Analisis Kualitas Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor serta Hubungannya dengan Status Gizi

ANALISIS KUALITAS MAKAN SISWA SEKOLAH DASAR DI
BOGOR SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI

FARA IRDINI AZKIA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kualitas
Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor serta Hubungannya dengan Status Gizi
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Fara Irdini Azkia
NIM I14100134

ABSTRAK
FARA IRDINI AZKIA. Analisis Kualitas Makan Siswa Sekolah Dasar di Bogor
serta Hubungannya dengan Status Gizi. Dibawah bimbingan IKEU TANZIHA.
Kualitas makan anak-anak menjadi perhatian karena pola konsumsi yang buruk di
masa kecil akan terbawa saat dewasa dan menyumbang faktor risiko penyakit
kronis. Penelitian ini bertujuan menganalisis kualitas makan siswa SD di Bogor
serta hubungannya dengan status gizi. Penelitian ini menggunakan desain cross
sectional dengan jumlah total contoh sebanyak 111 orang. Pengambilan contoh
dilakukan secara purposif di sekolah dasar di Bogor. Data yang dikumpulkan
meliputi data karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pengetahuan gizi,
kebiasaan makan, konsumsi pangan, dan kualitas makan. Kualitas makan diukur
dengan menggunakan instrumen Healthy Eating Index (HEI) dengan pendekatan
Pedoman Gizi Seimbang Indonesia. Data dianalisis dengan menggunakan uji chisquare dan uji korelasi Spearman. Hasil penelitian menunjukkan kualitas makan
contoh membutuhkan perbaikan, dengan rata-rata skor HEI sebesar 46 ± 7.0.

Tidak terdapat hubungan antara karakteristik individu dan sosial ekonomi
keluarga dengan kualitas makan (p>0.05). Skor HEI berhubungan negatif dengan
asupan energi dan berhubungan positif dengan asupan protein, karbohidrat,
kalsium, vitamin A, dan vitamin C (p35% dari total
energi
≥ 4800 mg /hari
>5% dari total energi
0
≤ 3 jenis pangan

Penilaian HEI terdiri atas 10 komponen, yaitu 5 komponen berdasarkan pada
5 kelompok pangan utama pada piramida makanan yaitu pangan pokok, sayuran,
buah-buahan, pangan hewani, dan pangan nabati. Pangan pokok yang dimaksud
adalah beras, jagung, umbi-umbian, tepung terigu dan produk turunannya, serta
jenis pangan pokok lainnya yang biasanya dikonsumsi sehari-hari. Sayuran dan
buah yang dimaksud adalah sayuran dan buah yang dimakan dalam bentuk utuh
ataupun dalam bentuk jus. Pangan hewani yang dimaksud adalah semua pangan
yang berasal dari hewan dan produk turunannya, seperti daging, susu, ikan, ayam,
sosis, dan kornet. Pangan nabati adalah semua pangan yang berasal dari tanaman
dan produk turunannya, seperti kacang-kacangan, tahu, tempe, dan oncom.

Kriteria skor kelima komponen ini ditentukan berdasarkan anjuran porsi untuk
anak usia 10-12 tahun di dalam Pedoman Gizi Seimbang (PGS) 2014. Diberikan
skor 0 jika individu sama sekali tidak mengonsumsi pangan tersebut dan diberikan
skor 10 jika individu mengonsumsi pangan sesuai dengan anjuran. Jika konsumsi
berada diantara kriteria maksimum dan minimum, skor ditentukan secara
proporsional. Misalnya, jika anjuran konsumsi pangan pokok adalah 4 porsi/hari,
konsumsi seseorang 2 porsi/hari, maka skor untuk pangan pokok adalah 5. Jika
konsumsi pangan pokok individu 6 porsi/hari, diberikan skor 6.67 atau dibulatkan
menjadi 7.
Lima komponen selanjutnya adalah aspek-aspek yang ada di dalam 13 pesan
dasar yang tercantum di dalam PUGS tahun 2002, yaitu total asupan lemak,
sodium, gula, dan zat besi, serta mengonsumsi makanan yang beragam. PUGS
menganjurkan untuk membatasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat
dari kebutuhan energi, serta membatasi kontribusi gula agar tidak lebih dari 5%
total energi sehari. Anjuran lainnya dalam PUGS adalah mengonsumsi makanan

13
sumber zat besi, mengonsumsi garam beryodium, dan mengonsumsi makanan
yang beragam setiap hari. Asupan total lemak didapatkan dari rata-rata persentase
asupan lemak terhadap rata-rata energi total individu berdasarkan Food Recall.

