Rinosinusitis Kronik .1 Definisi Profil penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan Bedah Sinus Endoskopik Fungsional di RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2008-2011

2.2 Rinosinusitis Kronik 2.2.1 Definisi Rinosinusitis Task Force mendefinisikan rinosinusitis kronik sebagai adanya dua gejala mayor atau lebih atau satu gejala mayor disertai dua gejala minor yang berlangsung lebih dari 12 minggu. Yang termasuk gejala mayor adalah : nyeri pada daerah muka pipi, dahi, hidung, hidung buntu, ingus purulen, gangguan penghidu. Gejala-gejala minor antara lain: sakit kepala, demam, halitosis, nyeri gigi dan batuk Busquets et al, 2006. Menurut European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012, rinosinusitis kronik adalah suatu inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat obstruksi kongesti atau pilek sekret hidung anterior atau posterior , nyeri wajah rasa tertekan di wajah, penurunan hilangnya penghidu, dan salah satu dari temuan nasoendoskopi berupa polip dan atau sekret mukopurulen dari meatus medius dan atau edema atau obstruksi mukosa di meatus medius dan atau gambaran tomografi komputer berupa penebalan mukosa di kompleks osteomeatal dan atau sinus, yang berlangsung lebih dari 12 minggu Fokkens et al, 2012. The European Academy of Allergylogy and Clinical Immunology EAACI mendefenisikan rinosinusitis kronik sebagai kongesti hidung berlangsung selama lebih dari 12 minggu disertai satu atau salah satu dari 3 gejala : nyeri wajah tekanan, post nasal drip, dan hiposmia Schlosser et al, 2009.

2.2.2 Patofisiologi Rinosinusitis Kronik

Patofisiologi rinosinusitis kronik terkait 3 faktor yaitu patensi ostium, fungsi silia dan kualitas sekret. Gangguan salah satu faktor tersebut atau kombinasi faktor-faktor akan menimbulkan sinusitis. Kegagalan transpor Universitas Sumatera Utara mukus dan menurunnya ventilasi sinus merupakan faktor utama berkembangnya rinosinusitis kronik Pinheiro, 2001. Patofisiologi rinosinusitis kronik dimulai dari blokade akibat edema hasil proses radang di area kompleks osteomeatal Gambar 4. Blokade daerah kompleks osteomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi sinus-sinus anterior. Sumbatan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan terjadinya hipoksia dan retensi sekret serta perubahan pH sekret yang merupakan media yang baik bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak. Bakteri juga memproduksi toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat terjadi hipertrofi mukosa yang memperberat blokade kompleks osteomeatal. Siklus ini dapat dihentikan dengan membuka blokade kompleks osteomeatal untuk memperbaiki drainase dan aerasi sinus Kennedy et al, 1995. Faktor predisposisi rinosinusitis kronik antara lain adanya : obstruksi mekanik seperti septum deviasi, hipertrofi konka media, hipertrofi konka inferior, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung. Faktor sistemik yang mempengaruhi seperti malnutrisi, terapi steroid jangka panjang, diabetes, kemoterapi dan defisiensi imun. Faktor lingkungan seperti polusi udara, debu, udara dingin dan kering dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa dan kerusakan silia Busquets et al, 2006 ; Fokkens et al, 2012. Universitas Sumatera Utara Gambar 4. Siklus rinosinusitis Kennedy et al,1995

2.2.3 Etiologi Rinosinusitis Kronik

Etiologi dari Rinosinusitis dapat disebabkan oleh alergi, infeksi dan dapat disebabkan oleh kelainan struktur anatomi variasi KOM, deviasi septum, hipertrofi konka atau penyebab lain seperti idiopatik, faktor hidung, hormonal, obat-obatan, zat iritan, jamur, emosi, atrofi Fokkens et al, 2012; Higler,1997 ; Weir et al, 1997. Beberapa bakteri patogen yang sering dihubungkan dengan etiologi rinosinusitis kronik adalah Stafilokokus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Hemofilus influenza dan Moraxella kataralis Fokkens et al, 2012.

