Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Barang Di Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BARANG DI SUMATERA UTARA

OLEH

KRISTINA PITURIA BUTAR-BUTAR 080501033

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BARANG DI SUMATERA UTARA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kurs valuta asing, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk terhadap impor barang di Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kurs valuta asing, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap impor barang di Sumatera Utara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan Bank Indonesia (BI) Kota Medan. Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kurs, PDRB, dan jumlah penduduk dapat menjelaskan variabel impor barang sebesar 95,55%. Sedangkan 4,45% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya. Kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap impor barang di Sumatera Utara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Berdasarkan uji asumsi klasik ditemukan multikolinearitas, dan diobati dengan mengeluarkan variabel jumlah penduduk.

Kata Kunci : Impor barang, Kurs valuta asing, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk.


(3)

ABSTRACK

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING IMPORTS OF GOODS IN NORTH SUMATRA

Formulation of the problem in this study is how the influence of foreign exchange rates, Gross Regional Domestic (GDP), and the population against the importation of goods in North Sumatra. The purpose of this study was to determine the effect of foreign exchange rates, Gross Regional Domestic, and the population against the importation of goods in North Sumatra.

The hypothesis in this study is the foreign exchange rates negatively affect the import of goods in North Sumatra, while the Gross Regional Domestic Product and population of a positive effect on imports of goods in North Sumatra.

Secondary data collection is done by taking the data published by the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra and Bank Indonesia (BI) of Medan. The analytical method used was Ordinary Least Square (OLS).

The results showed that the variable rate, Gross Regional Domestic Product, and population variables can explain 95.55% of imported goods. While 4.45% may be explained by other variables. Foreign exchange rates negatively affect the import of goods in North Sumatra, while the Gross Regional Domestic Product (GDP) and population of a positive effect on imports of goods in North Sumatra.

Under the assumptions of classical test of multicollinearity was found, and were treated by issuing a variable number of people.

Keywords: Import of goods, foreign currency exchange rate, the Gross Regional Domestic Product, and population.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas rahmat dan anugerah yang Ia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana ekonomi Departemen Ekonomi Pembangunan pada Universitas Sumatera Utara.

Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Barang di Sumatera Utara”. Penulis telah banyak menerima arahan, bimbingan, saran, motivasi, dan doa yang sangat membangun dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan semangat, yaitu kepada:

1. Orang tua tercinta penulis, Pdt. A. Butar-butar, STh. dan Pdt. Y. Lai, STh., juga ketiga saudari penulis, Siska, Trifena, dan Magdalena yang selalu memberikan motivasi dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec., selaku Ketua Departemen S1 Ekonomi Pembangunan dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si., selaku sekretaris Departemen S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D., selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si., selaku sekretaris


(5)

Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan dan penjelasan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Serta seluruh rekan-rekan seperjuangan di Departemen Ekonomi Pembangunan 2008 yang senantiasa memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

Penulis sangat mengharapkan skripsi ini memberikan banyak manfaat bagi para pembaca. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis perlukan, sehingga untuk penulisan karya-karya ilmiah yang akan datang dapat menjadi lebih baik lagi.

Medan, Penulis

05 Juni 2012


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Teori Perdagangan Internasional ... 8

2.1.1 Konsep Pra Klasik (Merkantilisme) ... 9

2.1.2 Teori Klasik ... 11

2.1.2.1 Keuntungan Absolut (Absolute Advantage) - Adam Smith ... 11

2.1.2.2 Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage) – David Ricardo & J.S Mill .. 13

2.1.3 Teori Modern Perdagangan Internasional – Heckscher-Ohlin ... 18

2.2 Impor ... 23

2.2.1 Komposisi Impor Barang ... 23

2.2.2 Kebijakan Impor ... 24

2.3 Kurs atau Nilai Tukar (Exchange rate) ... 27

2.3.1 Faktor-faktor yang Menentukan Nilai Tukar ... 28

2.3.2 Penyesuaian Kurs ... 31

2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 36

2.5 Jumlah Penduduk ... 37

2.6 Neraca Perdagangan Barang ... 37

2.7 Kerangka Konseptual ... 38

2.8 Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 40

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 40

3.3 Pengolahan Data ... 41

3.4 Model Analisis Data ... 41

3.5 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 42

3.5.1 Koefisien Determinasi (R2 3.5.2 Uji F-Statistik (Uji Keseluruhan) ... 43


(7)

3.5.3 Uji t-Statistik (Uji Parsial) ... 44

3.6 Uji Asumsi Klasik ... 46

3.6.1 Uji Normalitas ... 46

3.6.2 Multikolinearitas ... 46

3.6.3 Autokorelasi ... 47

3.7 Definisi Operasional ... 48

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 50

4.1.1 Letak Geografis ... 50

4.1.2 Topografi ... 50

4.1.3 Iklim ... 51

4.1.4 Batas Administrasi ... 52

4.1.5 Demografis ... 52

4.2 Gambaran Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara .... 52

4.3 Gambaran Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara ... 53

4.4 Perkembangan Volume Impor Barang Sumatera Utara ... 55

4.5 Perkembangan Kurs atau Nilai Tukar Dollar AS (USD) terhadap Rupiah ... 57

4.6 Perkembangan PDRB Sumatera Utara ... 61

4.7 Perkembangan Jumlah Penduduk Sumatera Utara ... 63

4.8 Hasil Penelitian ... 65

4.8.1 Interpretasi Model ... 66

4.8.2 Uji Kesesuaian Model (Test of Goodness of Fit) .... 67

4.8.2.1 Koefisien Determinasi (R2 4.8.2.2 Uji F-Statistik ... 67

) ... 67

4.8.2.3 Uji t-Statistik ... 68

4.8.3 Uji Asumsi Klasik ... 72

4.8.3.1 Uji Normalitas ... 72

4.8.3.2 Multikolinearitas ... 73

4.8.3.3 Autokorelasi ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

5.2 Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(8)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Pengunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan per unit

output dalam satuan waktu ... 12 2.2 Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan

satuan unit output per satuan waktu ... 14 4.1 Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara

tahun 1996 – 2010 ... 54 4.2 Perkembangan Volume Impor Barang di Sumatera Utara

Periode 1986 – 2010 ... 56 4.3 Perkembangan Kurs Dollar AS terhadap Rupiah Periode

1986 – 2010 ... 60 4.4 Perkembangan PDRB Sumatera Utara Periode 1986 – 2010 .... 62 4.5 Perkembangan Jumlah Penduduk Sumatera Utara Periode

1986 –2010 ... 64 4.6 Hasil Regresi ... 65


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

1.1 Grafik Perkembangan Ekspor Impor Indonesia tahun

1970 – 2000 ... 3

1.2 Grafik Volume Ekspor Impor Indonesia tahun 1990 – 2011 ... 4

2.1 Evolusi dari Perkembangan Teori-teori Perdagangan Internasional ... 8

2.2 Edgeworth Box ... 21

2.3 Kurva Dua Kemungkinan Produksi ... 23

2.4 Overvaluation dan Undervaluation ... 30

2.5 Kerangka Konseptual ... 38

3.1 Kurva Uji F-statistik ... 44

3.2 Kurva Uji t-statistik ... 45

3.3 Kurva Durbin Watson ... 48

4.1 Kurva Uji F statistik ... 68

4.2 Kurva Uji t-statistik variabel kurs ... 69

4.3 Kurva Uji t-statistik variabel PDRB ... 71

4.4 Kurva Uji t-statistik variabel jumlah penduduk ... 72

4.5 Hasil Uji Normalitas ... 73


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Data Variabel Penelitian ... 81 2 Hasil Regresi ... 82 3 Uji Multikolinearitas ... 83


(11)

ABSTRAK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BARANG DI SUMATERA UTARA

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh kurs valuta asing, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk terhadap impor barang di Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kurs valuta asing, Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap impor barang di Sumatera Utara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mengambil data yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan Bank Indonesia (BI) Kota Medan. Metode analisis yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kurs, PDRB, dan jumlah penduduk dapat menjelaskan variabel impor barang sebesar 95,55%. Sedangkan 4,45% dapat dijelaskan oleh variabel lainnya. Kurs valuta asing berpengaruh negatif terhadap impor barang di Sumatera Utara, sedangkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara.

Berdasarkan uji asumsi klasik ditemukan multikolinearitas, dan diobati dengan mengeluarkan variabel jumlah penduduk.

Kata Kunci : Impor barang, Kurs valuta asing, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan jumlah penduduk.


(12)

ABSTRACK

ANALYSIS OF FACTORS AFFECTING IMPORTS OF GOODS IN NORTH SUMATRA

Formulation of the problem in this study is how the influence of foreign exchange rates, Gross Regional Domestic (GDP), and the population against the importation of goods in North Sumatra. The purpose of this study was to determine the effect of foreign exchange rates, Gross Regional Domestic, and the population against the importation of goods in North Sumatra.

The hypothesis in this study is the foreign exchange rates negatively affect the import of goods in North Sumatra, while the Gross Regional Domestic Product and population of a positive effect on imports of goods in North Sumatra.

Secondary data collection is done by taking the data published by the Central Bureau of Statistics (BPS) of North Sumatra and Bank Indonesia (BI) of Medan. The analytical method used was Ordinary Least Square (OLS).

The results showed that the variable rate, Gross Regional Domestic Product, and population variables can explain 95.55% of imported goods. While 4.45% may be explained by other variables. Foreign exchange rates negatively affect the import of goods in North Sumatra, while the Gross Regional Domestic Product (GDP) and population of a positive effect on imports of goods in North Sumatra.

Under the assumptions of classical test of multicollinearity was found, and were treated by issuing a variable number of people.

Keywords: Import of goods, foreign currency exchange rate, the Gross Regional Domestic Product, and population.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perdagangan internasional merupakan salah satu bentuk kegiatan ekonomi bilateral maupun multilateral, di mana sebuah negara mengekspor (menjual) barang dan jasa ke negara lain, demikian juga dengan negara lain yang mengimpor (menerima) barang dan jasa. Kegiatan ekspor impor ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan dari mengekspor dan mengimpor.

