Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008

(1)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

POLA MAKAN DAN PENYAPIHAN SERTA HUBUNGANNYA

DENGAN STATUS GIZI BATITA DI DESA PALIP

KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA

KABUPATEN DAIRI

TAHUN 2008

SKRIPSI

OLEH:

ADE MANALU 031000067

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

POLA MAKAN DAN PENYAPIHAN SERTA HUBUNGANNYA DENGAN STATUS GIZI BATITA DI DESA PALIPI

KECAMATAN SILIMA PUNGGA-PUNGGA KABUPATEN DAIRI

TAHUN 2008

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

ADE MANALU 031000067

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRACT

EATING AND WEANING PATTERN AND ITS RELATIONSHIP WITH BABY NUTRIENT STATUS IN PALIPI VILLAGE, SILIMA

PUNGGA-PUNGGA SUB-DISTRICT DAIRI REGENCY IN 2008.

Weaning has been as one transition process on which the baby has been given the breastfeeding mother milk or the formula milk. Also, the baby is gradually introduced solid food. On Palipi village, it is found that generally the weaning pattern is done too quick. Food administration is given as the support meal (and it may be lack of nutrient substance either in its quantity or quality). Also, the meal is lack of nutrient.

This research is intended to get the description related to the eating and weaning pattern and its relationship with baby nutrient status in Palipi village Silima Pungga-pungga sub-district Dairi regency. The research design is cross – sectional. The population is all children aged 6-36 months in Palipi Village, whereas the sample taken is all population (total sampling) for 41 persons.

The result of research shows that of all babies to be searched, the type of breastfeeding supplemental is given such as porridge for 92, 68% and rice for 7,32%. The age for giving the breastfeeding supplemental meal ≤ 2 months is for 75, 61%, 5-7 months for 19,51% and the remaining is for 3-4 with 4,88%. The average number of giving breastfeeding supplemental on the frequency 2x/day is for 63,41%, 3 x/day is for 26, 83% and on the frequency 1x /day is for 9.76%.

All babies consume rice and cassava as the main meal 1-3 x/days (1005). The protein consumption resources are salt-fish 1-3 x/day (80,49%), eggs and meat 1x/week (19,51%). All babies consume the cassava as curry resources that is 1-3x /week (100%). All children are lack in consuming the fruit for 1-3x/week (100%).

Mostly of the children 6-36 months in Palipi village, Silima Pungga-Pungga sub-district with good nutrient status (60,97%), the remaining are low nutrient status (39, 03%).The relationship between eating pattern with nutrient status shows real relationship. The relationship between weaning pattern and nutrient status shows there is no real relationship.

Keywords : eating pattern, weaning pattern, baby nutrient status.


(4)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan atas berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Makan dan Penyapihan Serat Hubungannya Dengan Status Batita di Desa Palipi Kecamtan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM).

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapakan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu penulis hingga selesainya skripsi ini, secara khusus pada Ibu Dra. Jumirah, Apt, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi I dan Ketua Depertemen Gizi Kesehatan Masyarakat juga Bapak Dr. Ir. Albiner Siagian, M.si selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menberikan saran dan bimbingan serta sumbangan pikiran bagi penulisan skripsi ini.

Selama penulisan skripsi ini, Penulis banyak mendapatkan bantuan materi dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman, M.kes selaku Dosen Pembimbing Akademik selama perkuliahan.

3. Seluruh dosen yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.

4. Seluruh pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat yang turut membantu dalam urusan administrasi.


(5)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

5. Ibu Sihite selaku Kepala Desa Palipi beserta seluruh staff.

6. Seluruh masyarakat di Desa Palipi yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.

7. Pimpinan perpustakaan USU, pimpinan perpustakaan (Ruang Baca) FKM-USU beserta seluruh staff yang telah membantu memberikan bahan-bahan bacaan kepada penulis selama mengikuti pendidikan sampai akhir penulisan skripsi ini. 8. Orang tua terkasih (ma/pa), kakakku (Young, te do, Mami), adikku Ean,

keponakanku (Icel dan Thesa) yang penuh kasih dan kesabaran memberikan bantuan, dukungan dan perhatian selama ini.

9. Buat KTB”Tabitha” (K’Lisda, Vera Libertina, Sri Ulina, dan Bunga), adik-adikku KK “Servant Of God” (Wilma, Vie, Nina, Mei, dan Lina), teman kelompokku Yuni, teman-teman koordinasi POMK FKM-USU serta teman-teman angkatan 2003.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca semua.

Medan, Maret 2009


(6)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Tabel ... vi

Daftar Gambar ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ……….. 1

1.2.Perumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Pola Makan ……….. ... 6

2.1.1. Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi dan Anak. ... 7

2.2. Air Susu Ibu (ASI) ... 9

2.2.1. Kenggulan ASI dan Manfaat Menyusui ... 10

2.2.2. Waktu yang Tepat Pertama Sekali Memberi ASI... 14

2.3. Pengganti Air Susu Ibu (PASI) ... 14

2.3.1.Macam-Macam Minuman Buatan ... 15

2.4. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 15

2.4.1. Bahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) ... 15

2.4.2. Manfaat dan Tujuan Pemberian MP-ASI ... 16

2.5. Makanan Bayi Cukup Bulan Dengan Kombinasi ASI/MP-ASI ... 17

2.6. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi dan Balita ... 17

2.7. Pola Penyapihan ... 25

2.7.1. Pengertian Penyapihan ... 25

2.7.2. Usia Anak Disapih ... 26

2.7.3. Dampak Penyapihan ASI kurang dari 6 Bulan ... 27

2.7.4. Cara Penyapihan ... 27

2.8. Status Gizi... 30

2.8.1. Metode Penilaian Status Gizi... 30

2.8.2. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri... 31

2.9. Kerangka konsep... 33

2.10. Hipotesa Penelitian... 33


(7)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis Penelitian... .. 34

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

3.3. Populasi dan Sampel ... 34

3.3.1. Pupolasi... . 34

3.3.2. Sampel... . 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1. Data Primer... . 35

3.4.2. Data Sekunder... . 36

3.5. Definisi Operasional ... 36

3.6. Aspek Pengukuran... 38

3.6.1. Pola Makan Batita……… 38

3.6.2. Pola Penyapihan………... 39

3.6.3. Status Gizi Batita………. 40

3.7. Instrumen Penelitian... 40

3.8. Pengolahan dan Teknik Amalisa Data ... 41

3.8.1. Pengolahan Data ... 41

3.8.2. Teknik Analisa Data... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 42

4.1. Gambaran Umum Desa Palipi... 42

4.1.1. Geografis... .. 42

4.1.2. Demografi dan Karakteristik Penduduk... 43

4.1.3. Sarana dan Prasarana Umum... 45

4.2. Karakteristik Ibu (Responden)... 46

4.2.1. Umur Responden... 46

4.2.2. Pekerjaan Responden... 46

4.2.3. Suku Bangsa Responden………. 47

4.2.4. Pendidikan Responden………. 48

4.3. Karakteristik Anak ………... 49

4.3.1. Umur Anak………... 49

4.3.2. Jenis Kelamin Anak………. 49

4.4. Gambaran Pola Makan ... 50

4.4.1. Pemberian Kolostrum ... 50

4.4.2. Frekuensi Pemberian ASI ... 51

4.4.3. Jumlah Rata-Rata Pemberian PASI... 51

4.4.4. Jenis PASI ... 52

4.4.5. Pemberian Makanan Tambahan... 52

4.4.6. Umur Pemberian Makanan Tambahan ... 53

4.4.7. Jenis Makanan Tambahan... 53

4.4.8. Frekuensi Pemberian Makanan Tambahan. ... 54

4.4.9. Jenis Makanan Saat Ini... 54

4.4.10. Jumlah Rata-Rata Anak Makan Sehari... 55


(8)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

4.5.1. Penyapihan... 55

4.5.2. Alasan Penyapihan ... 56

4.5.3. Umur Penyapihan... 56

4.5.4. Cara Penyapihan……….. 57

4.5.5. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi... 57

4.5.6. Hubungan Pola Penyapihan Dengan Status Gizi... 58

BAB V PEMBAHASAN ... 59

5.1. Pola Makan ... 59

5.1.1. Usia Pertama Kali diberi Makanan Tambahan ... 59

5.1.2. Jenis Makanan Tambahan ... 60

5.1.3. Frekuensi Makan... 61

5.2. Pola Penyapihan ... 62

5.2.1. Usia Anak Disapih ... 62

5.2.2. Alasan Anak Disapih ... 62

5.2.3. Cara Menyapih ... 63

5.3. Status Gizi ... 64

5.4. Hubungan Pola Makan dan Penyapihan Dengan Status Gizi ... 65

5.4.1. Hubungan Pola Makan Dengan Status Gizi ... 65

5.4.2. Hubungan Pola Penyapihan Dengan Status Gizi ... 66

BAB VI SARAN DAN KESIMPULAN... 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR


(10)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran kuesioner penelitian. 2. Formulir food recall.