Asupan total gula berasal dari akumulasi konsumsi gula murni dan minuman
berkalori individu. Asupan garam individu yang dimaksud disini adalah jumlah
sodium yang berasal dari konsumsi makanan dan minuman individu. Keragaman
makanan dinilai berdasarkan jumlah jenis pangan yang dikonsumsi selama satu
hari. Menurut Depkes (2002), keragaman makanan dalam hidangan sehari-hari
minimum harus berasal dari satu jenis makanan sumber tenaga, satu jenis
makanan zat pembangun, dan satu jenis makanan sumber zat pengatur. Ini
merupakan penerapan prinsip yang minimum, sehingga jika menerapkan prinsip
ini dalam satu hari terdapat 9 jenis pangan yang berbeda. Jenis pangan yang sama
dihitung 1 kali dalam setiap waktu makan. Misalnya, dalam satu waktu makan
individu mengonsumsi nasi, telur, dan sayur kangkung, maka jenis pangan yang
dihitung adalah 3. Jika individu mengonsumsi nasi, bihun, dan mie dalam satu
kali waktu makan, maka jenis pangan yang dihitung adalah 1 karena ketiga
pangan tersebut merupakan jenis makanan sumber zat tenaga.
Secara umum perhitungan skor HEI dilakukan melalui beberapa tahap
sebagai berikut.
1. Pengelompokan pangan ke dalam golongan pangan sesuai dengan komponen
dalam HEI (pangan pokok, sayuran, buah-buahan, pangan hewani, dan pangan
nabati)
2. Perhitungan rata-rata kandungan energi, lemak, zat besi, gula, dan sodium

individu per hari.
3. Perhitungan jumlah porsi makan per hari untuk setiap golongan pangan
(perbandingan jumlah rata-rata konsumsi energi/individu/hari dengan
kandungan energi per porsi untuk setiap golongan pangan).
4. Perhitungan jumlah jenis pangan per hari dan rata-rata jumlah pangan per
individu per hari. Keragaman dihitung berdasarkan jumlah jenis makanan
yang dikonsumsi setiap kali waktu makan dalam satu hari (Nurdiani 2011).
5. Setiap komponen HEI diberikan skor antara 0 - 10 sehingga interval total skor
HEI memiliki nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Kriteria untuk skor
maksimum dan minimum ditentukan berdasarkan angka kecukupan yang
dianjurkan per hari (USDA 1995). Jika konsumsi seseorang memiliki jumlah
diantara kriteria maksimum dan minimum maka skor ditentukan secara
proporsional (Kennedy 2008).
6. Rentang skor HEI berkisar dari 0-100 dan dikelompokkan berdasarkan
persentil 25, 50, dan 75. Skor HEI lebih dari 66 menunjukkan kualitas makan
yang baik, rentang skor dari 33-66 menggambarkan kualitas makan yang
membutuhkan perbaikan, dan skor HEI kurang dari 33 menunjukkkan kualitas
makan yang buruk. Skor yang tinggi menunjukkan kualitas diet yang lebih
baik.