Jika sebuah negara mendapat keuntungan yang lebih besar pada barang dan jasa tertentu dengan cara mengekspor, maka negara tersebut akan melakukan ekspor untuk barang dan jasa tertentu, demikian juga sebaliknya, jika sebuah negara mendapat keuntungan yang lebih banyak dengan mengimpor, maka negara tersebut akan berusaha untuk tidak melakukan ekspor pada barang dan jasa tertentu.

Suatu negara melakukan kegiatan perdagangan internasional, yaitu ekspor barang dan jasa pada bidang-bidang yang memiliki keuntungan absolut, maupun yang memiliki keuntungan komparatif yang relatif efisien; serta melakukan impor barang dan jasa terhadap bidang-bidang yang relatif tidak efisien dalam proses produksinya.

Menurut Halwani (2005), sebab-sebab umum yang mendorong terjadinya perdagangan internasional adalah: (1) Sumber daya alam (natural resources), (2) Sumber daya modal (capital resources), (3) Tenaga kerja (human resources), dan (4) Teknologi.


(14)

Oleh karena itu, adanya perbedaan di antara ke empat poin yang disebutkan di atas membuat negara-negara satu dengan yang lainnya di dunia melakukan perdagangan ekspor dan impor dengan tetap mencari keuntungan dari hasil perdagangan yang diperoleh.

Perbedaan-perbedaan itu menimbulkan pula perbedaan barang yang dihasilkan, biaya yang diperlukan, serta mutu dan kuantumnya. Karena itu mudah dipahami adanya negara yang lebih unggul dan lebih istimewa dalam memproduksi hasil tertentu. (Amir, 2000).

Perkembangan kerjasama internasional antarnegara di dunia dalam bidang perdagangan dapat dilihat dari abad dua puluh yang dibagi menjadi dua periode yang jelas. Tahun 1914 – 1945 ditandai dengan persaingan yang tidak sehat, perdagangan internasional yang tidak berkembang, keuangan yang semakin terisolasi, perang militer yang terbuka, dan depresi ekonomi. Setelah berakhirnya perang dunia II, sebagian besar warga dunia menikmati berkembangnya kerjasama ekonomi, luasnya hubungan perdagangan, semakin banyaknya pasar uang yang terintegrasi, berkembangnya demokrasi, dan pesatnya pertumbuhan ekonomi.

Integrasi perdagangan antarnegara meningkat pesat terutama pada tahun 1970-an, pada saat banyak negara mulai menerapkan sistem ekonomi terbuka yaitu perekonomian yang terkait dengan perdagangan internasional (atau era keterbukaan global), dan setelah itu mengalami sedikit penurunan pada pertengahan decade 80-an dan suatu akselerasi di tahun 90-an (Krugman, 1995; Baldwin dan Martin, 1999).


(15)

Sulit bagi suatu negara untuk memenuhi kebutuhan sendiri tanpa adanya kerjasama dengan negara lain, dan hal ini didukung pula dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat, distribusi barang dan jasa semakin lancar, serta perkembangan spesialisasi produksi komoditi yang menjadi semakin luas.

Demikian halnya dengan Indonesia yang harus melakukan kegiatan perdagangan ekspor impor dalam memenuhi kebutuhan akan barang-barang di dalam negeri.

Grafik di bawah ini menggambarkan perkembangan nilai ekspor dan impor Indonesia dalam dollar.

Sumber: Information Blog, 2010

Gambar 1.1 Grafik Perkembangan Ekspor Impor Indonesia tahun 1970 – 2000


(16)

Sumber: Wikipedia, 2012

Gambar 1.2 Grafik Volume Ekspor Impor Indonesia tahun 1990 – 2011

Arus globalisasi yang pada akhir-akhir ini terus mengalami peningkatan, khususnya dalam bidang ekonomi yang menyebabkan tiap-tiap negara di hampir seluruh penjuru dunia melakukan kegiatan ekspor impor untuk keperluan pasokan barang dan jasa dalam negeri. Setiap negara yang terlibat dalam perdagangan internasional berusaha keras untuk menciptakan produk-produk yang dapat bersaing dengan negara lain dan hal ini mendorong ekspor di negara itu. Sumber daya alam dan sumber daya manusia diberdayakan secara penuh untuk menunjang perdagangan internasional dalam era globalisasi ini. Negara satu dengan yang lain memiliki rasa saling ketergantungan akibat globalisasi yang mendorong pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan adanya semacam dominasi organisasi seperti WTO (World Trade Organization).

Negara-negara yang hasil produksi dalam negerinya tidak mampu bersaing dengan produk-produk dari luar negeri dalam hal kualitas dan harga yang


(17)

terjangkau, sudah tentu melakukan impor, karena permintaan lokal/domestik terhadap produk luar yang sangat tinggi.

Di negara Indonesia sendiri, kurang efisiennya perusahaan-perusahaan local/domestik dalam memproduksi barang-barang komoditi permintaan masyarakat menimbulkan tingginya permintaan konsumen Indonesia terhadap barang-barang impor dibanding dengan hasil produksi local itu sendiri. Sebagai contoh adalah mesin-mesin pabrik, barang-barang elektronik seperti komputer, laptop, televisi, lemari es, dan sebagainya, kendaraan bermotor seperti mobil, sepeda motor, truk, dan alat pengangkut berat, peralatan komunikasi seperti handphone, fax-mail, dan lain sebagainya, yang berasal dari luar negeri lebih diminati daripada produksi lokal.

Hasil produksi negara Indonesia untuk beberapa barang di atas belum mampu bersaing dengan negara luar sehingga Indonesia harus mengimpor dari luar akibat perusahaan yang memproduksi sebagian dari produk-produk tersebut kurang efisien, ditambah lagi dengan permintaan konsumen yang sangat tinggi.

Kegiatan impor dalam perdagangan internasional di Sumatera Utara bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan barang komoditi yang produksi domestiknya tidak mencukupi bagi kebutuhan masyarakat Sumatera Utara dan karena pemenuhan semua kebutuhan local yang tidak bisa dihasilkan sendiri, atau jika dapat dihasilkan sendiri mungkin tidak efisien atau memerlukan biaya yang sangat tinggi atau waktu yang cukup lama.


(18)

Beberapa factor yang menjadi penentu bagi impor barang di Sumatera Utara antara lain adalah nilai tukar (exchange rate), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), serta jumlah penduduk Sumatera Utara.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor

barang di Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, dapat dirumuskan bahwa masalah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh kurs valuta asing terhadap impor barang di Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh PDRB Sumatera Utara terhadap impor barang di Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh jumlah penduduk Sumatera Utara terhadap impor barang di Sumatera Utara?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian:

1. Untuk mengetahui pengaruh nilai kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dollar AS terhadap impor barang.

2. Untuk mengetahui pengaruh PDRB Sumut terhadap impor barang. 3. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk terhadap impor barang.


(19)

Manfaat Penelitian

1. Untuk memperluas wawasan ilmiah penulis mengenai bidang yang diteliti. 2. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Perindustrian dan Perdagangan bagi

kebijakan perdagangan ekspor-impor, khususnya dalam bidang impor di Sumatera Utara.

3. Sebagai tambahan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian dengan topik yang sejenis.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional

Sumber: Tulus, 2004

Gambar 2.1

Evolusi dari Perkembangan Teori-teori Perdagangan Internasional

Adam Smith: Keunggulan Absolut (1776)

David Ricardo: Keunggulan Komparatif (1817)

Heckscher-Ohlin: Teori Proporsi Faktor

Linder: Kemiripan Negara (1961)

Raymond Vernon: Teori Siklus Produk (1966)

Grubel & Lloyd: Teori Perdagangan Intra (1975)

Krugman & Lancaster: Skala Ekonomis (1979)

Michael Porter: Keuntungan Kompetitif dari Bangsa-bangsa (1990), Model-model Alternatif dan Teori Perdagangan Strategi


(21)

Berdasarkan kamus bahasa Indonesia, perdagangan internasional adalah: Suatu kegiatan jual beli guna memperoleh keuntungan (perdagangan) yang dilakukan dengan melibatkan unsur-unsur dua negara atau lebih (internasional). Kalau diperluas makna memperoleh keuntungannya tidak melulu keuntungan secara finansial tetapi bisa juga keuntungan non finansial seperti untuk kepentingan promosi, persaingan usaha dan keuntungan strategis lainnya.

Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama. Pertama, negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua, negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai skala ekonomi (economies of scale) dalam produksi. Maksudnya, jika setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi segala jenis barang. Pola-pola perdagangan dunia yang terjadi mencerminkan perpaduan kedua motif ini.

2.1.1 Konsep Pra Klasik (Merkantilisme)

Merkantilisme merupakan suatu kelompok aturan yang merupakan pencerminan cita-cita atau ideologi kapitalisme komersial. Kebijakan ekonomi merkantilisme pernah dianjurkan dan dipraktikkan oleh sekelompok negarawan-negarawan Eropa pada abad keenambelas sampai pertengahan abad kedelapanbelas. Tujuan utama kebijakan merkantilis adalah pembentukan negara


(22)

nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara itu.

Dalam sektor perdagangan luar negeri, kebijakan merkantilis berpusat pada dua ide pokok, yaitu:

1. Pemupukan logam mulia. Logam mulia dianggap identik dengan kemakmuran. Pemilikan logam mulia berarti kemakmuran dan juga kekuasaan. Merkantilisme juga menganjurkan akumulasi emas, karena emas dianggap sebagai kekayaan negara yang sebenarnya. Pada tingkat analisa yang lebih canggih, ada alsan-alasan yang lebih rasional. Dengan emas, raja dapat melengkapi serdadu-serdadu, membeli persediaan-persediaan dan mempertahankan angkatan laut yang diperlukan untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya dan memperoleh koloni-koloni. Lebih banyak emas berarti lebih banyak mata uang emas dalam sirkulasi dan lebih besar aktivitas perekonomian. Untuk mengakumulasikan emas, negara harus mendorong ekspornya dan membatasi/melarang impor, dengan demikian merangsang produksi nasional dan memperluas lapangan kerja.