3. Formulir food frekuensi. 4. Peta Desa Palipi.

5. Master Data hasil penelitian pola makan dan penyapihan serta hubungannya dengan status gizi batita di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008.

6. Surat izin penelitian FKM-USU.

7. Surat keterangan selesai hasil penelitian di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008.


(11)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari upaya pembangunan manusia yang seutuhnya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan melakukan pembinaan kesehatan anak sejak dini melalui kesehatan ibu dan anak, perbaikan gizi balita, dan pembinaan balita agar setiap balita yang dilahirkan akan tumbuh sehat dan berkembang menjadi manusia Indonesia yang tangguh dan berkualitas (Depkes RI, 1999).

Kesehatan merupakan salah satu aspek dari kehidupan masyarakat, mutu hidup, produktifitas tenaga kerja, angka kesakitan dan kematian yang tinggi pada bayi dan anak-anak, menurunnya daya kerja fisik serta terganggunya perkembangan mental adalah akibat langsung atau tidak langsung dari masalah gizi kurang. Terjadinya kerawanan gizi pada bayi disebabkan karena selain makanan yang kurang juga karena ASI banyak diganti dengan susu botol dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan (Winarno, 1990).

Pertumbuhan dan perkembangan bayi sebagian besar ditentukan oleh jumlah ASI yang diperoleh termasuk energi dan zat gizi lainnya yang terkandung di dalam ASI tersebut. Setelah itu ASI hanya berfungsi sebagai sumber protein vitamin dan mineral utama untuk bayi yang mendapat makanan tambahan yang tertumpu pada beras atau makanan lainnya.

Bila kesehatan ibu setelah melahirkan baik, menyusui merupakan cara memberi makan yang paling ideal untuk 4-6 bulan pertama sejak dilahirkan, karena


(12)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

ASI dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi. Setelah ASI tidak lagi cukup mengandung protein dan kalori, seorang bayi mulai memerlukan minuman/makanan pendamping ASI (Evi, 1992).

Gambaran mengenai pemberian ASI pada bayi ditunjukkan dalam Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). SKRT tersebut menunjukkan bahwa pada bayi umur 0 -2 bulan yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 21,2%; makanan lumat/lembik 20,1%; dan makanan padat 13,7%. Pada bayi berumur 3-5 bulan, yang mulai diberi makanan pendamping cair sebesar 60,2%; lumat/lembik 66,2%; dan padat 45,5% (Badan Litbangkes - BPS, 1992).

Sementara itu, hasil penelitian di Jakarta menunjukkan bahwa para ibu memberi makanan pralaktal (susu formula dan madu) pada hari pertama atau hari kedua sebelum ASI diberikan, sedangkan yang menghindari pemberian kolostrum 62,6%. Selain itu, hasil Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) 1991 dan 1994 menunjukkan bahwa proporsi pemberian ASI eksklusif di pedesaan pada 1991 sebesar 54,9% dan menurun menjadi 48% pada 1994. Sedangkan di perkotaan pada 1991 sebesar 46,7% dan menurun menjadi 45,7% pada 1994 (Budiarso, 1995).

Data Unicef (2006), jumlah anak balita penderita gizi buruk di Indonesia sudah mencapai 2,3 juta jiwa naik sekitar 500.000 jiwa dibandingkan dengan data tahun 2005 sejumlah 1,8 juta jiwa. Kasus gizi buruk di Sumatera Utara berdasarkan survei nasional Badan Pusat Statistik 2005 sebanyak 126.994 bayi bawah lima tahun (balita) atau berumur 0-59 bulan. Sumatera utara menempati urutan ke delapan di antara provinsi lain. Provinsi tertinggi kasus gizi buruk terdapat di Gorontalo 15,41


(13)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

persen, Maluku 15.19 persen, Papua 13,75 persen, Nusa Tenggara Timur 13,04 persen, Kalimantan Barat 11,50 persen, Kalimantan Timur 11,39 persen, dan Sumatera Barat 10,81 persen (Andy, 2007).

Penelitian Edmond K., di Ghana terhadap 10.947 bayi dan diterbitkan dalam jurnal ilmiah Pediatrics, 22% kematian bayi baru lahir (dalam satu bulan pertama) dapat dicegah dengan bayi menyusu ibunya dalam satu jam pertama kelahiran. Sedangkan menyusu pada hari pertama lahir dapat menekan angka kematian bayi hingga 16% (Pusat Data Redaksi, 2006).

Penelitian di Langkat pada keluarga tidak miskin terdapat 63,64 % anak balita berusia 19-24 bulan tidak diberi ASI lagi. Sedangkan pada keluarga miskin ditemukan terdapat 100 % anak usia 12-24 bulan tidak mendapat ASI lagi dan ada sebanyak 27.78 % anak balita anak berusia 18-24 bulan hanya mengkonsumsi PASI (teh manis, air tajin,air putih) saja tanpa makanan tambahan (Sri, 2007).

Dari beberapa penelitian diketahui bahwa anak-anak Indonesia yang lahir dengan keadaan gizi baik akan bertahan hingga usia 6 bulan, setelah usia 6 bulan, keadaan gizi mulai menurun. Hal ini terjadi karena semakin meningkat pula kebutuhan gizinya, sementara produksi ASI semakin menurun dan pemberian MP-ASI belum sesuai dengan kecukupan gizi bayi. Kondisi ini pada gilirannya menimbulkan kekurangan energi protein (KEP) pada bayi atau anak (Ali, 1999).

Penyebab gangguan pertumbuhan pada anak usia muda, antara lain dalam penggunaan ASI eksklusif dan pemberian makanan pendamping ASI yang kurang tepat (kurang memenuhi zat gizi baik macam maupun jumlahnya). Tingginya kasus


(14)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

diare dan penyakit infeksi sehingga memperburuk kondisi status gizi dan kesehatan bayi/anak (Hadju, 1997).

Menginjak usia batita usia batita (12-36 bulan) para orang tua seringkali khawatir mengenai menurunnya napsu makan dan pertumbuhan fisik anak mereka. Berbeda dengan masa bayi 0-12 bulan yang pertumbuhan fisiknya sangat cepat, dengan kenaikan berat badan di tahun pertama yang mencapai 3 kali dari berat saat lahir. Biasanya pertumbuhan fisik anak melambat di usia 12 bulan dan melambatnya pertumbuhan fisik ini membuat kebutuhan kalori mereka tidak setinggi sebelumnya. Dengan demikian batita membutuhkan makanan lebih sedikit dibandingkan saat bayi, oleh sebab itu napsu makan mereka menurun. Jika anak sehat dan aktif, dan Ibu memberikannya makanan yang bernutrisi, maka tidak ada masalah pada anak, namun sebaliknya jika Ibu tidak memberi makanan yang bernutirsi maka pertumbuhan dan perkembangan anak akan terhambat (Jocelyn, 2007).

Sehubungan dengan fenomena diatas permasalahan yang juga ditemui pada masyarakat Desa Palipi adalah adanya status gizi anak yang tidak baik (gizi buruk dan kurang), penyapihan yang terlalu dini (di bawah 2 tahun), pemberian makanan padat terlalu dini dan kualitas makanan tambahan yang diberikan rendah (Formulir PSG di posayandu, 2007).

Mengacu pada permasalahan tersebut diatas penulis ingin meneliti lebih tentang Pola Makan dan Penyapihan Serta Hubungannya dengan Status Gizi Batita di Desa Palipi, Kecamatan Silima pungga-pungga, Kabupaten Dairi.


