2.3. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional 2.3.1 Definisi
Bedah Sinus Endoskopik Fungsional BSEF adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan
menormalkan kembali ventilasi sinus dan “mucociliary clearance” dalam sinus. Prinsipnya ialah membuka dan membersihkan daerah kompleks
osteomeatal yang menjadi sumber penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali melalui ostium alami
Lund, 2007; Mangunkusumo, 2003.
2.3.2 Indikasi
Operasi bedah sinus endoskopik fungsional pada umumnya dilakukan untuk penatalaksanaan rinosinusitis kronik atau rinosinusitis
akut berulang, yang seringkali disertai adanya poliposis di daerah meatus media atau adanya polip yang sudah meluas ke rongga hidung. Indikasi
lain BSEF termasuk didalamnya adalah rinosinusitis dengan komplikasi, mukokel, sinusitis alergi yang berkomplikasi atau sinusitis jamur yang
invasif dan neoplasia Xu et al, 2008; Mangunkusumo, 2000; Stammberger et al, 1993.
Bedah sinus endoskopi sudah meluas indikasinya antara lain untuk mengangkat tumor hidung dan sinus paranasal, menambal kebocoran
liquor serebrospinal, tumor hipofisa, dekompresi orbita, kelainan kongenital atresia koana dan lainnya Lund, 2007.
Di bagian THT RS Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar dilaporkan tindakan BSEF pada periode Januari 2005- Juli 2006 adalah 21 kasus
atas indikasi sinusitis, 33 kasus pada polip hidung disertai sinusitis dan 30 kasus BSEF disertai dengan tindakan septum koreksi atas indikasi
sinusitis dan septum deviasi Setiadi, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3 Persiapan Pra-operasi • Persiapan kondisi pasien.
Pra-operasi kondisi pasien perlu dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Jika ada inflamasi atau edema, harus dihilangkan dahulu, demikian
pula jika ada polip, sebaiknya diterapi dengan steroid dahulu polipektomi medikamentosa. Kondisi pasien yang hipertensi, memakai
obat-obat antikoagulansia juga harus diperhatikan Stankiewicz, 2009; Metson 2006.
• Naso-endoskopi prabedah untuk menilai anatomi dinding lateral hidung dan variasinya.
Pada pemeriksaan ini operator dapat menilai kelainan rongga hidung, anatomi dan variasi dinding lateral misalnya meatus media sempit
karena deviasi septum, konka media bulosa, polip meatus media, dan lainnya. Sehingga operator bisa memprediksi dan mengantisipasi
kesulitan dan kemungkinan timbulnya komplikasi saat operasi Stankiewicz, 2009; Kennedy, 2001.
• CT Scan
Gambar CT Scan sinus paranasal diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit dan perluasannya serta mengetahui landmark dan variasi
anatomi organ sinus paranasal dan hubungannya dengan dasar otak dan orbita serta mempelajari daerah-daerah rawan tembus ke dalam
orbita dan intrakranial Lund, 2007. Gambar CT Scan penting sebagai pemetaan yang akurat untuk
panduan operator saat melakukan operasi. Berdasarkan gambar CT scan tersebut, operator dapat mengetahui daerah-daerah rawan
tembus dan dapat menghindari daerah tersebut atau bekerja hati-hati sehingga tidak terjadi komplikasi operasi Stankiewicz, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.3.4 Tahapan Operasi
Tujuan BSEF adalah membersihkan penyakit dengan panduan endoskop dan memulihkan kembali drainase dan ventilasi sinus besar
yang sakit secara alami. Prinsip BSEF adalah bahwa hanya jaringan patologik yang diangkat, sedangkan jaringan sehat dipertahankan agar
tetap berfungsi. Jika dibandingkan dengan bedah sinus terdahulu yang secara radikal mengangkat jaringan patologik dan jaringan normal, maka
BSEF jauh lebih konservatif dan morbiditasnya dengan sendirinya menjadi lebih rendah Lund, 2007; Soetjipto,2000.
Teknik operasi BSEF adalah secara bertahap, mulai dari yang paling ringan yaitu unsinektomiinfundibulektomi sampai
frontosfenoidektomi total. Tahap operasi disesuaikan dengan luas penyakit, sehingga tiap individu berbeda jenis atau tahap operasi
Soetjipto, 2000. Munir 2006 pada penelitiannya terhadap 35 penderita
rinosinusitis kronik di RSUP H. Adam Malik, Medan mendapatkan tindakan BSEF yang terbanyak dilakukan adalah unsinektomi 77,1 dan yang
paling sedikit adalah sfenoidektomi 7,1.
Infundibulektomi dan pembesaran ostium sinus maksila • Membuka akses ke meatus media
Pertama-tama perhatikan akses ke meatus media, jika sempit akibat deviasi septum, konka bulosa atau polip, koreksi atau angkat polip
terlebih dahulu. Tidak setiap deviasi septum harus dikoreksi, kecuali diduga sebagai penyebab penyakit atau dianggap akan mengganggu
prosedur endoskopik. Sekali-kali jangan melakukan koreksi septum hanya agar instrumen besar bisa masuk Soetjipto,2000.