2. Mempertahankan kelebihan nilai ekspor atas nilai impor. Bagi negara-negara yang tidak memiliki tambang-tambang logam mulia sendiri, sumber logam mulia adalah kelebihan nilai ekspor atas nilai impor. Karena itu suatu negara wajib berusaha untuk memperoleh suatu neraca perdagangan yang menguntungkan (favourable balance of trade). Untuk memperoleh neraca perdagangan yang menguntungkan, ekspor harus didorong, sedangkan impor


(23)

harus dibatasi. Ekspor logam mulia harus dilarang, karena tujuan utama perdagangan luar negeri ini adalah untuk memperoleh tambahan logam mulia.

Dengan demikian para merkantilis berpendapat bahwa pemerintah seharusnya merangsang setiap ekspor dan membatasi impor. Karena tidak semua negara dapat mempunyai surplus ekspor dalam waktu yang bersamaan dan jumlah emas yang ada pada suatu tempat adalah tetap, maka suatu negara hanya dapat memperoleh keuntungan atas pengorbanan negara-negara lain.

2.1.2 Teori Klasik

2.1.2.1 Keuntungan Absolut (Absolute Advantage) – Adam Smith

Pada akhir abad kedelapanbelas berbagai ide baru bermunculan dan berkembang. Teori klasik dalam perdagangan internasional dimulai dengan kritik Adam Smith terhadap kebijaksanaan ekonomi yang dilaksanakan oleh golongan merkantilis.

Adam Smith mengemukakan adanya pembatasan kerja secara territorial

(territorial division of labour) yang menjurus kepada spesialisasi, dan hal ini membawa pengaruh besar bagi perluasan pasar barang-barang negara tersebut serta akibatnya yang berupa spesialisasi internasional. Spesialisasi internasional dapat memberikan hasil berupa manfaat perdagangan (gains from trade) yang dapat timbul berupa kenaikan produksi serta konsumsi barang dan jasa. Dengan melakukan spesialisasi internasional, masing-masing negara akan berusaha untuk menekankan produksinya pada barang-barang tertentu yang sesuai dengan keuntungan yang dimilikinya.


(24)

Keuntungan alamiah (natural advantage) adalah keuntungan yang diperoleh karena suatu negara memiliki sumber daya alam yang tidak dimiliki oleh negara lain, baik dalam kualitas maupun kuantitas. Keuntungan yang diperkembangkan (acquired advantage) adalah keuntungan yang diperoleh karena suatu negara telah mampu mengembangkan kemampuan dan keterampilan dalam menghasilkan produk-produk yang diperdagangkan yang belum dimiliki negara lain.

Singkatnya, masing-masing negara yang melakukan perdagangan internasional akan didorong untuk melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang yang mempunyai keuntungan mutlak (absolute advantage).

Keuntungan mutlak diartikan sebagai keuntungan yang dinyatakan dengan banyaknya jam/hari/kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang-barang tersebut. Keuntungan ini akan diperoleh apabila masing-masing negara mampu memproduksikan barang-barang tertentu dengan jam/hari/kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan seandainya barang-barang itu dibuat oleh negara lain.

Adam Smith menyajikan absolute advantage (keunggulan mutlak) dengan menggunakan ilustrasi secara sederhana sebagai berikut:

Tabel 2.1

Pengunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan per unit output dalam satuan waktu

Barang

Negara

Jepang Indonesia

X 8 10

Y 4 2


(25)

Untuk menciptakan barang X per unit terungkap bahwa Jepang menggunakan tenaga kerja sebanyak 8 (delapan) orang, lebih sedikit dibandingkan Indonesia sebanyak 10 (sepuluh) orang tenaga kerja. Dengan demikian Jepang mempunyai keunggulan mutlak menggunakan tenaga kerja yang lebih sedikit dibanding Indonesia terhadap barang X.

Sebaliknya untuk untuk barang Y, Indonesia lebih unggul secara mutlak dari Jepang. Perdagangan internasional antara Indonesia dan Jepang akan berlangsung dan memberikan keuntungan bagi kedua negara. Berarti pula bahwa Jepang konsentrasi atau spesialisasi menciptakan barang X dan tentunya terhadap barang Y. Jepang lebih murah memproduksi barang X sekaligus mengekspornya ke Indonesia. Sebaliknya, Indonesia lebih murah memproduksi barang Y dan sekaligus mengekspornya ke Jepang. Hal ini sekaligus member makna bahwa Jepang mengekspor barang X dan mengimpor barang Y dari Indonesia, begitu pun Indonesia sendiri akan mengimpor barang X dari Jepang.

Teori Adam Smith mengenai keuntungan absolute tampaknya benar, akan tetapi hanya menerangkan bagian kecil dari perdagangan internasional. David Ricardo yang menerangkan bagian terbesar dari perdagangan dunia dengan hukum keunggulan komparatifnya.

2.1.2.2 Keuntungan Komparatif (Comparative Advantage) – David Ricardo & John Stuart Mill

Sumbangan utama David Ricardo terhadap pemahaman mengenai perdagangan internasional adalah bahwa menurutnya setiap negara dapat memperoleh keuntungan dari perdagangan internasional apakah ia memiliki atau


(26)

tidak memiliki atau tidak memiliki keunggulan absolutnya sendiri. Tulisannya di awal abad-19 menunjukkan gagasan-gagasannya yang sekarang dikenal dengan sebutan:

Prinsip keunggulan komparatif: yaitu bahwa setiap negara atau bangsa seperti halnya orang, akan dapat memperoleh hasil dari perdagangannya dengan mengekspor barang-barang atau jasa yang merupakan keunggulan komparatif terbesarnya dan mengimpor barang-barang atau jasa yang bukan (kurang) merupakan keunggulan komparatif.

Kata kunci di sini adalah komparatif, yang artinya relative atau tidak perlu ada yang dimutlakkan. Bahkan kalau pun ada negara yang lain sangat tidak produktif, mereka dapat saling menarik keuntungan dari perdagangan di antara keduanya atau melalui negara ketiga selama keunggulan (ketidakunggulan) mereka dalam menghasilkan barang atau jasa yang berbeda, itu hanyalah merupakan perbedaan dalam caranya.

Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi ekspor pada komoditi yang mempunyai kerugian absolute lebih kecil. Dari komoditi inilah negara tadi mempunyai keunggulan komparatif. Di pihak lain, negara tersebut sebaiknya mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolute lebih besar. Dari komoditi inilah negara tersebut mengalami kerugian komparatif.

Tabel 2.2

Penggunaan tenaga kerja (orang) untuk menghasilkan satuan unit output per satuan waktu

Barang

Negara

Jepang Indonesia

X 2 10

Y 1 2


(27)

Jepang memiliki keunggulan mutlak pada produksi barang X dan barang Y, karena untuk kedua komoditas tersebut Jepang lebih sedikit menggunakan tenaga kerja. Akan tetapi keunggulan mutlak Jepang lebih besar pada barang X daripada barang Y; terlihat bahwa 2/10 (20 persen) lebih kecil dari ½ (50 persen) atau kebutuhan tenaga kerja untuk memproduksi barang X di Jepang lebih murah dibanding produksi barang Y.

Hal ini berarti bahwa Jepang memiliki keunggulan komparatif terhadap barang X daripada memproduksi barang Y. Sebegitu jauh, sebenarnya Jepang memiliki keunggulan mutlak atas Indonesia untuk memproduksi barang X dan barang Y. Untuk memproduksi barang X, Indonesia memerlukan 10/2 dan untuk barang Y dengan perbandingan 2/1. Menurut David Ricardo perdagangan dapat terjadi antara Jepang dan Indonesia karena Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada produksi barang Y disebabkan 2/1 atau 2 lebih kecil dari 10/2 atau 5.

Di lain pihak, John Stuart Mill memiliki pendapat mengenai keunggulan komparatif yaitu:

1. Syarat menurut David Ricardo yang menyatakan bahwa “masing-masing negara dapat menghasilkan satu satuan barang ekspornya lebih murah dari pada satu satuan barang yang diimpornya seandainya barang ini hanya dihasilkan sendiri”, dapat dihilangkan tanpa mengurangi hasil analisisnya. 2. Dasar tukar internasional (Term of Trade) tidak perlu 1:1, tetapi harus terletak

dalam batas-batas yang ditentukan oleh dasar tukar dalam negeri masing-masing negara.


(28)

Teori kaum klasik dalam perdagangan internasional berdasar atas asumsi-asumsi, sebagai berikut:

1. Dua barang – dua negara. Adam Smith, David Ricardo, dan J.S Smith menyederhanakan teori keuntungan absolute dan komparatif mereka dengan menggunakan anggapan ini. Anggapan dua barang dua negara tentunya jaug dari realistis, namun bukanlah suatu pembahasan yang tidak dapat diperbaiki. Dengan menggunakan analisa yang lebih kompleks, para ekonomis modern dapat menghilangkan anggapan ini dan menggantinya dengan n negara, n

barang.

2. Nilai atas dasar tenaga kerja (labor theory of value). Kaum klasik menganggap bahwa nilai suatu barang tergantung hanya atas jumlah tenaga kerja (dalam jam/hari kerja) yang dibutuhkan untuk membuat barang itu. Anggapan ini sudah jelas tidak realistic, David Ricardo juga menyadarinya, tetapi bagi dia, modal tidaklah memiliki peranan yang penting, lagipula selama modal dan tenaga kerja dikombinasikan dalam proporsi yang tetap efeknya sama dengan penggunaan satu factor produksi, dalam hal ini tenaga kerja.

