Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Kabupaten Samosir

(1)

IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH PADA JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh :

TEGUH CITRA OKTOVARI S 080903029

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Medan


(2)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas Berkat, Kuasa dan Kasih-Nya, sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan menyusus skripsi ini yang berjudul “Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Kabupaten Samosir ”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Selama menyusun skripsi ini penulis mendapat banyak bantuan, bimbingan, dorongan dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahandaku Pdt. Manuasa Hasudungan Sidabutar, S.Th dan Ibundaku Agnes Elfiera Rumondang Manik. Apabila ada kata yang lebih baik dari kata terimakasih, maka kata itu akan penulis ucapkan pada kalian. Tuhan Yesus Senantiasa memberkati kalian.

2. Bapak Prof. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Bapak Drs. Muhammad Husni Thamrin, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara.

4. Bapak Drs. Burhanuddin Harahap, M.Si selaku Dosen Pembimbing. 5. Ibu Dra. Februati Trimurni, M.Si selaku dosen yang memberikan


(3)

6. Seluruh staf pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah menbantu penulis dalam segala urusan administrasi

7. Seluruh pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir yang telah memberikan bantuan kepada penulisa dalam pengumpulan data, bahkan pada saat sedang sibuk dengan tugas kantor.

8. Kepala-kepala Sekolah dan guru-guru di SDN 2 Nainggolan Kec. Nainggolan, SDN 5 Cinta Maju Desa Cinta Maju Kec. Sitio-tio, SDN 1 Pardomuan Nauli Desa Pardomuan Nauli Kec. Palipi, SDN 6 Salaon Toba Kec. Ronggur Nihuta, SDN 2 Harian Kec. Onan Runggu, SDN 1 Pardomuan I Kec. Pangururan, SDN 5 Aek Sipitu Dai Kec. Sianjur Mula-mula dan SDN 1 Ambarita Kec. Simanindo yang telah menjadi informan penelitian skripsi.

9. Amangboru Purba dan Namboru br. Sirait yang telah membantu penulis dalam mempersiapkan berbagai kebutuhan dan logistik selama penulis melakukan penelitian di samosir.

10.Saudara-saudaraku Bang Bazaar Sidabutar, Bang Daniel Sidabutar akhinya ane lulus juga bro!! Adekku Nanda Sidabutar dan Gita Sidabutar, cepat nyusul aku ya Genk!!

11.Teman baik sekaligus sahabat yang telah penulis anggap sebagai saudara yaitu Nurdin Matanari S.Sos persahabatan yang kita jalin mendarah daging bro (hahahaha), jangan nakal ya lae awak!!!. Slamet


(4)

Tampubolon keknya kau perlu mandilah lae sebelum kekampus. Jangan lupa slogannya “kebulers will back”.

12.Teman-teman Administrasi Negara Angkatan 2008 yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu, yang telah berpencar entah kemana untuk mencapai cita-cita dan yang masih kuliah, (kuliah!!???), tetap semangat semua.

13.Teman-teman Naposobulung HKBP Gedung Johor atas setiap doa, semangat dan kebersamaanya dalam pelayanan. Saya sangat bersyukur dapat membina diri dan dibina dalam wadah NHKBP ini sehingga saya dapat bertumbuh dalam iman, karakter dan kasih. Untuk pengurus seksi NHKBP seperiode dengan penulis. Buat Ana Saragih, akhirnya skripsi abang siap dek. David Sinaga (yang tinggi), loyalitas berbalas loyalitas dek.

14.Untuk dia yang tidak dapat disebutkan namanya, yang telah menjadi teman penulis dalam melakukan penelitian di Samosir terimakasih atas bantuannya membungkam keheningan

15.Teman-teman touring LBC. Bang Jen, Kak Dewi, Rio, Devi, Mariska, Alwin (unang lebai), Bang Sinar, Renown, David Sinaga, jangan pernah mati jiwa petualangnya kawan-kawan! Perjalanan kita merupakan pelarian terbaik dari kesibukan dan kepenatan.

16.The Special One Agnesia Puspasari Tondang yang telah menjadi partner terbaik penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Kehadiranmu begitu mengejutkan. Tidak aku dan kau sekarang melainkan KITA.


(5)

17.Serta semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namanya. Jasa dan pengorbanan kalian akan di balas oleh Tuhan.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam skripsi ini. Untuk itu sangat diharapkan saran dan kritik guna menyempurnakannya. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait.

Penulis

( Teguh Citra Oktovari S )


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan ... 12

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.5 Kerangka Teori ... 13

1.5.1 Konsep Kebijakan Publik ... 13

1.5.1.1Pengertian Kebijakan Publik ... 13

1.5.1.2Bentuk dan Tahapan Kebijakan Publik ... 16

1.5.2 Konsep implementasi ... 20

1.5.2.1Pengertian implemenstasi ... 20

1.5.2.2Model-model Implementasi ... 23

a. Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn ... 23

b. Model Imlementasi George C. Edwards III ... 25

1.5.3 Pengertian Program ... 33

1.5.3.1Implementasi Program ... 34

1.5.4 Konsep Bantuan Operasional Sekolah ... 35

1.5.4.1Gambaran Umum Program Bantuan Operasional Sekolah ... 35

1.5.4.2Tujuan Bantuan Operasional Sekolah ... 38

1.5.4.3Sasaran Program Bantuan Operasional Sekolah ... 38

1.5.4.4Waktu penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah ... 39

1.5.4.5Dasar Hukum Program Bantuan Operasional Sekolah... 40

1.6 Definisi Konsep ... 41

BAB II Metode Penelitian 2.1 Bentuk Penelitian ... 44

2.2 Lokasi Penelitian ... 44

2.3 Informan Penelitian ... 44


(7)

2.5 Teknik Analisa Data ... 48

BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian 3.1Kabupaten Samosir ... 49

3.1.1 Kondisi Geografis ... 51

3.1.2 Kependudukan ... 52

3.1.3 Lokasi Administrasi Pemerintahan ... 52

3.2 Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 53

3.2.1 Sejarah ... 53

3.2.2 Visi dan Misi ... 53

3.2.3 Struktur Organisasi ... 54

3.2.4 Tugas dan Fungsi ... 55

3.2.5 Tujuan dan Sasaran ... 55

3.3 Gambaran Umum Pendidikan Kabupaten Samosir ... 57

3.4 Program-program Peningkatan Pendidikan Kabupaten Samosir ... 59

BAB IV Penyajian Data 4.1Deskripsi Hasil Wawancara ... 67

4.1.1 Komunikasi ... 68

4.1.2 Sumber Daya ... 73

4.1.3 Struktur Birokrasi ... 75

4.1.4 Disposisi Implementor ... 78

4.2 Data Sekunder ... 78

4.3 Kendala Dalam Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar ... 79

BAB V Analisis Data 5.1 Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 82

5.1.1 Komunikasi ... 83

5.1.2 Sumber Daya ... 85

5.1.3 Struktur Birokrasi... 87

5.1.4 Diposisi ... 90

5.2 Analisis Hubungan antar Variabel dalam Implementasi Program BOS Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir. ... 91

BAB VI Penutup 6.1Kesimpulan ... 96


(8)

Daftar Pustaka ... 101


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Angka Partisipasi Murni SD dan SMP di Indonesia

Tahun 2006-2008 ... 7 Tabel 1.2 Tingkat Melek Huruf Kabupaten Samosir ... 10 Tabel 3.1 Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Samosir

Tahun 2011 ... 52 Tabel 3.2 Kondisi umum pendidikan Kabupaten Samosir... 58 Tabel 4.1 Rencana Penggunaan Dana BOS di Sekolah SDN 1 Ambarita


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahap-tahap kebijakan publik ... 17

Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn ... 25

Gambar 3. Pengaruh elemen-elemen dalam implementasi ... 26

Gambar 4. Struktur Organisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir ... 54

Gambar 5. Hubungan variable dalam Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah jenjang pendidikan Sekolah Dasar Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir. ... 91


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara

Lampiran 2 Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2012 yaitu tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Laporan Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2013


(12)

ABSTRAK

Program Bantuan Operasional Sekolah dilatar belakangi oleh kenaikan harga BBM yang membuat menurunnya daya beli masyarakat pada waktu itu. Hal ini mengakibatkan turunnya akses masyarakat, khususnya masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 31 tentang hak harga Negara mendapat pendidikan serta kewajiban Negara untuk menyediakan pendidikan dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan Pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.”

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan analisis data kualitatif yang mengemukakan berbagai gejala/peristiwa/kejadian/ masalah sebagaimana adanya dilapangan secara jelas dan gamblang dengan di ikuti dengan interpretasi data dan pemberian analisa terhadap program bantuan operasional sekolah dikabupaten samosir.

Program bos yang berjalan dikabupaten samosir telah berjalan sesuai dengan peraturan yang ada yaitu peraturan menteri pedidikan dan kebudayaan republik Indonesia nomor 51 tahun 2011 yang berisi tentang petunjuk teknis penggunaan dana bantuan operasional sekolah dan laporan keunangan bantuan operasional sekolah tahun anggaran 2012. Meskipun dalam pelaksanaannya program bos ini telah berjalan sesuai dengan juknis yang ada, namun apabila dilihat dari perspektif George Edwards III, program ini berjalan menjadi sangat kaku, dan tidak ada fleksibelitas dalam mengelola dana bos. George Edward melihat pelaksanaan program dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur organisasi.