(15)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: bagaimana pola makan dan penyapihan serta hubungannya dengan status gizi batita, di Desa Palipi, Kecamatan Silima pungga-pungga, Kabupaten Dairi?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pola makan dan penyapihan serta hubungannya dengan status gizi anak batita di Desa Palipi, Kecamatan Silima Pungga-pungga, Kabupaten Dairi.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pola makan batita. 2. Untuk mengetahui pola penyapihan batita. 3. Untuk mengetahui gambaran status gizi batita.

4. Untuk mengetahui hubungan pola makan dengan status gizi batita. 5. Untuk mengetahui hubungan pola penyapihan dengan status gizi batita.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi dan bahan masukan bagi daerah yang diteliti khususnya bagi perencana pogram baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat Kecamatan dalam melakukan perbaikan gizi dan bagi


(16)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

petugas kesehatan di Desa Palipi, diharapkan dapat memberi bantuan informasi dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pola Makan

Pangan bagi manusia merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan hidup serta menjalankan kehidupan. Makanan yang dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai pengolahan. Dimasyarakat dikenal pola makan atau kebiasaan makan yang ada pada masyarakat di mana seorang anak hidup. Pola makan kelompok masyarakat tertentu juga menjadi pola makan anak. Seorang anak dapat memiliki kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari kebiasaan makan masyarakatnya (Soegeng, 1999).

Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong dan Sri Karjati (1985) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas suatu kelompok masyarakat.

Tujuan pemberian makanan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak adalah untuk mencukupkan kebutuhan mereka agar dapat memelihara kesehatan, cepat memulihkan kondisi tubuh jika sakit, melaksanakan pelbagai jenis aktivitas, menjaga petumbuhan dan perkembangan fisik serat psikomotorik. Di samping itu, agar mereka terdidik kebiasaan yang baik tentang makanan dan menyukai makanan yang diperlukan (RSCM dan Persagi, 1994).


(17)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Menurut Dina dan Maria (2002) makanan untuk bayi dan anak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur.

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiaaan makan, dan selera terhadap makan.

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan faali bayi/anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

2.1.1. Kebutuhan Zat Gizi Pada Bayi dan Anak

1. Karbohidrat

Karbohidrat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan akan energi. Bagi bayi, ASI merupakan sumber karbohidrat yang bagus. Di dalam ASI terkandung laktosa rata-rata 7%, sedangkan di dalam susu sapi hanya 4.3%. Laktosa inilah yang sebenarnya merupakan suMber karbohidrat. Selain megandung laktosa, ASI juga mengandung polisakarida laktobasilus bifidus yang membantu proses pencernaan dalam usus.

2. Kalori

Kalori yang diperoleh bayi atau anak akan digunakan untuk keperluan sebagai berikut:


(18)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

50-80kkal/kg per hari.

b.Untuk pertumbuhan pada fase pertumbuhan. Pada masa hari-hari permulaan dibutuhkan 20-40kkal/kg, selanjutnya berkurang, sehingga pada akhir masa bayi hanya dibutuhakan 15-25kkal/kg per hari, kemudian meningkat lagi pada masa remaja.

Kebutuhan kalori pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1. Tabel Kebutuhan Kalori Pada Masa Bayi Menurut FAO/WHO

Umur (bulan) Keperluan kkal/kg BB

0-3 bulan 1-3 bulan 4-6 bulan 110-120 100 90

(Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi dalam Moehji, 1998)

3. Protein

Kebutuhan protein bayi dan anak lebih besar bila dibandingkan dengan orang dewasa. Angka kebutuhan protein bergantung pada mutu protein. Semakin baik mutu protein, semakin rendah angka kebutuhan protein. Mutu protein bergantung pada susunan asam amino yang membentuk. Kecukupan protein pada bayoi dan anak dapat dilihat pada tabel berikut (RSCM dan Persagi, 1994).

Tabel 2.2. Kecukupan Protein yang Dianjurkan Untuk Bayi dan Anak

Golongan Umur Kecukupan protein

(tahun) 0-1 1-3 4-6 6-10 10-18 (g/kg BB) 2,5 2 1,8 1,5 1-1,5 (Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi dalam Moehji, 1998)

4. Air


(19)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Karena merupakan media untuk nutrien-nutrien lainnya. Makanan yang kaya akan protein dan mineral membutuhkan air dalam jumlah yang lebih banyak. Suhu lingkungan yang tinggi dan derajat kelembaban yang rendah akan mempertinggi kehilangan cairan pada tubuh anak melalui pernafasan dan keringat. Anak kecil membutuhakan air lebih banyak untuk tiap kilogram berat badannya dibanding dengan orang dewasa (Widjaja, 2002). Kebutuhan air pada bayi dapat dilihat pada tabel berikut .

Tabel 2.3. Kebutuhan Air Pada Bayi dan Anak Dalam Keadaan Normal

Umur Kebutuhan Sehari

(ml/kg BB/hari) 3 hari

10 hari 3 bulan 6 bulan 9 bulan 12 bulan 2-3 tahun

125-150 140-160 130-155 125-145 120-135 115-125 100-115 (Sumber : Nelson, 1983 dalam RSCM dalam Moehji, 1998)

2.2. Air Susu Ibu (ASI)

ASI adalah makanan alamiah untuk bayi. ASI mengandung nutrisi-nutrisi dasar dan elemen, dengan jumlah yang sesuai, untuk pertumbuhan bayi yang sehat. Memberikan ASI kepada bayi, bukan saja memberikan kebaikan bagi bayi tapi juga keuntungan untuk ibu (Anonim, 2004)

ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok antara lain zat putih telur, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan , homon, enzim, zat


(20)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya (Roesli, 2001).

2.2.1. Keunggulan ASI dan Manfaat Menyusui

Keunggulan dan manfaat menyusui dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu: aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, ekonomis dan aspek penundaan kehamilan.

1. Aspek Gizi.

a. Manfaat Kolostrum

1. Kolostrum mengandung zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi terutama diare.

2. Jumlah kolostrum yang diproduksi bervariasi tergantung dari hisapan bayi pada hari-hari pertama kelahiran. Walaupun sedikit namun cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi. Oleh karena itu kolostrum harus diberikan pada bayi.

3. Kolostrum mengandung protein,vitamin A yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.

4. Membantu mengeluarkan mekonium yaitu kotoran bayi yang pertama berwarna hitam kehijauan.


(21)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

1. ASI mudah dicerna, karena selain mengandung zat gizi yang sesuai, juga mengandung enzim-enzim untuk mencernakan zat-zat gizi yang terdapat dalam ASI tersebut.

2. ASI mengandung zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi/anak.

3. Selain mengandung protein yang tinggi, ASI memiliki perbandingan antara Whei dan Casein yang sesuai untuk bayi. Rasio Whei dengan Casein merupakan salah satu keunggulan ASI dibandingkan dengan susu sapi. ASI mengandung whey lebih banyak yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap. Sedangkan pada susu sapi mempunyai perbandingan Whey :Casein adalah 20 : 80, sehingga tidak mudah diserap.

c. Komposisi Taurin, DHA dan AA pada ASI

1. Taurin adalah sejenis asam amino kedua yang terbanyak dalam ASI yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak. Percobaan pada binatang menunjukkan bahwa defisiensi taurin akan berakibat terjadinya gangguan pada retina mata.

2. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) adalah asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk/disintesa dari substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari Omega 3 (asam


(22)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).

2. Aspek Imunologik

a. ASI mengandung zat anti infeksi, bersih dan bebas kontaminasi.

Immunoglobulin A (Ig.A) dalam kolostrum atau ASI kadarnya cukup tinggi.

Sekretori Ig.A tidak diserap tetapi dapat melumpuhkan bakteri patogen E. coli dan berbagai virus pada saluran pencernaan.

b. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.

c. Lysosim, enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. d. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil.

Terdiri dari 3 macam yaitu: Brochus-Asociated Lympocyte Tissue (BALT) antibodi pernafasan, Gut Asociated Lympocyte Tissue (GALT) antibodi saluran pernafasan, dan Mammary Asociated Lympocyte Tissue (MALT) antibodi jaringan payudara ibu.

e. Faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora


(23)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan.