3. Ongkos produksi yang konstan. Ongkos produksi, menurut kaum klasik, adalah selalu konstan persatuan output, jadi tidak berubah dengan berubahnya output. Dengan demikian, berapapun sesuatu negara menghasilkan barang X, ongkos, boleh jadi harga, persatuannya adalah tetap.

4. Ongkos transportasi diabaikan (nol). Ongkos transportasi yang sangat besar dapat menyebabkan tidak terjadinya perdagangan antarnegara. Setidak-tidaknya adanya ongkos transportasi akan mengurangi volume perdagangan


(29)

antarnegara serta mempersempit jangkauan barang-barang yang diperdagangkan antarnegara dan memperlebar jangkauan barang-barang yang dihasilkan dan dijual di pasar dalam negeri.

5. Faktor-faktor produksi dapat bergerak bebas di dalam negeri, tetapi sama sekali tidak dapat berpindah melalui perbatasan negara. Anggapan ini telah memaksa kaum klasik untuk menerapkan dua teori yang berlainan untuk pasar yang berlainan. Untuk pasar dalam negeri, barang yang dipertukarkan semata-mata atas dasar ongkos produksi/ongkos tenaga kerja dan atas dasar teori keuntungan/ongkos mutlak, sedangkan untuk perdagangan antarnegara,di samping ongkos produksi juga masih ditentukan oleh permintaan timbale balik dan atas dasar teori keuntungan/ongkos komparatif.

6. Persaingan sempurna di pasar barang-barang maupun di pasar factor-faktor produksi. David Ricardo sebenarnya juga menyadari bahwa persaingan sempurna di pasar-pasar barang-barang dan factor-faktor produksi tidaklah benar-benar ada, namun dia mengira bahwa system harga yang berlaku akan mampu untuk mengatur alokasi barang-barang serta factor-faktor produksi, sedemikian rupa sehingga factor-faktor produksi itu akan dipakai atas dasar penggunaanya yang paling baik/paling efisien.

7. Distribusi pendapatan tidak berubah. David Ricardo berpendapat bahwa perdagangan internasional akan membawa manfaat bagi masing-masing negara yang ikut berdagang sehingga dengan demikian juga memberikan manfaat bagi dunia seluruhnya.


(30)

8. Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter. Bagi ahli ekonomi klasik, uang hanyalah merupakan cadar yang menutupi hubungan-hubungan ekonomi yang sebenarnya, walaupun dalam jangka pendek unsure-unsur moneter menduduki peranan yang sangat penting. Dengan demikian dalam teori perdagangan internasional, kaum klasik kita dapati dikotomi. Di satu pihak kita dapati mekanisme penyeimbangan kembali neraca pembayaran yang bersifat dinamis dan hanya berlaku dalam jangka pendek, dan di lain pihak kita mengenal teori ongkos komparatif (barter) yang bersifat static dan hanya berlaku dalam jangka panjang.

9. Tidak ada perubahan teknologi. Dalam pemikiran David Ricardo, ekonomi dunia adalah statis. Sekali suatu negara mengetahui di mana letak barangnya yang memiliki ongkos komparatif, maka negara itu akan berusaha untuk melakukan spesialisasi dalam produksi barang itu, dan mengutamakan produksi barang itu selama-lamanya. Jadi menurut Ricardo, ongkos komparatif tidak akan berubah karena adanya pengembangan teknologi atau karena adanya pembangunan ekonomi.

2.1.3 Teori Modern Perdagangan Internasional – Heckscher-Ohlin

Teori modern dalam perdagangan internasional dikemukakan pertama kali oleh Bertil Ohlin tahun 1933 dalam bukunya Interregional and International Trade, yang sebagian tulisannya didasarkan atas tulisan gurunya, Eli Heckscher, yang ditulisnya dalam sebuah artikel pendek pada tahun 1919. Dengan demikian, pionir teori modern dalam perdagangan internasional dikenal sebagai Heckscher-Ohlin. Teori Heckscher-Ohlin menekankan pada perbedaan relative factor


(31)

pemberian alam dan harga factor produksi antarnegara sebagai determinan perdagangan yang paling penting (dengan asumsi bahwa teknologi dan cita rasa sama).

Mengutip kata-kata Ohlin sendiri, teori Heckscher-Ohlin mengenai pola perdagangannya itu menyebutkan:

Komoditi yang dalam proses produksinya menuntut lebih banyak [factor yang melimpah] dan lebih sedikit [factor yang langka] akan diekspor untuk ditukarkan dengan komoditi yang dalam proses produksinya menuntut factor-faktor dalam proporsi yang berlawanan. Jadi, secara tidak langsung, factor-factor-faktor dalam sediaan yang berlebihandiekspor dan factor-faktor dalam sediaan lamgka diimpor. (Ohlin dalam Lindert, 1933, hal 92).

Untuk menilai secara cermat argument yang tampaknya mudah dimengerti dan mudah pula diuji kebenarannya itu, kita memerlukan defenisi tentang apa yang dimaksud dengan kelimpahan factor dan intensitas pemakaian factor-faktor itu:

Sebuah negara dinyatakan melimpah tenaga kerjanya kalau negara itu memiliki ratio tenaga kerja yang lebih tinggi dari factor-faktor lain dibandingkan ratio yang dimiliki negara lain.

Sebuah produk dinyatakan padat karya kalau biaya tenaga kerjanya mengambil bagian terbesar dari nilai produk itu secara keseluruhan dibandingkan bagian yang diambilnya dari nilai produk-produk lain.


(32)

Heckscher-Ohlin tampaknya lebih cenderung menekankan bahwa perbedaan dalam biaya komparatif hanya dapat dijelaskan dengan mengetahui perbedaan dalam proporsi factor-faktor yang digunakan dalam produksi.

Sebagai contoh:

Negara Indonesia yang memiliki relative banyak tenaga kerja, sedang modal relative sedikit sebaiknya menghasilkan dan mengekspor barang-barang yang relative padat karya. Sedangkan Amerika Serikat, sebaliknya mengekspor barang-barang yang relative padat modal dan mengimpor barang-barang yang relative padat karya. Jadi, kalau harga tenaga kerja (upah) dinyatakan dengan HTK1 di negara A dan HTK2 di negara B, dan harga modal sebagai HM1 dan HM2

Penjelasan:

. Maka teori H-O menyatakan bahwa:

���1 ���2 <

��1

��2�

���1 ��1 <

���2

��1�

Proporsi harga tenaga kerja terhadap harga modal di negara A lebih murah dari pada ratio harga tenaga kerja terhadap harga modal di negara A berarti bahwa tenaga kerja relative lebih murah di negara A sedang modal relative lebih murah di negara B, maka negara A akan mengekspor barang yang padat karya, dan negara B akan mengekspor barang yang padat modal.

Pembuktian teori H-O ini dimulai dengan catatan bahwa selera, harga barang ditujukan untuk pasar bebas, dan pola konsumsi dari kedua negara harus sama. Andaikata kedua negara tersebut memproduksi dengan rasio yang sama dengan yang mereka konsumsi, termasuk dengan yang tidak diperdagangkan (tidak diekspor), maka situasi ini dapat terlihat pada titik C dan D dalam


(33)

edgeworth box pada Gambar 2.2, yang memperlihatkan bahwa negara A sebagai negara kecil (berkembang) yang padat karya terletak pada dasar pojok kiri kotak, sebaliknya bagi negara B (maju) yang melimpah modal.

K* OM*

K

Oc L L*

Sumber: Halwani, 2005

Gambar 2.2 Edgeworth Box

Jelaslah, bahwa apabila C dan D menunjukkan rasio yang sama dari produksi X/M dalam duan negara, maka garis slopenya dari Ox menuju ke C harus lebih besar daripada garis OX ke D. Hal ini berarti bahwa rasio K/L untuk produksi X dari negara B (ditunjukkan oleh garis slope dari Ox ke C) harus lebih besar daripada rasio negara A. Hal tersebut berarti juga bahwa rasio K/L di negara B akan lebih besar daripada di negara A untuk produksi M. Dengan kata lain apabila rasio produksinya sama, maka produksi padat modal akan lebih besar pada sector industry bagi negara yang melimpah modal.

C

OM


(34)

Bagi negara yang produksinya lebih padat modal, dengan opportunity cost

lebih rendah, maka pengorbanan yang diperlukan lebih ringan dibanding dengan barang-barang hasil produksi padat karya dalam memperkuat peningkatan marginal output dari barang-barang tersebut. Hal ini merupakan opportunity cost

yang lebih tinggi untuk barang yang padat modal dengan rasio K/L lebih besar.

Opportunity cost untuk M harus lebih rendah untuk negara B, sedangkan untuk X harus lebih rendah di negara A. Apabila rasio produksinya sama, maka sepanjang garis KKP (Gambar 2.3) menunjukkan opportunity cost-nya lebih rendah untuk M, ini ditunjukkan dengan lebih tingginya KKP (sepanjang garis OR) yang berarti bahwa pengorbanan untuk X lebih besar daripada M. Dengan demikian KKP untuk B lebih tinggi daripada A.

Apabila OR merupakan garis yang mewakili ekuilibrium untuk negara besar B, berarti social indifference curve-nya menyentuh KKP, titik produksi P pada A harus terletak sebelah kanan OR.

Walau bagaimana pun, titik konsumsi A harus terletak pada OR (seperti karakteristik dari harga dan selera), sehingga A harus memproduksi lebih banyak barang hasil produksi padat karya (untuk barang X) daripada yang dikonsumsi, kemudian mengekspor lebih banyak barang M (yang padat modal) daripada yang dikonsumsi. Walaupun dalam gambar tidak meunjukkan perbedaan sifat asumsi bahwa negara B relative besar daripada negara A seperti distribusi OR sepanjang KKP dari B yang tidak significant.


(35)

M

R

B K

P

O X

Sumber: Halwani, 2005

Gambar 2.3

Kurva Dua Kemungkinan Produksi 2.2 Impor

Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang-barang dan atau jasa ke dalam sebuah pasar suatu negara, baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai barang-barang modal atau bahan baku produksi dalam negeri.