2.2.4 Kekerapan

Penelitian Azis et al 2006 di Arab Saudi mendapatkan 172 penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan bedah sinus endoskopik fungsional dari tahun 1998-2004 Azis et al, 2006. Prevalensi rinosinusitis kronik di Indonesia bervariasi. Di RS dr. Sardjito Yogyakarta selama tahun 2000-2006 frekuensi penderita rinosinusitis kronik sekitar 2,5 - 4,6 dari seluruh kunjungan poliklinik Harowi, 2011. Universitas Sumatera Utara Munir 2006 pada penelitiannya terhadap 35 penderita rinosinusitis kronik yang menjalani operasi tahun 2002-2003 di RSUP H. Adam Malik, Medan mendapatkan kelompok umur terbanyak adalah 35-44 tahun sebanyak 34,3, sedangkan jumlah penderita perempuan sebanyak 20 penderita 57 dan laki-laki sebanyak 15 penderita 43. Penelitian Firman 2011 di RSUP H Adam Malik Medan mendapatkan penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan bedah sinus endoskopik tahun 2009-2010 sebanyak 47 penderita, yang terdiri dari 60 perempuan dan 40 laki-laki. Multazar 2011 pada penelitiannya terhadap 296 penderita rinosinusitis kronik tahun 2008 di RSUP H. Adam Malik , Medan mendapatkan jenis kelamin terbanyak yang menderita rinosinusitis kronik adalah perempuan sebanyak 169 penderita 57,09 diikuti laki-laki sebanyak 127 penderita 42,91.

2.2.5. Diagnosis Rinosinusitis Kronik

Diagnosis rinosinusitik kronik ditegakkan melalui anamnesis, rinoskopi anterior, pemeriksaan nasoendoskopi dan pemeriksaan penunjang Fokkens et al, 2012; Busquets, 2006. Anamnesis Riwayat gejala yang diderita lebih dari 12 minggu, dan sesuai dengan 2 gejala mayor atau 1 gejala mayor ditambah 2 gejala minor dari kumpulan gejala dan tanda menurut Rhinosinusitis Task Force, 2006. Yang termasuk gejala mayor adalah : nyeri atau rasa tertekan pada daerah wajah, hidung tersumbat, ingus purulen, gangguan penghidu. Gejala-gejala minor antara lain: sakit kepala, demam, halitosis, nyeri gigi dan batuk Busquets et al, 2006. Sakit kepala merupakan salah satu tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis. Sakit kepala yang timbul merupakan akibat Universitas Sumatera Utara adanya kongesti dan edema di ostium sinus dan sekitarnya. Sakit kepala yang bersumber dari sinus akan meningkat jika membungkukkan badan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup mata, saat istirahat atau saat berada di kamar gelap. Hal ini berbeda dengan sakit kepala yang disebabkan oleh mata Fokkens et al, 2012; Ballenger, 2004. Nyeri yang sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak. Pada peradangan aktif sinus maksila atau frontal, nyeri biasanya sesuai dengan daerah yang terkena. Pada sinus yang letaknya lebih dalam, nyeri terasa jauh di dalam kepala dan tak jelas lokasinya. Pada kenyataannya peradangan pada satu atau semua sinus sering kali menyebabkan nyeri di daerah frontal Ballenger, 2004. Gangguan penghidu hiposmia terjadi akibat sumbatan pada fisura olfaktorius di daerah konka media. Pada kasus-kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filamen terminal nervus olfaktorius, meskipun pada kebanyakan kasus, indera penghidu dapat kembali normal setelah proses infeksi hilang Fokkens et al, 2012; Ballenger, 2004. Rinoskopi anterior Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dapat ditemukan tanda-tanda inflamasi yaitu mukosa hiperemis, edema dan sekret mukopurulen yang terdapat pada meatus media. Mungkin terlihat adanya polip menyertai rinosinusitis kronik Pinheiro, 2001. Pemeriksaan nasoendoskopi Pemeriksaan ini sangat dianjurkan karena dapat menunjukkan kelainan yang tidak dapat terlihat dengan rinoskopi anterior, misalnya sekret purulen minimal di meatus media atau superior, polip kecil, hipertrofi prosesus unsinatus, konka media bulosa, konka media polipoid, konka media hipertrofi, konka inferior hipertrofi, post nasal drip dan septum deviasi Fokkens et al, 2012; Busquets et al, 2006. Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan foto polos sinus Foto polos sinus paranasal tidak sensitif dan mempunyai nilai yang terbatas pada evaluasi rinosinusitis kronik. Foto polos yang biasa dilakukan adalah foto polos hidung dan sinus paranasal posisi Water’s. Pada foto ini hanya tampak jelas sinus-sinus yang besar saja, sedangkan daerah kompleks osteomeatal tidak jelas tampak. Air fluid level pada rinosinusitis kronik tidak selalu dijumpai Busquets et al, 2006. Pemeriksaan CT Scan CT Scan yang biasa dilakukan adalah CT Scan sinus paranasal potongan koronal, dimana dapat terlihat perluasaan penyakit di dalam rongga sinus dan kelainan di kompleks osteomeatal. CT Scan dari rongga sinus dapat berguna untuk melakukan evaluasi pada kasus rinosinusitis berulang, atau rinosinusitis dengan komplikasi dan pada pasien dengan rinosinusitis kronik dan dipersiapkan untuk operasi. CT Scan memiliki spesifitas dan sensitifitas yang tinggi. Sebaiknya pemeriksaan CT Scan dilakukan setelah pemberian terapi antibiotik yang adekuat, agar proses inflamasi pada mukosa dieliminasi sehingga kelainan anatomi dapat terlihat dengan jelas Fokkens et al, 2012; Busquets et al, 2006.