3. Aspek Psikologik

a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui : bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih saying terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI.

b. Interaksi Ibu dan Bayi: Pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut.

c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim.

4. Aspek Kecerdasan

a. Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. b. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point

4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.

5. Aspek Neurologis


(24)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

6. Aspek Ekonomis

Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.

7. Aspek Penundaan Kehamilan

Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi.

(Depkes , 2001).

2.2.2. Waktu yang Tepat Pertama Sekali Memberi ASI

Para ibu dianjurkan untuk memberi ASI sesegara mungkin begitu mereka merasa cukup kuat, biasanya 30 menit setelah lahir. Sampai bayi berumur 4-6 bulan bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan bahan makanan dan minuman lain. Jika ibu minum obat selama proses persalinan, mereka harus menunggu sampai obat meninggalkan sistem pencernaan, biasanya berlangsung dalam dua sampai tiga jam. Jika tidak minum obat, beberapa ibu mulai menberi ASI di kamar bersalin, dan ini baik sekali (Carl, 2002).


(25)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Minumam buatan yang terbuat dari susu hewan terutama susu sapi atau minuman buatan yang lain , dapat memberikan kepada bayi sebagai pelengkap atau sebagai pengganti ASI, dalam keadaan sebagai berikut:

a. ASI ibu tidak keluar sama sekali.

b. Ibu meninggal sewaktu melahirkan atau waktu bayi masih memerlukan ASI c. ASI keluar tetapi jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi karena

itu perlu tambahan.

d. ASI keluar tetapi ibu tidak dapat secara terus-menerus menyusui bayinya karena ibu berada di luar rumah (Moehji, 1992).

2.3.1. Macam-Macam Minuman Buatan

Minuman buatan atau disebut juga minuman formula dibuat dengan menggunakan susu sebagai bahan dasar. Susu sapi yang diperdagangkan di toko-toko dan di pasar ada beberapa yaitu: susu sapi segar, tepung susu lengkap, tepung susu skim, susu kental manis, susu sapi yang disesuaikan (Moehji, 1998).

Sedangkan Penelitian Sri Murni (2007) di Langkat, jenis PASI yang biasa diberikan ibu kepada bayi adalah susu formula, teh manis, air putih dan air tajin.

2.4. Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan kepada bayi/anak disamping ASI untuk memenuhi kebutuhan gizinya (Depkes RI, 1992). Menurut Dina dan Maria (2002) makanan pendamping ASI adalah makanan yang diberikan pada


(26)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

bayi yang telah berusia 6 bulan atau lebih karena ASI tidak lagi memenuhi kebutuhan zat gizi bayi.

2.4.1. Bahan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Bahan yang dipilih untuk membuat makanan sapihan sebaiknya mudah didapat (banyak tersedia di kebun keluarga atau dipasar terdekat), harganya murah, paling sering dimakan (merupakan bagian dari apa yang dimakan oleh anggota keluarga yang lebih besar dan dewasa), dan sebaiknya diramu dengan resep lokal. Kini, di toko (bahkan di warung), telah banyak tersedia makanan bayi langsung jadi (instan), tetapi sayangnya harga makanan tersebut relatif mahal dan nilai gizinya pun kalah jika dibandingkan (dalam takaran gram yang sama) dengan makanan yang diramu dengan resep lokal. Disamping itu, jika keluarga tergolong tidak mampu, dikhawatirkan keluarga tersebut akan menghemat agar makanan tidak cepat habis , makanan diberi sedemikian sedikitnya, atau diberi air lebih banyak, tidak menuruti anjuran takaran yang semestinya. Akibatnya kebutuhan gizi bayi (anak) tidak terpenuhi (Arisman, 2006).

2.4.2. Manfaat dan Tujuan Pemberian MP-ASI

Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan zat gizi/anak, penyesuaian kemampuan alat cerna dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain untuk memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian makanan tambahan


(27)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

merupakan salah satu proses pendidikan dimana bayi diajar mengunyah dan menelan makanan padat dan membiasakan selera-selera baru (Sohardjo, 1992). Sedangkan tujuan pemberian makanan pendamping ASI adalah sebagai berikut : 1. melengkapi zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI.

2. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa.

3. Mengembangkan kemapuan bayi untuk mengunyah dan menelan.

4. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung kalori energi yang tinggi (Depkes, 1992).

2.5. Makanan Bayi Cukup Bulan Dengan Kombinasi ASI/MP-ASI

Bila produksi ASI mencukupi kebutuhan bayi atau bila oleh suatu sebab ibu tidak dapat menyusukan bayi secara lengkap (misalnya: ibu bekerja), maka disamping ASI perlu diberikan juga MP-ASI. MP-ASI dapat diberikan secara berselang-seling sesuai dengan ASI atau sesuai dengan kebutuhan. Pengaturan pemberian MP-ASI pada bayi sama dengan pengaturan pemberian ASI.

2.6. Pola Pemberian Makanan Pada Bayi dan Balita

Pengaturan makanan adalah upaya yang penting dalam memelihara gizi bayi dan anak balita. Pengaturan makanan tersebut mencakup:


(28)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

ASI betapapun baik mutunya sebagai makanan bayi belumlah merupakan jaminan bahwa gizi selalu baik, kecuali apabila ASI tersebut diberikan secara tepat dan benar. Karena itu dalam penggunan ASI haruslah selalu diingat hal-hal berikut: 1. Jumlah ASI yang dapat dihasilkan olah ibu

2. Pemberian ASI secara benar

b. Pemberian makanan pendamping ASI dan makanan sapihan yang tepat

waktu dan tepat mutu.

Baik makanan pendamping maupun makanan sapihan haruslah mendekati mutu ASI, dalam arti dapat memberikan semua unsur gizi esensial yang diperlukan bayi. Pola pemberian makanan pada bayi dan anak menurut Maria dan Dina (2001), yaitu:

Tabel 2.4. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI

Usia bayi dan

Balita

Frekuensi Pemberian Makanan Pendamping ASI dalam Sehari Sari Buah Buah Segar Makanan Lumat Makanan Lembek Makanan padat Biskuit/telur Makanan

dewasa 0-6 bulan - - - - 6-9 bulan 1-2 kali

- 2 kali 1 kali 1 kali (dilumatkan) - 9-12 bulan 1-2 kali

- 1 kali 2 kali 1-2kali (dilumatkan)

- 1-5

tahun

- 1-2

kali

- - 1-2 kali 3 kali

(Maria, Dina, 2001. Menjaga Kesehatan Bayi dan Balita. Jakarta : Puspa Swara).

a. buah-buahan

Buah-buahan dapat diberikan setelah bayi berumur 6 bulan dengan frekuensi 1-2 kali sehari.


(29)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

b. Makanan Lunak

Makanan lumat adalah makanan yang berbentuk halus/setengah cair yang diberikan pada bayi usia 6 bulan dengan frekuensi 2 kali dalam sehari dan untuk 9-12 bulan dengan frekuensi 1 kali dalam sehari.

c. Makanan Lembek

Makanan lembek adalah bubur saring yang diberikan pada bayi usia diatas 6-9 bulan dengan frekuensi 1 kali dalam sehari dan untuk 6-9 bulan dengan frekuensi 2 kali dalam sehari.

d. Makanan Padat

Makanan padat adalah makanan pendamping berbentuk padat yang tidak dianjurkan terlalu cepat diberikan pada bayi mengingat usus bayi belum dapat menerima dengan baik sehingga dapat mengganggu fungsi usus.

Contoh makanan padat adalah biskuit, telur, dan buah. Sedangkan menurut Depkes (2005), pola pemberian makanan pada bayi dan anak yaitu:

1. Bayi Baru Lahir

a. Segera susui bayi dalam waktu 30 menit. Jika ASI belum keluar, jangan berhenti menyusui, karena isapan bayi akan merangsang pembentukan ASI sekaligus merangsang rahim untuk mengecil (kontraksi). Kontraksi rahim akan mengurangi pendarahan.

b. ASI yang pertama keluar (kolostrum) segera diberikan pada bayi, jangan dibuang, karena banyak mengandung zat gizi dan zat kekebalan tubuh bagi bayi.

