNDANG-UNDANG ... 13

A. Perjanjian dan Pengangkutan ... 13

B. Asas yang Berlaku dalam Pengangkutan ... 25

C. Para Pihak dan Hubungan Hukum dalam Perjanjian Pengangkutan dengan Angkutan Umum ... 29

BAB III : KEDUDUKAN HUKUM DARI MOBILPRIBADI YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ANGKUTAN UMUM ... 34

A. Angkutan Bermotor Pribadi dengan Mobil ... 34

B. Acuan Peraturan yang Digunakan Untuk Mengatur Kendaraan Bermotor Pribadi Sebagai Angkutan Umum ... 37 C. Praktek Pengangkutan Penumpang Di Bandara Kualanamu


(6)

Internasional Airport Oleh Pemilik Mobil Pribadi ... 47

BAB IV : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNGJAWAB PEMILIK MOBIL PRIBADI YANG DIGUNAKAN SEBAGAI ANGKUTAN UMUM (PADA ANGKUTAN UMUM DI BANDARA KUALANAMU INTERNASIONAL (AIRPORT) ... 54

A. Tanggungjawab Pemilik Mobil Pribadi yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum ... 54

B. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Oleh Dinas Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya Dalam Menertibkan Mobil Pribadi Sebagai Angkutan Umum ... 59

C. Ketentuan dan Sanksi Hukum bagi Pemilik Mobil Pribadi Yang Digunakan Sebagai Angkutan Umum ... 69

BAB V : PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan ... 77

B. Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN ... 79

1. Surat pengantar riset ... 81

2. Surat Keterangan telah melakukan riset ... 82

3. Hasil riset dengan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan .... 83


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Keberadaan Kendaraan Bermotor (Mobil) Pribadi Berplat Hitam Sebagai Angkutan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Studi Pada Ditlantas Poldasu Dan Dishub Provinsi Sumatera Utara)

11 120 91

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUMPANG MOBIL PRIBADI SEBAGAI ANGKUTAN UMUM

4 76 58

Tanggung Jawa Bperum Damri Sebagai Angkutan Bandara Terhadap Penumpang Yang Mengalami Kecelakaan Bus (Studi Pada Perum Damri Kantor Cabang Angkutan Bandara Soekarno- Hatta)

5 36 95

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ANGKUTAN UMUM TRANS SARBAGITA TERHADAP PENUMPANG BERDASARKAN PERJANJIAN PENGANGKUTAN YANG MELIBATKAN ANGKUTAN PENGUMPAN (FEEDER).

0 4 13

Tujuan angkutan pribadi Umum (1)

0 1 2

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT A. Perjanjian Pengangkutan - Tinjauan Yuridis Keberadaan Kendaraan Bermotor (Mobil) Pribadi Berplat Hitam Sebagai Angkutan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Keberadaan Kendaraan Bermotor (Mobil) Pribadi Berplat Hitam Sebagai Angkutan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Studi Pada Ditlantas Poldasu Dan Dishub

0 0 14

Tinjauan Yuridis Keberadaan Kendaraan Bermotor (Mobil) Pribadi Berplat Hitam Sebagai Angkutan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (Studi Pada Ditlantas Poldasu Dan Dishub Provinsi Sumatera Utara)

0 0 9

K EDUDUKAN HUKUM KEBERADAAN KENDARAAN BERMOTOR PRIBADI SEBAGAI ANGKUTAN UMUM Jemmy Nova Gunanto. D D1A.107.079 ABSTRAK - KEDUDUKAN HUKUM KEBERADAAN KENDARAAN BERMOTOR PRIBADI SEBAGAI ANGKUTAN UMUM - Repository UNRAM

1 1 19

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KENDARAAN PRIBADI YANG DIJADIKAN ANGKUTAN UMUM JURNAL ILMIAH

0 0 17