• Membuka infundibulum
Tahap awal operasi adalah membuka rongga indundibulum dengan mengangkat prosesus unsinatus sehingga akses ke ostium sinus
maksila terbuka. Selanjutnya ostium dinilai, apakah perlu diperlebar atau dibersihkan dari jaringan patologik. Dengan membuka ostium
Universitas Sumatera Utara
sinus maksila maka drainase dan ventilasi sinus maksila pulih kembali dan penyakit di sinus maksila akan sembuh tanpa melakukan
manipulasi di dalamnya. Jika kelainan hanya di sinus maksila, tahap awal operasi ini sudah cukup Soetjipto, 2000; Stammberger et al,
1993.
Etmoidektomi retrograd
Jika ada sinusitis etmoid, operasi dilanjutkan dengan etmoidektomi, sel-sel sinus dibersihkan termasuk daerah resesus frontal jika disertai
sinusitis frontal. Caranya adalah sebagai berikut, setelah tahap awal tadi, sebaiknya mempergunakan teleskop 0°, dinding anterior bula etmoid
ditembus dan diangkat sampai tampak dinding belakangnya yaitu lamina basalis yang membatasi sel-sel etmoid anterior dan posterior Kennedy,
2001; Soetjipto, 2000; Stammberger et al, 1993. Lamina basalis berada tepat di depan endoskop 0° dan tampak
tipis keabu-abuan, lamina ditembus di bagian infero-medialnya untuk membuka sinus etmoid posterior. Selanjutnya sel-sel etmoid posterior
umumnya selnya besar-besar di observasi dan jika ada kelainan, sel-sel dibersihkan dan atap sinus etmoid posterior yang merupakan dasar otak
diidentifikasi. Selanjutnya diseksi dilanjutkan ke depan secara retrograde membersihkan sel-sel etmoid anterior sambil memperhatikan batas
superior diseksi adalah tulang keras dasar otak fosa kranii anterior, batas lateral adalah lamina papirasea dan batas medial konka media. Disini
mempergunakan teleskop 0° atau 30°. Cara membersihkan sel etmoid anterior secara retrograd ini lebih aman dibandingkan cara lama yaitu dari
anterior ke posterior dengan kemungkinan penetrasi intrakranial lebih besar Stankiewicz, 2009; Soetjipto, 2000.
Keuntungan melakukan diseksi etmoid posterior terlebih dahulu adalah karena dasar otak yang merupakan atap sinus etmoid posterior
lebih mudah ditemukan dan diidentifikasi sebagai tulang keras yang letaknya agak horisontal sehingga kemungkinan penetrasi lebih kecil dari
pada di etmoid anterior dimana dasar otaknya lebih vertikal. Identifikasi
Universitas Sumatera Utara
arteri etmoid anterior sangat penting dan dihindari trauma pada arteri ini. Arteri ini berada di atas perlekatan bula etmoid pada dasar otak. Setelah
diseksi, arteri akan tampak dalam kanal di batas belakang atap resesus frontal. Saat diseksi pada etmoid posterior, harus diingat adanya sel
Onodi. Jika ada sel etmoid posterior yang sangat berpneumatisasi, berbentuk piramid dengan dasarnya menghadap ke endoskop, ini adalah
sel Onodi. Perhatikan apakah ada penonjolan n. optikus an atau arteri karotis interna di sisi lateralnya Soetjipto,2000.
2.3.5 Perawatan Paska Operasi
Perawatan paska operasi sangat penting, dimana pembersihan paska operasi dilakukan untuk membersihkan sisa perdarahan, sekret,
endapan fibrin, krusta, dan devitalisasi tulang yang bila tidak dilakukan dapat menimbulkan infeksi, jaringan fibrotik, sinekia, dan osteitis.
Perawatan operasi sebaiknya dilaksanakan oleh operator karena operator yang mengetahui lokasi dan luas jaringan yang diangkat. Manipulasi
agresif dihindari untuk mencegah terjadinya penyakit iatrogenik Stankiewicz,2009; Slack et al, 1998.
Beberapa penulis menyebutkan prosedur pembersihan pasca operasi dilakukan seawal mungkin, tampon hidung dibuka 3 hari setelah
operasi. Setelah itu hidung dibersihkan dengan larutan salin Kennedy, 2003.
Terapi medikamentosa paska operasi berupa antibiotik dapat diberikan 1 minggu atau lebih. Pemberian steroid topikal sangat berguna,
diberikan 4-5 kali sehari Kennedy, 2003; Stammberger et al, 1993.
2.3.6 Komplikasi
Semenjak diperkenalkan teknik BSEF sangat populer dan diadopsi dengan cepat oleh para ahli bedah THT di seluruh dunia. Seiring dengan
kemajuannya, muncul berbagai komplikasi akibat operasi bahkan komplikasi yang berbahaya. Karenanya para ahli segera melakukan
Universitas Sumatera Utara
penelitian tentang komplikasi yang mungkin terjadi akibat BSEF dan mencari cara untuk mencegah dan menghindarinya dan mengobatinya.
Pemahaman yang mendalam tentang anatomi bedah sinus, persiapan operasi yang baik dan tentunya pengalaman ahli dalam melakukan bedah
sinus akan mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi BSEF dapat berupa perdarahan, sinekia, stenosis sinus maksila,
kerusakan duktus nasolakrimalis, edema kelopak mata, kerusakan nervus optikus, kebocoran cairan serebrospinal, infeksi dan sepsis Al-Mujaini,
2009; DelGaudio, 2008; Rombout, 2001.
Universitas Sumatera Utara
2.4 KERANGKA KONSEP