lagi karena inflasi mempengaruhi baik beban penyusutan maupun biaya persediaan, maka laba juga tentu terpengaruh. Oleh karena itu,
analisis rasio bagi perusahaan dari tahun ke tahun atau analisis komparatif atas perusahaan-perusahaan pada usia yang berbeda harus
diinterpretasikan secara cermat dan penuh pertimbangan.
4. Perbedaan antara praktik dengan operasi dapat menyebabkan distorsi
dalam perbandingan. Seperti metode penilaian persediaan dan penyusutan dapat mempengaruhi laporan keuangan dan karena itu
mendistorsikan perbandingan di antara perusahaan. Jika sebagian besar aktiva perusahaan adalah aktiva lease, mungkin tidak akan disajikan di
dalam daftar hutang, karena itu leasing, bisa saja memperbagus rasio perputaran dan rasio hutang.
5. Sulit untuk menetapkan secara pasti apakah suatu rasio baik atau
buruk. Misalnya rasio lancar yang tinggi mungkin menunjukkan posisi likuiditas yang kuat, tetapi bisa juga menandakan adanya kas berlebih
yang tentunya tidak baik bagi perusahaan karena tidak efektif dalam penggunaan kas.
d. Jenis-jenis Rasio Keuangan
Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan dalam melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Horne
2005 : 204:
Rasio-rasio keuangan yang umumnya digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama meringkas beberapa aspek dari “kondisi
Universitas Sumatera Utara
keuangan” perusahaan untuk suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini disebut rasio neraca balance sheet ratio,
karena baik pembilang maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek
kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio-rasio ini disebut sebagai rasio laporan laba rugi income statement
ratio atau rasio laba rugineraca income statementbalance sheet ratio.
Adapun rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1 Rasio Likuditas
Rasio likuiditas biasa digunakan dalam melakukan analisis kredit karena likuiditas berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Pihak-pihak yang berkepentingan dalam menilai tingkat likuiditas perusahaan adalah kreditor-kreditor
jangka pendek seperti pemasok dan bankir. Rasio likuiditas menurut Horne 2005 : 206 adalah “rasio yang mengukur kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya”. Untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya perusahaan
memerlukan sejumlah kas yang cukup sebagaimana yang dikemukakan oleh Wild, et al 2005 : 9 “Likuiditas liquiditty merupakan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan kas dalam jangka pendek untuk memenuhi kewajibannya. Likuiditas bergantung pada arus kas perusahaan
dan komponen aktiva lancar dan kewajiban lancarnya”. Rasio likuiditas dapat dibagi lagi menjadi beberapa jenis. Masing-masing rasio likuiditas
mencerminkan perspektif yang berbeda dalam mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio
likuiditas tersebut menurut Tampubolon 2005 : 36 “antara lain current
Universitas Sumatera Utara
ratio, quick ratio, absolute liquidity ratio”. Menurut Darsono 2005 : 52- 53 “rasio likuiditas meliputi rasio lancar, quick test ratio, net working
capital, defensive interval ratio”. Rasio likuiditas yang menjadi fokus penelitian ini adalah current ratio
CR. Rumus untuk menghitung rasio lancar menurut Wild, et al 2005:4
Rasio lancar current ratio =
pendek jangka
Kewajiban Lancar
Aktiva
Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Semakin besar aktiva lancar, maka rasio semakin tinggi
rasio lancarnya.
2 Rasio Leverage
Perusahaan memperoleh sumber pendanaan dari dua sumber yaitu kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage menunjukkan berapa besar
perusahaan didanai oleh kreditor dan pemegang saham. Rasio leverage rasio utang menurut Horne 2005 : 209 adalah “rasio yang menunjukkan
sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang”. Rasio leverage disebut juga rasio solvabilitas. Menurut Darsono 2005 : 54 rasio leverage atau rasio
solvabilitas adalah “rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi”.