2.2.6 Komplikasi Rinosinusitis Kronik

Komplikasi ini biasanya terjadi pada kasus rinosinusitis akut atau rinosinusitis kronis dengan eksaserbasi akut Giannoni et al, 2006. Komplikasi rinosinusitis sudah semakin jarang setelah pengobatan antibiotik. Tetapi pada masyarakat dengan tingkat sosio-ekonomi rendah yang kurang gizi dan tidak terjangkau oleh fasilitas kesehatan, komplikasi rinosinusitis lebih sering terjadi dan dapat berakibat buruk misalnya sampai menjadi buta atau bahkan kematian Giannoni et al, 2006. Komplikasi yang terjadi dapat berupa Giannoni et al, 2006: 1. Kelainan orbita Infeksi dari sinus paranasal dapat meluas ke orbita secara langsung atau melalui system vena yang tidak berkatup. Komplikasi Universitas Sumatera Utara orbita ini dapat berupa selulitis orbita dan abses orbita. Gejalanya dapat dilihat sebagai pembengkakan kelopak mata, atau edema merata di seluruh orbita, atau gangguan gerakan bola mata dan gangguan visus sampai jelas adanya abses yang mengeluarkan pus. Pasien harus dirawat dan diberikan antibiotik dosis tinggi intravena dan dirujuk ke dokter spesialis THT. Bila keadaan tidak membaik dalam 48 jam atau ada tanda-tanda komplikasi ke intrakranial, perlu dilakukan tindakan bedah. 2. Kelainan intrakranial Dapat berupa meningitis, abses subdural, abses otak, trombosis sinus kavernosus. Rongga sinus frontal, etmoid dan sfenoid hanya dipisahkan dengan fosa kranii anterior oleh dinding tulang yang tipis sehingga infeksi dapat meluas secara langsung melalui erosi pada tulang. Penyebaran infeksi dapat juga melalui sistem vena. Sinusitis maksila karena infeksi gigi sering menyebabkan abses intrakranial. Bila ada komplikasi intrakranial gejalanya dapat terlihat sebagai kesadaran yang menurun atau kejang-kejang. Pasien perlu dirawat dan diberikan antibiotik dosis tinggi secara intravena dan hal ini merupakan indikasi untuk tindakan operasi. 3. Mukokel kista Bila saluran keluar sinus tersumbat dapat timbul mukokel. Sering timbul di sinus frontal meskipun dapat juga terjadi di sinus maksila, etmoid atau sfenoid. Di dalam mukokel terjadi pengumpulan lendir yang steril yang kemudian menjadi kental. Mukokel dapat menjadi besar dan mendesak organ disekitarnya terutama orbita. Mukokel menimbulkan gejala sakit kepala dan pembengkakan di atas sinus yang terkena. Universitas Sumatera Utara

