20
entrepreneur dipusatkan di daerah tersebut dalam melakukan usaha dalam industri batik. Bahkan saat ini Kampung Batik sendiri sudah menjadi sentra batik di kota
Semarang.
4. 2 Kampung Batik
Salah satu pusat industri batik di kota Semarang yang terkonsentrasi adalah
Kampung Batik,
yang berlokasi
di Bubakan,
tetapi dalam
perkembangannya batik di kota Semarang kurang populer seperti batik Pekalongan, Solo dan Yogyakarta. Kondisi itu disebabkan oleh berbagai macam
hal, seperti jaman pendudukan Jepang pada tahun 1945 yang membuat Kampung Batik sampai ditutup sementara waktu, karena pada waktu itu Jepang
membekukan segala pusat perekonomian di kota Semarang karena pada masa itu sedang terjadi perang antara Jepang dan Indonesia
13
. Pada awal tahun 1960, pengusaha batik di Kampung Batik, Bubakan sisa
jaman penjajahan Jepang mencoba merintis kembali Kampung Batik, tetapi kemudian terjadi kebakaran di Kampung Batik, sehingga menyebabkan aktivitas
membatik di Kampung Batik akhirnya menjadi mati suri, karena semua area di Kampung Batik terbakar secara keseluruhan. Hal ini sesuai dengan penuturan dari
AFF sebagai berikut :
“dulu pada masa itu ada kebakaran hebat sama perang dengan Jepang, makanya batik disini lesu, baru akhir-akhir tahun ini bu wali kerjasama dengan Dekranasda
buat ngadain pelatihan batik disini”
Pada tahun 2006, diadakan pelatihan batik yang dilakukan oleh Dekranasda Dewan Kerajinan Nasional Daerah bekerja sama dengan Pemerintah
kota Semarang. Tujuan pelatihan adalah untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat di kota Semarang yang tertarik untuk melakukan usaha dalam industri
batik. Upaya ini dilakukan Pemerintah kota Semarang untuk meningkatkan kembali minat dan kepedulian masyarakat terhadap eksitensi batik di kota
Semarang
14
. Dalam penelitiannya, Gede 2009 yang menjelaskan bahwa
13
Beta Aris Isniah, “Revitalisasi Batik di kota Semarang 1970-2007, ”Skripsi sarjana,Fakultas Sastra Ilmu Sejarah Universitas Diponegoro, Semarang, 2009, hal.8.
14
Hasil wawancara dengan informan di Kampung Batik
21
Pemerintah berperan sebagai fasilitator dengan memberikan pelatihan secara rutin dan berkala.
Dekranasda Dewan Kerajinan Nasional Daerah kemudian membentuk Paguyuban Kampung Batik yang sekarang diketuai oleh Bapak Tri Utomo.
Hingga saat ini, Paguyuban tersebut memiliki 35 anggota yang tersebar di berbagai tempat di wilayah kota Semarang. Walaupun Paguyuban tersebut berada
di Kampung Batik, tetapi entrepreneur yang berada di Kampung Batik namun masih di area Semarang, juga dapat bergabung dalam Paguyuban tersebut.
Paguyuban berfungsi sebagai wahana untuk menunjukan dan memasarkan hasil karya dari para anggotanya dengan adanya showroom di Kampung Batik
15
. Seperti yang dituturkan oleh AFF sebagai berikut :
“
jadi kalau ada batikan, bisa dititipin disini untuk dijual, dikasih label dulu sama harga, nanti kalau laku biasanya sekitar 10 buat Paguyuban ini, yang ngurusi
Pak Tri, saya cuma bantu jaga saja”
Sedangkan entrpreneur yang berada di Kampung Batik sendiri hanya terdiri dari lima entrepreneur, selain itu mereka juga merupakan pengrajin batik
yang memproduksi jenis batik tulis dan cap. Dalam menjalankan usahanya, entrepreneur yang beroperasional di Kampung Batik hanya mempekerjakan
tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarganya. Hanya ada satu entrepreneur yang mempekerjakan tenaga kerja dari luar anggota keluarga, karena usaha yang
sudah cukup besar dibandingkan yang lain. Jenis batik yang diproduksi dan dijual di Kampung Batik hanyalah batik
tulis dan batik cap. Mereka tidak memproduksi batik printing. Seperti yang dituturkan oleh AFF sebagai berikut :
“kalau bisa ya disini jangan sampai ada batik printing, punyanya batik tulis dan cap saja supaya khas seperti batik Lasem
Sedangkan untuk motif batik yang dibuat oleh entrepreneur di Kampung Batik, dikhususkan pada motif yang menjadi ciri khas kota Semarang. Motif
tersebut antara lain adalah motif Tugu Muda, Lawang Sewu, Gereja Blenduk dan Pohon Asem. Motif Pohon Asem menjadi motif khas Semarang, diceritakan
15
Hasil wawancara dengan informan di Kampung Batik
22
karena dahulu di kota Semarang sepanjang jalan Patimura sampai dengan jalan Halmaera banyak ditumbuhi pohon asem. Sehingga motif Pohon Asem menjadi
ciri di kota Semarang. Kurangnya sumber daya manusia SDM yang terampil dalam melakukan
proses pembuatan batik menjadi penghambat perkembangan Kampung Batik. Selain itu, tempat untuk pembuatan batik tulis dan cap di Kampung Batik juga
cukup terbatas sehingga kurang memadai jika terjadi produksi dalam jumlah yang banyak. Sehingga ketika entrepreneur mendapatkan pesanan batik tulis atau cap
dalam jumlah yang banyak khususnya batik tulis dan cap, mereka melempar pesanan tersebut untuk di kerjakan di Pekalongan
16
. Hambatan lainnya untuk perkembangan Kampung Batik adalah minimnya
ketersediaan bahan –bahan pembuatan batik seperti obat dan pewarna yang masih
harus dibeli dari kota lain. Seperti yang dituturkan oleh AFF sebagai berikut :
“kain, obat dan bahan kita masih beli di Pekalongan, ongkosnya kesana satu kali jalan berapa? Karena memang bahan yang komplit dan murah adanya disana,
otomatis kan harga jual produk kita jadi tinggi”
Hal ini sesuai dengan penelitian Hafsah 2004 mengenai hambatan internal yang dihadapi oleh UKM pada umumnya.
Perkembangan batik di Kampung Batik sebenarnya sudah dapat dikatakan baik walaupun belum maksimal. Peran Pemerintah dalam mendukung Kampung
Batik direalisasikan dengan mengadakan pelatihan batik secara rutin tiap tahun di balai batik, yang berlokasi di Kampung Batik. Selain itu, Pemerintah mengadakan
pameran batik setiap mendekati HUT kota Semarang, serta memberikan fasilitas tempat gratis jika ada pameran-pameran di luar kota dan memberikan bantuan
berupa bahan baku untuk pembuatan batik.
4. 3 Pemasaran