Menurut Tampubolon 2005 : 37 “pada dasarnya rasio leverage yang lazim digunakan adalah debt to net worth, coverage interest charges, total
assets to net worth, fixed assets to net worth, current assets to net worth,
Universitas Sumatera Utara
inventory to net worth, receivable to net worth, liquid assets to net worth”. Ada dua rasio leverage menurut Horne 2005 : 209 yaitu “rasio utang
terhadap ekuitas debt to equity dan rasio utang terhadap total aktiva debt to total assets ratio”.
Rasio leverage yang menjadi fokus penelitian ini adalah debt to equity. Debt to Equity Ratio DER merupakan rasio yang membandingkan utang
perusahaan dengan total ekuitas. DER merupakan financial leverage yang dipertimbangkan sebagai variabel keuangan karena secara teoritis
menunjukkan resiko suatu perusahaan sehingga berdampak pada ketidakpastian harga saham. DER yang tinggi mempunyai dampak yang
buruk terhadap kinerja perusahaan karena tingkat utang yang semakin tinggi berarti beban bunga akan semakin besar yang berarti mengurangi
keuntungan. Sebaliknya, tingkat DER yang rendah menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena menyebabkan tingkat pengembalian yang
semakin tinggi. Sehingga investor cenderung memilih saham dengan DER yang rendah
Debt to Equity Ratio = Total Equity
Total Debt uh
3 Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas sering juga disebut sebagai rasio efisiensi atau rasio pemanfaatan aktiva. Rasio aktivitas activity ratio menurut Horne 2005 :
212 adalah “rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan berbagai aktivanya”. Rasio aktivitas atau rasio pemanfaatan
aktiva menurut Wild, et al 2005 : 40 “yang mengaitkan penjualan dengan
Universitas Sumatera Utara
berbagai kategori aktiva, merupakan penentu penting ROI”. Rasio aktivitas dapat diklasifikasikan menjadi rasio perputaran kas cash
turnover, rasio perputaran piutang usaha account receivable turnover, perputaran persediaan inventory turnover, perputaran modal kerja
working capital turnover, perputaran aktiva tetap fixed assets turnover, dan perputaran total aktiva total assets turnover.
Rasio aktivitas yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah rasio perputaran total aktiva total assets turnover, dan perputaran persediaan
inventory turnover. Total assets turnover menurut Syamsuddin 2000 : 73 “mengukur
berapa kali total aktiva perusahaan menghasilkan penjualan”, sedangkan menurut Darsono 2005 : 60 “kemampuan perusahaan dalam
menggunakan aktiva yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan digambarkan dalam rasio ini”. Rumus untuk menghitung total asstes
turnover menurut Horne 2005 : 221
Total Assets Turnover =
aktiva Total
bersih Penjualan
Rumus tersebut menunjukkan hubungan antara penjualan bersih dengan total aktiva. Jika total assets turnover suatu perusahaan sebesar 2,5
berarti total aktiva perusahaan berputar 2,5 kali untuk menghasilkan penjualan bagi perusahaan. Untuk mengetahui apakah perusahaan cukup
efektif dalam menggunakan aktivanya, hasil perhitungan harus dibandingkan dengan rata-rata industri atau hasil perhitungan tahun-tahun
sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
Inventory Turnover adalah rasio yang berguna untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam mengelola persediaan, dalam arti berapa
kali persediaan yang ada akan diubah menjadi penjualan. Dengan mengetahui rasio ini, kita bisa mengetahui likuiditas dari persediaan yang
dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi rasio maka semakin cepat persediaan diubah menjadi penjualan. Rasio perputaran persediaan yang
terlalu rendah menunjukkan lambatnya penjualan atau terlalu banyaknya persediaan yang ada ditangan. Sebaliknya, rasio perputaran persediaan
yang terlalu tinggi bisa menunjukkan kondisi persediaan yang habis sehingga mengakibatkan ketidakpuasan. Menurut Waren, et al 2005:474
”Perputaran persediaan inventory turnover mengukur hubungan antara volume barang dagang yang dijual dengan jumlah persediaan yang
dimiliki selama periode berjalan“. Rasio ini dihitung sebagai berikut: Inventory Turnover =
Persediaan Penjualan
Pokok Harga
3. Pengertian Laba