14
Definisi Operasional
Siswa sekolah dasar adalah anak kelas 6 SD yang berumur 10-12 tahun dan
menjadi contoh penelitian.
Kualitas makan adalah mutu dari konsumsi contoh berdasarkan penilaian dari
komponen Healthy Eating Index (HEI) dengan menggunakan pendekatan
pedoman makan Indonesia.
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang
yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat-zat gizi
makanan, yang ditetapkan berdasarkan IMT/U contoh, kemudian
dikategorikan menjadi sangat kurus, kurus, normal, gemuk, dan obesitas.
Healthy Eating Index (HEI) adalah instrumen yang digunakan untuk menilai
kualitas konsumsi pangan siswa secara menyeluruh melalui sistem skor
antara 0-100. Skor HEI dikategorikan yaitu buruk (poor) apabila skor
kurang dari 51, dikategorikan butuh perbaikan (need improvement) apabila
skor 51 – 80, dan dikategorikan baik (good) apabila skor lebih dari 80.
Asupan zat gizi adalah jumlah asupan zat gizi contoh dalam sehari yang
diperoleh dari konsumsi pangan.
Kebiasaan makan adalah cara contoh memilih pangan dan memakannya sebagai
reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya, dan sosial, yang

terdiri atas kebiasaan sarapan, kebiasaan jajan, dan kebiasaan makan buah
dan sayur.
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan dan diminum
contoh selama sehari atau 24 jam yang dikumpulkan dengan metode
Recall 24 jam.
Pengetahuan gizi adalah pemahaman tentang gizi contoh yang terdiri dari 18
pertanyaan dengan skor maksimum 100 yang dikategorikan menjadi baik,
sedang, dan kurang.
Tingkat kecukupan zat gizi adalah perbandingan antara zat gizi yang
dikonsumsi dengan Angka Kecukupan Gizi menurut usia, jenis kelamin,
dan keadaan fisiologis.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Sekolah
Sekolah yang menjadi lokasi penelitian adalah Sekolah Dasar Negeri (SDN)
di Kota Bogor, yaitu SDN Pengadilan 5, SDN Padjajaran 1, dan SDN Batu Tulis
2. Jumlah contoh penelitian ini berjumlah 111 orang, terdiri atas 37 orang dari
SDN Pengadilan 5, 36 orang dari SDN Padjajaran 1, dan 38 orang dari SDN Batu
Tulis 2. SDN Pengadilan 5 berada di di Jalan Pengadilan No. 10, Bogor Tengah.
Lokasi sekolah ini cukup strategis yang mudah dijangkau kendaraan. Sekolah ini

didirikan sejak tahun 1981 dan menjadi barometer kegiatan pendidikan di kota
Bogor. Sekolah in ditunjang dengan sarana dan prasarana cukup memadai,
terakreditasi A, dan menjadi salah satu SD favorit di kota Bogor.

15
SDN Padjajaran 1 yang berletak di Jalan Raya Padjajaran No. 26, Bogor
Timur. Sekolah ini merupakan sekolah yang mulanya diresmikan pada Proyek
Pembangunan SD Inpres bertingkat oleh Gubernur Jawa Barat pada 13 Januari
1986. SD Padjajaran memiliki luas 1.595,5 m2. Sekolah ini memiliki akreditasi A
dan merupakan sekolah unggulan di Bogor. SDN Batu Tulis 2 yang berlokasi di
Jalan Batu Tulis No. 137, Bondongan, Bogor Selatan. Ketiga sekolah ini memiliki
akreditasi sekolah yang baik dan memiliki sarana dan prasaran yang cukup
memadai. Kegiatan belajar mengajar di sekolah berlangsung dari hari Senin
sampai Sabtu dengan jam belajar dimulai sejak pukul 07.00 – 13.00, dengan
diselingi istirahat 1-2 kali. Selain kegiatan belajar mengajar, ketiga sekolah ini
juga menyediakan kegiatan ekstrakurikuler untuk mewadahi dan mengembangkan
bakat, minat, dan kreativitas siswa.