2.2.7 Penatalaksanaan

Terapi rinosinusitis kronik terdiri dari terapi medikamentosa dan non medikamentosa. Yang termasuk terapi medikamentosa adalah pemberian antibiotik, kortikosteroid, anti jamur, anti bakteri, anti histamin, dekongestan dan mukolitik Ferguson et al, 2006. Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi septum, konka bulosa, hipertrofi adenoid pada anak, polip, kista, jamur, gigi penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesuai dengan kelainan yang ditemukan Soetjipto, 2000. Rinosinusitis kronik yang tidak sembuh setelah pengobatan medikamentosa yang adekuat dan optimal, serta adanya obstruksi kompleks osteomeatal merupakan indikasi tindakan bedah. Bedah sinus endoskopik fungsional merupakan langkah maju dalam bedah sinus. Jenis operasi ini menjadi pilihan karena merupakan tindakan bedah invasif minimal yang lebih efektif dan fungsional Lal D et al, 2009; Simmer et al, 2005. Universitas Sumatera Utara PANDUAN BAKU PENATALAKSANAAN SINUSITIS Soetjipto et al, 2001 TIDAK Terapi tambahan : Dekongest.oral ,Kortikost.oral dan atau topikal, Mukolitik Antihistamin pasien atopi Diartemi,Proet,Irigasi sinus YA YA Faktor Predisposisi • Deviasi septum • Konka bulosa, Hipertrofi Adenoid pada anak • Polip, Kista, Jamur, Dentogenik TIDAK TIDAK ANAMNESIS Rinore purulen 7 hari sumbatan hidung, nyeri muka, sakit kepala, gangguan penghidu, demam dll RINOSKOPI ANTERIOR Polip? Tumor? Komplikasi sinusitis? YA Lakukan penatalaksanaan yang sesuai SINUSITIS AKUT KRONIK ? Lama gejala 12 minggu ? Episode serangan akut 4 x tahun? Konsensus Internasional Sinusitis 2004 SINUSITIS AKUT Rinoskopi Anterior RA SINUSITIS KRONIK RANaso-endoskopi Ro polos CT Scan Pungsi irigasi sinus Sinuskopi YA Terapi tambahan : Dekongest.oral + topikal Mukolitik, Analgetik Pasien Atopi : • Antihist.Kortiko steroid topikal Perbaikan ? TIDAK Lini II AB 7 hari Amoks. klav Ampi. sulbaktam Cephalosporin gen. kell Makrolid + terapi tambahan YA Faktor Predisposisi? Tata laksana yang sesuai Terapi sesuai pada episode akut lini II + Terapi TIDAK Perbaikan ? YA AB empirik 2 x 24 jam Lini I : Amoksil 3x500 mg Cotrimoxazol 2x480 mg + terapi tambahan AB alternatif 7 hari Atau buat kultur TIDAK Teruskan AB mencukupi 7-14 hari Perbaikan ? TIDAK Evaluasi kembali : NE, Sinuskopi atau CT jika belum TIDAK Obstruksi KOM TINDAKAN BEDAH : BSEF atau Bedah Konvensional YA Cari alur Diagnostik lain Perbaikan ? Teruskan AB mencukupi 7-14 hari Ro.polosCT scan dan Naso-endoskopi NE Kelainan ? YA Kemungkinan Sinusitis Akut Berulang Lakukan terapi sinusitis kronik TIDAK Evaluasi diagnosis kembali 1. Evaluasi komprehensif` alergi, LPR refluks 2. Kultur pungsi sinus untuk resistensi kuman, beri AB sesuai kultur Universitas Sumatera Utara 2.3. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional 2.3.1 Definisi

Dokumen yang terkait

Karakteristik Penderita yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di Departemen THT-KL RSUP. Haji Adam Malik, Medan dari Periode 2008-2012.

2 59 74

Profil penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan BSEF dibagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2008-2011

0 4 13

Profil penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan BSEF dibagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2008-2011

0 0 2

Profil penderita rinosinusitis kronik yang menjalani tindakan BSEF dibagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara RSUP. H. Adam Malik Medan tahun 2008-2011

0 0 4

Gambaran Karakteristik Penderita, Prosedur dan Temuan Operasi pada Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di RSUP H. Adam Malik, Medan

0 0 16

Gambaran Karakteristik Penderita, Prosedur dan Temuan Operasi pada Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di RSUP H. Adam Malik, Medan

0 2 2

Gambaran Karakteristik Penderita, Prosedur dan Temuan Operasi pada Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di RSUP H. Adam Malik, Medan

0 0 4

Gambaran Karakteristik Penderita, Prosedur dan Temuan Operasi pada Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di RSUP H. Adam Malik, Medan

0 2 26

Gambaran Karakteristik Penderita, Prosedur dan Temuan Operasi pada Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di RSUP H. Adam Malik, Medan

0 0 11

Gambaran Karakteristik Penderita, Prosedur dan Temuan Operasi pada Penderita Rinosinusitis Kronis yang Menjalani Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) di RSUP H. Adam Malik, Medan

0 1 31