Komoditas impor Indonesia dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu impor komoditas migas dan kelompok komoditas non migas.

2.2.1 Komposisi Impor Barang

Berdasarkan laporan indikator Indonesia komposisi impor menurut golongan penggunaan barang ekonomi dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu: 1) Impor barang-barang konsumsi, terutama untuk barang-barang yang belum

dapat dihasilkan di dalam negeri atau untuk memenuhi tambahan permintaan yang belum mencukupi dari produksi dalam negeri, yang meliputi makanan dan minuman untuk rumah tangga, bahan bakar dan pelumas olahan, alat


(36)

angkut bukan industri, barang tahan lama, barang setengah tahan lama serta barang tidak tahan lama.

2) Impor bahan baku dan barang penolong, yang meliputi makanan dan minuman untuk industri, bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas, serta suku cadang dan perlengkapan.

3) Impor barang modal, yang meliputi barang modal selain alat angkut, mobil penumpang dan alat angkut untuk industri.

2.2.2 Kebijakan Impor

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor diartikan sebagai berbagai tindakan dan peraturan yang dikeluarkan pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang akan mempengaruhi struktur, komposisi dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan penghematan devisa.

Tindakan pemerintah ini disebut juga proteksi yang merupakan upaya pemerintah mengadakan perlindungan pada industri-industri domestik terhadap masuknya barang impor dalam jangka waktu tertentu. Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan atau mengecilkan kelangsungan industri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum.

Kebijakan perdagangan internasional di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam kebijakan sebagai berikut:

A. Kebijakan Tariff Barier

Tarif adalah pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri.


(37)

Tariff Barier dalam bentuk bea masuk adalah sebagai berikut:

1. Pembebasan bea masuk/tarif rendah antara 0% sampai 5% yang dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, alat-alat militer, dan lain-lain.

2. Tarif sedang antara >5% sampai 20% yang dikenakan untuk barang setengah jadi dan barang-barang lain yang belum tentu cukup diproduksi di dalam negeri.

3. Tarif tinggi di atas 20% dikenakan untuk barang-barang mewah dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan bukan barang kebutuhan pokok.

B. Kebijakan Nontariff Barrier

Kebijakan Nontariff Barrier adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional.

Secara garis besar, kebijakan nontariff barrier dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Instrumen Kebijakan Nontariff

a. Pembatasan spesifik (specific limitation), yaitu: larangan impor secara mutlak, pembatasan impor (quota system), peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk tertentu, peraturan kesehatan/karantina, peraturan pertahanan dan keamanan negara, peraturan kebudayaan, perizinan impor (import lisence), embargo, hambatan pemasaran seperti Voluntary Export Restraint dan Orderly Marketing Agreement.


(38)

b. Peraturan bea cukai (customs administration rules), yaitu: tata laksana impor tertentu (procedure), penetapan harga pabean (costoms value), penetapan forex rate (kurs valas) dan forex control (pengawasan devisa), packaging formalities, labelling regulation, documentation needed, quality testing, fees, dan tariff classification.

c. Government participation, yaitu: kebijakan pengadaan pemerintah, subsidi dan insentif ekspor, domestic assistance pro-ams, trade-diverting.

d. Import charges, yaitu: import deposites, supplementary duties, variable lasses.

2. Sistem Kuota dan Efek-efek Kuota

Kuota adalah pembatasan fisik secara kuantitatif yang dilakukan atas pemasukan barang (kuota impor) dan pengeluaran barang (kuota ekspor) dari atau ke suatu negara untuk melindungi kepentingan industri dan konsumen. Menurut ketentuan GATT (General Agreement Term of Trade) atau WTO, sistem kuota ini hanya dapat digunakan dalam hal sebagia berikut:

a. Untuk melindungi hasil pertanian

b. Untuk menjaga keseimbangan balance of payment

c. Untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional 3. Subsidi

Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk menitikberatkan perlindungan atau bantuan kepada industri dalam negeri dalam bentuk


(39)

keringanan pajak, pengembalian pajak, fasilitas kredit, subsidi harga, dan lain-lain yang bertujuan sebagai berikut: (a) Menambah produksi dalam negeri, (b) Mempertahankan jumlah konsumsi dalam negeri, (c) Menjual dengan harga lebih murah daripada produk impor.

2.3 Kurs atau Nilai Tukar (Exchange Rate)

Uang masing-masing negara memiliki harga yang diukur oleh uang negara-negara lain. Hal inilah yang disebut nilai tukar (exchange rate), yaitu perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang. Sebagai contoh adalah kurs antara rupiah dan dollar menunjukkan sejumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli satu dolar, atau Rp/$. Jadi, suatu mata uang dikatakan sebagai valuta asing tergantung dari siapa yang melihat.

Secara lebih luas, valuta asing dapat diartikan sebagai seluruh kewajiban terhadap mata uang asing yang dapat dibayar di luar negeri, baik berupa simpanan pada bank di luar negeri maupun kewajiban dalam mata uang asing. (Berlianta, 2004)

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard currrency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Hard currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju, seperti USD, JPY, DEM, GBP, FRF, AUD, dan SFR.

Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil


(40)

dan sering mengalami depresi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya.

Soft currency ini pada umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang, seperti Rupiah – Indonesia, Peso – Filipina, Bath – Thailand, dan Rupee – India.

2.3.1 Faktor-faktor yang Menentukan Nilai Tukar

Kurs valuta asing akan ditentukan oleh mekanisme perubahan permintaan

(demand) dan penawaran (supply valas) foreign currency. Mekanisme secara langsung sebagai berikut: 1. Penawaran valuta asing ditentukan oleh:

a. Ekspor barang dan jasa yang dihasilkan valuta asing

b. Impor modal (capital import) dan transfer valas lainnya dari luar negeri ke dalam negeri.

2. Permintaan atau demand valas akan ditentukan oleh: a. Impor barang dan jasa yang memerlukan valuta asing

b. Ekspor modal (capital export) dan transfer valas lainnya dari dalam ke luar negeri.

Sedangkan secara tidak langsung penawaran (supply) dan permintaan

(demand) valas akan dipengaruhi oleh tingkat income, peraturan dan kebijakan pemerintah, spekulasi / ekspektasi / isu / rumor, serta beberapa hal berikut ini: 1. Posisi BOP (Balance of Payment) dan BOT (Balance of Trade)

Balance of Payment adalah suatu neraca yang terdiri atas keseluruhan aktivitas transaksi perekonomian internasional suatu negara, baik yang bersifat komersial maupun finansial, dengan negara lain pada suatu periode tertentu.


(41)

BOP ini mencerminkan seluruh transaksi antara penduduk, pemerintah dan pengusaha dalam negeri dan pihak dalam negeri dan pihak luar negeri, seperti transaksi ekspor dan impor, investasi portofolio, transaksi antarbank sentral, dan lain-lain. Indikator umum yang sering digunakan adalah neraca berjalan

(current account) yang terdiri atas BOP, service account, dan uunilateral account. Transaksi impor pada current account dicatat sebagai transaksi debit atau negatif karena mengeluarkan devisa.

Dalam BOP dicatat seluruh transaksi ekspor impor dengan ketentuan bahwa ekspor barang dicatat sebagai transaksi kredit atau positif, dan impor barang dicatat sebagai transaksi debit atau negatif.

2. Tingkat inflasi (PPP Theory)

Pengaruh tingkat inflasi terhadap kurs valas ini dapat dijelaskan berdasarkan teori purchasing power parity atau teori paritas daya beli. Penjelasan teori ini didasarkan pada “the law of one price”, yaitu hukum yang menyatakan bahwa harga produk yang sama di dua negara yang berbeda akan sama pula bila dinilai dalam mata uang yang sama. Teori ini dikenal sebagai teori purchasing power parity (PPP) absolute.

Misalnya, harga 1 kg buah apel – USA pada dua tempat sebagai berikut:

Jakarta

Rp8.000

New York $ 1

Ini berarti bahwa harga 1 kg apel – USA = Rp 8.000 = $ 1

Dengan demikian, kurs valas Rp/$ berdasarkan paritas daya beli dari masing-masing mata uang adalah sebesar Rp 8.000,-/$. Namun pada kenyataannya sering terbukti bahwa forex rate yang diperhitungkan berdasarkan teori PPP


(42)

absolut tersebut tidak sesuai dengan kurs valas yang ditetapkan pemerintah. Dalam hal demikian, terjadi apa yang dikenal dengan overvavaluation dan

undervaluation seperti yang ditunjukkan oleh grafik di bawah ini.

Kurs Rp/$

Rp 9000/$ S

Rp 8000/$

$

Rp 7.000/$

D

0 $1 $2 $3 Q $

Gambar 2.4

$

Overvaluation dan Undervaluation Keterangan: Q $ = Kuantitas USD

S $ = supply USD D $ = demand USD

• Berdasarkan teori PPP absolut kurs valas adalah Rp 8.000,-/$.

• Namun, apabila pemerintah menetapkan atau mempertahankan kurs valas sebesar Rp 7.000,-/$ maka dikatakan nilai rupiah overvaluation, sedangkan USD undervaluation.

• Sebaliknya, apabila pemerintah menetapkan atau mempertahankan kurs valas sebesar Rp 9.000,-/$ maka dikatakan nilai rupiah undervaluation, sedangkan USD overvaluation.


(43)

• Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penilaian overvaluation ataupun

undervaluation suatu mata uang harus dilihat dari aspek domestic currency

(Rp) maupun foreign currency (USD). 3. Tingkat bunga (IRP Theory)

Interest Rate Parity (IRP) adalah salah satu teori yang paling dikenal dalam keuangan internasional yang menerangkan bagaimana hubungan antara bursa valas (forex market) dan pasar uang internasional (money market). Teori IRP menyatakan bahwa perbedaan tingkat bunga (sekuritas) pada international money market akan cenderung sama dengan forward rate premium atau

discount. Dengan kata lain, berdasarkan teori IRP akan dapat ditentukan berapa perubahan kurs forward atau forward rate (FR) dibandingkan dengan

spot rate (SR) bila terdapat perbedaan tingkat bunga antara home country dan

foreign country.