Kualitas Makan
Kualitas makan contoh ditentukan berdasarkan skor HEI yang diperoleh,

skor HEI yang tinggi menunjukkan kualitas makan contoh yang baik. Terdapat
perbedaan AKG energi, protein, dan zat besi pada kelompok umur 10-12 tahun
untuk laki-laki dan perempuan, sehingga untuk menghitung jumlah konsumsi
pangan pokok, pangan hewani, dan zat besi dibedakan berdasarkan jenis kelamin.
Kualitas makan contoh dapat ditelusuri melalui skor dari masing-masing
komponen HEI.
Tabel 5 Skor masing-masing komponen HEI contoh

Pangan pokok

Nilai
Minimum
0

Sayuran
Buah-buahan
Pangan hewani

0
0

0

Pangan nabati
Total lemak

0
>35% dari
total energi
≥ 4800
mg/hari
>5% dari total
energi
0

Komponen HEI

Sodium
Total gula
Zat besi


Keragaman

≤ 3 jenis
pangan

Nilai Maksimum

Konsumsi

Skor HEI

5 porsi (laki-laki)
4 porsi
(perempuan)
3 porsi
4 porsi
3.5 porsi (lakilaki)
3 porsi
(perempuan)
3 porsi
15-25% dari total
energi
≤ 2400 mg/hari

6 porsi
6 porsi

8 (laki-laki)
7
(perempuan)
1
3
2 (laki-laki)
3
(perempuan)

0.5 porsi
23% dari total
energi
417 mg/hari

1
10

≤ 5% dari total
energi
13 mg (laki-laki)
20 mg
(perempuan)
≥ 9 jenis pangan

20% dari total
energi
15 mg (laki-laki)
16 mg
(perempuan)
6 jenis pangan

0

0.3 porsi
1 porsi
1 porsi
1 porsi

10

5 (laki-laki)
5
(perempuan)
7

16
Berdasarkan Tabel 5, komponen pertama yaitu pangan pokok mendapatkan
skor proporsional, baik pada contoh laki-laki maupun perempuan, yang
disebabkan berlebihnya konsumsi makanan sumber karbohidrat dari yang
dianjurkan. Berdasarkan anjuran PGS, anak laki-laki usia 10-12 tahun sebaiknya
mengonsumsi 5 porsi pangan pokok/hari, sedangkan anak perempuan usia 10-12
tahun dianjurkan untuk mengonsumsi 4 porsi pangan pokok/hari. Rata-rata contoh
mengonsumsi 6 porsi pangan pokok/hari atau berkontribusi sebesar 50-52.5% dari
energi total sehari. Hasil yang didapatkan lebih besar dibandingkan dengan
penelitian Apriani dan Baliwati (2011) yang menyatakan kontribusi energi dari
makanan sumber karbohidrat di daerah perkotaan sebesar 48.05%. Adapun
makanan sumber karbohidrat yang dikonsumsi oleh contoh antara lain: nasi, mie,
bihun, roti, dan biskuit.
Komponen HEI kedua dan ketiga adalah konsumsi sayuran dan buahbuahan. Sayur dan buah merupakan komponen penting dari diet yang sehat dan
jika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup setiap hari dapat membantu
pencegahan penyakit degeneratif seperti jantung koroner dan kanker. FAO/WHO
merekomendasikan untuk mengonsumsi sayur dan buah minimum sebanyak 400
g/hari untuk mencegah penyakit degeneratif serta mencegah dan mengurangi
defisiensi zat gizi mikro, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia
(WHO 2004). Anjuran PGS untuk konsumsi sayur dan buah anak usia 10-12
tahun yaitu 3 porsi sayur dan 4 porsi buah setiap hari. Berdasarkan Tabel 5, ratarata konsumsi sayur contoh kurang dari 1 porsi per hari, sedangkan rata-rata
konsumsi buah contoh hanya 1 porsi per hari. Kurangnya konsumsi sayur dan
buah juga menjadi masalah nasional. Dilaporkan dalam Riskesdas 2013, proporsi
kurang makan sayur dan buah di Indonesia mencapai 93.6% (Kemenkes 2013).
Konsumsi sayur dan buah yang rendah dapat menyebabkan penyakit jantung
iskemik (31%) dan stroke (11%) (WHO 2004).
Tabel 6 Frekuensi konsumsi sayur dan buah contoh
Setiap hari
Konsumsi sayur (%)
Konsumsi buah (%)

27.9
33.3

Kadangkadang
48.6
31.5

Jarang
23.4
29,7

Tidak
pernah
0
5.4

Jika dilihat dari frekuensi mengonsumsi buah dan sayur pada Tabel 6,
sebagian besar contoh tidak rutin mengonsumsi sayur dan buah setiap hari. Hanya
27.9% dan 33.3% contoh yang mengaku rutin mengonsumsi sayur dan buah setiap
hari. Alasan contoh sering mengonsumsi sayur dan buah dapat dilihat pada Tabel
7. Alasan utama contoh sering mengonsumsi sayur adalah karena terbiasa
mengonsumsi sayur sejak kecil (31.8%) dan disediakan di rumah oleh orang tua
(23.5%), sedangkan alasan utama contoh sering mengonsumsi buah adalah karena
disediakan oleh orang tua di rumah (43.5%) dan karena menyukai buah (13%).
Banyaknya contoh yang tidak rutin mengonsumsi sayur dan buah disebabkan oleh
beberapa alasan. Berdasarkan Tabel 8, alasan utama contoh jarang atau tidak
pernah makan sayur dan buah adalah tidak tersedianya kedua makanan ini di
rumah. Menurut Setyowati (2000) ketersediaan sayur dan buah di rumah
merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi konsumsi sayur dan
buah selain pendidikan ibu, pendapatan keluarga, dan media sosialisasi.

17
Tabel 7 Alasan contoh mengonsumsi sayur dan buah

Alasan sering
makan sayur (%)
Alasan sering
makan buah (%)

Disediakan
Terbiasa
Orang Tua Mengonsumsi
dari Kecil
23.5
31.8
43.5

11.6

Suka

Rasanya Lainnya Total
Enak

16.5

5.9

22.4

100

13.0

11.6

20.3

100

Tabel 8 Alasan contoh jarang/tidak pernah mengonsumsi sayur dan buah
Rasa
Tidak
Enak

Tidak
Tidak
Hanya Lainnya Total
Terbiasa Tersedia
Suka
Konsumsi
di
Jenis
dari Kecil Rumah Tertentu

Alasan jarang/tidak
pernah makan sayur
(%)

15.4

7.7

53.8

11.5

11.5

100

Alasan jarang/tidak
pernah makan buah
(%)

7.1

0.0

50.0

28.6

14.3

100

Komponen HEI keempat dan kelima adalah konsumsi pangan hewani dan
pangan nabati. Berdasarkan Tabel 5, anak laki-laki usia 10-12 dianjurkan untuk
mengonsumsi 3.5 porsi pangan hewani, sedangkan anak perempuan usia 10-12
tahun dianjurkan mengonsumsi 3 porsi pangan hewani setiap hari. Rata-rata
konsumsi makanan sumber protein hewani contoh yaitu 1 porsi per hari, jauh dari
jumlah yang dianjurkan, sehingga skor HEI yang diperoleh tidak mencapai skor
maksimum. Menurut Neumann et al. (2003), mengonsumsi makanan yang berasal
dari hewan mampu meningkatkan status zat gizi mikro, membantu pertumbuhan,
dan kemampuan kognitif anak yang lebih baik.
Konsumsi pangan nabati contoh juga masih jauh dari jumlah yang
dianjurkan. Berdasarkan Tabel 5, anjuran konsumsi pangan nabati anak usia 10-12
tahun adalah 3 porsi, sedangkan rata-rata konsumsi pangan nabati contoh kurang
dari 1 porsi setiap hari. Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein untuk anak lakilaki dan perempuan usia 10-12 tahun adalah 56 g/hari dan 60 g/hari, sedangkan
konsumsi protein contoh, baik yang berasal dari pangan hewani maupun pangan
nabati, hanya sebesar 43.8 ± 20.8 g/hari. Data Riskesdas 2010 menunjukkan
masih terdapat 30.6% anak Indonesia berusia 7-12 tahun yang mengonsumsi
protein di bawah kebutuhan minimum (