2. Umur 1 – 6 bulan

a. Bayi disusui sesering mungkin setiap kali bayi menginginkannya (on demand). Pemberian ASI minimal 8 kali sehari semalam.


(30)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

b. Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI, bahkan air putih sekalipun. ASI mengandung zat gizi yang cukup untuk kebutuhan bayi hingga umur 6 bulan (ASI Eksklusif).

c. Bayi disusi dengan payudara kiri dan kanan secara bergantian.

4. Umur 6 – 12 bulan

a. Pemberian ASI diteruskan. ASI diberikan lebih dahulu baru kemudian makanan pendamping ASI.

b. Makanan pendamping ASI diberikan 3 kali sehari. Makanan pendamping ASI dapat berupa bubur nasi yang dicampur telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang hijau, santan, atau minyak.

c. Makanan selingan seperti kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan lain-lain diberikan 2 kali sehari diantara waktu makan.

d. Bayi diajari makan sendiri dengan menggunakan piring dan sendok.

5. Umur 1 – 2 tahun

a. Pemberian ASI diteruskan sampai umur 2 tahun.

b. Bayi diberi nasi lunak yang ditambah dengan telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, kacang, hijau 3 kali sehari.

c. Makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan. d. Anak dibantu untuk makan sendiri.

6. Umur 2 – 3 tahun

a. Bayi diberi makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur, dan buah.


(31)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

b. Makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan. (Depkes – Ditjen Bina Kesehatan Masyarakat, 2005).

c. Cara Pemberian Makanan Untuk Batita

1. Berikan makanan 5-6 kali sehari. Pada masa ini lambuk anak belum mampu mengakomodasi porsi makan 3 kali sehari. Mereka perlu makan lebih sering, sekitar 5-6 kali sehari (3 kali makan “berat” ditambah cemilan sehat).

2. Berikan porsi kecil. Batita dikenal sebagai anak yang mempunyai nafsu makan yang naik-turun. Kadang doyan makan, kadang hanya makan sedikit, namun tetap bisa tumbuh dengan sehat. Tanggung jawab Anda sebagai orang tua adalah memberikan makanan bernutrisi sesuai jadwal pemberian makan dan cemilannya, dalam suasana yang menyenangkan. Selebihnya, terserah batita Anda untuk memutuskan apa dan berapa banyak yang dimakannya. Berikanlah makanan dalam porsi kecil – batita Anda akan memberikan sinyal jika ia ingin nambah. 3. Jangan berikan susu dan jus sampai berlebihan. Minuman bisa mempengaruhi

napsu makan batita. Agar batita tumbuh dengan baik, ia membutuhkan 2-3 cangkir susu (atau 2-3 porsi susu dan produk susu olahan) per hari. Apabila batita Anda minum lebih dari 2-3 cangkir sehari, maka batita Anda akan terlalu kenyang untuk mengonsumsi makanan yang mengandung nutrisi penting, seperti zat besi dan vitamin. Untuk menghindarinya, berikan susu setelah batita makan. Demikian halnya dengan jus, batasi pemberian jus menjadi maksimal 120 ml per hari, terlalu banyak jus akan membuat anak Anda kehilangan napsu makan dan atau diare. Biarkan anak mengeksplorasi makanan dan memutuskan makanan yang


(32)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

mereka inginkan.

4. Tumbuhkan keterampilan makan. Saat batita mulai mengetahui cara makan sendiri, mereka biasanya menjadi terlalu bersemangat ingin makan tanpa bantuan. Walaupun mereka mungkin mengalami kesulitan untuk mengambil makanan yang licin atau menyendoki makanan tertentu, mereka akan cenderung menolak untuk dibantu. Anda bisa memastikan bahwa batita Anda mendapatkan makanan yang cukup dengan menyediakan makanan yang lunak dan mudah dikunyah, yang dipotong kecil seukuran satu suap anak, serta memasak makanan yang lengket di sendok, seperti havermut atau kentang yang dihaluskan, untuk melatih kemampuan batita menggunakan sendok. Sebagian besar batita dapat beralih dari botol ke cangkir di usia 14 bulan, walaupun masih membutuhkan bantuan. Biarkan batita berlatih dengan sedikit air dalam sippy cup/training cup nya, lama-kelamaan batita Anda akan mahir menggunakan cangkir tanpa bantuan. Jadi jangan biasakan anak untuk selalu disuapi oleh orang tua atau pengasuhnya, biarkan anak Anda mengeksplorasi keterampilan makan tanpa bantuan.

5. Kurangi makanan/minuman lemak secara bertahap. Walaupun batita membutuhkan kalori lebih sedikit dari masa bayinya, jangan batasi kadar lemak dalam makananya sampai ia berusia 2 tahun. Setelah anak menginjak usia 2 tahun, baru Anda bisa secara bertahap menguragi kadar lemak di makanannya, dan meningkatkan asupan sereal, sayuran dan buah-buahan. Mulailah dengan memilih susu atau produk susu olahan yang rendah lemak (low-fat) serta menghindari/mengurangi cemilan yang kayak lemak seperti kentang goreng,


(33)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

coklat, dan lain-lain).

6. Berikan makanan kaya zat besi. Kekurangan zat besi atau anemia seringkali ditemukan pada anak batita. Anemia berdampak negative pada kesehatan anak juga pada kemampuannya untuk belajar. Untuk pencegahan, berikan batita Anda makanan kaya zat besi seperti daging, unggas, ikan, dan sereal yang diperkaya zat besi.

7. Jadikan waktu makan sebagai saat yang menyenangkan. Membuat waktu makan sebagai saat yang menyenangkan memang susah, terlebih lagi jika orang tua khawatir anaknya tidak cukup makan. Akibatnya, sebagian orang tua akan memaksa anak untuk makan, dan anak akan belajar bahwa ia bisa memegang kendali dengan menolak makanan. Situasi ini dapat dicegah dengan melakukan beberapa hal:

a) Jangan paksa batita untuk makan..

b) Pastikan batita didudukkan dengan nyaman saat makan (gunakan kursi tinggi) dan makan di ruang makan.

c) Kurangi kegiatan serta sumber suara atau visual yang bisa mengganggu perhatiannya (seperti makan sambil bermain, menonton TV, dan lainnya). d) Bantu batita Anda untuk menikmati saat makannya. Senyumlah atau

berbicaralah saat batita Anda makan, makan bersama, dan Anda menunjukkan ekspresi bahwa Anda sangat menikmati makanan tersebut. 8. Jadikan waktu makan sebagai kesempatan untuk belajar


(34)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

sebagai proses pembelajaran bagi batita dan sebagai waktu yang menyenangkan bagi semua anggota keluarga, dengan sejumlah aturan:

a) Tetapkan jam makan yang sama setiap harinya, baik makan pagi, makan siang dan makan malam.

b) Makan di ruang makan, bukan di ruang duduk keluarga atau di depan TV atau sambil berjalan-jalan di taman.

c) Dudukkan batita duduk di kursi makannya atau dipangkuan (bukan digendongan atau sambil berjalan/bermain/berlarian/di baby walker). d) Matikan TV atau pastikan bahwa setiap anggota keluarga menghabiskan

cukup waktu di meja makan hanya untuk makan, bukan sambil menonton TV, membaca koran/majalah, ber-SMS atau berbicara lewat handphone/telpon, atau makan terburu-buru.

e) Ciptakan suasana yang tenang, bersahabat, bukan untuk berargumen, memarahi anak dan hal-hal lain yang bisa membuat kesan bahwa waktu makan adalah hal yang menegangkan. Suasana yang tegang di meja makan membuat anak menganggap waktu makan sebagai beban, bukan saat menyenangkan dengan keluarga.

Belajar keterampilan makanan. Makan bersama keluarga memberikan kesempatan bagi batita untuk belajar makan dengan mengobservasi anggota keluarga lain. Mereka belajar cara menggunakan peralatan makan dan bagaimana cara memakan makanan tertentu (seperti sate, jagung, dan lain sebagainya). Mereka melihat ada makanan yang dicocolkan dengan sambal/saus, ada yang diolesi, ada


(35)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

yang dimakan dengan tangan, dan lainnya. Melihat orang tua dan saudara-saudaranya minum dengan gelas membuatnya tertarik untuk mencoba.