2.3.2 Penyesuaian Kurs

Perubahan nilai kurs yang terjadi pada prinsipnya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran valuta asing pada suatu tingkat harga tertentu. Perubahan ini tidak dapat dihindari sehingga dijumpai pihak yang dirugikan dan diuntungkan, untuk itu diperlukan penyesuaian.

System penyesuaian kurs atau disebut juga system penyesuaian internasional, dalam perkembangannya meliputi:

1. Sistem nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire Amerika Serikat pada tahun 1944 dirancang untuk memastikan tujuan-tujuan ekonomi


(44)

dalam negeri tunduk pada tekanan keuangan global. Beberapa hal yang telah disepakati dalam sistem ini antara lain adalah sebagai berikut:

a. Amerika Serikat (AS) akan mengaitkan mata uangnya USD dengan sejumlah tertentu emas. Waktu itu ditetapkan sebanyak 35 USD per ounce emas.

b. Negara-negara lain dapat mengaitkan nilai mata uangnya dengan emas atau mata uang USD. Mata uang negara lain berfluktuasi sebesar 1% terhadap USD.

c. Negara-negara lain dapat menyimpan cadangannya dalam bentuk emas maupun dalam bentuk mata uang USD. Biasanya mereka menyimpan cadangan mereka dalam bentuk USD dengan pertimbangan bahwa menyimpan dalam bentuk USD mendapat bunga dibandingkan dalam bentuk emas yang tidak mendapatkan apa-apa.

d. Amerika Serikat akan menjual emas dalam jumlah tertentu yang tetap kepada pemilik uang dollar yang sah.

e. Begitu mata uang negara lain ditentukan nilai tukarnya, maka pemerintah wajib memelihara nilai tukar tersebut sehingga nilainya tetap. Cara yang ditempuh adalah dengan mengadakan intervensi pada pasar valuta asing. Sebagai contoh apabila nilai tukar mata uangnya jatuh maka pemerintah akan menjual cadangan devisa negara tersebut.

f. Didirikan International Monetary Fund (IMF) guna membantu bank sentral yang mengalami kesulitan keuangan dengan memberikan pinjaman sementara.


(45)

Meskipun mempunyai beberapa kelemahan, sistem ini memberikan stabilitas keuangan yang memadai dan pertumbuhan ekonomi selama periode tertentu. 2. Fixed Exchange Rate System (gold standard)

Suatu negara yang memakai standar emas adalah bilamana nilai mata uangnya didasarkan pada nilai sejumlah emas tertentu. Standar emas sebenarnya tidak dirancang secara sengaja, standar ini terjadi dengan sendirinya dalam perekonomian. Emas menjadi standar moneter karena komoditi ini secara umum dapat diterima dan banyak negara menggunakan sebagai mata uang. Selama semua negara menggunakan standar emas, masyarakat akan dapat melakukan pembayaran kepada orang lain di negara lain.

Standar emas diharapkan dapat memelihara keseimbangan pembayaran internasional dengan penyesuaian tingkat harga pada suatu negara. Bila suatu negara yang mengalami defisit neraca pembayaran karena impornya (pembelian) dari negara lain melebihi nilai ekspornya (penjualan) ke negara lain.

Sistem nilai tukar standar emas menggolongkan tingkat nilai tukar mata uang sebagai berikut:

a. Kurs mint parity, menunjukkan perbandingan berat emas yang dikandung mata uang-mata uang yang berbeda.

b. Kurs ekspor emas, nilai tukar pada titik ini merupakan kurs tertinggi dalam sistem standar emas yang ditandai adanya aliran emas keluar dari negara tersebut.


(46)

c. Kurs titik impor emas, ditandai adanya aliran emas masuk ke negara tersebut dan merupakan kurs terendah dalam sistem standar emas. d. Kurs valuta asing yang terjadi, merupakan tingkat nilai tukar yang

benar-benar terjadi.

3. Fluctuating/Floating Exchange Rate System (paper standard)

Sistem ini disebut juga sebagai sistem kurs mengambang, dan membiarkan kurs bergerak menurut mekanisme pasar. Bahwa perubahan nilai kurs terjadi disebabkan oleh kekuatan permintaan di satu sisi dan kekuatan penawaran di sisi lain, berarti semata-mata kurs ditentukan oleh kedua pelaku tersebut.

Perubahan harga barang ekspor dan impor pada pasar perdagangan internasional mengakibatkan perubahan nilai ekspor dan impor yang akan mempengaruhi harga barang di dalam negeri. Konsekuensi perubahan harga barang ini mengakibatkan terjadinya perubahan nilai kurs secara langsung. Mekanisme penyesuaian melalui sistem ini merupakan sistem penyesuaian jangka pendek, terjadi apabila permintaan terhadap valuta asing tertentu meningkat lebih besar daripada penawaran maka nilai kurs akan naik atau sebaliknya.

Pada sistem ini diharapkan bahwa apabila kurs valuta asing terus naik, maka diharapkan impor akan berhenti sendiri, karena dengan naiknya kurs valuta asing barang-barang impor menjadi mahal sehingga menjadi kurang menarik bagi konsumen atau paling tidak dihindari oleh konsumen karena


(47)

harganya lebih tinggi. Sistem ini tidak mempunyai alat penghalang seperti emas pada sistem standar emas. Biasanya valuta-valuta ini tidak konvertibel.

Dalam praktek terdapat dua jenis Floating Exchange Rate System, yaitu:

1. Free Floating Exchange Rate System.

Dalam sistem nilai tukar dibiarkan bergerak bebas. Pergerakannya sepenuhnya tergantung dari kekuatan penawaran dan permintaan di pasar. Bank sentrl tidak melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi nilai tukar mata uangnya. Pada sistem ini, perubahan nilai tukar tidak akan mempengaruhi cadangan devisa negara itu karena begitu ada perubahan penawaran atau permintaan akan berdampak langsung pada naik-turunnya nilai tukar valuta.

2. Managed (Dirty) Floating Exchange Rate System

Berbeda dengan sistem di atas maka pada sistem ini bank sentral dapat melakukan intervensi ke pasar guna mempengaruhi pergerakan nilai tukar valuta. Bank sentral melakukan intervensi ini biasanya disebabkan karena pergerakan kurs valuta dipandang tidak menguntungkan bagi perekonomian negara tersebut sehingga perlu dilakukan intervensi untuk mencegah akibat yang lebih buruk lagi. Pada sistem ini naiki turunnya cadangan devisa ditentukan oleh ada tidaknya intervensi bank sentral ke pasar.


(48)

3. Exchange Control System (pengawasan devisa)

Dalam keadaan/situasi tertentu pemerintah merasa perlu untuk mengadakan peraturan-peraturan yang membatasi kebebasan lalu lintas devisa. Tindakan pemerintah langsung ditujukan kepada tingginya kurs dan kepada jumlah devisanya. Alasan untuk restriksi atau membatasi di dalam kebebasan lalu lintas devisa adalah:

a. Untuk menghemat pemakaian devisa

b. Untuk menjamin pelaksanaan impor barang-barang esensial c. Untuk mencegah pelarian modal

d. Untuk menjamin pelaksanaan debt service pemerintah e. Untuk stabilisasi kurs

f. Untuk memiliki kekuatan dalam perundingan-perundingan politik/ekonomi dengan negara lain.

g. Untuk dipakai sebagai alat pengatur/pengarah kegiatan ekonomi nasional.

2.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah/region (dalam hal ini provinsi) dihitung dan dimasukkan, tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi.

Dengan demikian PDRB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di daerah tersebut.


(49)

Hubungan antara pendapatan dan impor ini untuk berbagai negara, dan termasuk provinsi adalah sangat besar/kuat. Namun, untuk beberapa negara (umumnya negara transisi) atau provinsi dapat sangat kecil/lemah sekali, tetapi pada umumnya pendapatan dan impor bergerak sejajar. Dengan pendapatan yang bertambah, orang mendapatkan kesempatan untuk membeli lebih banyak keperluannya di luar negeri. Sebaliknya dengan pendapatan yang bertambah, orang mendapatkan kesempatan untuk membeli lebih banyak keperluannya di luar negeri.

2.5 Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk dipandang sebagai kumpulan manusia, dan perhitungannya disusun menurut bentuk statistik tertentu. Jumlah penduduk yang semakin bertambah pada suatu negara ataupun provinsi akan berpengaruh pada permintaan akan barang-barang impor.

2.6 Neraca Perdagangan Barang

Neraca ini merupakan ukuran pembayaran yang paling sempit serta paling spesifik, mencerminkan nilai barang komersial yang diekspor dan diimpor ke dalam suatu negara. Atau disebut juga surplus netto suatu negara dari ekspor barang terhadap impor barang. Neraca perdagangan adalah komponen utama dari neraca berjalan (current account).

Jika ekspor barang lebih besar dari impor barang, maka dikatakan terjadi surplus neraca perdagangan. Sebaliknya, jika impor barang lebih besar dari ekspor barang, maka keadaan ini disebut defisit neraca perdagangan.


(50)

Defisit neraca perdagangan yang terjadi tidak selalu menjadi masalah, karena hal itu memungkinkan konsumen negara tersebut memperoleh manfaat karena produk impor menjadi lebih murah dibandingkan dengan produk domestik. Namun, pembelian produk impor menyebabkan berpindahnya ketergantungan pada produk domestik menjadi ketergantungan terhadap produk asing, sehingga dapat dikatakan bahwa defisit neraca perdagangan yang besar menyebabkan pindahnya lapangan kerja ke negara asing. Karena itu pemerintahan suatu negara berupaya untuk memperbaiki defisit neraca perdagangan.