Kata kunci : Program BOS, Implementasi, Komunikasi, sumberdaya, disposisi, struktur organisasi.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesejahteraan masyarakat merupakan suatu hal penting yang menjadi prioritas pemerintah Indonesia saat ini untuk ditingkatkan. Guna mengangkat kesejahteraan pemerintah melakukan pembangunan. Pembangunan merupakan kegiatan berkesinambungan, dari yang tidak ada menjadi ada, dari baik menjadi lebih baik lagi. Pembangunan dilakukan di berbagai sektor, yaitu industri, ekonomi, parawisata, dan pertanian. Hal ini dilakukan guna mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat.

Proses pembangunan di Indonesia tentunya didukung oleh sumber daya manusia yang terampil dan terdidik sehingga tujuan dari pembangunan dapat tercapai. Untuk mewujudkan SDM yang bermutu, pembangunan dibidang pendidikan merupakan suatu prioritas yang harus dibangun terlebih dahulu. Pembangunan di bidang pendidikan yang tentunya bukan pembangunan fasilitas fisik semata, namun juga pembangunan dibidang kepribadian manusia melalui peraturan pemerintah. Seperti yang dikemukakan Todaro1

1

Todaro, Michael P.1997.Economics Development. Massachusetts : Adison Wesley

, pembangunan juga merupakan suatu proses yang multi dimensional yang menyangkut perubahan-perubahan penting dalam suatu struktur, sistem sosial, ekonomi, sikap masyarakat, dan lembaga-lembaga nasional, akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan angka pengangguran, dan pemberantasan kemiskinan.


(14)

Proses pendidikan merupakan upaya mewujudkan nilai bagi peserta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia yang di didik dan memerlukan pendidikan dapat menghayati nilai-nilai agar mampu menata perilaku serta pribadi sebagaimana mestinya. Misalnya dalam wacana ke-Indonesiaan pendidikan berakar dari konteks budaya dan karasteristik masyarakat Indonesia, serta demi memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berubah. Dengan begitu pendidikan dapat terlaksana dengan baik apabila dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab secara rasional, sosial dan moral sesuai dengan tugas dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Hal ini diperkuat oleh amanah Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan, “…untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…”. Sehingga usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan suatu negara pada masyarakatnya dapat menunjukkan perubahan yang berarti. Pendidikan menghasilkan sumber daya manusia yang mumpuni serta tenaga kerja untuk menunjang pembangunan.

Sejatinya hakikat pendidikan adalah suatu proses menumbuhkembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya, dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global. Tilaar 2

2

Tilaar, H.A.R. 2002. Pendidikan, Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia : Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, Bandung : Remaja Rosdakarya. Hal : 28

menyebutkan lima rumusan operasional dari hakikat pendidikan, yaitu 1. Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan. 2. Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia. 3. Eksistensi manusia yang memasyarakat. 4. Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya. 5. Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi waktu dan ruang.


(15)

Pemerintah Indonesia berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Usaha tersebut dirumuskan berupa kebijakan serta produk undang-undang maupun peraturan pemerintah. Adapun landasan hukum Pendidikan Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 31 tentang hak harga Negara mendapat pendidikan serta kewajiban Negara untuk menyediakan pendidikan, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, PP Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan.

Upaya pemerintah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di Indonesia telah ditempuh melalui berbagai strategi, akan tetapi hasil pembangunan pendidikan Indonesia sampai saat ini masih menjadi “catatan merah”. Berdasarkan data indeks Pembangunan Manusia3

Rendahnya indeks pembangunan manusia tersebut, menandakan masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini menciptakan keprihatinan bagi Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keberhasilan pembangunan mutu pendidikan di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia diukur dari beberapa indicator antara , indikator pendidikan masih cukup memprihatinkan, terpuruknya kondisi Human Development Index (HDI) atau Indek Pembangunan Manusia Indonesia pada tahun 2011 menempati peringkat 124 dari 187 negara. Hal ini berarti bahwa Indonesia tertinggal jauh di bawah negara ASEAN lainnya seperti Negara Malaysia (61), Negara Thailand (103) dan Negara Philipina (112).


(16)

lain, (1) Penilaian terhadap rata-rata usia harapan hidup, (2) Tingkat keaksaraan atau melek huruf, (3) Lama menempuh pendidikan dan (4) kemampuan daya beli masyarakat atau pengeluaran perkapita. Kesehatan dan pendidikan, kedua indikator tersebut jelas saling memiliki korelasi yang mengikat, serta mempunyai pengaruh signifikan terhadap mutu Sumber Daya Manusia. Dengan demikian rendahnya tingkat kesehatan dan rendahnya mutu pendidikan masyarakat merupakan bukti belum berhasilnya pembangunan Pemerintah Indonesia bidang pendidikan.

Kondisi pendidikan di Indonesia saat ini kian diperparah dengan dikeluarkannya kebijakan pengurangan subsidi Bahan Bakar Minyak oleh pemerintah. Tidak hanya sampai sampai disitu, pemerintah juga menaikkan harga BBM yang menyebabkan tingginya tingkat inflasi pada tahun 2006. Hal tersebut berdampak cukup besar pada sektor pendidikan. Hal ini ditandai dengan meningkatnya angka peserta didik putus sekolah karena menurunnya kemampuan daya beli masyarakat, untuk membeli kebutuhan alat tulis, membayar uang sekolah serta biaya kegiatan sekolah lainnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 35,1 juta jiwa atau 15,97 persen. Kondisi ini memburuk, pada tahun 2006, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi 39,3 juta jiwa atau 17,75 persen. Untuk memperkecil dampak kenaikan Harga BBM dan pengurangan subsidi BBM yang menghambat pembangunan pendidikan, pemerintah Indonesia secara terus-menerus melakukan berbagai upaya.

Upaya tersebut adalah dibuatnya kebijakan PKPS BBM, yaitu program untuk mengurangi dampak atau yang ditanggung oleh masyarakat, khususnya


(17)

masyarakat yang diakibatkan oleh kenaikan harga BBM. Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak tersebut terdiri dari empat bidang program yaitu untuk bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur perdesaan, dan bantuan langsung tunai. Salah satu program bidang pendidikan adalah Program Bantuan Operasional Sekolah. Melalui program ini pemerintah memberikan bantuan kepada Sekolah-sekolah setingkat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama dengan bersedia memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh peserta didik. Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, Sekolah yang dicakup dalam program ini adalah SD/MI/SDLB/salafiyah setingkat SD dan SMP/MTS/SMPLB/salafiyah setingkat SMP, baik negeri maupun swasta4

Program BOS mulai dilaksanakan pada Juli 2005 bersamaan dengan awal tahun ajaran 2005/2006. Besar dana yang dianggarakan pemerintah untuk program BOS pada tahun 2005 adalah Rp 5,1 triliun. Pada tahun 2006 angka ini meningkat menjadi Rp 10,2 triliun dan Rp 11,6 triliun tahun 2007

. Besarnya dana BOS yang diterima oleh tiap-tiap sekolah berbeda, karena didasarkan pada jumlah peserta didik yang berada disekolah tersebut. Tidak ada perbedaan penyaluran dana BOS antara sekolah negeri dan sekolah swasta, namun perbedaannya hanya dalam pengelolaannya.

5

. Hingga pada tahun 2012 angka ini terus meningkat menjadi Rp. 23,6 triliun6

. Besar biaya BOS periode tahun 2005-2008 yang diterima oleh sekolah belum termasuk untuk BOS Buku, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan SD/SDLB

diakses pada tanggal 5 Desember

2012 5

6

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 201/PMK 07/2011 Tentang Pedoman Umum dan Alokasi Bantuan Operasional sekolah Tahun Anggaran 2012


(18)

Rp252.000/siswa/tahun, SMP/SMPLB/SMPT Rp. 330.000/siswa/tahun. Sedangkan BOS buku diberikan sejak tahun 2006, untuk SD/SDLB Rp 20.000 untuk satu judul buku dan SMP/SMPLB/SMPT besarnya Rp 30.000 setiap judul buku.

Mekanisme penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah dari tahun 2005 hingga pada tahun 2012 mengalami tiga kali perubahan. Seperti yang dilansir dari bisnis.com bahwa aliran dana BOS sebelum tahun 2011 langsung ditransfer dari Kementrian Pendidikan Nasional ke rekening sekolah. Namun pada tahun 2011 mekanisme aliran dana BOS tersebut masuk dulu ke APBD di tingkat kabupaten atau kota, kemudian baru ditransfer kerekening sekolah melalui SKPD pendidikan kabupaten kota dimasing-masing daerah. Pada tahun 2012 mekanismenya berubah, yaitu dana BOS tersebut ditransfer oleh Kementrian Keuangan dari kas umum Negara ke kas daerah provinsi. Kemudian ditransfer kerekening masing-masing sekolah dengan ditanda-tanganinya naskah hibah oleh pemerintah provinsi dengan sekolah negeri atau sekolah swasta penerima dana BOS.7

Program Bantuan Operasional Sekolah ini berperan dalam mendukung program pendidikan pemerintah wajib belajar 9 tahun. Selain Angka Partisipasi Sekolah, Angka Partisipasi Murni (APM) juga dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan program pendididkan. APM merupakan perbandingan antara jumlah

siswa kelompok usia sekolah pada jenjang pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dan dinyatakan dalam persentase. Indikator APM ini


(19)

digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan yang sesuai.

Tabel 1.1 Angka Partisipasi Murni SD dan SMP di Indonesia Tahun 2006-2008

Indikator Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011 Angka Partisipasi Murni SD 93,54 93,75 93,99 94,37 94,72 90,95

Angka Partisipasi Murni SMP 66,52 66,64 66,98 67,40 67,62 67,98

Sumber : BPS.go.id

Sejak dilaksanakannya program bantuan operasional sekolah oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2006 Angka Partisipasi Murni tingkat pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama tidak mengalami peningkatan yang berarti. Justru sebaliknya pada tingkat pendidikan sekolah dasar tingkat APM menjadi turun. Hal tersebut dapat kita amati dari tabel 1.1 tentang angka partisipasi murni SD dan SMP, yang diolah dari Badan Pusat Statistik.

Sementara itu, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 5, ayat (1) menyatakan bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu,” dan pasal 11, ayat (1) menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi”. Namun berbeda kenyataannya dilapangan, masih terdapat penyimpangan serta masalah terkait pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah. Seperti yang dijelaskan Direktur Lembaga Pusat


(20)

Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) Aceh, Teuku Zulyadi8

Menurut Transparency International, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Pengelolaan dana BOS juga selalu terkait oleh penggelepan atau korupsi. Seperti yang diberitakan poskupang.com

, bahwa masih banyak sekolah di Provinsi Aceh yang tidak transparan terkait pengelolaan dan penggunaan dana BOS. hal ini tidak sesuai dengan prinsip tata kelola Negara yang baik (Good Governance).

9

Setiap tindakan dilegalkan oleh para pejabat dilingkungan pemerintah daerah. Perilaku koruptif para pejabat seperti penyalahgunaan wewenang serta pemalsuan tandatangan kerap terjadi terkait pengelolaan Dana BOS demi keuntungan pribadi yang merugikan negara, serta telah melanggar janji dan sumpah yang telah diterimanya sebagai pejabat Negara. Seperti yang diberitakan tribunpekanbaru.com

, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Nusa Tenggara Timur menemukan dugaan penyimpangan dana BOS senilai Rp 355.493.000, di 73 sekolah dasar (SD) dan 34 Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penyimpangan dana BOS tersebut terjadi pada tahun anggaran 2010 lalu.

10

bahwa Negara mengalami kerugian sebesar 300 juta

10


(21)

rupiah. Pengelola dan penanggung jawab dana BOS sekolah dasar di Pulau Derawan, Kalimantan Timur terlibat langsung dalam penggelepan dan penyelewengan dana BOS tersebut.

Hal senada terkait masalah pengelolaan dana BOS juga disampaikan oleh guru besar FISIP USU Prof. Badaruddin kepada waspada. Pembagian dana BOS yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota kepada sejumlah sekolah-sekolah ditanah air masih ada yang terlambat dan belum mencapai hasil yang memuaskan. Penyaluran dana BOS yang dijanjikan oleh pemerintah pusat belum tepat waktu sehingga beberapa sekolah didaerah masih ada yang belum menerima dana BOS tersebut. Menurutnya pemerintah pusat kurang tegas terhadap peraturan dan sangsi dari keterlambatan penyaluran dana BOS tersebut.11

Untuk mengetahui bagaimana implementasi Program BOS peneliti mengambil lokasi Di Kabupaten samosir yang juga terdapat masalah dalam pengelolaan dana BOS. Seorang kepala sekolah dasar negeri 178223 nadeak bariba, kecematan Ronggirnihuta mendapatkan hukuman satu tahun penjara dari Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan. Karena telah melakakukan tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana BOS periode juli 2009 – Desember 2010 senilai 30 juta rupiah.

12

11

disamping masalah penyelewengan dana BOS yang terjadi, peneliti tertarik melakukan penelitian di Kabupaten Samosir juga dikarenakan melihat kondisi pendidikan kondisi pendidikan yang masih stganan atau terkesan jalan ditempat. Dengan demikian objek penelitian

Desember 2012


(22)

dilakukan di sekolah dasar negeri, dipilihnya SDN dengan pertimbangan pada Sekolah dasar negeri kebanyakan tidak memiliki petugas administrasi khusus dalam mengelola dana BOS.

Tabel 1.2 Tingkat Melek Huruf Kabupaten Samosir

Sumber : Statistik daerah Kabupaten Samosir

Pada tahun 2004 sebelum dilaksanakannya kebijakan dana BOS dikabupaten samosir angka melek huruf pada laki-laki sebesar 98,51 persen dan perempuan sebesar 95,00 persen. Angka tersebut tidak jauh berbeda pada tahun 2005 yaitu 99,41 persen pada laki-laki dan 94,80 persen pada perempuan di Kabupaten Samosir lebih tinggi daripada penduduk perempuan, yaitu hanya sebesar 95,43 persen. Apabila dibandingkan dengan angka melek huruf pada tahun 2009 dan 2010. Tidak ada perbedaan yang berarti, bahkan sempat mengalami penurunan nilai angka melek huruf dikabupaten samosir. Kebijakan dana BOS di Kabupaten samosir jelas tidak berdampak signifikan. Angka melek huruf dikabupaten samosir memang sudah tinggi sebelum implementasi Program dana BOS tersebut. Padahal tujuan dari Program Dana BOS adalah untuk mendukung program pemerintah wajib belajar 9 tahun serta untuk meningkatkan partisipasi sekolah sehingga angka buta huruf di Indonesia pada umumnya dan Kabupaten samosir pada khususnya semakin berkurang.

Uraian Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Angka Melek Huruf

(%) Laki-laki Perempuan 98,51 95,00 99,41 94,8 98,12 95,34 98,31 93,76 98,89 94,59 98,64 95,46 98,25 95,43


(23)

Kabupaten samosir merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induknya Kabupaten Toba samosir. Dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Provinsi Sumatera Utara yang diresmikan pada tanggal 7 Januari 2004 oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia. Berkaitan dengan pelaksanaan program BOS, di Kabupaten Samosir pada tahun 2011 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan No 247 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum dan Alokasi Sementara Bantuan Operasional Sekolah dana yang diterima sebesar Rp. 13.506.027.000,00 yang ditransfer ke rekening pemerintah daerah untuk selanjutnya ditransfer kerekening masing-masing sekolah melalui rekening kepala sekolah. Namun untuk tahun 2012 karena perubahan mekanisme dana BOS langsung ditransfer kerekening Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Berdasar Peraturan Menteri Keuangan nomor 201 Tahun 2011 tentang pedoman umum dan alokasi Dana Bantuan Operasional Tahun Anggaran 2012, Alokasi dana untuk provinsi Sumatera Utara adalah sebesar 1.577.280.830.000 rupiah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui dan melakukan penelitian yang berjudul ”IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA JENJANG PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN SAMOSIR”.

1.2Perumusan Masalah

Komitmen pemerintah untuk mendukung pendidikan di buktikan dengan mengalokasikan 20 persen dana pendidikan dari APBN dan APBD. Begitu hal nya Alokasi dana Bantuan Operasional Sekolah dari tahun ke tahun mengalamai


(24)

peningkatan. Komitmen penuh dari semua kalangan supaya dana tersebut terhindar dari penyelewengan dan pendistrubusian yang kurang tepat sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan ditanah air.

Berdasarkan latar belakang , maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasioanl Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir ?

2. Hambatan apa yang ditemukan dalam Implementasi Program BOS pada SDN di Kabupaten Samosir?

3. Apakah sudah sesuai Implementasi Program Dana BOS di Kabupaten Samosir saat ini?

1.3Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat dan mendeskripsikan bagaimana Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar di Kabupaten Samosir. Serta untuk melihat hambatan dari Program Bantuan Operasional Sekolah tersebut dan apakah telah sesuai terhadap tingkat kemajuan pendidikan di Kabupaten Samosir.

1.4Manfaat Penelitian

a. Melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.


(25)

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi kepada Lembaga serta Dinas pendidikan terkait Pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah Pada jenjang Pendidikan Sekolah Dasar. c. Sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik dalam topik Implementasi

Program Bantuan Operasional Sekolah.

1.5. Kerangka Teori

Untuk memudahkan penulis dalam rangka penyusunan penelitian ini, maka dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan sebagai pedoman menjelaskan masalah yang sedang disorot, pedoman tersebut disebut dengan kerangka teori.

Menurut Setiawan Djuharie13

1.5.1. Konsep Kebijakan Publik

, telaah kepustakaan berisi tentang hasil telaah terhadap teori dan hasil penelitian terdahulu yang terkait. Telaah ini bisa dalam arti membandingkan, mengkontraskan atau meletakkan tempat kedudukan masing-masing dalam masalah yang sedang diteliti, dan pada akhirnya menyatakan posisi/pendirian peneliti disertai dengan alasan-alasannya. Telaah ini diperlukan karena tidak ada penelitian empirik tanpa di dahului telaah kepustakaan.

1.5.1.1. Pengertian Kebijakan Publik

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan harus dapat berinteraksi dengan orang lain. Di dalam setiap interaksi itu kadang

13

Setiawan Djuharie. 2001. Pedoman Penulisan Skipsi, Tesis, Dusertasi. Bandung: Yrama Widya. Hal 55


(26)

kala membawa masalah. Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan yang mencakup segala sendi kehidupan bermasyarakat harus dapat mengatasi masalah-masalah yang timbul tersebut yakni dengan lahirnya aturan-aturan.

Aturan-aturan serta keinginan-keinginan rakyat tersebut diwujudkan oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan publik apapun yang dipilih dan ditetapkan oleh pemerintah, baik untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Hal ini berarti bahwa tindakan pemerintah melakukan atau pun tidak melakukan sesuatu merupakan bentuk kebijakan yang dipilih oleh pemerintah karena apa pun pilihan bentuk kebijakannya akan tetap menimbulkan dampak sama besarnya.

Secara umum, istilah ”kebijakan” atau ”policy” digunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Menurut H. Hugh Heglo 14 kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Anderson 15

Carl I Friedrick (Riant Nugroho,2004:4) mendefinisikannya sebagai: Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, di mana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

14

Said Zainal Abidin.2004.Kebijakan Publik. Jakarta : Penerbit Pancur Siwah. Hal 21

15


(27)

potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada rangka mencapai tujuan tertentu.16

Menurut Samodra Wibawa, dalam upaya meraih tujuannya, kebijakan menghendaki adanya pengerahan sumberdaya. Untuk itu sebagai prasyarat bagi berlangsungnya pengerahan ini, kebijakan juga mengatur perilaku para actor. Hal ini yang terakhir sering memaksa pemerintah untuk mengubah tata nilai para individu atau actor kebijakan melalui berbagai macam cara. Dengan demikian kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selalu menyentuh ketiga aspek ini. Kebijakan yang mengatur perilaku masyarakat popular disebut regulasi. Misalnya perundang-undangan tentang pendidikan, perkawinan serta lalu lintas. Sementara kebijakan yang mengatur pengerahan sumber daya disebut kebijakan alokatif, misalnya perundang-undangan tentang anggaran, perpajakan dan persusahaan Negara. Guna menjalankan kebijakan regulatif, pemerintah hanya mengerahkan pegawai negeri dan mesin birokrasi, untuk menekan kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan alokatif pemerintah memang sengaja mengerahkan masyarakat guna mencapai tujuan kebijakan.17

Korten (Tangkilisan 2003:7) mengatakan bahwa suatu kebijakan berhasil ditentukan oleh hubungan dari tiga aspek yaitu : jenis kebijakan, penerima kebijakan dan organisasi pelaksana kebijakan. Organisasi pelaksana kebijakan harus mampu merumuskan apa yang menjadi ekspresi kebutuhan calon penerima kebijakan atau kelompok sasaran dalam sebuah kebijakan. Ini dimaksudkan agar penerima kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang

16

Riant Nugroho. 2004. Kebijakan Publik : Formulasi, Implementasi, Dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. h. 4

17


(28)

harus dipenuhi oleh organisasi pelaksana. Setiap jenis kebijakan memerlukan persyaratan teknis yang berbeda sesuai dengan sifat kebijakan. Oleh karena itu organisasi pelaksana harus memiliki kompetensi supaya dapat dapat berhasil. Selanjutnya outcome dari suatu kebijakan harus sesuai sengan kebutuhan masyarakat penerima kebijakan atau target group supaya kebijakan tersebut terasa manfaatnya. Apabila outcome kebijakan tidak seperti yang dikehendaki masyarakat penerima kebijakan maka terjadi pemborosan biaya kebijakan.18

1.5.1.2. Bentuk dan tahapan kebijakan publik

Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara sederhana yakni sebagai berikut:19

1. Kebijakan Publik Makro

Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan sebagai kebijakan yang mendasar. Contohnya: 20

2. Kebijakan Publik Meso

(a) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; (b) Undang-Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; (c) Peraturan Pemerintah; (d) Peraturan Presiden; (e) Peraturan Daerah.

Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat

18 Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset

YPAPI. h.7

19

Nugroho,Riant. 2006. Kebijakan untuk Negara-negara Berkembang (Model-model Perumusan Implementasi dan Evaluasi). Jakarta: PT.Elex Media Komputindo. h.131

20


(29)

berupa Peraturan Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar-menteri, Gubernur dan Bupati atau Walikota.

3. Kebijakan Publik Mikro

Kebijakan publik yang bersifat mikro, mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.

misalnya peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada dibawah menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota.

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Tahap-tahap kebijakan publik Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan


(30)

a. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah-masalah yang karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy actions) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan ”bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan


(31)

tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah tersebut harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebiajkan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.21

21

Budi Winarno.2007. Kebijakan Publik:Teori dan Proses.Yogyakarta: Media Pressindo. h.16-18


(32)

1.5.2 Konsep Implementasi 1.5.2.1 Pengertian Implementasi

Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian implementasi menurut para ahli.

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijkan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itulah implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting dalam kebijakan publik.

Menurut Robert Nakamura dan Frank Smallwood(1980) hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan kedalam keputusan-keputusan yang bersifat khusus. Sementara menurut Pressman dan Wildavsky(1984), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. 22

Menurut Wahab, Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, implementasi kebijakan tidak hanya sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik

22

Hesel Nogi Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset YPAPI. h.17


(33)

kedalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi melainkan lebih dari itu. Ini menyangkut masalah konflik, keputusan dari siapa dan memperoleh apa dari suatu kebijakan.23

Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi adalah “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi kebijakan, kayni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.24

Sementara itu, Anderson25

1. Siapa yang mengimplementasikan kebijakan, maksudnya yaitu bahwa pelaksanaan suatu kebijakan tidak hanya terbatas pada jajaran birokrasi, tetapi juga melibatkan aktor-aktor di luar birokrasi pemerintah, seperti ogranisasi kemasyarakatan, bahkan individu juga sebagai pelaksana kebijakan.

mengatakan bahwa implementasi kebijakan dapat dilihat dari empat aspek, yakni:

2. Hakekat dari proses administrasi. Untuk menghindari pertentangan atau perbedaan persepsi dalam pelaksanaan antar implementor (unit birokrasi maupun non-birokrasi), proses administrasi harus selalu berpijak pada standard prosedur operasional (sebagai acuan pelaksanaannya).

23

Solichin Abdul Wahab. 1990. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.45

24

Solichin Abdul Wahab. 2002. Analisis Kebijaksanaan : dari formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara. h.65

25

Fadillah Putra. 2003. Paradigma Kritis Dalam Studi Kebijakan Publik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. h.82


(34)

3. Kepatuhan (kompliansi) kepada kebijakan, atau sering disebut sebagai perilaku taat hukum. Karena kebijakan selalu berdasarkan hukum atau peraturan tertentu, maka pelaksana kebijakan tersebut juga harus taat kepada hukum yang mengaturnya. Untuk menumbuhkan sistem kepatuhandalam implementasi kebijakan, memerlukan sistem kontrol dan komunikasi yang terbuka, serta penyediaan sumber daya untuk melakukan pekerjaan.

4. Efek atau dampak dari implementasi kebijakan. Menurut Islamy26

Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pada hakekatnya tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran (target group). Namun demikian, hal itu juga perlu memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berpengaruh pada setiap kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan akan membawa dampak tertentu terhadap kelompok sasaran, baik yang positif (intended) maupun yang negatif (unintended). Ini berarti bahwa konsep dampak menekankan pada apa yang terjadi secara aktual pada kelompok yang ditargetkan dalam kebijakan. Jadi, dengan melihat konsekuensi dari dampak, maka dapat dijadikan sebagai salah satu tolak-ukur keberhasilan implementasi kebijakan dan juga dapat dijadikan sebagai masukan dalam proses perumusan kebijakan yang akan meningkatkan kualitas kebijakan tersebut.

26


(35)

perilaku semua pihak yang terlibat, dan pada akhirnya membawa dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

1.5.2.2 Model-model Implementasi

a. Model Implementasi dari Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Menurut Meter dan Horn27

1. Standar dan sasaran kebijakan

ada 6 variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi,yaitu :

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antar para agen implementasi.

2. Sumber daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non-human resources). Dalam berbagai kasus program, pemerintah kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksana.

3. Hubungan antar organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerja sama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

27


(36)

4. Karasteristik Agen Pelaksana

Agen pelaksana mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan Ekonomi

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.


(37)

Gambar 2. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Sumber: Subarsono.2005:94

b. Model Imlementasi George C. Edwards III

Edward III ( 1980: 1) menjelaskan bahwa mplementasi kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan bagi masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi suatu masalah yang merupakan sasaran kebijakan, maka kebijakan tersebut sangat mungkin mengalami kegagalan walaupun kebijakan tersebut diimplementasikan dengan sangat baik. Sebaliknya suatu kebijakan yang dianggap baik juga akan

Kinerja Implementas

Karakteristik badan pelaksana

Komunikasi antar organisasi dan kegiatan pelaksana

Lingkungan ekosospol Ukuran dan tujuan

kebijakan

Sumber

Disposisi pelaksana


(38)

mengalami kegagalan jika tidak diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.28

Unsur yang harus diperhatikan atau dikaji dalam implementasi kebijakan publik menurut George C. Edwards III diklasifikasikan menjadi empat, yaitu : communication, resources, dispositions, serta bureaucratic structure 29

Gambar 3. Pengaruh elemen-elemen dalam implementasi

. Secara operasional faktor-faktor yang dipandang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan menurut Edwards III dapat dilihat pada gambar sebagai berikut

1. Communication

Yang dimaksudkan komunikasi disini adalah penyampaian pesan/informasi mengenai kebijakan dari pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan. Pesan tersebut berisi tentang tujuan, hakikat

28

Hesel Nogi Tangkilisan.2003. Implementasi Kebijakan Publik, Tranformasi pikiran George Edwards.Yogyakarta : Lukman offset YPAPI. h.1

29 Ibid., h.11 COMMUNICATION BUREAUCRATIC STRUCTUR RESOURCES DISPOSITION I M P L E M E N T A T I O


(39)

kebijakan, cara pelaksanaan, batasan-batasan norma, evaluasi terhadap kebijakan, dan lain sebagainya. Komukasi harus terbangun dngan baik antara pihak-pihak yang menyampaikan pesan dan yang menerima pesan. Beberapa hal yang perlu diperhatikandalam proses komunikasi adalah transmission(cara penyampaian), informasi; clarity( kejelasan) informasi; serta consistency( konsistensi) dalam penyampaian informasi.

Jika suatu pesan atau informasi disampaikan dengan cara yang tidak tepat, maka dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) yang berakibat pada kegagalan pelaksana dalam menterjemahkan kebijakan di lapangan. Atau dengan kata lain pesan yang dikirimkan oleh pembuat kebijakan dilaksanakan menyimpang dari yang diinginkan. Menurut Edwards III distorsi ini disebabkan oleh praktek komunikasi indirect (tidak langsung). Informasi yang melewati berlapis-lapis hirarki birokrasi, dan keengganan para pelaksana untuk mengetahui lebih lengkap pesan yang disampaikan dapat menimbulkan hambatan dalam komunikasi.

Jika komunikasi telah terbangun dengan baik, maka kejelasan pesan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Cara yang benar dan efisien dalam menyampaikan informasi bukan suatu garansi bahwa informasi akan dipahami dengan baik oleh si penerima pesan. Maka dari itu, pesan harus jelas (clarity),mudah dipahami dan diimplementasikan. Kejelasan tidak identik dengan informasi yang berlebihan. Justru informasi yang berlebihan kadang-kadang akan mengaburkan kejelasan. Informasi yang berlebihan, Edwards III menyebutnya overly specific instructions,


(40)

menghilangkan fleksibilitas (kreativitas) yang akhirnya membuat kebijakan berjalan kaku.

Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada pelaksana kebijakan telah dilakukan dengan cara yang tepat mempunyai unsure kejelasan, tetapi apabila perintah tersebut tidak ada konsistensi antara butir perintah yang satu dengan yang lainnya, maka akan membuat bingun para pelaksana kebijakan. Di sisi lain, perintah-perintah implementasi kebijakan yang tidak konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan dengan penafsirannya sendiri-sendiri.

Komunikasi disini bisa dikembangkan lebih jauh bukan saja penyampaian program kerja kepada struktur organisasi pelaksana. Tidak kalah pentingnya adalah mengkomunikasikan kebijakan tersebut kepada warga sekolah dan masyarakat. Hal ini lazimnya disebut sosialisasi.

Menurut Edwards III30

30

Id.,at127.

, dalam hal komunikasi, para pelaksana kebijakan harus mengetahui apa yang mereka kerjakan. Untuk dapat mengetahui dengan baik, maka perintah yang mereka terima (baik yang dituangkan dalam keputusan-keputusan maupun dasar hukum lainnya) haruslah jelas. Ketidakjelasan informasi tentu saja membawa akibat bagi hasil pelaksanaan kebijakan. Selain tidak tercapainya perubahan yang diinginkan, ketidakjelasan informasi juga bisa mengakibatkan terjadinya perubahan yang tidak direncanakan dan tidak terantisipasi (unanticipated change).


(41)

2. Resources

Sumber-sumber ini meliputi sumber-sumber yang dapat mendukung implementasi kebijakan dengan baik. Dalam implementasi kebijakan dibutuhkan sumber-sumber pendukung, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia. Yang termasuk sumber-sumber tersebut antara lain staf yang relatif cukup jumlahnya dan mempunyai keahlian serta keterampilan untuk melaksanakan kebijakan, informasi yang memadai atau relevan untuk keperluan implementasi, wewenang yang dimiliki implementor untuk melaksanakan kebijakan, adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.

Edwards III31

Selain staf atau birokrat yang memiliki kualitas dan kuantitas memadahi, informasi merupakan sumber daya yang mendukung tercapainya tujuan-tujuan dalam implementasi suatu kebijkan. Informasi yang dimaksudkan adalah terutama tentang cara dan data yang dapat

mengemukakan bahwa implementasi akan dapat berjalan efektif, apabila aparat pelaksana mempunyai kemampuan yang cukup untuk melaksanakan tugas dan mengaktualisasikan rencana/program kedalam bentuk pelayanan publik. Sumber daya manusia yang tidak memadai (jumlah dan kemampuan) berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka tidak bisa melakukan pengawasan dengan baik.

31


(42)

mendukung implementasi dengan baik. Kadang-kadang pelaksana tidak mendapatkan penjelasan yang memadahi tentang bagaimana suatu kebijakan harus diimplemntasikan. Hal ini akan dapat mengakibatkan implementasi suatu kebijakan tidak sesuai dengan aturandan peraturan yang berlaku, karena pelaksanan menafsirkan cara sendiri-sendiri dalam menyelesaikan masalah. Masalah lain yang menghambat implementasi bisa juga disebabkan karena tidak adanya informasi mengenai data pendukung yang valid. Jika hal ini berkaitan dengan pemberian subsidi berupa uang atau barang, maka jika data yang diperoleh terlalu banyak akan terjadi pemborosan, sebaliknya jika berdasarkan informasi data yang diperoleh terlalu jauh lebih sedikit, dapat menimbulkan kekacauan.

Sumber daya berikutnya adalah kewenangan untuk menentukan bagaimana program dilakukan, kewenangan untuk membelanjakan /mengatur keuangan, baik penyediaanuang, pengadaan staf, maupun pengadaan supervisor. Menurut Lindblom32

Selain hal-hal tersebut di atas, sumberdaya lain yang juga tidak kalah penting adalah adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana. , sebab-sebab kewenangan terdiri dari dua hal pokok, yakni: pertama, sebagian orang beranggapan bahwa mereka lebih baik jika ada seseorang yang memerintah. Kedua, kewenangan mungkin jugaada karena adanya ancaman, terror, dibujuk, diberikeuntungan dan lain sebagainya.

32


(43)

Hampir tidak ada implementasi kebijakan yang tidak memerlukan sarana dan prasarana serta keuangan. Sumber daya keuangan (financial) merupakan faktor penting dalam menunjang implementasi kebijakan. Semakin tinggi dukungan dana dari pemerintah, semakin baik implementasi kebijakan, demikian pula sebaliknya, semakin kecil dukungan financial bagi suatu kebijakan, akan dapat menjadi penyebab dari kegagalan implementasi kebijakan. Meskipun sumber daya ini bukan satu-satunya, akan tetapi hampir dipastikan kesulitan-kesulitan besar akan dihadapi jika dalam suatu implentasi kebijakan tidak disediakan sumber daya tersebut. Masalah-masalah yang ada pada akhirnya akan menghambat dan bahkan menjadi faktor dominal kegagalam dalam implementasi suatu kebijakan.

3. Dispositions

Yang dimaksud Dispositions adalah kepribadian/ pandangan pelaksana dalam implementasi kebijakan publik. Maka itu, di sinilah manfaatnya jika dalam penerimaan pegawai iperlukan seleksi yang menyangkut kepribadian dan wawancara untuk mengetahui lebih jauh tentang pandangan-pandangan dari calon pegawai terhadap suatu kebijakan maupun tugas tertentu. Disposistion ini menjadi penting karena sangat berkaitan dengan bagaimana pelaksana menyikapi kebijakan dan kecenderungan apa yang akan terjadi dalam implementasinya.

Edward III menyebut dua hal penting berkenaan dengan dispositions. Yaitu penempatan staff ( pegawai ) dan pemberian insentif bagi pelaksana


(44)

kebijakan. Pembuat kebijakan harus menyusun atau menempatkan staf-stafnya dalam organisasi pelaksana demi menjamin terlaksananya kebijakan. Mereka harus dipilih yang tepat, loyal dan berkepribadian baik. Sementara perlu diberikan insentif pada tingkat kecukupan/kepantasan yang akan diterima pelaksana kebijakan jika bersedia dan/atau berhasil menerapkan kebijakan.

4. Bureaucratic Structure

Struktur birokrasi yang dimaksud adalah keseluruhan jajaran pemerintahan, meliputi semua pejabat negara dan pegawai yang berstatus pegawai negeri maupun non pegawai negeri (pegawai tidak tetap, mitra kerja, dan lain sebagainya); serta struktur pemerintahan daerah maupun pemerintahan pusat. Suatu kebijakan seringkali melibatkan beberapa lembaga atau organisasi dalam proses implementasinya. Sehingga diperlukan koordinasi yang efektif antara lembaga-lembaga terkait dalam mendukung keberhasilan implementasi. Bila dikaitkan dengan kompleksitas, semakin komplek struktur pengambilan keputusan di dalam organisasi, semakin banyak perantara yang dilalui dalam melaksanakan kebijakan, akan semakin sulit implementasi dari suatu kebijakan.

Berkaitan dengan struktur birokrasi, menurut Edwards III, ada dua karakteristik utama birokrasi yaitu Standard Operating Procedures(SOP) atau prosedur standar pelaksanaan dan fragmentasi. SOP merupakan rutinitas-rutinitas yangmemungkinkan para pejabat publik membuat sejumlah besar keputusan umum sehari-hari, dan SOP merupakan jawaban


(45)

terhadap terbatasnya waktu dan sumber-sumber daya pelaksanaan organisasi yang kompleks dan beragam. Fragmentasi adalah pembagian tanggung jawab suatu daerah kebijakan diantarabeberapa unit organisasi. SOP dan fragmentasi dapat mempengaruhi perubahan-perubahan dalam kebijakan, memboroskan sumbernya, meningkatkan tindakan- tindakan yang tidak diinginkan, menghambat koordinasi, membingungkan para pejabat di tingkat bawah dan sebagainya.

1.5.3 Pengertian Program

Program merupakan dalam peyelesaian rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Dalam sebuah program harus dimuat berbagai aspek ( Tangkilisan, 2005 : 219 ), yaitu :

a. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

b. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan diambil dalam mencapai tujuan itu.

c. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dilalui.

d. Adanya perkiran anggaran yang dibutuhkan. e. Adanya strategi dalam pelaksanaan. 33

Dalam proses implementasi birokrasi pemerintah menginterpretasikan kebijakan menjadi program. Program dapat dipandang sebagai “Kebijakan Birokratis”,

33

Hessel Nogi Tangkilisan.2005. Manajemen Publik. Jakarta. PT Gramedia Widiasarana Indonesia.h.219


(46)

karena dirumuskan oleh birokrasi dan oleh karena itu membawa kepentingan para birokrat. Kebijaksanaan birokrasi menjadikan kebijaksanaan lebih operasional dan siap dilaksanakan 34

a. Program adalah realisasi atau implementasi dari suatu kebijakan. .

Dengan demikian yang perlu ditekankan bahwa program terdapat 3 unsur penting ,yaitu :

b. Terjadi dalam kurun waktu yang lama dan bukan kegiatan tunggal tetapi jamak berkesinambungan.

c. Terjadi dalam organisasi yang melibatkan sekelompok orang.35

1.5.3.1 Implementasi Program

Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung daribunsur pelaksanaannya. Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan penting artinya karna pelaksanaan baik, organisasi maupun perorangan bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi.

Dalam tahap implementasi, eksekutif melaksanakan rencana yang tercantum dalam anggaran dalam bentuk kegiatan nyata. Anggaran merupakan kegiatan bagian dari program, dan program merupakan penjabaran dari strategic objectives dan strategic initiatives. Oleh karena itu, eksekutif harus menyadari keterkaitan erat antara implementasi, anggaran, program, strategic objectives dan stratgic intatives dan startegi mewujudkan visi organisasi.

34

Samodra Wibawa , dkk.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.h.4

35

Abdul Kadir. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Sekolah Menengah Pertama NEgeri Di Kota Semarang. Universitas Diponegoro.h.21


(47)

Dengan kata lain, dalam implementasi progam, khususnya yang banyak melibatkan banyak organisasi dan intasi pemerintah atau berbagi tingkatan struktur organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yakni:

a. Pemarakasa kebijaksana atau pembuat kebijaksanaan(the center atau pusat).

b. Pejabat-pejabat pelaksana dilapangan (the periphery).

c. Aktor-aktor perorangan diluar badan-badan pemerintahan kepada siapa program itu ditujukan, yakni kelompok sasaran (target group)36

Dilihat dari sudut pandang pusat, maka fokus analisis implementasi kebijakasanaan itu mencakup usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat atasan atau lembaga-lembaga ditingkat pusat untuk mendapat kepatuhan dari lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat ditingkat yang lebih rendah atau daerah dalam upaya mereka untuk memberikan pelayanan atau untuk mengubah perilaku kelompok sasaran dari progam bersangkutan.

.

1.5.4 Konsep Bantuan Operasional Sekolah

1.5.4.1 Gambaran Umum Program Bantuan Operasional Sekolah

Program BOS dilatarbelakangi adanya kebijakan Pemerintah mengurangi subsidi bahan bakar minyak dan telah merelokasikan sebagian besar anggaran yang dirancang untuk mengurangi beban masyarakat miskin akibat dampak dari kenaikan bahan bakar minyak. Ada 4 (empat) sektor alokasi anggaran subsidi bahan baker minyak antara lain untuk :

36


(48)

a. Bidang pendidikan b. Bidang kesehatan

c. Bantuan infrastruktur pedesaan d. Subsidi Langsung Tunai ( SLT)

Untuk bidang pendidikan konsep Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) untuk SD dan SMP yang semula program Bantuan Khusus Murid (BKM) yang langsung diberikan kepada siswa/murid miskin yang telah diseleksi oleh sekolah sesuai alokasi anggaran yang diterima, program tersebut telah diubah menjadi Program Bantuan Opersional Sekolah (BOS) yangdiberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan. Besarnya dana untuk tiap tiap sekolah ditetatapkan berdasarkan jumlah murid. Untuk menyamakan persepsi dan kesamaan pemahaman BOS secara singkat kita uraikan terlebih dahulu mengenai definisi Biaya Pendidikan dan terminologi program BOS.

Biaya Satuan Pendidikan (BSP) adalah besarnya biaya yang diperlukan rata-rata tiap siswa tiap tahun, sehingga mampu menunjang proses belajar mengajar sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Dari cara penggunaannya, BSP dibedakan menjadi BSP Investasi dan BSP Operasional. BSP Investasi adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untuk pembiayaan sumberdaya yang tidak habis pakai dalam waktu lebih dari satu tahun,seperti pengadaan tanah, bangunan, buku, alat peraga, media, perabot dan alat kantor. Sedangkan BSP Operasional adalah biaya yang dikeluarkan setiap siswa dalam satu tahun untuk pembiayaan sumber daya


(49)

pendidikan yang habis pakai dalam satu tahun atau kurang. BSP Operasional mencakup biaya personil dan biaya non personil.

Biaya personil meliputi biaya untuk kesejahteraan (honor Kelebihan Jam Mengajar (KJM) , Guru tidak tetap (GTT), Pegawai tidak tetap (PTT), uang lembur) dan pengembangan profesi guru (Pendidikan dan Latihan Guru, Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS), Kelompok Kerja Guru (KKG), dan lain-lain. Biaya non personil adalah biaya untuk penunjang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), evaluasi/penilaian, perawatan/pemeliharaan, daya dan jasa, pembinaan kesiswaan, rumah tangga sekolah dan supervise. Selain dari biaya-biaya tersebut, masih terdapat jenis biaya operasional yang ditanggung oleh peserta didik, misalnya biaya transportasi, konsumsi, seragam, alat tulis, kesehatan, rekreasi dan sebagainya.

Berdasarkan hasil kajian Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mencakup dua komponen yaitu biaya operasional dan biaya non personil, oleh karena biaya satuan yang digunakan adalah rata-rata nasional, maka penggunaan BOS dimungkinkan untuk membiayai beberapa kegiatan lainyang tergolong dalam biaya personil dan biaya investasi. Namun perlu ditegaskan bahwa prioritas utama BOS adalah untuk biaya operasional non personil bagi sekolah. Oleh karena keterbatasan dana BOS dari pemerintah Pusat, maka biaya untuk investasi sekolah dan kesejahteraan guru harus dibiayai dari


(50)

sumber lain, dengan prioritas utama dari sumber pemerintah, pemerintah daerah dan selanjutnya dari partisipasi masyarakat yang mampu.

Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya non personalia bagi satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Program ini bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi peserta didik yang tidak mampu dan meringankan bagi peserta didik yang lain. Dengan BOS diharapkan peserta didik dapat memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun.

1.5.4.2 Tujuan Bantuan Operasional Sekolah

Secara umum program BOS bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Sedangkan secara khusus program BOS bertujuan untuk: menggratiskan seluruh siswa miskin ditingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah, baik di sekolah negeri maupun sekolah swasta, menggratiskan seluruh siswa SD negeridan SMP negeri terhadap biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI), meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah swasta.

1.5.4.3 Sasaran Program Bantuan Operasional Sekolah

Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk Sekolah Menengah Terbuka (SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri


(51)

(TKBM) yang diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk sasaran dari program BOS ini. Pemerintah Daerah wajib mengendalikan pungutan biaya operasional di SD dan SMP swasta sehingga siswa miskin bebas dari pungutan tersebut dan tidak ada pungutan berlebihan kepadasiswa mampu. Pemerintah Daerah wajib mensosialisasikan dan melaksanakan kebijakan BOS serta memberi sanksi kepada pihak yang melanggarnya Pemerintah Daerah wajib memenuhi kekurangan biaya operasional dari APBD bila BOS dari Departemen Pendidik Nasional belum mencukupi. Berdasarkan juknis BOS tahun 2013, besar biaya yang diterima oleh sekolah, dihitung berdasar jumlah siswa dengan ketentuan SD/SDLB mendapatkan Rp.580.000,- /tahun, /siswa.

1.5.4.4 Waktu penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah

Penyaluran dana dilakukan setiap periode 3 bulanan, yaitu periode januari-maret, april – juni, juli-september dan oktober – desember. Pada tahun 2013 dana BOS akan diberikan selama 12 bulan untuk periode januari sampai desember 2013, yaitu triwulan I dan II tahun anggaran 2013 tahun ajaran 2012/2013 dan triwulan III dan IV tahun anggaran 2013 tahun ajaran 2013/2014. Bagi wilayah yang sangat sulit secara geografis (wilayah terpencil) sehingga proses pengambilan dana BOS oleh sekolah mengalami hambatan ataumemerlukan biaya pengambilan yang mahal, penyaluran dana BOS oleh sekolah dilakukan setiap semester, yaitu pada awal semester.


(52)

1.5.4.5 Dasar Hukum Program Bantuan Operasional Sekolah

Adapun dasar hukum pelaksanaanprogram Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah sebagai berikut :

a. Amanat Undang Undang Dasar 1945 (Pembukaan, alinea ke-4) : Salah satu tujuan kemerdekaan adalah “ ... mencerdaskan kehidupan bangsa”. b. Pasal 28 B (ayat 2) Amandemen Undang UndangDasar 1945 : “Setiap

anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

c. Pasal 28 C (ayat 2) Amandemen Undang Undang Dasar 1945 : “Setiap anak berhakmengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”.

d. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1, Butir 14) : Pendidikan anak adalah “suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.

e. Peraturan Pemerintah Nomor 28Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1998


(53)

f. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1998 ;

g. Peraturan Pemerintah Nomor 106 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan ;

h. Instruksi Presiden Nomor 24 ahun2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara

i. Surat Keputusan Bersama antara Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama Nomor 1/U/KB/2000 dan Nomor MA/86/2000 tentang Pondok Pesntren Salafiyah sebagai Pola Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun ;

j. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan dasar ;

k. Surat Edaran Dirjen Pajak Departemen Keuangan Nomor SE.02/PJ/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan;

1.6 Definisi Konsep

Konsep merupakan istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial.37

37


(54)

Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Adapun pembatasan konsep dalam penelitian ini adalah :

a. Implementasi adalah suatu kegiatan guna melaksanakan sebuah program baik dilakukan secara individu, kelompok, organisasi, lembaga, maupun pemerintahan. Dalam penelitian ini teori yan digunakan untuk menganalisa adalah konsep implementasi dari George Edwards III. Ada 4 faktor yang mempengaruhi implementasi menurut George Edwards III yaitu :

1. Komunikasi, penyampaian informasi yang efektif dan jelas tentang Program Bantuan Operasional Sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir.

2. Sumber daya. Segala bentuk sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan Program BOS di lingkungan Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir.

3. Disposisi. Respon dari para pelaksana Program baik itu penerimaan maupun penolakan terhadap Program BOS.

4. Struktur Birokrasi meliputi fragmentasi dan Standar Operasional Prosedur.

b. Program Bantuan Operasional Sekolah adalah program pemerintah dibidang pembiayaan pendidikan non personalia. Program ini diberikan


(55)

kepada peserta didik sehingga mengurangi beban peserta didik dalam mengikuti pendidikan.

c. Sekolah penerima dana Program Bantuan Operasional Pendidikan Adalah peserta didik pada jenjang pendidikan sekolah dasar (SD/MI) dan sekolah menengah pertama (SMP/MTS) baik itu peserta didik sekolah negeri maupun sekolah swasta. Peneliti bermaksud meneliti pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar.


(56)

BAB II

Metode Penelitian

2.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan didalam penelitian ini adalah metode diskriptif dengan pendekatan kualitatif yakni menggambarkan, meringkaskan berbagai situasi atau variabel yang ada pada objek penelitian meliputi gambaran tentang kondisi, situasi atau variabel yang ada didalam penelitian ini. Oleh sebab itu, penulis akan berusaha menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi yang timbul pada objek sehingga dapat diperoleh sebuah kesimpulan jelas mengenai penelitian yang dimaksud.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten Samosir yang berada di Jalan Aek Rangat, Komplek Perkantoran Parbaba, Desa Siopat Sosor kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir. Serta Sekolah Dasar yang berada di Kabupaten Samosir.

2.3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk untuk membuat generalisasi dari penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan tantang situasi dan kondisi latar


(57)

penelitian. Jadi, ia harus mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim penelitian walaupun hanya bersifat informal. Sebagai anggota tim dengan kebaikannya dan kesukarelaannya informan tersebut dapat memberikan pandangan dari segi orang dalam tentang nilai-nilai, sikap, bangunan, proses serta kebudayaan yang menjadi latar penelitian tersebut.38

Dalam menentukan informan penelitian, penulis menggunakan teknik snow ball sampling dan teknik purposive sampling agar memudahkan kegiatan penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti memiliki sejumlah subjek (informan) yang terbatas. Dengan jumlah yang terbatas itu, peneliti akan bertanya kepada subjek yang terdahulu (yang sedang diwawancarai) tentang siapa saja yang dapat dimintai informasi terkait dengan tema yang ditelitinya. Maksud teknik snow ball sampling adalah dari jumlah subjek yang sedikit, semakin lama berkembang menjadi banyak. Dengan teknik ini, jumlah informan yang akan menjadi subjeknya akan terus bertambah sesuai dengan kebutuhan dan terpenuhi informasi39

Penulis menetapkan Informan Kunci (Key Informan).Di dalam melakukan pemilihan key informan untuk mendukung hasil penelitian, maka pemilihan key informan dipilihkan orang yang benar-benar mengetahui dan menguasai serta teribat langsung dengan permasalahan yang sedang diteliti. Key informan yang . Sedangkan teknik purposive sampling adalah pemilihan siapa subjek yang ada dalam posisi terbaik untuk memberikan informasi yang dibutuhkan.

38

Lexy J. Moleong. 2004. Metode Penelitian kualitatif. Bandung : Remaja RosdaKarya.h.132

39

Mohammad Idrus.2009.Metode Penelitian Ilmu Sosia : Pendekatan Kualitatif-Kuantitatif.Edisi Kedua. Jakarta : Erlanga. h.97


(58)

bersinggungan langsung dengan pelaksanaan program bantuan dana BOS di Kabupaten Samosir antara lain : Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir, Kepala Bidang Pendidikan Dasar : Drs. Saut Simbolon yang menangani langsung pendistribusian dana bantuan BOS, Tim Manajemen BOS Sekolah dasar Negeri 1 Ambarita :

• Penanggung Jawab yaitu Kepala Sekolah : Ramses Bakkara SP.d

• Bendahara BOS Sekolah : Arta Ambarita SP.d

• Orang tua siswa diluar komite sekolah

Ditambah salah seorang guru wali kelas yaitu Romanus Purba SP.d. Beserta kepala Sekolah dasar yang menjadi informan tambahan yaitu SDN 2 Nainggolan Kec. Nainggolan, SDN 5 Cinta Maju Desa Cinta Maju Kec. Sitio-tio, SDN 1 Pardomuan Nauli Desa Pardomuan Nauli Kec. Palipi, SDN 6 Salaon Toba Kec. Ronggur Nihuta, SDN 2 Harian Kec. Onan Runggu, SDN 1 Pardomuan I Kec. Pangururan, SDN 5 Aek Sipitu Dai Kec. Sianjur Mula-mula.

2.4 Tehnik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data atau informasi keterangan-keterangan yang diperlukan penulis menggunakan metode sebagai berikut:

a. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer adalah pengumpulan data yang dilakukan secara langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data primer tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(59)

1. Metode Wawancara

Metode wawancara merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan lisan dari seseorang yang disebut informan melalui suatu percakapan yang sistematis dan terorganisasi untuk mendapatkan sejumlah informasi yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.40

2. Metode Observasi

Teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung terhadap sejumlah acuan yang berkenaan dengan topik penelititan ke lokasi penelitian yaitu Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir

b. Pengumpulan Data Sekunder

Teknik Pengumpulan Data Sekunder adalah pengumpulan data yang dilakukan melalui studi pustaka yang terdiri dari :

1. Studi Kepustakaan

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, dokumen, majalah, jurnal, internet dan berbagai bahan yang berhubungan dengan objek penelitian.

2. Studi Dokumentasi

Pengumpulan data yang diperoleh melalui pengkajian dan penelaah terhadap catatan tertulis, dokumen-dokumen tertulis, maupun sumber-sumber lain yang berkompetensi dan berkaitan dengan masalah yang diteliti.

40


(60)

2.5 Tehnik Analisa Data

Teknik analisis yang digunakan oleh penulis adalah teknik analisis deskriptif kualitatif. Adapun teknik analisis deskriptif kualitatif adalah data kualitatif berupa kumpulan berwujud kata-kata berdasarkan gejala-gejala, kejadian dan peristiwa yang diamati dilapangan, kemudian dianalisis dalam bentuk kategori-kategori. Analisis deskriptif kualitatif merupakan suatu teknik pengolahan data yang dilakukan dengan mengelompokkan informasi-informasi dari data kualitatif yang berupa masukan, tanggapan, kritik, dan saran perbaikan yang terdapat pada hasil wawancara. Selain itu, teknik analisis menggunakan pendekatan yuridis dengan fakta yang ada dilapangan.


(61)

BAB III

Deskripsi Lokasi Penelitian

3.1Kabupaten Samosir

Penerapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pusat dan daerah, telah mendorong munculnya aspirasi masyarakat didaerah untuk membentuk kabupaten/kota baru yang bersifat otonom. Sebab dengan status daerah otonom baru, mereka berharap akan memperoleh peluang untuk mengurus daerahnya sendiri dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembentukan Kabupaten Samosir di Provinsi Sumatera utara yang wilayahnya meliputi seluruh Pulau Samosir dan sebagia wilayah di Pulau Sumatera sudah merupakan agenda Pemerintah Kabupaten Toba Samosir. Untuk itu kajian percepatan pemekaran Kabupaten Toba Samosir dengan melahirkan calon Kabupaten Samosir perlu segera dilakukan mengingat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999.

Usul pemekaran Kabupaten Toba Samosir menjadi dua kabupaten yang didasarkan pada desakan masyarakat wilayah samosir dan DPRD Kabupaten Toba Samosir adalah :

a. Kabupaten Toba Samosir ( induk) terdiri dari 10 kecamatan, yaitu kecamatan balige, Laguboti, Silaen, Habinsaran, Porsea, Lumbanjulu, Uluan, Pintu Pohan Meranti, Ajibata dan Borbor.


(62)

b. Kabupaten Samosir ( kabupaten baru), terdidir dari Sembilan kecamatan yaitu kecamatan Pangururan, Ronggur Nihuta, Sianjur mula-mula, Simanindo, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Harian dan Sitio-tio.

Aspirasi dan argumentasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD Kabupaten Toba Samosir, Pemerintah Kabupaten Toba Samosir, dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ditindaklanjuti dengan :

a. Keputusan DPRD Kabupaten Toba Samosir Nomor 4 Tahun 2002 tanggal 20 Juni 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir.

b. Surat Bupati Toba Samosir Nomor 1101/Pem/2002 tanggal 24 Juni 2002 yang ditujukan kepada gubernur Sumatera utara.

c. Surat Bupati Toba Samosir nomor 135/1187/Pem/2002 tanggal 3 Juli 2002yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Utara perihal laporan tentang aspirasi masyarakat Samosir untuk membentuk Kabupaten Samosir

d. Terakhir dari seluru argumentasi, usulan DPRD dan Bupati Toba Samosir ini diakomodir dengan keluarnya Undang-undang No. 36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai.

Terbentuknya Kabupaten Samosir sebagai kabupaten baru merupakan langkah awal untuk memulai percepatan pembangunan diwilayah Samosir menuju masyarakat yang lebih sejahtera, dengan tujuan untuk menegakkan kedaulatan rakyat dalam rangka perwujudan sosial, mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, merespon serta merestrukturisasi jajaran pemerintah daerah dalam


(1)

Wibawa, Samodra, dkk.1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada

Winarno, Budi.2004.Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta : Media Pressindo.

Winarno, Budi.2007. Kebijakan Publik:Teori dan Proses.Yogyakarta: Media Pressindo.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 201/PMK 07/2011 Tentang Pedoman Umum dan Alokasi Bantuan Operasional sekolah Tahun Anggaran 2012

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2012, Petunjuk Teknis Penggunaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Dana Bantuan Operasional Sekolah Tahun 2013

Sumber Online :

november 2012

Desember 2012

november 2012

2012

november 2012

diakses tanggal 23 Desember 2012


(2)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pedoman Wawancara

DAFTAR PERTANYAAN UNTUK KEPALA SEKOLAH DASAR Hari dan tanggal :

Nama kepala Sekolah :

No. HP :

Nama dan alamat Sekolah :

Implementasi Program Bantuan Operasional Sekolah Pada Jenjang Pendidikan Sekolah Dasar Kabupaten Samosir

1. Bagaimana pemahaman Bapak/Ibu tentang kebijakan Program Bantuan Operasional Sekolah?

2. Bagaimana pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah Dasar pada Sekolah yang Bapak/ibu pimpin saat ini?

3. Bagaimana bentuk sosialisasi yang diberikan terkait Program Bantuan Operasional Sekolah Dasar terhadap guru dan orang tua murid?

a. Kapan bapak/ibu memberikan sosialisasi tersebut?

b. Media apa yang bapak/ibu gunakan untuk memberikan sosialisasi tersebut dan apa alasan bapak/ibu menggunakan media tsb?

4. Informasi seperti apa yang Bapak/ibu terima terkait pelaksanaan dan penggunaan dana BOS dari Dinas Pendidikan?

a. Kapan informasi tersebut bapak/terima?

b. Masalah apa yang bapak ibu rasakan dalam menerima informasi tersebut?

5. Apa saja kendala/hambatan yang Bapak/ibu hadapi dalam penggunaan Dana BOS tersebut?

a. Mengapa kendala tersebut dapat terjadi?

b. Langkah-langkah apa yang bapak/ibu lakukan untuk mengatasi/solusi hambatan/kendala tersebut?

6. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai proses dan sasaran penggunaan/pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dasar? Jelaskan?

7. Siapa sajakah pengelola dana BOS di sekolah yang bapak/ibu pimpin? a. Bagaimana peran serta para pengelola tersebut?

b. Apakah bapak setuju dengan komposisi pengelola BOS tersebut?jelaskan?

8. Bagaimana kualitas guru-guru disekolah yang bapak/ibu pimpin?

9. Apa yang bapak/ibu lakukan untuk meningkat kualitas guru di sekolah yang bapak ibu pimpin?


(3)

a. Apakah Bapak/ ibu guru pernah mengikuti pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM guru? Jelaskan!

10.Bagaimana pendapat Bapak/ibu terhadap juknis atau peraturan yang digunakan dalam pengelolaan dana BOS tersebut ?

a. dan apakah fungsi dari juknis tersebut menurut pendapat Bapak/ibu? Perlukah dibenahi?

b. Dari sisi efektif dan efisien apakah aturan tersebut telah sesuai? Berikan alasan bapak/ibu?

11.Bagaimana pendapat bapak/ibu terkait sikap individu yang menerima Program ini? (ketaatan atau kepatuhan)

12.Apakah Bapak/Ibu berkordinasi dengan badan/ lembaga lain terkait pengelolaan Program Bantuan Operasional Sekolah Dasar?

a. Dalam hal apa koordinasi yang dilakukan dengan mereka?

13.Bagaimana kerjasama dan koordinasi para guru (bidang studi/wali kelas) dilingkungan sekolah antar pegawai dalam mengimplementasikan program ini?

14.Apa tugas para guru walikelas/bidang studi dalam pengelolaan dana bos tersebut?

15.Apakah Sekolah yang bapak/ibu pimpin memiliki fasilitas yang cukup dalam mengelola dana BOS tersebut? ( misalnya dalam hal dana, bangunan dan pendukung lainnya semisal komputer atau alat lainnya)? 16.Bagaimana pandangan para guru di sekolah yang bapak/ibu pimpin

terhadap Penyaluran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) pada jenjang sekolah dasar hingga saat ini?

17.Apakah menurut pendapat Bapak/ibu, Program BOS khususnya pada jenjang pendidikan sekolah dasar menjadi suatu kebutuhan (prioritas) dari Dinas Pendidikan dan apakah sudah tepat untuk di implementasikan/dilaksanakan?

18.Adakah SOP (standar operasional prosedur) dalam pelaksanaan Program BOS pada Dinas Pendidikan Kabupaten Samosir?

19.Sejak kapan SOP tersebut di buat dan pernahkah direvisi atau ditinjau ulang sehubungan dengan perubahan yang ada?

20.Tantangan apa yang bapak/ibu hadapi dalam mengelola/mengimplementasikan Program BOS disekolah? (tantangan dari dalam maupun dari luar)

21.Siapa saja yang mengawasi pengelolaan dana BOS disekolah yang bapak/ibu pimpin?

a. Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh dinas pendidikan terhadap Dana BOS di sekolah yang bapak/ibu pimpin?

22.Bagaimana (bentuk &) mekanisme pelaporan pertanggungjawaban yang bapak/ibu sampaikan ke Dinas pendidikan terhadap penggunaan dana BOS khususnya disekolah dasar?

a. Kapan pelaporan pertanggungjawabn itu disampaikan? 23.Terkait Pengelolaan Dana BOS :

a. Bagaimana proses dan mekanisme dana BOS bisa diterima oleh sekolah?


(4)

b. Bagaimana pengelolaan subsidi BOS oleh sekolah? c. Siapa dan apa tugas pengelola dana bos disekolah?

d. Keperluan-keperluan apasaja yang dibiayai oleh dana BOS? e. Bagaimana proses merumuskan keperluan tersebut?

f. Berapa persentase dana untuk setiap keperluan?

g. Bagaimana sosialisasi penggunaan subsidi BOS kepada orang tua murid?

h. Menurut pendapat bapak/ibu, apakah ada pengaruh dana BOS terhadap tingkat pembelajaran dan partisipasi siswa? Bagaimana bentuk pengaruh tersebut?

i. Bagaimana respon orang tua peserta didik setelah adanya subsidi BOS? apakah semakin aktif mendukung siswa untuk belajar atau semakin kurang aktif ?

j. Apakah sekolah masih menarik dana dari orang tua peserta didik dalam pembiayaan operasional sekolah setelah adanya subsidi BOS? Mengapa?

k. Sebelum Program BOS ini dilaksanakan, dari manakah sumber dana untuk membiayai operasional sekolah dan bagaimana tingkat partisipasi siswa dalam mengikuti pelajaran?

l. Bagaimana pengawasan terhadap pengelolaan subsidi BOS ini dilakukan?

m.Bagaimana harapan Bapak/Ibu terhadap subsidi BOS untuk selanjutnya?

n. Bagaimana mekanisme pelaporan penggunaan subsidi BOS?

o. Bagaimana dampak (positif dan negatif) dari penggunaan dana BOS terhadap siswa, guru dan orang tua murid?


(5)

LEMBAR PERTANYAAN UNTUK BENDAHARA SEKOLAH Hari/tanggal :

Tempat :

Alamat sekolah : Nama Bendahara BOS :

1. Apa sajakah tugas Bapak/Ibu berkaitan dengan pengelolaan dana BOS? 2. Bagaimana mekanisme pencairan dana BOS untuk pembiayaan kegiatan

sekolah?

3. Apakah semua penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan dana BOS dibukukan secara rapi? Mengapa?

4. Untuk apa saja penggunaan BOS tersebut Pak/buk?

5. Apa yang Bapak/Ibu lakukan bila mana terjadi keterlambatan BOS, sementara unit kegiatan mengajukan permohonan dana?

6. Apakah unit-unit yang dibiayai oleh BOS seluruhnya telah dituangkan dalam rencana yang ditentukan?

7. Apakah terdapat pembiayaan ( dengan menggunakan BOS) yang diluar rencana yang ditentukan? Jelaskan!

8. Apa dampak (positif dan negatif) yang bapak/ibu terima dan rasakan dari dana BOS terhadap siswa, guru dan orang tua murid?


(6)

LEMBAR PERTANYAAN UNTUK GURU Hari/tanggal :

Tempat :

Alamat Sekolah : Nama Guru :

1. Apa sajakah kegiatan siswa yang dibiayai oleh BOS? 2. Untuk apa saja biaya kegiatan itu digunakan?

3. Bagaimana mekanisme mendapatkan alokasi biaya dari BOS untuk kebutuhan dikelas?

4. Apakah penggunaan dana BOS selalu melibatkan guru? Mengapa?

5. Jika terdapat kekurangan dana untuk pembiayaan kegiatan, apakah yang dilakukan oleh guru penanggung jawab kegiatan siswa?

6. Bagaimana mekanisme pengawasan terhadap operasional penggunaan dana untuk kegiatan peserta didik ?

7. Apa harapan Bapak/Ibu berkaitan dengan dana BOS terhadap kegiatan belajar/mengajar maupun siswa di sekolah ?

8. Bagaimana laporan pertanggungjawaban penggunaan subsidi BOS dilakukan?

9. Bagaimana dampak (positif dan negatif) dari penggunaan dana bos di sekolah/kelas, baik itu bagi siswa, guru, dan orang tua murid?