Batita juga pandai belajar sejumlah keterampilan sosial yang penting. Mereka mulai mengerti konsep bahwa makanan dimakan sambil duduk (bukan berlarian atau digendongan), meminta makanan atau susu tambahan sambil berkata “tolong” dan “terima kasih”.

Belajar mengenai makanan. Acara makan bersama juga dapat mengajarkan batita mengenai makanan. Mereka mungkin akan hanya makan jenis makanan tertentu untuk sementara waktu, namun mereka akan mengamati makanan menarik lain (yang ada di meja) dan mungkin ingin bereksperiman dengan mencoba-coba makanan yang dikonsumsi orang tua dan saudara-saudaranya. Membantu persiapan makanan juga bisa membuat batita lebih semangat untuk mencoba berbagai jenis makanan, jadi, jika memungkinkan, berikan tugas-tugas yang mudah seperti menaburkan seledri, menuangkan air, meletakkan hiasan makanan, dan lain sebagainya.

Di usia muda, anak lebih suka memakan makanan yang dimakan orang tuanya. Saat usia mereka bertambah, mereka ingin makan apa yang dimakan teman-temannya (dan yang ada di iklan TV). Oleh karena itu, orang tua bisa memberikan model atau contoh bagi anak dengan memilih makanan yang sehat (Dian, 2006)

2.7. Pola Penyapihan


(36)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Menyapih, secara harafiah berarti membiasakan. Maksudnya, bayi secara berangsur-angsur dibiasakan menyantap makanan orang dewasa. Selama masa penyapihan, makanan bayi berubah dari ASI saja ke makanan yang lazim dihidangkan oleh keluarga, sementara air susu diberikan hanya sebagai makanan tambahan (Arisman, 2006). Sedangkan menurut Allan (2006) penyapihan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut periode transisi di mana bayi masih diberi makanan cair, ASI ataupun susu formula, tetapi juga secara bertahap diperkenalkan pada makanan padat.

Menurut WHO 1991 pola menyusui terdiri dari menyusui secara eksklusif, menyusui secara perdominan, menyusui komplimentari, menyusui melalui botol.

Menyusui secara eksklusif berarti bahwa bayi hanya mendapatkan makanan berupa ASI dari ibunya, tidak ada penambahan cairan lain, tidak tetesan atau sirup yang berisi vitamin, tidak ada makanan tambahan atau jamu. Sasarannya adalah bayi berusia kurang sampai dengan 4 bulan atau sampai 6 bulan.

Definisi menyusui secara predominan adalah bayi mendapat makanan berupa ASI dengan penambahan cairan lain, seperti air putih, teh, infus, air buah, oralit, tetesan atau sirup vitamin, tidak ada makanan cair. Sasarannya adalah sama dengan sasaran menyusui secara eksklusif. Sedangkan definisi menyusui secara komplementari adalah bayi mendapat ASI dan makanan padat atau semi padat, sasarannya adalah bayi dengan usia 6 bulan sampai dengan 10 bulan (Rahmani, 1997)


(37)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

2.7.2. Usia Anak Disapih

Pemberian MP-ASI terlalu dini akan mengurangi konsumsi ASI, dan bila terlambat akan menyebabkan bayi kurang gizi. Sebenarnya pencernaan bayi sudah mulai kuat sejak usia 4 bulan. Pada bayi yang mengonsumsi ASI, makanan tambahan dapat diberikan pada usia 6 bulan. Tetapi bila bayi mengonsumsi susu formula sebagai pengganti ASI, maka makanan tambahan ini dapat diberikan pada saat usia 4 bulan ( Rinto, 2005)

Proses penyapihan dimulai pada saat yang berlainan. Ada beberapa kelompok masyarakat (budaya) tertentu, bayi tidak akan disapih sebelum berusia 6 bulan. Bahkan ada yang baru memulai penyapihan setelah bayi berusia 2 tahun (kasus ekstrem 4 tahun). Sebaliknya, pada masyrakat urban, bayi disapih terlalu dini, yaitu baru beberapa hari lahir sudah diberi makanan tambahan (Jelliffe, 1994).

2.7.3. Dampak penyapihan ASI usia kurang dari 6 bulan

1. Menyebabkan hubungan anak dan ibu berkurang keeratannya karena proses bounding etatman terganggu.

2. Insiden penyakit infeksi terutama diare meningkat. 3. Pengaruh gizi yang mengakibatkan malnutrisi pada anak.


(38)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

4. Mengalami reaksi alergi yang menyebabkan diare, muntah, ruam dan gatal-gatal karena reaksi dari sistem imun ( Hegar, Badriul, 2006 )

2.7.4. Cara Penyapihan

Hingga kini masih banyak ibu yang menggunakan cara-cara penyapihan seperti yang dilakukan ibu-ibu zaman dulu. Dari mengoles putingnya dengan zat-zat yang berasa pahit seperti jamu dan brotowali, sampai memplester puting. Padahal, sudah seharusnya cara ini ditinggalkan. Apalagi pada dasarnya, menyapih anak dari ASI dapat dilakukan secara alami, sehingga anak lebih siap menerimanya. Jika menyapih dilakukan dengan cara yang benar, maka kelekatan anak dengan ibunya akan berada dalam porsi yang tepat.

A. Cara Penyapihan yang Tidak baik dan Akibatnya

1. Mengoleskan obat merah pada puting

Cara ini bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit.

2. Memberi perban/plester pada puting

Jika diberi obat merah, anak masih bisa menyentuh puting ibunya. Tetapi kalau sudah diperban/diplester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang tak bisa dijangkau.


(39)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Anak bisa mengembangkan suatu kepribadian yang ambivalen, dalam arti ia tidak mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. "Bunda masih memberikan ASI, tapi kok tidak seperti biasanya, jadi pahit."

4. Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya

Kehilangan ASI saja sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan figur ibu. Kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup kemungkinan anak merasa ditinggalkan.

5. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI

Kondisi ini membuat anak belajar berambivalensi. Misalnya, ibu selalu mengajak anak bermain setiap kali minta ASI. Selalu bersikap cuek setiap anak menginginkan ASI. Anak jadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya diperlakukan seperti itu. Dampaknya, anak bisa merasa tak disayang, merasa ditolak, sehingga padanya berkembanglah rasa rendah diri.

B. Cara Penyapihan yang Baik

Penyapihan alami/natural (child led weaning) adalah cara yang terbaik karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Cara penyapihan secara alami/natural (childled weaning) adalah :

a. Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada ASI. Cara ini boleh saja dilakukan untuk menyapih, tetapi harus secara perlahan. Selain itu, afeksi yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus digantikan dengan


(40)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

sentuhan lain agar tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu dan anak. Pada anak yang sudah mengerti jika diajak berbicara, ibu dapat memberikan penjelasan kepadanya.

b. Memberi empeng atau dot sebagai pengganti putting.

Empeng atau dot bisa menciptakan ketergantungan baru sehingga memengaruhi struktur gigi-geligi anak. Jadi, bila ada cara lain yang lebih baik, hendaknya cara ini tak digunakan.

c. Menjarang-jarangkan waktu pemberian ASI.

Pemberian ASI dilakukan 3 kali sehari. Lalu beberapa minggu kemudian menjadi 2 kali sehari dan 1 kali sehari hingga berhenti sama sekali. Contoh, si batita disapih waktu malam saja atau waktu siang saja.

d. Memberikan penjelasan kepada anak, setelah itu tak sekalipun memberikan ASI lagi.

Cara menyapih seperti ini dilakukan jika usia anak sudah mencapai 2 tahun. Akan tetapi, tidak memberikan ASI sama sekali sebagai pertanda ketegasan ibu sama saja dengan menyapih secara mendadak (abrupt weaning). Dampaknya tetap negatif jika penjelasan ibu tidak bisa diterima; anak merasa ditolak oleh ibunya (Ester, 2005).

2.8. Status Gizi


(41)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan menurut Supariasa (2001) status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tetentu.

2.8.1. Metode Penilaian Status Gizi

Peilaian status gizi merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Penilaian status gizi ada dua yaitu secara langsung dan tidak langsung Arisman (2006).

a. Penilaian status gizi secara langsung

Penilaian staus gizi secara langsung dibagi menjadi 4 penilaian yaitu:

1. Secara biokimia : dengan pemeriksaan specimen yang diuji secara labotaroris yang dilaukan pada berbagai jaringan tubuh.

2. Secara biofisik : dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.

3. Secara klinis : dengan pemeriksaan keadaan jasmani oleh dokter atau orang yang sudah terlatih.

4. Secara antropometri : dengan mengukur berat badan, tinggi badan, atau mengukur bagian tubuh seperti lingkar atas, lingkar kepala, tebal lapisan lemak, dan lain-lain (Supariasa, 2001).


(42)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Penilaian staus gizi secara langsung dibagi menjadi 3 penilaian yaitu:

1. Survei konsumsi Makanan : metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

2. Statistik Vital : dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

3. Faktor Ekologi : bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dengan lingkungan budaya.

2.8.2. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri

Di Indonesia, untuk penilaian status gizi yang sering dilakukan adalah secara antropometri. Antropometri telah lama dikenal sebagai indikator untuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri dapat dilakukan oleh siapa saja dengan hanya memerlukan latihan yang sederhana (Depkes, 1999).

Selain itu pengukuran antrpometri memiliki metode yang tepat, akurat karena mempunyai ambang batas dan rujukan yang pasti, pengukuran antropometri juga mempunyai prosedur yang sederhana dan dapat di lakukan dalam jumlah sampel yang besar (Supariasa, 2002).

Indeks yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB). Pilihan indeks antropometri tergantung tujuan penilain status


(43)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur.

Pertumbuhan tinggi badan atau panjang badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu yang singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan terlihat dalam waktu yang cukup lama. Sedangkan BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategorikan sangat kurus atau wasted, merupakan pengukuran antropometri terbaik (Soekirman, 2000).

Batas ambang dan istilah status gizi untuk indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB berdasarkan hasil kesepakatan pakar gizi pada bulan Mei tahun 2000 di Semarang mengenai standar baku nasional di Indonesia, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.5. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri menurut WHO-NCHS

Indikator Status Gizi Keterangan

Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Gizi lebih Gizi baik Gizi kurang Gizi buruk

> +2 SD < -3 SD

< -2 SD s/d ≥-3 SD < -3 SD

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Normal Pendek

≥ 2 SD < -2 SD Berat Badan menurut

Tinggi Badan

Gemuk Normal Kurus

Sangat Kurus

> +2 SD

≥ -2 SD s/d +2 SD < -2 sampai ≥ s/d ≥-3 SD < -3 SD


(44)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

2.9. Kerangka Konsep

Pola Makan

- Usia Pertama Kali diberi Makanan Tambahan - Jenis Makanan

Tambahan - Frekuensi Makan

Pola Penyapihan

- Usia Penyapihan - Alasan Penyapihan - Cara Penyapihan

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian.

2.10. Hipotesa Penelitian

1. Ada hubungan pola makan dengan status gizi batita 2. Ada hubungan pola penyapihan dengan status gizi batita.

Status Gizi Batita


(45)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitik dengan desain penelitian yang digunakan adalah sekat silang (cross sectiona)l dan menggunakan uji chi square yang bertujuan untuk mengetahui gambaran pola makan dan penyapihan serta melihat hubungannya dengan status gizi batita di Desa Palipi Kecamatan Silama Pungga-pungga Kabupaten Dairi 2008.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi. Alasan penetapan lokasi di Desa tersebut adalah ditemui penyapihan dibawah dua tahun (penyapihan dini), pemberian makanan tambahan terlalu dini dan kualitas makanan tambahan yang diberikan rendah, serta ditemukannya kasus gizi buruk 1 orang dan gizi kurang sebanyak 14 orang.

Penelitian ini dilakukan di Desa Palipi, Kecamatan Silima pungga-pungga, Kabupaten Dairi pada bulan Desember 2007 – April 2008.

3.3. Populasi dan Sampel


(46)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak batita yaitu anak berumur 6-36 bulan yang ada di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-pungga Kabupaten Dairi pada bulan Desember 2007 dan dalam hal ini mempergunakan ibunya sebagai responden.

3.3.2. Sampel

Sampel yang akan di ambil untuk diteliti adalah jumlah seluruh (total) dari populasi berjumlah 41 orang.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

Data primer dikumpulkan dari hasil wawancara langsung dengan responden didaerah penelitian.

a. Data identitas responden diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner meliputi

- Nama responden - Umur responden

- Pendidikan kepala keluarga dan ibu (responden) - Pekerjaan kepala keluarga dan ibu (resonden) - Jumlah anak responden


(47)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

b. Data identitas anak diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner meliputi

- Nama anak - Umur anak

- Jenis kelamin anak - Tanggal lahir anak c. Data antropometri anak

d. Data pola pemberian makanan tambahan diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner meliputi

- Usia pertama kali diberikan makanan tambahan

- Jenis makanan tambahan. Data konsumsi makanan diperoleh dengan menggunakan food recall 1 x 24 jam

- Frekuensi pemberian makanan

e. Data pola penyapihan diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner meliputi

- usia pertama kali anak disapih - alasan ibu menyapih anaknya - cara ibu menyapih anak

3.4.2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari lembaga atau instansi serta dinas yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder yang dikumpulkan dari kantor Kepala Desa yaitu data demografi gambaran geografis Desa Palipi serta data


(48)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

pendukung lainnya dan registrasi yang ada di posyandu, meliputi : jumlah anak yang berumur 6-36 bulan.

3.5. Definisi Operasional

1. Pola Makan batita adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh batita tiap hari.

2. Usia pertama kali pemberian makanan tambahan adalah waktu dimana anak pertama kali diberi makanan tambahan.

3. Jenis makanan tambahan adalah berbagai macam dan bentuk makanan yang diberikan pada anak, yaitu MPASI, makanan keluarga dan makanan selingan. 4. Frekuensi pemberian makanan tambahan adalah berapa kali pemberian makanan

pada anak dalam 1 hari.

5. Pola panyapihan adalah gambaran mengenai hal-hal yang berkaitan dengan usia penyapihan, alasan penyapihan, dan cara penyapihan.

6. Usia penyapihan : umur pada saat batita disapih atau tidak diberikan ASI lagi. 7. Alasan penyapihan adalah hal-hal yang mempengaruhi si ibu untuk memutuskan

menyapih anak, baik yang berasal dari si ibu mapun anak

8. Cara penyapihan adalah cara yang dilakukan untuk memperkenalkan makanan padat pada anak dan memberhentikan si anak menyusui.


(49)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

9. Status gizi batita adalah keadaan kesehatan anak berumur 6-36 bulan akibat penggunaan zat gizi, yang dihitung dengan menggunakan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB dibandingkan dengnan standart WHO-NCHS.

10.Gizi yang baik adalah suatu keadaan kesehatan dimana pola makan dan penyapihan anak batita baik.

3.6.Aspek Pengukuran

3.6.1. Pola Makan Batita

Pola pemberian makan tambahan dillihat dari usia pertama kali anak diberi makanan tambahan, jenis dan bentuk makanan tambahan, frekuensi pemberiannya yang meliputi

1. Usia pertama kali anak diberi makanan tambahan dikategorikan (Depkes, 2005) - Baik (2) jika umur 5- 7 bulan

- Tidak baik (1) jika mulai umur <5 atau >7 bulan

2. Jenis makanan tambahan yang diberikan dikategorikan (Dina dan Maria, 2001) -Baik (1) jika


(50)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Anak umur 6-9 bulan : makanan lumat (makanan lembek), sari buah, telur/biskuit lumat.

Anak umur 9-12 bulan : makanan lumat (makanan lembek), makanan lembek, telur/biskuit lumat, sari buah.

Anak umur 12-36 bulan : makanan keras (makanan dewasa), telur/biskuit, buah segar 1-2x sehari.

- Tidak baik (2) jika tidak sesuai dengan ketentuan diatas.

3. Frekuensi pemberian makanan tambahan dikategorikan menggunakan pola pemberian makanan pada anak (Depkes, 2005) yaitu :

- Baik (2) jika seperti ketentuan dibawah

Anak umur 6-9 bulan : makanan lumat 2x sehari.

Anak 9-12 bulan : makanan lumat 2x sehari, makanan lembek 1x sehari. Anak umur 12-36 bulan : makanan dewasa 3x sehari.

- Tidak baik (1) jika tidak sesuai dengan ketentuan diatas.

3.6.2. Pola Penyapihan

1. Umur penyapihan

Umur penyapihan dikategorikan dengan menggunakan kategori Moehji (1992)

- Baik (2) jika umur 2 tahun

- Tidak baik (1) jika umur < 2 tahun atau >2 tahun 2. Alasan penyapihan


(51)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

- Alasan ibu (alasan yang berasal dari si ibu) : Ibu bekerja, ibu sakit, ibu hamil lagi, asi tidak keluar.

- Alasan anak (alasan yang berasal dari si anak) : anak sakit, anak sudah besar, anak tidak mau.

3. Cara penyapihan - Baik (2) jika

1. Dengan meberikan makanan atau minuman secara perlahan supaya lupa pada ASI.

2. Dengan memberikan empeng atau dot sebagai pengganti putting. 3. Dengan menjarang-jarangkan waktu pemberian ASI.

4. Menyapih (tidak memberikan ASI) secara mendadak. - Tidak baik (1) jika tidak sesuai dengan ketentuan diatas

3.6.3. Status Gizi Batita

Status gizi batita usia 12-36 bulan dinilai dengan menggunakan standar dihitung WHO-NCHS dengan pengkategorian sebagai berikut:

Indeks berat badan/umur BB/U

a) Gizi lebih, bila Z-score terletak > +2 SD

b) Gizi baik, bila Z-score terletak dari ≥ -2 SD s/d +2 SD c) Gizi kurang, bila Z-score terletak dari < -2 SD s/d ≥-3 SD


(52)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

d) Gizi buruk, bila Z-score terletak < -3 SD

Indeks tinggi badan/umur (TB/U)

a) Normal, bila Z-score terletak ≥ 2 SD b) Pendek, bila Z-score terletak < -2 SD

Indeks berat badan/tinggi badan (BB/TB)

a) Gemuk, bila Z-score terletak > +2 SD

b) Normal, bila Z-score terletak dari ≥ -2 SD sampai +2 SD c) Kurus, bila Z-score terletak dari < -2 sampai ≥ sampai ≥-3 SD d) Kurus Sekali, bila Z-score terletak < -3 SD

Cara menghitung Z-score =

1. Daftar kuesioner

Nilai Individu Subyek – Nilai Medium Baku Rujukan Nilai Simpangan Baku Rujukan

3.7. Instrumen Penelitian

2. Alat ukur panjang badan (microtoise) 3. Alat ukur berat badan (dacin)

4. Komput er program gizi comp 5. Formulir food recall

6. Formulir food frekuensi


(53)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

3.8.1.Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dan komputer. Pengeditan, kegiatan ini di lakukan dengan meneliti pertanyaan yang telah terisi. editing dilakukan berkaitan dengan lengkapnya pengisian, konsistensi, relevansi jawaban pertanyaan. Pencocokan kembali daftar pertanyaan yang diragukan, maka pencocokan segera dilakukan kepada responden yang bersangkutan. tabulasi, data yang dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk distribusi frekuensi.

3.8.2. Teknik Analisa Data

Setelah semua data dikumpulkan, diolah dan disajikan dalam tabel distribusi selanjutnya data tersebut dianalisis secara deskriptif. Data BB/U, TB/, dan TB/BB diolah menggunakan sof ware Gizi com. Untuk melihat adanya hubungan dari masing-masing variabel terhadap status gizi, digunakan uji chi square.


(54)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Desa Palipi

4.1.1. Geografis dan Topografi

Desa Palipi mempunyai areal seluas 1000 ha (perkampungan, lahan pertanian dan hutan), berada di Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten. Desa ini terletak 5 km dari Kecamatan Silima Pungga-Punggga (Parongil). Parongil merupakan salah satu pasar yang paling dekat dengan Desa Palipi yang menjual kebutuhan sehari-hari seperti kebutuhan sandang dan pengan. Pasar tersebut bisa dengan mudah dicapai disamping karena dekat juga karena sarana transportasi yang lancar. Tanah di Desa Palipi merupakan tanah pertanian dengan tanaman padi, jagung, dan kopi.

Desa Palipi mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lumban Toruan


(55)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pandiangan - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa lumban Sihite - Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Bongkaras

Desa Palipi terbagi atas (tiga) 3 dusun, yaitu dusun 1 (satu) Dalan, dusun 2 (dua) Huta dan dusun 3 (tiga) Gupa.

4.1.2. Demografi dan Karakteristik Penduduk

Jumlah penduduk Desa Palipi menurut data monografi desa tahun 2005/2006 adalah 904 jiwa dengan jumlah kepala keluarga (kk) sebesar 465 KK.

Penduduk menurut karakteristiknya disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008

No Jenis Kelamin Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Laki-Laki 413 45,69

2. Perempuan 491 54,31

Jumlah 904 100,00

Sumber : Data Demografi Desa Palipi 2005/2006

Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa penduduk Desa Palipi lebih banyak perempuan yaitu 491 orang (54.31 %) dibandingkan dengan laki-laki sebanyak 491 orang (45,69%).


(56)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Tabel 4.2. Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008

No Agama Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Islam 56 6,20

2. Kristen Protestan 791 87,50

3. Kristen Katolik 57 6,30

Jumlah 904 100,00

Sumber : Data Demografi Desa Palipi 2005/2006

Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Palipi sebagian besar beragama kristen Protestan yaitu sebanyak 791 orang (87,50%) dan yang paling sedikit adalah agama Islam yaitu 56 orang (6,20%).

Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008 No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Petani 608 97,91

2. PNS 9 4,45

3. Wiraswasta 2 0,32

4. Pensiunan PNS 2 0,32

Jumlah 621 100,00

Sumber : Data Demografi Desa Palipi 2005/2006

Dari tabel 4.3 d diatas dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Palipi sebagian besar mata pencahariannya bertani sebanyak 608 orang (97,91%) dan yang paling sedikit adalah wiraswasta dan pensiunan PNS masing-masing 2 orang (0.32%).

Tabel 4.4. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008 No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1. SD 222 51,03


(57)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

3. SMA 48 11,03

4. Diploma 9 2,06

5. Sarjana 3 0,68

Jumlah 435 100,00

Sumber : Data Demografi Desa Palipi 2005/2006

Dari tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa penduduk di Desa Palipi sebagian besar pendidikannya SD yaitu 222 orang (51,03%) dan yang paling sedikit adalah Sarjana sebanyak 3 orang (0.68%).

4.1.3. Sarana dan Prasarana Umum

Tabel 4.5. Distribusi Fasilitas Umun dan Fasilitas Sosial di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008

No Mata Pencaharian Jumlah

1. Sekolah Dasar (SD) Negeri 1

2. Puskesmas Pembantu 1

3. Gereja 2

4. Mushola 1

5. Posyandu 3

Jumlah 8

Sumber : Data Demografi Desa Palipi 2005/2006

Pelayanan kesehatan dapat diperoleh di Puskesmas yang terletak di Kecamatan Silima Pungga-Pungga, hal ini dikarenakan Puskesmas yang ada di Desa Palipi tidak aktif lagi. Selain dari Puskesmas masyarakat mendapat pelayanan di Puskesmas Desa Huta Ginjang, atau dapat juga berobat ke rumah bidan dan mantri.


(58)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Desa Palipi memiliki 3 posyandu masing-masing 1 di setiap dusun. Posyandu tersebut selalu berjalan walaupun tidak aktif setiap bulannya. Yang menjadi permasalahan adalah minat ibu-ibu untuk datang ke posyandu membawa anak sangat kurang. Alasan mereka sehingga tidak datang ke posyandu adalah mereka merasa ke Posyandu hanya menghabiskan waktu sehingga mengganggu pekerjaan mereka dan juga karena si anak menjadi demam dan rewel setelah menerima imunisasi.

4.2. Gambaran Umum Responden

4.2.1. Umur Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi 6-36 bulan di Desa Palipi. Responden ada sebanyak 37 orang dan jumlah anak batita ada 41 orang. