IMPLEMENTASI PROGRAM ADVOKASI LSM KOMITE ANTI KORUPSI (KoAK) DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN DANA BOS

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM ADVOKASI LSM KOMITE ANTI KORUPSI (KoAK) DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI

PENGELOLAAN DANA BOS

(Studi Pada SDN 1 Langkapura dan SMPN 10 Bandar Lampung)

Oleh

RIDHAL MUHAMMAD

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

(3)

ABSTRACT

ADVOCACY PROGRAM IMPLEMENTATION KoAK NGO FUNDS MANAGEMENT OF TRANSPARENCY IN MAKING BOS

By

RIDHAL MUHAMMAD

BOS fund management in schools that lack of transparency is compounded by the knowledge. The parents do not know that the BOS fund management information is a public information. On this basis KoAK NGOs as an institution that cares about the issues before initiating advocacy programs. This study aims to determine the implementation of advocacy programs conducted by KoAK achieve transparency in the management of BOS funds

The method in this fieldwork was qualitative descriptive manner. The focus of this research by looking at a program created by the existing KoAK in bringing transparency in the management of BOS funds are educational programs, organizing, monitoring and campaigns. Data collection technique is studying the documentation and in-depth interviews to the relevant parties.

The results showed that the implementation of the program of advocacy NGOs in bringing about transparency KoAK BOS fund management education program was conducted to provide public information and also knowledge of the parents of their right to know the information public.


(4)

Furthermore do to parents make organizing to form a forum. In the monitoring program conducted by the FWM and the KoAK itself is intended to control and oversee the distribution of BOS funds. Last is the spread of anti-corruption campaigns were carried out in a way that sticks publishes contents synergistic with data and facts on the ground.


(5)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI PROGRAM ADVOKASI LSM KOMITE ANTI KORUPSI (KoAK) DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI PENGELOLAAN DANA

BOS

Oleh

RIDHAL MUHAMMAD

Pengelolaan dana BOS di sekolah yang kurang transparan diperparah oleh pengetahuan wali murid yang belum mengetahui bahwa informasi pengelolaan dana BOS tersebut merupakan informasi publik. Atas dasar inilah LSM KoAK selaku sebuah lembaga yang peduli tentang permasalahan tadi menginisiasi program-program advokasi KoAK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program advokasi yang dilakukan oleh KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS.

Metode penelitian yang digunakan dalam peneitian ini adalah dengan cara deskriptif kualitatif . Fokus pada penelitian ini dengan melihat program yang dibuat oleh KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS yaitu program pendidikan, organisir, pemantauan serta kampanye. Teknik pengumpulan data adalah dengan studi dokumentasi dan wawancara mendalam kepada pihak terkait.


(6)

dilakukan untuk memberikan informasi publik dan juga pengetahuan para wali murid tentang hak mereka untuk mengetahui informasi publik tersebut. Selanjutnya melakukan organisir kepada wali murid untuk membentuk suatu forum. Pada program pemantauan yang dilakukan oleh FWM dan KoAK sendiri ditujukan untuk mengontrol dan mengawasi peredaran dana BOS. Terakhir adalah program kampanye penyebaran anti korupsi yang dilakukan dengan cara menerbitkan majalah sapu lidi yang isinya sinergis dengan data dan fakta di lapangan.


(7)

(8)

(9)

(10)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. LatarBelakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Implementasi... 9

B. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)... 15

1. Peranan LSM... 15

2. Pengelompokan LSM... 18

C. Bantuan Operasional Sekolah (BOS)... 22

1. Tujuan BOS... 22

2. Sasaran Program dan Besar Bantuan... 23

3. Waktu Penyaluran Dana... 23

4. Penggunaan Dana BOS... 24

5. Larangan Penggunaan Dana BOS... 25

6. Hal-Hal Yang Diperhatikan Dalam Dana BOS... 26

7. Landasan Hukum... 27

8. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Dana BOS... 28

D. Model-Model Pencegahan Tindak Pidana Korupsi... 28

1. Pendekatan Model Represif... 28

2. Pendekatan Model Preventif... 29

3. Pendekatan Dengan Aktivitas Antikorupsi... 30

E. Strategi Advokasi LSM Dalam Pencegahan Korupsi dan Mewujudkan Transparansi Dana BOS... 31

F. Prinsip Clean Governance Daam Mewujudkan Transparansi Dana BOS……… 37

G. Kerangka Pikir... 40

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 43

B. Waktu dan Tempat Penelitian... 45

C. Fokus Penelitian ... 46

D. PenentuanInforman... 48

E. Teknik Pengumpulan Data ... 50

F. Teknik Pengolahan Data... 51


(11)

ii

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A.Perkembangan Dana BOS di Bandar Lampung Tahun 2011-2012... 55

B. Wali Murid dan Komite SDN 1 Langkapura... 57

C.Wali Murid dan Komite SMPN 10 Bandar Lampung... 61

D.Profil Komite Anti Korupsi (KoAK) dari Tahun 1999-2013... 63

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Program KoAK Dalam Mewujudkan Transparansi Pengelolaan Dana BOS di SDN 1 Langkapura... 67

1. Program Advokasi Pendidikan... 68

2. Program Advokasi Organisir... 74

3. Program Advokasi Pemantauan... 77

4. Program Advokasi Kampanye... 82

B. Program KoAK Dalam Mewujudkan Transparansi Pengelolaan Dana BOS di SMPN 10 Bandar Lampung... 89

1. Program Advokasi Pendidikan... 89

2. Program Advokasi Organisir... 91

3. Program Advokasi Pemantauan... 94

4. Program Advokasi Kampanye... 98

VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan... 107

B. Saran... 109 DAFTAR PUSTAKA


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keterpurukan pemerintah semenjak jatuhnya rezim Orde Baru dibawah kepemimpinan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 menjadi pemandangan yang wajar dilihat maupun didengar oleh masyrakat. Keterpurukan itu semakin diperparah bersamaan dengan menjamurnya perilaku korupsi yang dilakukan aparatur pemerintah dan kalangan-kalangan yang memiliki akses kekuasaan. Pada situasi yang memprihatinkan ini, lahirlah beberapa lembaga anti korupsi pada era Reformasi, baik dari unsur pemerintah maupun non pemerintah yang berusaha memperbaiki nasib bangsa Indonesia untuk berubah ke arah yang lebih baik. Melalui unsur pemerintah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) termasuk lembaga anti korupsi yang bekerja untuk memberantas atau menupas tuntas kasus-kasus korupsi yang merugikan negara.

Secara resmi, Komisi Pemberantasan Korupsi secara resmi dibentuk oleh pemerintah pada bulan Desember Tahun 2003 dengan berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tugas utama yang harus dilakkan oleh KPK adalah melakukan koordinasi dengan instansi yang berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi serta melakukan monitor terhadap penyelenggaraan


(13)

2

pemerintahan negara. Komisi Pemberantasan Korupsi ini pun memberi ruang yang sangat luas kepada masyarakat agar ikut berpartisipasi aktif mengawasi, mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi sehingga KPK pun bekerjasama dengan lembaga-lembaga publik, kemasyarakatan, sosial dan swadaya masyarakat lainnya yang disertai dengan perumusan peran masing-masing dalam upaya pemberantasan korupsi.

Pada masa sekarang ini tentu perlu adanya dukungan terhadap KPK selaku lembaga yang mengontrol kasus-kasus yang terjadi, terutama di Lampung. Dukungan terhadap KPK datang dari sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang sudah cukup lama mengikuti dan mengawasi segala tindakan yang berbau Korupsi di Lampung. LSM Komite Anti Korupsi (KoAK) yang ada di Lampung ini sedang gencar-gencarnya mengawasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pendidikan anti korupsi yang mulai diterapkan dengan harapan semakin bertambahnya masyarakat yang sadar akan bahaya korupsi.

Saat ini LSM KoAK sedang mengawasi dan mengontrol serta berusaha menyadarkan kesadaran para wali murid terhadap peredaran dan transparansi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Seperti yang diketahui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3


(14)

menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan pendidikan lain yang sederajat.

Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009 pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi program BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas.

Melalui program BOS, sekolah dituntut kemampuannya untuk dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan biaya-biaya pendidikan tersebut secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah. Pengelolaan pembiayaan pendidikan akan berpengaruh secara langsung terhadap kualitas sekolah, terutama berkaitan dengan sarana prasarana dan sumber belajar. Banyak sekolah yang tidak dapat melakukan kegiatan belajar mengajar secara optimal, hanya karena masalah keuangan, baik untuk menggaji guru maupun untuk pengadaan sarana prasarana pembelajaran.

Berkaitan dengan pelaksanaan dana BOS, pada tahun 2012 pemerintah pusat dan DPR mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp 27,6 triliun untuk jenjang pendidikan dasar (sumber: majalah sapu lidi edisi


(15)

4

Januari 2013) . Dana BOS ini merupakan bagian program pemerintah untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun dan telah digulirkan sejak tahun 2005. Memasuki tahun ketujuh, penyaluran dan penggunaan dana BOS masih mengalami berbagai permasalahan baik dalam penyaluran maupun penggunaannya

Pada tahun 2012 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami perubahan mekanisme penyaluran dan. Pada tahun anggaran 2011 penyaluran dana BOS dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah kabupaten/kota dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk Bantuan Operasional Sekolah, mulai tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan mekanisme yang sama tetapi melalui pemerintah provinsi.

Bantuan Operasional Sekolah sendiri merupakan bantuan pemerintah pusat kepada seluruh SD/MI dan SMP/MTs se-Indonesia, baik negeri maupunswasta. Bantuan ini diberikan kepada siswa melalui sekolah yang langsung ditrasfer ke rekening sekolah masing-masing. Bantuan tersebut diharapkandapat mengurangi atau bahkan menghapus biaya pendidikan yang selama ini diberikan kepada masyarakat.Seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945, yang mengupayakan anggaran pendidikan segera mencapai 20 % dari total APBN/APBD. Pengelolaan dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) merupakan informasi terbuka. Masyarakat, khususnya wali murid berhak mengetahui penggunaan dana BOS yang dilakukan oleh pihak sekolah. Namun yang terjadi adalah para wali murid di setiap sekolah merasa takut untuk meminta keterangan penggunaan dana BOS tersebut yang merupakan hak mereka sendiri. Kesadaran akan hak mereka ini tentu juga menjadi pekerjaan


(16)

rumah bagi LSM atau Instansi yang berusaha menegakkan dan meningkatkan akan kesadaran tersebut. Banyak wali murid di Bandar Lampung khususnya tidak mengetahui akan hak mereka untuk mendapatkan informasi terhadap peredaran dan pengalokasian dana BOS yang dikeluarkan oleh pemerintah kepada sekolah-sekolah tempat anak mereka menuntut ilmu. Ketidakpahaman mereka inilah yang menggugah LSM KoAK untuk melakukan beberapa program yang diharapkan akan menambah pengetahuan para wali murid akan haknya. Para wali murid tersebut sesungguhnya dilindungi oleh Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.

Berbagai macam program telah dilakukan KoAK terkait permasalahan dana BOS tersebut. Program-program tersebut bukannya tanpa hambatan, berbagai hambatan dalam akses masuk ke sekolah guna menggali informasi juga dialami oleh LSM KoAK seperti pihak sekolah yang masih bersikeras merasa sah dalam melakukan pungutan karena adanya persetujuan para orang tua siswa melalui rapat komite sekolah. Hal tersebut menurut peneliti akan menghambat program KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS. Program yang dilakukan KoAK saat ini adalah yang kedua kalinya setelah program assistensi dan pendampingan dalam pembuatan RKAS dan juga menentukan RAPBS mengalami hambatan. Kurangnya partisipasi dalam program pertama KoAK akhirnya melahirkan program lanjutan yaitu dengan mengadvokasi wali murid terkait hak mereka untuk mengetahui informasi dana BOS selaku informasi publik.


(17)

6

Pada penelitian ini, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana cara dan usaha serta menganalisa strategi advokasi yang digunakan oleh LSM KoAK dalam mewujudkan transparansi dana BOS dan kesadaran para wali murid akan hak mereka yang dilindungi oleh UU. No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Penelitian ini dilakukan pada SDN 1 Langkapura dan SMPN 10 Bandar Lampung karena pada kedua sekolah tersebut terdapat pungutan sukarela namun bersifat wajib, maksudnya adalah penggantian nama uang komite sekolah menjadi sumbangan sukarela namun pada praktiknya jumlah uang yang akan disumbangkan sudah ditentukan terlebih dahulu, artinya sudah tidak sukarela lagi, hal ini tidak seharusnya terjadi karena biaya operasional sekolah tersebut sudah dibantu dengan BOS sehingga menimbulkan kecurigaan dana BOS yang dipakai itu memang benar kurang atau dialokasikan kurang transparan. Berdasarkan majalah sapu lidi edisi Januari 2013 yang diterbitkan oleh KoAK juga menyebutkan masih adanya perlakuan diskriminatif dan masih adanya pungutan berupa pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS) yang seharusnya tidak diperbolehkan lagi. Banyak pendekatan-pendekatan dan juga metodelogi yang digunakan LSM KoAK dalam memperlancar tugas pengabdian mereka kepada masyarakat.

Penelitian ini juga menggambarkan bagaimana prinsip dan teori clean governance digunakan dalam mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik. Pada konteks penelitian ini adalah bagaimana pihak sekolah yang menerima bantuan dana dari pemerintah pusat dapat menggunakan dan memenejemen keuangan tersebut dengan berdasarkan pada prinsip clean governance yaitu transparansi penggunaan dana BOS.


(18)

Penelitian ini bukan menjadi penelitian pertama yang berbicara mengenai permasalahan dana BOS. Terdapat penelitian sebelumnya yang juga meneliti tentang alokasi dana BOS dengan judul “Evaluasi pemanfaatan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada kegiatan pembelajaran di SD Impres Tamajane Kota Makassar” dengan penulis Siti Rahmawati Arfah Alumnus Universitas Hassanudin tahun 2012.

Adanya beberapa perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya, peneliti hanya berfokus pada bagaimana mengevaluasi pemanfaatan dana BOS terhadap kelangsungan belajar pada SD Impres Tamajene di Kota Makassar, sedangkan pada penelitian ini bertujuan pada bagaimana dana BOS tersebut dapat dialokasikan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip penyaluran dan penggunaan dana BOS. Penelitian ini menganalisa bagaimana strategi advokasi yang dilakukan oleh LSM KoAK guna mewujudkan alokasi dana BOS yang transparan.

Penelitian ini sangat penting, karena transparan merupakan salah satu prinsip yang harus ditegakkan dalam pengalokasian dana BOS tersebut. Strategi advokasi yang dilakukan LSM KoAK diharapkan akan menjadi cikal bakal peran serta masyarakat dalam mewujudkan Indonesia bebas dari Korupsi. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang dipaparkan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :


(19)

8

1. Bagaimanakah Implementasi program advokasi yang digunakan oleh LSM KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS di SDN 1 Langkapura?

2. Bagaimanakah Implementasi program advokasi yang digunakan oleh LSM KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS di SMPN 10 Bandar Lampung?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui Implementasi program advokasi LSM KoAK yang dilihat dari cara pendidikan, organisir, pemantauan dan kampanye dalam mewujudkan transparansi dana BOS di SDN 1 Langkapura.

2. Untuk mengetahui Implementasi program advokasi LSM KoAK yang dilihat dari cara pendidikan, organisir, pemantauan dan kampanye dalam mewujudkan transparansi dana BOS di SMPN 10 Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengembangan ilmu terutama bagi Ilmu Pemerintahan mengenai teori-teori Implementasi terutama implementasi strategi advokasi yang dilakukan oleh LSM KoAK dalam mewujudkan transparansi dana BOS.


(20)

b. Kegunaan Praktis

1. Hasil penelitian ini bermanfaat bagi LSM untuk menjadi penilaian dan masukan dari pihak kampus untuk memperbaiki implementasi strategi advokasi mereka mendatang.

2. Hasil penelitian ini juga bermanfaat bagi masyarakat agar mereka ikut serta terlibat dalam pengawasan dan mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan mengenai Implementasi

Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier (1979) mengatakan bahwa:

“Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah

suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atas kejadian-kejadian”.

Implementasi secara sederhana diartikan pelaksanaan atau penerapan. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa

“implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”.

Implementasi melibatkan usaha dari policy makers untuk memengaruhi

apa yang oleh Lipsky disebut “street level bureaucrats” untuk

memberikan pelayanan atau mengatur prilaku kelompok sasaran (target group).

Berdasarkan uraian mengenai kedua pendapat tentang pengertian implementasi, perlu peneliti berikan batasan. Implementasi adalah pelaksanaan dari apa yang telah ditetapkan dan menerima segala akibat/dampak setelah dilaksanakan tersebut.

Proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak, seperti dikemukakan oleh Adi, Tarwiyah (2005;11), yaitu


(22)

a. Adanya program atau kebijakan yang dilaksanakan;

b. Target groups, yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran, dan diharapkan dapat menerima manfaat dari program tersebut, perubahan atau peningkatan;

c. Unsur pelaksana (implementor), baik organisasi atau perorangan, yang bertanggungjawab dalam pengelolaan, pelaksanaan, dan pengawasan dari proses implementasi tersebut.

Studi implementasi adalah studi perubahan yang terjadi dan perubahan bisa dimunculkan, juga merupakan studi tentang mikrostruktur dari kehidupan politik yaitu organisasi di luar dan di dalam sistem politik menjalankan urusan mereka dan berinteraksi satu sama lain dan motivasi yang membuat bertindak secara berbeda. Dalam setiap perumusan suatu tindakan apakah itu menyangkut program maupunkegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi, karena suatu kebijaksanaan tanpa diimplementasikan maka tidak akan banyak berarti. Menurut Charles O‟Jones Implementasi merupakan:

”Implementasi adalah suatu proses interaktif antara suatu perangkat tujuan dengan tindakan atau bersifat interaktif dengan kegiatan-kegiatan kebijaksanaan yang mendahuluinya, dengan kata lain implementasi merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mengoperasikan sebuah program dengan pilar- pilar organisasi, interpretasi dan pelaksanaan”. Sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier (1979) menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagai berikut Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian


(23)

12

ataukegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkanakibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

(Sumber:yuanitasylvia.blogspot/ilmupengetahuan/teoriimplementasi/19900110619 891130 diakses 9 Mei 2013 Pukul 19.30 )

Teori Implementasi menurut Edward III dan Emerson, Grindle, serta Mize menjelaskan bahwa terdapat empat variable kritis dalam implementasi kebijakan public atau program diantaranya, komunikasi atau kejelasan informasi, konsistensi informasi (communications), ketersediaan sumber daya dalam jumlah dan mutu tertentu (resources), sikap dan komitment dari pelaksana program atau kebijakan birokrat (disposition), dan struktur birokrasi atau standar operasi yang mengatur tata kerja dan tata laksana (bureaucratic strucuture).

Variabel-variabel tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan implementasi kebijakan ataupun program, antara lain

1. Komunikasi (communications): berkenaan dengan bagaimana kebijakan dikomunikasikan pada organisasi dan atau publik, ketersediaan sumberdaya untuk melaksanakan kebijakan, sikap dan tanggap dari para pelaku yang terlibat, dan bagaimana struktur organisasi pelaksana kebijakan. Komunikasi dibutuhkan oleh setiap pelaksana kebijakan untuk mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Bagi suatu organisasi, komunikasi merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide-ide diantara para anggota organisasi secara timbal balik dalam rangka


(24)

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keberhasilan komunikasi ditentukan oleh 3 (tiga) indikator, yaitu penyaluran komunikasi, konsistensi komunikasi dan kejelasan komunikasi. Faktor komunikasi dianggap penting, karena dalam proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan unsur sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “bagaimana hubungan yang dilakukan.

2. Ketersediaan sumberdaya (resources): berkenaan dengan sumber daya pendukung untuk melaksanakan kebijakan yaitu

a. Sumber daya manusia Merupakan aktor penting dalam pelaksanaan suatu program dan merupakan potensi manusiawi yang melekat keberadaannya pada seseorang meliputi fisik maupun non fisik berupa kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang pengalaman, keahlian, keterampilan dan hubungan personal. b. Informasi. Merupakan sumberdaya kedua yang penting dalam

implementasi kebijakan. Informasi yang disampaikan atau diterima haruslah jelas sehingga dapat mempermudah atau memperlancar pelaksanaan kebijakan atau program.

c. Kewenangan. Hak untuk mengambil keputusan, hak untuk mengarahkan pekerjaan orang lain dan hak untuk memberi perintah. d. Sarana dan prasarana. Merupakan alat pendukung dan pelaksana suatu

kegiatan. Sarana dan prasarana dapat juga disebut dengan perlengkapan yang dimiliki oleh organisasi dalam membantu para pekerja di dalam pelaksanaan kegiatan mereka.


(25)

14

e. Pendanaan. Membiayai operasional implementasi kebijakan tersebut, informasi yang relevan, dan yang mencukupi tentang bagaimana cara mengimplementasikan suatu kebijakan, dan kerelaan atau kesanggupan dari berbagai pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan tersebut. Hal ini dimaksud agar para implementator tidak melakukan kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.

3. Sikap dan komitmen dari pelaksana program (disposition): berhubungan dengan kesediaan dari para implementor untuk menyelesaikan kebijakan publik tersebut. Kecakapan saja tidak mencukupi tanpa kesediaan dan komitmen untuk melaksanakan kebijakan. Disposisi menjaga konsistensi tujuan antara apa yang ditetapkan pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan. Kunci keberhasilan program atau implementasi kebijakan adalah sikap pekerja terhadap penerimaan dan dukungan atas kebijakan atau dukungan yang telah ditetapkan.

( sumber : http://perencanaankota.blogspot.com/2012/01/beberapa-teori-tentang-implementasi.html diakses 9 Mei 2013 Pukul 20.08 )

Implementasi program pengadvokasian yang dilakukan oleh LSM KoAK tentu memiliki variabel-variabel yang berkaitan satu sama lain. Pelaksanaan program LSM KoAK tersebut juga didasari oleh teori Implementasi yang mengacu pada variabel-variabel tersebut guna tercapainya sasaran yang ditujukan.


(26)

B. Tinjauan mengenai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi non-pemerintah yang independen dan mandiri, dan karena itu bukan merupakan bagian atau berafiliasi dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan.Lembaga swadaya masyarakat adalah organisasi yang tumbuh secara swadaya, atas kehendak dan keinginan sendiri, ditengah masyarakat, dan berminat serta bergerak dalam bidang lingkungan hidup.

LSM juga sering dikenal dengan NGO (Non-governmental organization). Sesuai dengan namanya, LSM pada dasarnya memiliki pengertian singkat sebagai organisasi yang tidak berada secara langsung dalam struktur pemerintahan ataupun tidak ada koordinasi langsung dari pemerintah dan merupakan badan yang bersifat mandiri. LSM dapat berdiri jika terdapat kesamaan visi dan misi sekelompok orang yang membentuk organisasi dengan kebebasan segala perbedaan yang terdapat di masyarakat seperti agama, suku, ras, golongan, dan gender tapi tetap berasaskan Pancasila dan UUD 1945. Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.

1. Peranan LSM/LSM

Peranan LSM penting untuk membangun suatu masyarakat dan bangsa. Ini disebabkan karena banyak pembiayaan dari perorangan, institusi dan pemerintah untuk masyarakat disalurkan melalui LSM. Sejak tahun 1970-an,


(27)

16

LSM telah bertambah banyak dari sebelumnya mencoba untuk mengisi ruang yang tidak akan atau tidak dapat diisi oleh pemerintah. Berikut peranan LSM

a. Pengembangan dan Pembangunan Infrastruktur

Membangun perumahan, menyediakan infrastruktur seperti sumur atau toilet umum, penampungan limbah padat dan usaha berbasis masyarakat lain.

b. Mendukung inovasi, ujicoba dan proyek percontohan

LSM memiliki kelebihan dalam perancangan dan pelaksanaan proyek yang inovatif dan secara khusus menyebutkan jangka waktu mereka akan mendukung proyek tersebut. LSM dapat juga mengerjakan percontohan untuk proyek besar pemerintah karena adanya kemampuan bertindak yang lebih cepat dibandingkan dengan pemerintah dengan birokrasinya yang rumit.

c. Memfasilitasi komunikasi

LSM dapat memfasilitasi komunikasi ke atas, dari masyarakat kepada pemerintah, dan ke bawah, dari pemerintah kepada masyarakat. Komunikasi ke atas mencakup pemberian informasi kepada pemerintah tentang apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh masyarakat, sedangkan komunikasi ke bawah mencakup pemberian informasi kepada masyarakat tentang apa yang direncanakan dan dikerjakan oleh pemerintah. LSM juga dapat memberikan informasi secara horizontal dan membentuk jejaring (networking) dengan organisasi lain yang melakukan pekerjaan yang sama.


(28)

d. Bantuan teknis dan pelatihan

Institusi pelatihan dan LSM dapat merancang dan memberikan suatu pelatihan dan bantuan teknis untuk organisasi berbasis masyarakat dan pemerintah.

e. Penelitian, Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi yang efektif terhadap sifat partisipatif suatu proyek akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat dan staf proyek itu sendiri.

LSM juga merupakan organisasi non pemerintah (Non Government Organisation/LSM) yang independent dan mandiri, bukan merupakan “undebouw” dari sebuah lembaga Negara dan pemerintah, partai poltik dan tidak menjalankan politik praktis untuk mengejar kekuasaan. LSM bekerja atas dasar kesadaran untuk membantu masyarakat atau menghasilkan tujuan yang bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Dengan kata lain kerja-kerja LSM bersifat non profit. Dalam perjalanannya LSM-LSM terspesialisasi bergerak dibidang garapan tertentu. Ada LSM lingkungan, LSM pemberdayaan masyarakat, LSM pertanian, perikanan, LSM hukum, LSM yang bergerak dibidang kontrol kebijakan pemerintah dan lain sebagainya. LSM didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Keberadaan LSM disamakan dengan Organisasi masyarakat (ormas) yang berdirinya mengacu pada UU No. 8 tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan.


(29)

18

Secara subjektif, peran LSM adalah non profit, bukan untuk memperkaya pengurus atau aktivis penggiatnya. Kiprahnya adalah bersifat sosial yang bermuara pada kemanfaatan dan keberpihakan pada kebenaran dan keadilan. Berdasarkan definisi, fungsi dan kiprahnya tersebut, secara teori keberadaan LSM sangat idealis dan memiliki tujuan yang sangat luhur. LSM merupakan bentuk aktualisasi diri pada orang-orang yang memiliki kepekaan sosial dan ingin menyalurkan diri bagi kemanfaatan orang lain.

2. Pengelompokan LSM

1. LSM Operasional

Tujuan utamanya adalah perancangan dan implementasi proyek pengembangan. Kelompok ini menggerakkan sumber daya dalam bentuk keuangan, material atau tenaga relawan, untuk menjalankan proyek dan program mereka. Proses ini umumnya membutuhkan organisasi yang kompleks. LSM operasional ini masih dapat dibagi atas 3 kelompok besar :

a. Organisasi berbasis masyarakat yang melayani suatu populasi khusus dalam suatu daerah geografis yang sempit

b. Organisasi Nasional yang beroperasi dalam sebuah negara yang sedang berkembang

c. Organisasi Internasional yang pada dasarnya berkantor pusat di negara maju dan menjalankan operasi di lebih dari satu negara yang sedang berkembang.


(30)

2. LSM Advokasi

Tujuan utamanya adalah mempertahankaan atau memelihara suatu isu khusus dan bekerja untuk mempengaruhi kebijakan dan tindakan pemerintah untuk atau atas isu itu. Organisasi ini pada dasarnya berusaha untuk meningkatkan kesadaran (awareness) dan pengetahuan dengan melakukan lobi, kegiatan pers dan kegiatan-kegiatan aktivis. LSM ini pada dasarnya bekerja melalui advokasi atau kampanye atas suatu isu dan tidak mengimplementasikan program. Kelompok ini menjalankan fungsi yang hampir sama dengan kelompok operasional, namun dengan tingkatan dan komposisi yang berbeda. Pencarian dana masih perlu namun dengan ukuran yang lebih kecil. LSM dapat pula dikelompokkan berdasarkan orientasi dan tingkat operasi.

a. Berdasarkan Orientasi

1. Orientasi Amal (Charitable) sering melibatkan kerja pola top-down dengan sedikit partisipasi penerima manfaat. Kegiatan LSM diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan makanan pada orang miskin, pakaian dan obat-obatan, perumahan, sekolah, dll. LSM ini dapat juga melakukan aktifitas bantuan pada bencana alam atau bencana akibat perbuatan manusia.

2. Orientasi pelayanan mencakup LSM yang aktifitasnya berupa penyediaan jasa pelayanan kesehatan, perencanaan keluarga atau pelayanan pendidikan yang programnya dirancang oleh LSM dan masyarakat diharapkan berpartisipasi dalam implementasinya dan dalam penerimaan layanannya.


(31)

20

3. Orientasi partisipasi dicirikan dengan proyek kelola sendiri (self-help projects) dimana penduduk setempat dilibatkan dalam implementasi proyek dengan cara memberi bantuan uang tunai, peralatan, lahan, bahan-bahan, tenaga kerja, dll. Dalam proyek pengembangan masyarakat yang klasik, partisipasi dimulai dengan identifikasi kebutuhan dan dilanjutkan kepada tahap perencanaan dan implementasi.

4. Orientasi pemberdayaan tujuannya adalah membantu orang miskin untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi yang mempengaruhi kehidupan mereka, dan untuk meningkatkan kesadaran mereka akan kekuatan potensial yang mereka miliki untuk mengendalikan kehidupan mereka. Kadang-kadang, kelompok ini berkembang secara spontan akibat adanya suatu masalah atau isu, dan LSM memainkan peranan fasilitasi dalam perkembangan mereka.

b. Berdasarkan tingkatan operasi

1. Organisasi berbasis masyarakat muncul dari inisiatif orang-orang itu sendiri. Ini dapat mencakup klub olahraga, organisasi perempuan, organisasi jiran, organisasi agama atau pendidikan. Ada banyak variasi dari jenis ini. Sebagian didukung oleh LSM, atau badan bilateral atau internasional, dan yang lainnya independen dari bantuan pihak luar. Sebagian bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat miskin kota atau membantu mereka memahami hak-hak mereka dalam


(32)

memperoleh akses kepada layanan yag dibutuhkan sementara yang lain terlibat dalam penyediaan layanan itu sendiri.

2. Organisasi perkotaan (Citywide Organizations) mencakup organisasi seperti Rotary atau Lion’s Club, kamar dagang dan industri, koalisi bisnis, kelompok etnis dan pendidikan dan asosiasi organisasi masyarakat. Sebagian berdiri untuk tujuan tertentu namun menjadi terlibat dalam membantu orang miskin sebagai satu dari banyak kegiatannya, sementara yang lain dibentuk untuk tujuan khusus yaitu membantu orang miskin.

3. LSM nasional mencakup organisasi seperti Palang Merah (Red Cross), organisasi profesi, dll. Sebagian di antaranya memiliki cabang di suatu negara dan membantu LSM setempat.

4. LSM internasional mulai dari badan sekuler seperti organisasi Save the Children, OXFAM, CARE, Ford and Rockefeller Foundations hingga kelompok yang didasarkan oleh agama. Kegiatan mereka bervariasi dari pencariaan dana hingga implementasi proyek.

Berdasarkan pengelompokannya, LSM atau organisasi non pemerintah juga memiliki kelompoknya sendiri. Terdapat LSM yang sifatnya Advokasi untuk mengontrol tindakan dan mempengaruhi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan beberapa orientasi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Serta terdapat pula kelompok LSM yang bersifat operasional yang menjalankan proyek dan tugas-tugas mereka serta dapat menjadi mitra pemerintah.


(33)

22

C. Tinjauan mengenai Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Menurut Peraturan Mendiknas nomor 69 Tahun 2009, standar biaya operasi nonpersonalia adalah standar biaya yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi nonpersonalia selama 1 (satu) tahun sebagai bagian dari keseluruhan dana pendidikan agar satuan pendidikan dapat melakukan kegiatan pendidikan secara teratur dan berkelanjutan sesuai Standar Nasional Pendidikan. BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Namun demikian, ada beberapa jenis pembiayaan investasi dan personalia yang diperbolehkan dibiayai dengan dana BOS.

1. Tujuan Bantuan Operasional Sekolah

Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu.

Secara khusus program BOS bertujuan untuk:

a. Membebaskan pungutan bagi seluruh siswa SD/SDLB negeri dan SMP/SMPLB/SMPT (Terbuka) negeri terhadap biaya operasi sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI). Sumbangan/pungutan bagi sekolah RSBI dan SBI harus tetap mempertimbangkan fungsi pendidikan sebagai kegiatan nirlaba, sehingga sumbangan/pungutan tidak boleh berlebih;

b. Membebaskan pungutan seluruh siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di sekolah negeri maupun swasta;

c. Meringankan beban biaya operasi sekolah bagi siswa di sekolah swasta.


(34)

2. Sasaran Program dan Besar Bantuan

Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk SMP (SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini.

Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah pada tahun anggaran 2012, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:

a. SD/SDLB : Rp 580.000,-/siswa/tahun b. SMP/SMPLB/SMPT : Rp 710.000,-/siswa/tahun

(Sumber : bos.kemendikbud.go.id)

3. Waktu Penyaluran Dana

Tahun anggaran 2012, dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode Januari sampai Desember 2012, yaitu semester 2 tahun pelajaran 2011/2012 dan semester 1 tahun pelajaran 2012/2013. Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober-Desember. Khusus untuk sekolah di daerah terpencil, penyaluran dana BOS dilakukan 6 bulanan. Penetapan daerah terpencil dilakukan melalui Peraturan Menteri Keuangan secara khusus, atas usulan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.


(35)

24

4. Penggunaan Dana BOS

a. Pembelian/penggandaan buku teks pelajaran, yaitu untuk mengganti yang rusak atau untuk memenuhi kekurangan.

b. Pembiayaan seluruh kegiatan dalam rangka penerimaan siswa baru, yaitu biaya pendaftaran, penggandaan formulir, administrasi pendaftaran, dan pendaftaran ulang, pembuatan spanduk sekolah bebas pungutan, serta kegiatan lain yang berkaitan langsung dengan kegiatan tersebut (misalnya untuk fotocopy, konsumsi panitia, dan uang lembur dalam rangka penerimaan siswa baru, dan lainnya yang relevan);

c. Pembiayaan kegiatan pembelajaran remedial, PAKEM, pembelajaran kontekstual, pembelajaran pengayaan, pemantapan persiapan ujian, olahraga, kesenian, karya ilmiah remaja, pramuka, palang merah remaja, Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dan sejenisnya (misalnya untuk honor jam mengajar tambahan di luar jam pelajaran, biaya transportasi dan akomodasi siswa/guru dalam rangka mengikuti lomba, fotocopy, membeli alat olah raga, alat kesenian dan biaya pendaftaran mengikuti lomba); d. Pembiayaan ulangan harian, ulangan umum, ujian sekolah dan laporan

hasil belajar siswa (misalnya untuk fotocopi/ penggandaan soal, honor koreksi ujian dan honor guru dalam rangka penyusunan rapor siswa); e. Pembelian bahan-bahan habis pakai seperti buku tulis, kapur tulis, pensil,

spidol, kertas, bahan praktikum, buku induk siswa, buku inventaris, langganan koran/majalah pendidikan, minuman dan makanan ringan untuk kebutuhan sehari-hari di sekolah, serta pengadaan suku cadang alat kantor; f. Pembiayaan langganan daya dan jasa, yaitu listrik, air, telepon, internet, modem, termasuk untuk pemasangan baru jika sudah ada jaringan di sekitar sekolah. Khusus di sekolah yang tidak ada jaringan listrik, dan jika sekolah tersebut memerlukan listrik untuk proses belajar mengajar di sekolah, maka diperkenankan untuk membeli genset;

g. Pembiayaan perawatan sekolah, yaitu pengecatan, perbaikan atap bocor, perbaikan sanitasi/WC siswa, perbaikan pintu dan jendela, perbaikan mebeler, perbaikan sanitasi sekolah, perbaikan lantai ubin/keramik dan perawatan fasilitas sekolah lainnya;

h. Pembayaran honorarium bulanan guru honorer dan tenaga kependidikan honorer. Untuk sekolah SD diperbolehkan untuk membayar honor tenaga yang membantu administrasi BOS;

i. Pengembangan profesi guru seperti pelatihan, KKG/MGMP dan KKKS/MKKS. Khusus untuk sekolah yang memperoleh hibah/block grant pengembangan KKG/MGMP atau sejenisnya pada tahun anggaran yang sama tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;

j. Pemberian bantuan biaya transportasi bagi siswa miskin yang menghadapi masalah biaya transport dari dan ke sekolah, seragam, sepatu/alat tulis sekolah bagi siswa miskin yang menerima Bantuan Siswa Miskin . Jika dinilai lebih ekonomis, dapat juga untuk membeli alat transportasi sederhana yang akan menjadi barang inventaris sekolah (misalnya sepeda, perahu penyeberangan, dll);


(36)

k. Pembiayaan pengelolaan BOS seperti alat tulis kantor (ATK termasuk tinta printer, CD dan flash disk), penggandaan, surat-menyurat, insentif bagi bendahara dalam rangka penyusunan laporan BOS dan biaya transportasi dalam rangka mengambil dana BOS di Bank/PT Pos;

l. Pembelian komputer (desktop/work station) dan printer untuk kegiatan belajar siswa, masing-masing maksimum 1 unit dalam satu tahun anggaran;

m. Bila seluruh komponen 1 s.d 12 di atas telah terpenuhi pendanaannya dari BOS dan masih terdapat sisa dana, maka sisa dana BOS tersebut dapat digunakan untuk membeli alat peraga, media pembelajaran, mesin ketik, peralatan UKS dan mebeler sekolah.

(Sumber : bos.kemendikbud.go.id)

5. Larangan Penggunaan Dana BOS

a. Disimpan dalam jangka waktu lama dengan maksud dibungakan. b. Dipinjamkan kepada pihak lain.

c. Membiayai kegiatan yang tidak menjadi prioritas sekolah dan memerlukan biaya besar, misalnya studi banding, studi tour (karya wisata) dan sejenisnya.

d. Membiayai kegiatan yang diselenggarakan oleh UPTD Kecamatan/ Kabupaten/kota/Provinsi/Pusat, atau pihak lainnya, walaupun pihak sekolah tidak ikut serta dalam kegiatan tersebut. Sekolah hanya diperbolehkan menanggung biaya untuk siswa/guru yang ikut serta dalam kegiatan tersebut.

e. Membayar bonus dan transportasi rutin untuk guru.

f. Membeli pakaian/seragam bagi guru/siswa untuk kepentingan pribadi (bukan inventaris sekolah).

g. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat. h. Membangun gedung/ruangan baru.

i. Membeli bahan/peralatan yang tidak mendukung proses pembelajaran. j. Menanamkan saham.

k. Membiayai kegiatan yang telah dibiayai dari sumber dana pemerintah pusat atau pemerintah daerah secara penuh/wajar, misalnya guru kontrak/guru bantu.

l. Kegiatan penunjang yang tidak ada kaitannya dengan operasi sekolah, misalnya iuran dalam rangka perayaan hari besar nasional dan upacara keagamaan/acara keagamaan.

m. Membiayai kegiatan dalam rangka mengikuti pelatihan/sosialisasi/ pendampingan terkait program BOS/perpajakan program BOS yang diselenggarakan lembaga di luar Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/ Kota dan Kementerian Pendidikan Nasional.


(37)

26

6. Hal-Hal Yang Harus Diperhatikan Dalam Penggunaan Dana BOS

a. Prioritas utama penggunaan dana BOS adalah untuk kegiatan operasional sekolah;

b. Maksimum penggunaan dana untuk belanja pegawai bagi sekolah negeri sebesar 20%. Penggunaan dana untuk honorarium guru honorer di sekolah agar mempertimbangkan rasio jumlah siswa dan guru sesuai dengan ketentuan pemerintah yang ada dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 15 Tahun 2010 tentang SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota;

c. Bagi sekolah yang telah menerima DAK, tidak diperkenankan menggunakan dana BOS untuk peruntukan yang sama;

d. Pembelian barang/jasa per belanja tidak melebihi Rp. 10 juta;

e. Penggunaan dana BOS untuk transportasi dan uang lelah bagi guru PNS diperbolehkan hanya dalam rangka penyelenggaraan suatu kegiatan sekolah selain kewajiban jam mengajar. Besaran/satuan biaya untuk transportasi dan uang lelah guru PNS yang bertugas di luar jam mengajar tersebut harus mengikuti batas kewajaran. Pemerintah daerah wajib mengeluarkan peraturan tentang penetapan batas kewajaran tersebut di daerah masing-masing dengan mempertimbangkan faktor sosial ekonomi, faktor geografis dan faktor lainnya;

f. Jika dana BOS yang diterima oleh sekolah dalam triwulan tertentu lebih besar/kurang dari jumlah yang seharusnya, misalnya akibat kesalahan data jumlah siswa, maka sekolah harus segera melapor kepada Dinas Pendidikan. Selanjutnya Dinas Pendidikan mengirim surat secara resmi kepada Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah yang berisikan daftar sekolah yang lebih/kurang untuk diperhitungkan pada penyesuaian alokasi pada triwulan berikutnya;

g. Jika terdapat siswa pindah/mutasi ke sekolah lain setelah pencairan dana di triwulan berjalan, maka dana BOS siswa tersebut pada triwulan berjalan menjadi hak sekolah lama. Revisi jumlah siswa pada sekolah yang ditinggalkan/menerima siswa pindahan tersebut baru diberlakukan untuk pencairan triwulan berikutnya;

h. Bunga Bank/Jasa Giro akibat adanya dana di rekening sekolah menjadi milik sekolah untuk digunakan bagi sekolah.

(Sumber : bos.kemendikbud.go.id)

7. Landasan Hukum

Landasan hukum kebijakan penyaluran dan pengelolaan dana BOS Tahun 2012 antara lain:


(38)

a. Peraturan Menteri Keuangan No. 201/PMK.07/2011 tentang Pedoman Umum dan Alokasi BOS Tahun Anggaran 2012

b. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 51/2011 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS dan Laporan Keuangan BOS Tahun Anggaran 2012

c. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 62 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pengelolaan BOS

(Sumber : bos.kemendikbud.go.id)

8. Prinsip-prinsip pengelolaan dana BOS

Pengelolaan dana BOS yang dilakukan oleh pihak sekolah harus memiliki aturan dan prinsip-prinsip tertentu. Berdasarkan Permendikbud No. 51 tahun 2011 tentang petunjuk teknis penggunaan dana BOS dan Laporan keuangan BOS prinsip-prinsip yang harus diterapkan dalam pengelolaan dana BOS tersebut adalah:

a. Transparansi b Tertib Administrasi c. Akuntabel

d. Tepat Waktu e. Tepat Sasaran

f. Terhindar dari Penyimpangan

Dana BOS yang akan digunakan harus memenuhi prinsip-prinsip pengelolaan tersebut.

BOS adalah program pemerintah yang pada dasarnya adalah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Bantuan Operasional Sekolah sendiri merupakan bantuan pemerintah pusat kepada seluruh SD/MI dan SMP/MTs se-Indonesia, baik negeri maupunswasta. Bantuan ini diberikan kepada siswa melalui sekolah yang langsung ditrasfer ke rekening sekolah masing-masing.


(39)

28

D. Model-Model Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

Desakan dalam memerangi korupsi telah mendorong munculnya berbagai inisiatif di tingkat multilateral, bilateral, maupun unilateral. Inisiatif tersebut diwujudkan dalam bentuk regulasi, deklarasi dan konvensi nasional maupun internasional antikorupsi, pembentukan badan-badan pemberantas korupsi, lahirnya organisasi independent yang menggagas sejumlah indeks persepsi korupsi diikuti berbagai aktivitas mendukung gerakan antikorupsi, hingga konferensi yang menghasilkan rencana kongkrit perlawanan terhadap korupsi. Seperti yang dikutip dari buku Korupsi Mengorupsi Indonesia (2011:891), selama ini, gerakan melawan korupsi tersebut dilakukan melalui dua pendekatan yang bersifat saling melengkapi. Pendektan tersebut antara lain:

1. Pendekatan Model Represif

Pendekatan yang bersifat represif, yaitu memproses kasus-kasus korupsi sebagai tindak pidana yang harus diselesaikan secara hukum, tindakan ini dikawal oleh perangkat hukum meliputi pasal-pasal hukum dan aparat penegak hukum. Pendekatan hukum memang belum mampu menuntaskan banyak kasus korupsi, tetapi diharapkan bagi pelaku korupsi yang setimpal akan manimbulkan detteren effect berupa rasa takut dan efek jera yang dapat mencegah seseorang dari tindakan korupsi, dikarenakan rasa takut akan hukuman fisik naupun sansi sosial.

Keterbatasan dari upaya hukum adalah sering terjadi efek domino, saat investigasi terhadap suatu kasus korupsi, bisa jadi mengungkapkan lebih banyak pelaku yang sangat mungkin banyak diantaranya adalah tokoh penting


(40)

yang mempunyai kekuasaan sehingga sering usaha hukum mengalami jalan buntu akibat adanya konspirasi beberapa pihak yang mampu menyetir keputusan pengadilan. Kondisi ini memperlambat penanganan kasus korupsi hingga tuntas.

2. Pendekatan Model Preventif

Upaya preventif kurang mendapat tempat dan perhatian dari banyak pihak, karena fokus masyarakat dan media massa lebih pada aksi-aksi penindakan. Namun, ketika semakin banyak kasus korupsi terkuak, masyarakat mulai mencari benag merah adanya berbagai faktor yang membuat tindak pidana korupsi mudah dilakukan oleh koruptor. Longgarnya sistem administrasi anggaran, lemahnya hukum dan faktor-faktor terkait sistem lainnya menyodorkan peluang terjadinya korupsi. Buruknya moral, nilai, dan etika individumditemukan sebagai faktor yang melandasi perilaku korupsi tersebut. Kondisi demikian menyebabkan pendekatan preventif berperan strategis. Upaya preventif diimplementasikan dalam dua cara: pertama, melakukan perbaikan sistem pada sektor publik maupun sektor swasta, dengan mewujudkan good governance yang diharapkan akan mengurangi bahkan menutup peluang terjadinya korupsi. Akan tetapi sistem yang baik tanpa diimbangi oleh kualitas moral para individu yang menjalankan sistem tidak akan menghasilkan output yang baik. Upaya kedua yaitu upaya perbaikan moral melalui pendidikan. Moral merupakan faktor kunci dan pendidikan antikorupsi yang bertujuan memberikan pemahaman mengenai korupsi dan ruang lingkupnya kepada masyarakat, khususnya kepada peserta didik.


(41)

30

3. Pendekatan Sosial dengan Aktivitas Antikorupsi

Inisiatif antikorupsi memerlukan pendekatan yang terintegrasi dan holistik. Secara umum dipahami bahwa korupsi pada sistem politik, pemerintahan, sektor swasta dan konvensi-konvensi antikorupsi internasional harus difokuskan sebagai prioritas utama. Secara strategis cara yang efektif, idealnya memasukan komponen penegakan akuntabilitas, peningkatan partisipasi publik, penguatan sistem integritas nasional, serta penguatan kerja sama internasional.strategi harus difokuskan pada langkah-langkah pelibatan masyarakat melalui pendekatan sosial. Hal tersebut dengan membangun kesadaran tentang isu korupsi dan memobilisasi kemauan publik seperti mendukung kritik-kritik terhadap korupsi, membantu mengembangkan jaringan antikorupsi, serta mengomunikasikan biaya akibat korupsi. Jika terdapat peluang yang bersifat parsial atau signifikan untuk melakukan reformasi, strategi harus mengombinasikan langkah-langkah kemasyarakatan dan kelembagaan untuk memerangi korupsi. Antara lain menargetkan institusi yang menghadapi masalah korupsi serius dan kemauan politik untuk perubahan, mensponsori berbagai workshop Integritas, membantu pengenbanagn LSM antikorupsi dan mendukung advokasi antikorupsi, mendorong pengawasan oleh publik serta mendorong sektor swasta memerangi korupsi dan melakukan advokasi kerjasama.

Pemberantasan korupsi merupakan program jangka panjang. Selain itu perlu dipahami bahwa terdapat banyak jenis korupsi dan banyak model dalam melawan korupsi. Mengimplementasikan strategi ataupun program terbaik


(42)

dalam satu instansi belum tentu memberikan hasil yang memuaskan karena korupsi mempunyai karakteristik sendiri1.

E. Strategi Advokasi LSM Dalam Pencegahan Korupsi dan Mewujudkan Transparansi dana BOS

1. LSM KoAK Sebagai Media Advokasi Pencegahan Korupsi

Pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislatif yang terbentuk sebagai hasil dari Pemilihan Umum , maka harapan yang diinginkan adalah terbentuknya pemerintahan yang kuat artinya mempunyai bargaining point terhadap pengambilan berbagai kebijakan pemberantasan tindak KKN dan mempunyai kesamaan pandangan terhadap KKN sebagai Common Enemy (musuh bersama), sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap Pemerintahan. Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:

1. Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan indicator terhadap makna Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

2. Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, Perbaikan Gaji Pegawai, Sanksi Efek Jera, Pemberhentian Jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi dsb.

1


(43)

32

3. Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksanakan penegakkan hukum tanpa pilih bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas. 4. Melaksanakan Evaluasi , Pengendalian dan Pengawasan dengan

memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.

Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu Pemerintahan yang bersih dan Penyelenggaraan Pemerintahan yang baik dengan melaksanakan seluruh langkah dengan Komitmen dan Integritas terutama dimulai dari Kepemimpinan dalam Pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah ditentukan dimana kelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.

Sebagai organisasi anti korupsi, KoAK Lampung tidak hanya bertindak sebagai organisasi pemantau korupsi yang hanya memantau dan mengekspos kasus-kasus korupsi hasil pentauannya. Namun, KoAK Lampung juga memiliki strategi pemberantasan korupsi yang menyeluruh. Strategi KoAK Lampung adalah “Gerakan Rakyat Anti Korupsi”. Artinya, KoAK Lampung berusaha untuk melibatkan sebanyak mungkin partisipasi rakyat dalam upaya pemberantasan korupsi. Strategi Gerakan Rakyat Anti Korupsi ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Pendidikan Publik. Implementasinya adalah ke dalam berbagai pelatihan gerakan antikorupsi, kampanye anti korupsi, serta memfasilitasi


(44)

pembentukan dan pemberdayaan organisasi rakyat yang bervisi anti korupsi.

2. Advokasi Anti Korupsi. Implementasinya adalah ke dalam bentuk pemantauan korupsi, investigasi anti korupsi, memasukkan kasus ke lembaga peradilan, pemantauan peradilan, pemantauan parlemen, pemantauan dan legal drafting terhadap peraturan atau undang-undang yang berpotensi menimbulkan korupsi.

2. Program Advokasi LSM KoAK Dalam Mewujudkan Transparansi Dana BOS

Menurut Mansour Faqih, Alm. dkk, advokasi adalah usaha sistematis dan terorganisir untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan dalam kebijakan publik secara bertahap-maju (incremental). Julie Stirling mendefinisikan advokasi sebagai serangkaian tindakan yang berproses atau kampanye yang terencana/terarah untuk mempengaruhi orang lain yang hasil akhirnya adalah untuk merubah kebijakan publik. Sedangkan menurut Sheila Espine-Villaluz, advokasi diartikan sebagai aksi strategis dan terpadu yang dilakukan perorangan dan kelompok untuk memasukkan suatu masalah (isu) kedalam agenda kebijakan, mendorong para pembuat kebijakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, dan membangun basis dukungan atas kebijakan publik yang diambil untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dari berbagai pengertian advokasi diatas, kita dapat membagi penjelasan itu atas empat bagian, yakni aktor atau pelaku, strategi, ruang lingkup dan tujuan. (http://nasacenter.blogspot.com/2009/11/strategi-advokasi-konsep-dan.html)


(45)

34

Program advokasi dalam perkembangannya digunakan untuk berbagai macam kepentingan, maka advokasi dalam pembahasan ini tak lain adalah advokasi yang bertujuan memperjuangkan keadilan sosial. Dengan kata lain, advokasi yang dirumuskan merupakan praktek perjuangan secara sistematis dalam rangka mendorong terwujudnya keadilan sosial melalui perubahan atau perumusan kebijakan publik.

Kegiatan advokasi harus mempertimbangkan dan menempuh proses-proses yang disesuaikan sebagai berikut:

1. Proses-proses legislasi dan juridiksi, yakni kegiatan pengajuan usul, konsep, penyusunan academic draft hingga praktek litigasi untuk melakukan judicial review, class action, legal standing untuk meninjau ulang isi hukum sekaligus membentuk preseden yang dapat mempengaruhi keputusan-keputusan hukum selanjutnya.

2. Proses-proses politik dan birokrasi, yakni suatu upaya atau kegiatan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana peraturan melalui berbagai strategi, mulai dari lobi, negoisasi, mediasi, tawar menawar, kolaborasi dan sebagainya.

3. Proses-proses sosialisasi dan mobilisasi, yakni suatu kegiatan untuk membentuk pendapat umum dan pengertian yang lebih luas melalui kampanye, siaran pers, unjuk rasa, boikot, pengorganisasian basis, pendidikan politik, diskusi publik, seminar, pelatihan dan sebagainya. Untuk membentuk opini publik yang baik, dalam pengertian mampu


(46)

menggerakkan sekaligus menyentuh perasaan terdalam khalayak ramai, keahlian dan ketrampilan untuk mengolah, mengemas isu melalui berbagai teknik, sentuhan artistik sangat dibutuhkan.

Dalam konteks penelitian ini bertujuan untuk mewujudkan salah satu prinsip good governance yaitu transparansi. Teori yang digunakan tentu merupakan teori Good governance dengan mengedepankan aspek transparansi dan dijabarkan dengan Implementasi program advokasi yang dilakukan KoAK. LSM KoAK sebagai lembaga anti korupsi pun mengawasi salah satu fenomena tidak transparannya pengelolaan dana BOS sehingga LSM tersebut membuat program-program guna mencegah tindak pidana korupsi. Strategi advokasi yang dilakukan KoAK dalam peningkatan kesadaran para wali murid mengenai transparansi pengelolaan dana BOS sudah menjadi program kerja KoAK di tahun anggaran 2013 ini, program advokasi tersebut meliputi beberapa cara. Cara-cara tersebut adalah:

1. Program Pendidikan

Program advokasi KoAK ini memiliki beberapa program, antara lain Training of Trainer (TOT) dan Diskusi Publik. Strategi ini memiliki indikator mampu menciptakan para wali murid yang kritis dalam menyikapi pengelolaan dana BOS serta bertujuan untuk bertukar pengalaman terkait permasalahan yang dihadapi wali murid.

2. Program Organisir

Program advokasi ini memiliki program Forum Wali Murid (FWM) yang bertujuan untuk membangun akses antara pihak sekolah dan para wali murid serta meLSMrganisir para wali murid untuk aktif dalam


(47)

36

pengawasan dana BOS dengan indicator forum ini terlaksana setiap bulannya.

3. Program Kampanye

Kampanye. LSM KoAK menerbitkan majalah Sapu Lidi yang berisi tentang berita mengenai kegiatan yang dilakukan LSM KoAK. Dalam hal ini KoAK mampu menyebarluaskan pentingnya bahaya korupsi serta mewujudkan masyarakat yang sadar dan kritis dalam menghadapi permasalahan korupsi.

4. Program Pemantauan

Pemantauan yang dilakukan KoAK berjalan setelah atau berbarengan dengan program-program sebelumnya yang sedang berjalan dengan tujuan agar para wali murid dan pihak sekolah mampu menciptakan transparansi dan akuntabilitas dana BOS dengan indicator adanya saran atau kritik pada setiap pertemuan FWM terkait permasalahan dana BOS. Pemantauan dilakukan tidak hanya kepada wali murid yang telah mendapatkan materi pendidikan dan mengikuti FWM tetapi juga kepada pihak sekolah agar menciptakan transparansi dalam pengelolaan dana BOS.

Cara-cara yang dilakukan oleh KoAK tersebut berdasarkan model pendidikan anti korupsi character building yang berorientasi pada pembentukan karakter para peserta didik untuk membangun dan mengembangkan sifat-sifat, watak atau karakter tertentu pda diri seseorang. Dalam konteks ini, para perserta didik ialah para wali murid yang belum memiliki kesadaran akan pentingnya Transparansi dana BOS. Tujuannya adalah untuk benar-benar memahami dan


(48)

menghayati serta mampu mengaplikasikan dalam interaksi, posisi dan peran sosial yang dijalankan.

F. Prinsip-Prinsip Clean governance Dalam Mewujudkan Transparansi Pengelolaan Dana BOS

Clean government merupakan pemerintah yang taat azas, tidak ada penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang serta efisien, efektif, hemat dan bebas KKN. Tujuan akhir dari clean government adalah terwujudnya

Good governance. Good governance pada umumnya diartikan sebagai

pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata „baik‟ disini dimaksudkan sebagai mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip-prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good

governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-prinsip good

governance dapat dilihat sebagai berikut:

1. Partisipasi Masyarakat 2. Tegaknya Sepermasi Hukum 3. Transparansi

4. Peduli Pada Stake Holders 5. Berorientasi pada Konsensus 6. Kesetaraan

7. Efektifitas dan Efisiensi 8. Akuntabilitas


(49)

38

Memperhatikan prinsip-prinsip Good governance di atas, maka sebetulnya Pelaksanaan Good and Clean government merupakan suatu tahapan proses yang ideal. Banyak pihak yang mengatakan relative susah untuk mencapainya. Banyak kendala dan hambatan yang merintanginya. Penyebab tidak terjadinya Clean government dapat dibagi dalam 4 (empat) aspek yaitu aspek individu, aspek organisasi, aspek masyarakat dan aspek peraturan perundang-undangan.

Aspek individu merupakan penyakit sosial yang berkaitan dengan moral dan akhlak manusia. Aspek organisasi berkaitan dengan sistem akuntabilitas kinerja dan kelemahan dalam sistem pengendalian manajemen unit serta kultur organisasi yang kurang mendukung. Aspek masyarakat berkaitan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat yang kurang mendukung terciptanya Clean government misalnya masyarakat kurang peduli dan kurang menyadari bahwa yang paling dirugikan adalah masyarakat sendiri, masyarakat juga ikut terlibat dalam setiap praktek penyimpangan dan pemberantasannya hanya akan berhasil bila masyarakat ikut aktif melakukannya. Aspek peraturan perundang-undangan terkait dengan kualitas peraturan perundang-undangan yang belum memadai, sanksi yang terlalu ringan dan penerapan ketentuan yang tidak konsisten. Variabel tersebut merupakan komponen yang perlu mendapatkan perhatian serius dalam upaya mewujudkan clean government. Sedangkan kegiatan-kegiatan yang rawan terhadap tidak terciptanya Clean government adalah masalah-masalah perizinan, pelelangan, pengadaan, pemberian fasilitas, penerimaan pendapatan, penetapan pungutan, penetapan keputusan, perencanaan,


(50)

pengawasan dan pembuatan peraturan. Pada kegiatan-kegiatan tersebut banyak liku-liku dan cara serta perlakuan-perlakuan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang mengarah pada tidak terciptanya Pada setiap tingkatan dan lini penyelenggaraan pemerintahan harus mengupayakan tercapainya pemerintahan yang baik. Clean Governement dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus melibatkan stake holders yang ada. Baik unsur pemerintah, swasta (dunia usaha) dan masyarakat. Karena tiga komponen ini yang terkait secara langsung. Upaya-upaya dalam rangka menciptakan Clean

government di lingkungan lembaga atau badan penyelenggaraan

pemerintahan termamsuk pula pada pemerintahan di daerah dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu Strategi Preventif, Strategi Detektif dan Strategi Represif. Pada konteks ini, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, strategi tersebut sudah menjadi suatu konsep dasar KoAK untuk mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS di SDN 1 Langkapura dan SMPN 10 bandar Lampung.

Berpedoman pada teori diatas, dalam konteks ini clean governance mengacu pada bagaimana suatu penyelenggara pemerintah, dalam hal ini adalah pihak sekolah yang mendapat bantuan dari pemerintah berupa dana BOS untuk menciptakan bagaimana clean governance itu tercipta yaitu dengan menciptakan suatu unsure dan prinsip good governance dengan transparansi pengelolaan dana BOS tersebut.


(51)

40

G. Kerangka Pikir

Transparansi merupakan prinsip yang mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka. Dalam konteks ini transparansi dana BOS sangatlah penting untuk diketahui oleh para wali murid penerima bantuan dana tersebut. Transparansi juga termasuk dalam prinsip-prinsip pengelolaan dana BOS. Kesadaran wali murid terkait hak mereka untuk mengetahui pengalokasian dana BOS belumlah tercipta dengan baik, sehingga hal ini membuat LSM KoAK selaku lembaga non pemerintah turut serta dalam menumbuhkan kesadaran para wali murid akan hak mereka yang dilindungi oleh UU. No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selain itu, transparansi dana BOS yang diatur dalam Permendikbud No. 51 tentang petunjuk teknis penggunaan dana BOS dan laporan keuangan BOS, yang tidak dilakukan oleh pihak sekolah, termasuk pelanggaran Korupsi yang aturannya juga di atur dalam UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Program LSM KoAK untuk menumbuhkan kesadaran wali murid juga mengacu pada beberapa program, adalah:

1. Pendidikan

Strategi advokasi KoAK ini memiliki beberapa program, antara lain Training of Trainer (TOT) dan Diskusi Publik

2. Organisir

Strategi advokasi ini memiliki program Forum Wali Murid (FWM)

3. Kampanye. LSM KoAK menerbitkan majalah Sapu Lidi yang berisi tentang berita mengenai kegiatan yang dilakukan LSM KoAK.


(52)

4. Pemantauan yang dilakukan wali murid berjalan setelah atau berbarengan dengan program-program sebelumnya yang sedang berjalan

Kegiatan-kegiatan tersebut adalah pengadvokasian yang dilakukan oleh LSM KoAK terhadap wali murid dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS. Adanya program dari KoAK tersebut akan diketahui peran serta masyarakat khususnya para wali murid dalam menyikapi fenomena tersebut. Selain para wali murid, KoAK juga melakukan pemantauan kepada pihak sekolah terkait transparansi pengelolaan dana BOS. Adapun yang menjadi kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut


(53)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Peneliti berusaha untuk menggambarkan bagaimana proses implementasi program-program yang dilakukan oleh LSM KoAK dalam peningkatan kesadaaran wali murid terhadap transparansi dana BOS sehingga tergolong kedalam penelitian deskriptif. Menurut Hasan (2004:13) Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena sosial.

Berdasarkan pengertian di atas maka yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah penelitian yang bersifat menggambarkan tentang kejadian yang sedang berlangsung serta hal-hal yang mempengaruhinya.

Sukardi (2005: 157), mengemukakan bahwa penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang akan diselidiki.


(54)

Pengertian yang disampaikan oleh Sukardi mengenai penelitian deskriptif sedikit berbeda dari pengertian Hasan, menurutnya pengertian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan segala sesuatu tentang yang akan diteliti.

Tujuan dari penelitian deskriptif menurut Nazir (1988: 63) adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Sedangkan Singarimbun dan Effendi (1999:4), mengatakan tujuan dalam penelitian deskriptif, yaitu:

1. Untuk mengetahui perkembangan tertentu atau frekuensi tertentu atau frekuensi terjadinya suatu fenomena tertentu.

2. Untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Menurut Maleong (2000:6) Penelitian kualitatif adalah Penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara menyeluruh dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan metode penelitian deskriptif adalah metode penelitian untuk merumuskan sebuah gambaran yang tersusun sistematis, faktual dan akurat


(55)

44

mengenai kejadian nyata, sifat-sifat serta hubungan fenomena yang akan diteliti yang pada akhirnya dapat mengungkapkan suatu kebenaran.

Peneliti tertarik melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dikarenakan sependapat dengan Bogdan dan Taylor dalam Hadari Nawawi (1994:49) bahwa pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dengan orang-orang yang prilakunya yang dapat diamati. Berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan, peneliti mencoba untuk menggambarkan bagaimanakah Bentuk program LSM KoAK dalam meningkatkan kesadaran para wali murid mengenai hak mereka akan transparansi alokasi dana BOS yang juga didukung oleh UU No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penetapan lokasi penelitian ditentukan secara purposive atau berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan tujuan penelitian. Purposive adalah lokasi penelitian dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu dan diambil berdasarkan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui Implementasi Strategi Advokasi yang dilakukan oleh LSM KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS di SDN 1 Langkapura dan SMPN 10 Bandar Lampung. Pertimbangan yang diambil peneliti karena sekolah-sekolah tersebut merupakan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama negeri serta salah satu sekolah yang diunggulkan di Kota Bandar Lampung. Selain hal


(56)

program Forum Wali Murid yang diadakan KoAK.

Lokasi penelitian yang mengerucut pada SDN 1 Langkapura dan SMPN 10 Bandar Lampung juga karena di kedua sekolah belum adanya transparansi pengelolaan keuangan khususnya dana BOS yang dilakukan oleh pihak sekolah kepada wali murid yang meminta transparansi tersebut.

Sedangkan waktu untuk melakukan penelitian ini berkisar antara bulan April hingga bulan Juli 2013 sesuai dengan berakhirnya tahun ajaran yang dilalui sekolah tersebut.

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi penelitian kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih data yang relevan dan data yang tidak relevan sehingga tidak perlu dimasukkan dalam penelitian (Maleong, 2000: 24). Fokus penelitian memberikan batasan dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data sehingga dengan pembatasan ini peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Fokus penelitian dalam penelitian ini adalah mengenai bentuk program advokasi yang dilakukan oleh LSM KoAK kepada wali murid dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS yang meliputi:

• Pendidikan

Strategi advokasi KoAK ini memiliki beberapa program, antara lain Training of Trainer (TOT) dan Diskusi Publik. Strategi ini memiliki


(57)

46

indikator mampu menciptakan para wali murid yang kritis dalam menyikapi pengelolaan dana BOS serta bertujuan untuk bertukar pengalaman terkait permasalahan yang dihadapi wali murid.

• Organisir

Strategi advokasi ini membentuk program Forum Wali Murid (FWM) yang bertujuan untuk membangun akses antara pihak sekolah dan para wali murid serta mengorganisir para wali murid untuk aktif dalam pengawasan dana BOS dengan indicator forum ini terlaksana setiap bulannya.

• Kampanye

Kampanye. LSM KoAK menerbitkan majalah Sapu Lidi yang berisi tentang berita mengenai kegiatan yang dilakukan LSM KoAK. Dalam hal ini KoAK mampu menyebarluaskan pentingnya bahaya korupsi serta mewujudkan masyarakat yang sadar dan kritis dalam menghadapi permasalahan korupsi.

• Pemantauan

Pemantauan yang dilakukan KoAK berjalan setelah atau berbarengan dengan program-program sebelumnya yang sedang berjalan dengan tujuan agar pihak sekoalah mampu menciptakan transparansi dan akuntabilitas dana BOS dengan indikator adanya Feedback yang diberikan pihak sekolah mengenai transparansi BOS.

Selain itu pemantauan juga dilakukan wali murid terhadap pihak sekolah terkait transparansi pengelolaan dana BOS yang dilakukan.


(58)

Wali murid pun sudah dibekali oleh LSM KoAK tentang pengetahuan dan hak mereka terkait dana BOS.

D. Penentuan Informan

Dalam memilih sample awal menurut Spadly ( dalam Arrohman R, 2001 ) supaya lebih terbukti perolehan informasinya, ia mengajukan beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan, yaitu :

1. Subjek yang telah lama dan insentif menyatu dengan kegiatan atau medan aktifitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan ini biasanya ditandai dengan suatu kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang suatu yang ditanyakan.

2. Subjek masih terkait secara penuh atau aktif pada lingkungan yang menjadi sasaran perhatian peneliti.

3. Subjek yang mempunyai cukup banyak waktu atau kesempatan untuk dimintai informasi.

4. Subjek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau dikemas terlebih dahulu, mereka relatif masih lugu dalam memberikan informasi.

5. Subjek yang sebelumnya tergolong asing dengan peneliti sehingga peneliti dapat merasa lebih tertantang untuk belajar sebanyak mungkin dari subjek yang semacam guru baginya.

Dengan demikian berdasarkan tujuan yang sudah ditentukan, peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam penentuan informan. Teknik ini dipergunakan langsung dengan cara menggali dari sumber informasi dari informan dan dari catatan di lapangan yang relevan dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, informan-informan dipilih dengan mendasarkan pada subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data serta bersedia memberikan informasi data.


(59)

48

Dalam hal ini data dapat diperoleh dari informan yang sudah ditentukan sebelumnya, yaitu:

1. Pihak Sekolah SDN 1 Langkapura

• Kepala Sekolah : Sri Nastiti, S.Pd

• Bendahara Sekolah : Rismawati, S.Pd

2. Pihak Sekolah SMPN 10 Bandar Lampung

• Kepala Sekolah : Nurhayati, S.Pd

• WaKa Kesiswaan : Usmiyati, S.Pd

3. LSM KoAK

• Koordinator KoAK : Ahmad Yulden Erwin

• Direktur Eksekutif KoAK: Muhammad Yunus

4. Wali Murid dan Anggota Komite SDN 1 Langkapura : Wahyuni, Nurul Atika dan Laila Sari

5. Wali Murid dan Anggota Komite SMPN 10 Bandar Lampung : Murdoko, Sri Nuryamah dan Sukarman


(60)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Teknik Wawancara

Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai topik penelitian dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada informan yang telah ditentukan.

Menurut Danim (2004:193) cara melakukan wawancara yaitu: Wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan skedul terstruktur, terfokus atau bebas. Skedul terstruktur adalah wawancara yang digunakan peneliti dengan menggunakan pedoman wawancara yang spesifik dan terstruktur. Wawancara terfokus digunakan untuk tujuan memperoleh data atau opini dari responden yang bersifat khusus, seperti masalah-masalah yang sangat pribadi atau rahasia. Wawancara bebas dilakukan oleh peneliti dengan tidak menggunakan panduan khusus kepada pihak SDN 1 Langkapura, SMPN 10 Bandar Lampung dan juga kepada KoAK serta wali murid kedua sekolah.

2. Dokumentasi

Menurut Moleong (2000) dokumentasi adalah setiap bahan tertulis ataupun film. Dokumen sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan bahkan untuk meramalkan. Dokumentasi yang dilakukan oleh penulis yaitu dengan mengumpulkan foto-foto pelaksanaan program yang dilakukan oleh LSM


(61)

50

KoAK atau berupa dokumen-dokumen yang berkaitan dengan program LSM KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah data yang diperoleh terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah dengan mengolah data tersebut. Teknik pengolahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Editing

Menurut Bungin (2008 : 165) editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai menghimpun data di lapangan. Tahap editing adalah tahap memeriksa kembali data yang berhasil diperoleh dalam rangka menjamin keabsahannya (validitas) untuk kemudian dipersiapkan ketahap selanjutnya yaitu memeriksa hasil kuesioner yang telah diisi oleh responden. . 2. Tabulating

Tahap tabulasi adalah tahap mengelompokan jawaban-jawaban yang serupa secara teratur dan sistematis. Tahap ini dilakukan dengan cara mengelompokkan jawaban-jawaban responden yang serupa. Melalui tabulasi data akan tampak ringkas dan bersifat merangkum. Pada penelitian ini data-data yang telah diperoleh dari lapangan kemudian disusun kedalam bentuk tabel, sehingga pembaca dapat melihat dan memahaminya dengan mudah. 3. Intepretasi data

Tahap interpretaasi data yaitu tahap untuk memberikan penafsiran atau penjabaran dari data yang ada pada tabel untuk dicari maknanya yang lebih


(62)

serta dari dokumentasi yang ada. G. Teknik Analisis Data

Menurut Purwanto dan Sulistyastuti (2007:93) analisis data merupakan proses memanipulasi data hasil penelitian sehingga data tersebut dapat menjawab pertanyaan penelitian/proses menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah diinterprestasikan.

Menurut Milles dan Huberman (1992:16) terdapat tiga komponen analisis yaitu:

1. Reduksi Data

Yaitu sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah analisis yang menajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data mengenai analisis program-program yang dilakukan oleh LSM KoAK dalam meningkatkan kesadaran wali murid mengenai transparansi dana BOS, dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data terasa sesudah penelitian dilapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Pada pengumpulan data terjadilah tahapan reduksi selanjutnya yaitu membuat ringkasan mengenai penelitian ini.Reduksi data sebagai proses transformasi ini berlanjut terus sesudah penelitian lapangan.


(1)

104

(FWM) untuk masing-masing sekolah sebagai wadah para wali murid dalam mengontrol transparansi pengelolaan dan BOS.

3. Program pemantauan terdapat hasil yang berbeda. Berdasarkan hasil turun lapangan yang dilakukan terdapat perbedaan antara SDN 1 Langkapura dan SMPN 10 Bandar Lampung dalam memberikan Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS). SDN 1 Langkapura dinilai masih belum tertib administrasi karena hanya memberikan laporan tersebut kepada komite sekolah saja, sedangkan untuk wali murid yang tidak tergabung di dalam komite belum bisa mendapatkan laporan keuangan tersebut. Para wali murid yang tidak tergabung di dalam komite diarahkan kepada mereka yang sudah mendapatkan laporan tersebut atau meminta kepada dinas terkait, padahal menurut Permendikbud No. 51 tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS dan Laporan Keuangan BOS terdapat prinsip tertib administrasi yang harus dilakukan oleh pihak sekolah. Hal tersebut berbeda dengan SMPN 10 Bandar Lampung yang memberikan laporan tersebut kepada komite sekolah dan juga kepada wali murid yang meminta.

4. Pada program kampanye juga terdapat hasil yang berbeda, pihak SMPN 10 Bandar Lampung belum memaksimalkan papan informasi yang diberikan secara sukarela oleh KoAK. Papan informasi tersebut sebenarnya ditujukan untuk memberikan info terkait penggunaan dana


(2)

105

BOS yang dilakukan oleh sekolah akan tetapi papan tersebut hanya dibiarkan begitu saja dan rusak karena jarang terpakai.

Secara keseluruhan program advokasi LSM KoAK dalam mewujudkan transparansi pengelolaan dana BOS memiliki kesamaan yang signifikan, hanya pada program pemantauan di SDN 1 Langkapura dan Program Kampanye di SMPN 10 yang dinilai belum maksimal.

B. Saran

Berdasarkan simpulan diatas, saran-saran yang dapat diberikan adalah:

1. Pada program pemantauan yang belum maksimal diharapkan untuk lebih terbuka dalam memberikan informasi terkait laporan pengelolaan dana BOS. Selain itu juga disarankan untuk lebih tertib secara administratif dalam memberikan laporan pengelolaan dana BOS tersebut kepada wali murid yang tidak tergabung di dalam komite dan belum mendapatkan laporan tersebut walaupun pihak sekolah sebelumnya telah memberikan laporan tersebut kepada komite. Selain itu pula disarankan kepada wali murid untuk lebih aktif dalam mengontrol pengalokasian dana tersebut sehingga tidak hanya Komite dan FWM saja yang mengawasi.

2. Pada program kampanye yang belum maksimal disarankan untuk memaksimalkan sarana dan prasaran sekolah seperti papan informasi, website sekolah maupun media lainnya untuk memnerikan informasi


(3)

106

tentang alokasi dana BOS yang dilakuakn agar masyarakat luas mengetahui alokasi tersebut sehingga terhindar dari kecurigaan publik dan perwujudan transparansi pengelolaan dana BOS dapat terbangun.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ahmadi, Abu. 2002. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.

Alatas, Syed Hussein. 1987. Korupsi, sebab dan fungsi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Andolina,Molly.2006.Participant and civil Society.oxford University Press.New York.

Baswedan, Anies.2011.Korupsi Mengorupsi Indonesia.Gramedia: Jakarta Fakih, Mansur. 1996. Masyarakat sipil untuk transformasi social. Yogyakarta.

Puataka belajar

H. Hie, Norman 2002. Partisipasi Politik. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Idrus,muhammad.2009.Metode Penelitian Ilmu sosial.Erlangga.Jakarta. Kencana, Inu. 1993. System pemerintahan Indonesia. Renika cipta. Jakarta

Laminantang, Theo dan P. A. Laminantang. 2009. Kejahatan dan Jabatan Tertentu Sebagai Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika. Jakarta

Maheka,Arya. 2006. Mengenali dan memberantas korupsi. KPK.Jakarta. Nazir, Moh. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Philipus, Ng dan Nurul Aini. 2004. Sosiologi Politik. PT Rajagrafindo Persada.Jakarta.

Pope, Jeremy. 2004. Strategi memberantas korupsi: integritas nasional.Yayasan Obor Indonesia.Jakarta.

Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta.


(5)

Sastroatmodjo, Soejono. 1995. Perilaku masyarakat. IKIP Semarang Press. Semarang.

Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Thantowi, Pramono, dkk. 2005. Membasmi Kanker Korupsi. PSAP. Jakarta. Tim Penyusun .2011.Pendidikan korupsi di perguruan tinggi. CSRC Gramedia:

Jakarta

Umar, Husein. 2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Dokumen :

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Permendikbud No. 51 Tahun 2011 tentang petunjuk teknik penggunaan dana dan laporan keuangan Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan Modul Komite 1, 2, 3. 2006 .Depdiknas. Jakarta Majalah Sapu Lidi Edisi Januari 2013.

Majalah Sapu Lidi Edisi Februari 2013. Majalah Sapu Lidi Edisi Maret 2013.

Media :

bos.kemendikbud.go.id kemendiknas.go.id

www.KoAK.org

http:// sapulidinews.com/berita.php?id=827 ( Diakses 16 September 2013 Pukul 21.35 )


(6)

http://lampost.co/berita/penyaluran-dana-bos.html ( Diakses 16 September 2013 Pukul 22.02 )

yuanitasylvia.blogspot/ilmu pengetahuan/teori implementasi/19900110619891130 . ( diakses 9 Mei 2013 Pukul 19.30 )

http://perencanaankota.blogspot.com/2012/01/beberapa-teori-tentang-implementasi.html ( diakses 9 Mei 2013 Pukul 20.08 )