2.7 Kerangka Konseptual

Gambar 2.5 menunjukkan model kerangka konseptual yang menggambarkan hubungan ataupun pengaruh kurs valuta asing, PDRB, dan jumlah penduduk terhadap impor barang.

Gambar 2.5 Kerangka Konseptual

Kurs Valuta Asing

(X

1

)

PDRB (Produk Domestik

Regional Bruto)

(X

2

)

Jumlah Penduduk

(X

3

)

Impor Barang

(Y)


(51)

2.8 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap suatu permasalahan yang dirumuskan untuk pengertian sementara dan perlu diuji kebenarannya melalui data yang terkumpul. Berdasarkan uraian perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Nilai kurs valuta asing berpengaruh negative terhadap impor barang di Sumatera Utara, ceteris paribus.

2. PDRB berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara, ceteris paribus.

3. Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap impor barang di Sumatera Utara, ceteris paribus.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam mengumpulkan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Dalam mengumpulkan data yang diperlukan menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini menggunakan tiga variable yang dianggap mempengaruhi impor barang, yaitu:

• Nilai tukar atau kurs valuta asing

• PDRB

• Jumlah penduduk

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Biro Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara. Selain itu data-data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari jurnal-jurnal, buku-buku bacaan, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian ini. Berdasarkan kurun waktunya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah times series (tahunan), dengan kurun waktu 1986-2010 (sampel data 25 tahun).


(53)

3.3 Pengolahan Data

Untuk mengolah data, penulis menggunakan program E-Views 5.1 3.4 Model Analisis Data

Spesifikasi model analisis data yang akan dijadikan sebagai model penelitian merupakan fungsi matematis dengan parameter berbentuk linear. Model analisis yang dipakai adalah metode Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square/OLS). Hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel dependen dirumuskan dengan fungsi sebagai berikut:

Impor barang: f (nilai tukar, PDRB, jumlah penduduk)

Y = f ( X1, X2, X3

Kemudian fungsi tersebut ditransformasikan ke dalam model persamaan regresi berganda sebagai berikut:

)...(1)

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3

Dimana:

+ µ...(2)

Y = Impor barang Sumatera Utara

α = Intercept

β1,β2 ,β3 X

= Koefisien Regresi 1

X

= Nilai tukar Dollar AS terhadap Rupiah 2

X

= Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 3

µ =Error Terms / Kesalahan Pengganggu = Jumlah Penduduk

Bentuk Hipotesis sebagai berikut:

��

���< 0, artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (nilai tukar Dollar AS

terhadap Rupiah), maka Y (impor barang Sumatera Utara) mengalami penurunan, ceteris paribus.


(54)

��

���> 0, artinya jika terjadi kenaikan pada X2

��

���> 0, artinya jika terjadi kenaikan pada X

(PDRB) maka Y (Impor barang Sumatera Utara) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3

3.5 Uji Kesesuaian (Test Of Goodness Of Fit)

(jumlah penduduk Sumatera Utara) maka Y (impor barang Sumatera Utara) mengalami kenaikan, ceteris paribus.

3.5.1 Koefisien Determinasi ( R – Square )

Koefisien Determinasi (R – Square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberikan penjelasan terhadap variabel dependen dimana nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara 0 sampai 1 (0≤R2

Koefisien Determinasi bernilai nol tidak berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat, sebaliknya nilai koefisien determinasi 1 berarti tidak ada hubungan sempurna antara variabel bebas dengan variabel terikat.

��= ∑���

√��2√�2

≤1).

Dimana:

R = Koefisien Determinasi Xi= Variabel Independen Y = Variabel Dependen i = 1, 2, 3, ..., dst


(55)

3.5.2 Uji F – Statistik (Uji Keseluruhan)

Uji F-statistik adalah pengujian yang bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini dilakukan hipotesa sebagai berikut:

Ho : b1 ≠ b2 Ha : b

...bk = 0 (tidak ada pengaruh) 2

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai hitung dengan F-tabel. Jika F*>F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen, nilai F* dapat diperoleh dengan rumus:

� ∗ = �2/(� −1) (1− �2)/(� − �)

= 0 ... i = 1 (ada pengaruh)

Dimana:

F* = F-hitung R2

K = Jumlah Variabel Independen = Koefisien Determinasi n = Jumlah Sampel

Kriteria pengambilan keputusan: Ho: β1 = β2

Ha : β

= 0 Ho diterima (F*<F-tabel) artinya varibel independen secara keseluruhan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

1≠ β2 ≠ 0 Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel independen secara keseluruhan berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(56)

Ho diterima

Ha diterima

Gambar 3.1 Kurva Uji F-statistik

3.5.3 Uji t – statistik (Uji Parsial)

Uji t – statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : bi Ha : b

= 0 (tidak ada pengaruh) i

Di mana b

≠ 0 (ada pengaruh)

i adalah koefisien variabelindependen ke – i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap Y. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang di uji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen, dan bila t-hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima, ini artinya bahwa variabel


(57)

independen yang diuji tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel independen.

Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan meggunakan rumus sebagai berikut:

� ∗ = (�� – �) ���

Dimana:

t* = t-hitung ; bi

b= nilai hipotesis nol ; = koefiien variabel ke-i Sbi

Kriteria pengambilan keputusan:

= simpangan baku dari variabel independen ke-i

Ho : β1 = β2

Ha : β

= 0 Ho diterima (t*<t-tabel) artinya varibel independen secara parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

1≠ β2 ≠ 0 Ha diterima (t*>t-tabel) artinya variabel independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima Ha diterima

Ho diterima

0

Gambar 3.2 Kurva Uji t-statistik


(58)

3.6 Uji Penyimpangan Klasik 3.6.1 Uji Normalitas

Asumsi yang digunakan dalam Ordinary Least Square (OLS) adalah nilai rata-rata dari faktor pengganggu (µ) adalah nol. Untuk menguji apakah normal atau tidaknya faktor pengganggu, maka perlu dilakukan uji normalitas dengan menggunakan Jarque-Bera Test (J-B Test). Untuk melihat apakah data telah berdistribusi normal adalah dengan memperhatikan nilai (angka) probability dari hasil regresi. Dalam bukunya, Pratomo (2007) menyebutkan bahwa angka

probability > 0,05 maka data berdistribusi normal, sebaliknya apabila angka

probability < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal.

3.6.2 Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah hubungan linier antara variabel independen di dalam regresi berganda dalam persamaan. Hubungan linier antara variabel independen dapat terjadi dalam bentuk hubungan linier yang sempurna (perfect)

dan hubungan linier yang kurang sempurna (imperfect). Adanya multikolinearitas ditandai dengan:

1. Nilai standar errornya memiliki nilai yang tak terhingga atau cukup besar 2. Sebagian besar tanda arah dari koefisien regresi berlawanan dengan teori atau

hipotesis.

3. Tidak ada satupun atau sangat sedikit t-statistik yang signifikan pada α = 1%,

α = 5%, α = 10%


(59)

5. Pengujian lain dapat digunakan untuk melihat multikolinearitas antar variabel dengan menggunakan uji parsial (Wahyu Ario Pratomo dan Paidi Hidayat, 2001:90). Suatu model regresi linear akan menghasilkan estimasi yang baik apabila model tersebut tidak mengandung multikolinearitas. Multikolinearitas terjadi karena adanya hubungan yang kuat antar sesama variabel bebas dari suatu model estimasi.

3.6.3 Autokorelasi

Uji autokolinearitas merupakan hubungan variabel-variabel dari serangkaian yang tersusun dalam rangkaian waktu. Autokorelasi juga menunjukkan hubungan nilai-nilai yang berurutan dari variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi jika kesalahan pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode sebelumnya.

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu: a) Dengan menggunakan/mem-flot grafik

b) Dengan uji Durbin-Watson (Uji D-W Test) Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut:

Ho : p = 0, artinya tidak ada autokorelasi Ha : p ≠ 0, artinya ada autokorelasi


(60)

dl du 2 4-du 4-d Gambar 3.3

l

Kurva Durbin Watson

Untuk menguji masalah autokorelasi ini kita harus menentukan besarnya nilai kritis dari du dan dl

1) Jika DW < dt, maka H

. Berdasarkan jumlah observasinya dari variabel independen, jika hipotesis nol menyatakan bahwa tidak terjadi autokorelasi, maka:

o

2) Jika d

ditolak, berarti bahwa suatu regresi mengalami autokorelasi

u< DW < 4-du, maka Ho

3) Jika d

diterima yang berarti bahwa suatu persamaan regresi tidak mengalami autokorelasi.

l ≤ DW ≤ du atau 4 – du ≤ DW ≤ 4 - dl,

3.7 Defenisi Operasional

berarti pengujian tidak dapat disimpulkan.

1. Impor barang adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor umumnya adalah tindakan memasukan barang atau komoditas dari negara lain ke dalam negeri.

Indecision Indecision

Autokorelasi (-) Autokorelasi (+)


(61)

2. Nilai tukar adalah

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berdasarkan pendekatan pendapatan adalah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/region dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun.

harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya.

4. Jumlah penduduk merupakan kumpulan manusia, dan perhitungannya disusun menurut bentuk statistik tertentu.


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara 4.1.1 Letak Geografis

Provinsi Sumatera Utara terletak diantara 10 - 40 Lintang Utara dan 980 - 1000 Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68 km2 atau 3,72% dari luas wilayah Republik Indonesia, dengan posisi geografis antara 10 - 40 LU dan 980 - 1000

4.1.2 Topografi

BT. Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat. Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam di sebelah utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah selatan, Samudera Hindia di sebelah barat, serta Selat Malaka di sebelah timur. Letak geografis Provinsi Sumatera Utara berada pada jalur strategis pelayaran internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia dan Thailand. (BPS Sumatera Utara, 2010)

Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran, tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur ditengah-tengah dari Utara ke Selatan.

Kemiringan tanah antara 0 - 12 % seluas 65,51% seluas 8,64 % dan di atas 40% seluas 24,28 %, sedangkan luas Wilayah Danau Toba 112.920 Ha atau1,57%.


(63)

Berdasarkan topografi daerah Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang. Wilayah Pantai Timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 Km2 atau 34,77% dari luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai Barat dan dataran tinggi. Banjir juga sering melanda wilayah tersebut akibat berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada musim kemarau terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang kritis.

Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 Km2

4.1.3 Iklim

atau 65,23 % dari luas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah yang struktur tanahnya labil. Beberapa danau, sungai, air terjun dan gunung berapi dijumpai di wilayah ini serta sebagian wilayahnya tercatat sebagai daerah gempa tektonik dan vulkanik.

Karena terletak dekat garis khatulistiwa, Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis. Ketinggian permukaan daratan provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian daerahnya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 33,90C, sebagian daerah berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang


(64)

dan sebagian lagi berada pada daerah ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 13,40

Sebagaimana provinsi lainnya di Indonesia, Provinsi Sumatera Utara mempunyai musim kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau biasanya terjadi pada bulan Juni sampai dengan September dan musim penghujan biasanya terjadi pada bulan November sampai dengan bulan Maret, di antar kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba.

C.

4.1.4 Batas Administrasi

Wilayah Sumatera Utara berada pada jalur perdagangan Internasional, dekat dengan dua Negara Asean, yaitu Malaysia dan Singapura serta diapit oleh 3 (tiga) Provinsi, dengan batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam - Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat. - Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia

4.1.5 Demografis

Penduduk Sumatera Utara terdiri dari berbagai suku, yaitu Melayu, Batak, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa dan telah beragama. Walaupun berbeda agama dan adat istiadat, kehidupan bersama berlangsung rukun dan damai dengan Pancasila sebagai pedoman hidup.

4.2 Gambaran Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting untuk memonitor dan mengevaluasi hasil pembangunan yang dilaksanakan,


(65)

khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan menunjukkan sejauh mana kinerja atau aktivitas dari berbagai sektor ekonomi dalam menghasilkan nilai tambah atau pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu.

Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada tahun 2010 mengalami akselerasi atau tumbuh lebih tinggi dibanding tahun 2009 yang mencapai 5,07%. Laju pertumbuhan ekonomi ini juga lebih tinggi dibanding pencapaian laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 6,10% pada periode yang sama.

Medan yang merupakan Ibukota Provinsi Sumatera Utara, pusat pemerintahan, pusat bisnis/keuangan dan perdagangan merupakan kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan tertinggi yang mencapai 7,16%. Dibandingkan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi antara daerah kabupaten dengan kota, pada tahun 2010 rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah kota lebih tinggi dibanding daerah kabupaten. Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi daerah kota mencapai 6,89%, sedangkan untuk daerah kabupaten laju pertumbuhan ekonomi hanya 5,55%

4.3 Gambaran Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara

Perkembangan nilai ekspor dan impor selama lima belas tahun terakhir (1996-2010) disajikan pada tabel di bawah ini.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Lia, 2007. Ekonomi Internasional, Edisi I, Graha Ilmu, Yogyakarta. Apridar, 2009. Ekonomi Internasional (Sejarah, Teori, Konsep, dan

Permasalahan dalam Aplikasinya), Edisi IX, Graha Ilmu, Yogyakarta. Barclay, George W, 1990. Teknik Analisa Kependudukan, Rineka Cipta, Jakarta. Basri, Faisal dan Haris Munandar, 2010. Dasar-dasar Ekonomi Internasional

(Pengenalan dan Aplikasi Metode Kuantitatif), Edisi I, Kencana, Jakarta. Berlianta, Heli Charisma, 2004. Mengenal Valuta Asing, Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Hadi, Hamdy, 2004. Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan Keuangan Internasional), Edisi Revisi, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Halwani, Hendra, 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi, Ghalia Indonesia, Bogor.

Jamli, Ahmad, 2001. Dasar-dasar Keuangan Internasional, Edisi I, BPFE, Yogyakarta.

Lindert, Peter H, 1994. Ekonomi Internasional, Edisi IX, Bumi Aksara, Jakarta. Madura, Jeff, 2006. International Corporate Finance (Keuangan Perusahaan

Internasional), Salemba Empat, Jakarta.

M.S, Amir, 2004. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri, Edisi Revisi, PPM, Jakarta

Nasution, Mulia, 1998. Ekonomi Moneter (Uang dan Bank), Djambatan, Jakarta. Nasution, Syahrir Hakim dan Arifin Hamzah, 2008. Ekonomi Internasional, USU

Press, Medan.

Pardede, Febrina Julianti Chaterin, 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor Barang Konsumsi di Indonesia,Skripsi Umiversitas Sumatera Utara. Rosyadi, Imron, 2002. Ringkasan Ekonomi Internasional (Soal dan

Penyelesaiannya), Muhammadiyah University Press, Surakarta.


(2)

Forum on Indonesia Development (INFID), Jakarta.

Siregar, A.R, 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Impor di Indonesia, Tesis Universitas Sumatera Utara.

Sutojo, Siswanto, 2001. Membiayai Perdagangan Ekspor Impor, PT Damar Mulia Pustaka, Jakarta.

Tambunan, Tulus, 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Ghalia Indonesia, Bogor.

Tarigan, Hetti K, 2012. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Return On Asset Bank Umum di Indonesia,Skripsi Universitas Sumatera Utara. Consultant, Duwi. 2011. Uji Multikolinearitas.

Jun 2012)

MJ, Aidia. 2011. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah.


(3)

Lampiran 1

Data Variabel Penelitian Tahun Jumlah Penduduk

(Jiwa)

Kurs (Rp/$)

PDRB (Rupiah)

Volume Impor Barang (ton)

1986 9613909 1282.56 5182106.14 1130058

1987 9901862 1643.85 6439863.70 1260928

1988 10115860 1685.70 7907195.04 1121097

1989 10330091 1770.06 9324401.14 1520837

1990 10256027 1842.81 10774791.72 1537463

1991 10454686 1950.32 12111554.32 1390363

1992 10685200 2029.92 14316662.14 1405989

1993 10813400 2087.10 18215459 1875391

1994 10981100 2160.75 21700997.90 1727141

1995 11145300 2248.61 24630522.49 2128075

1996 11306300 2342.30 28173100.90 2302568

1997 11463400 2909.38 34006274.64 1963422

1998 11754100 10013.62 50705973.10 959311

1999 11955400 7855.15 61957560.00 2601042

2000 11476272 8421.77 69154112.38 2437764

2001 11722548 10260.85 79331335.14 2294796

2002 11847075 9311.19 89670147.52 2891996

2003 11890399 8577.13 103401370.50 2343112

2004 12123360 8938.85 118100511.40 3221858

2005 12326678 8278 139618313.60 3717119

2006 12643494 8395 160376799.10 4404172

2007 12834371 8223 181819737.30 4745767

2008 13042317 10950 213931696.80 5880760

2009 13248386 9400 236353615.80 5236554

2010 12982204 8991 275700207.30 6171734


(4)

Hasil Regresi

Dependent Variable: Impor Barang (Y) Method: Least Squares

Date: 05/12/12 Time: 13:02 Sample: 1986 2010

Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -2856324. 2058465. -1.387599 0.1798 Kurs (X1) -122.7739 37.33750 -3.288218 0.0035 PDRB (X2) 0.017830 0.002120 8.409832 0.0000 Pddk (X3) 0.417834 0.200716 2.081717 0.0498 R-squared 0.955479 Mean dependent var 2650773. Adjusted R-squared 0.949119 S.D. dependent var 1530129. S.E. of regression 345148.7 Akaike info criterion 28.48698 Sum squared resid 2.50E+12 Schwarz criterion 28.68200 Log likelihood -352.0873 F-statistic 150.2293 Durbin-Watson stat 2.389904 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Lampiran 3

Uji Multikolinearitas 1. K = f (PDRB, Pddk)

Dependent Variable: K Method: Least Squares Date: 06/12/12 Time: 10:43 Sample: 1986 2010

Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -30048.21 9854.777 -3.049101 0.0059 PDRB -1.49E-06 1.21E-05 -0.122744 0.9034 Pddk 0.003122 0.000933 3.345900 0.0029 R-squared 0.734686 Mean dependent var 5662.757 Adjusted R-squared 0.710567 S.D. dependent var 3663.326 S.E. of regression 1970.832 Akaike info criterion 18.12247 Sum squared resid 85451923 Schwarz criterion 18.26873 Log likelihood -223.5308 F-statistic 30.46038 Durbin-Watson stat 0.809118 Prob(F-statistic) 0.000000


(6)

Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 06/12/12 Time: 10:44 Sample: 1986 2010

Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -7.40E+08 1.34E+08 -5.516659 0.0000 K -460.7147 3753.469 -0.122744 0.9034 Pddk 71.55785 13.21606 5.414462 0.0000 R-squared 0.828377 Mean dependent var 78916172 Adjusted R-squared 0.812774 S.D. dependent var 80215790 S.E. of regression 34709024 Akaike info criterion 37.67506 Sum squared resid 2.65E+16 Schwarz criterion 37.82133 Log likelihood -467.9383 F-statistic 53.09382 Durbin-Watson stat 0.272823 Prob(F-statistic) 0.000000

3. Pddk = f (K, PDRB)

Dependent Variable: Pddk Method: Least Squares Date: 06/12/12 Time: 10:45 Sample: 1986 2010

Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 10234777 139263.8 73.49202 0.0000 K 108.0287 32.28688 3.345900 0.0029 PDRB 0.007984 0.001474 5.414462 0.0000 R-squared 0.886179 Mean dependent var 11476550 Adjusted R-squared 0.875831 S.D. dependent var 1040415. S.E. of regression 366616.8 Akaike info criterion 28.57419 Sum squared resid 2.96E+12 Schwarz criterion 28.72045 Log likelihood -354.1774 F-statistic 85.64279 Durbin-Watson stat 0.549970 Prob(F-statistic) 0.000000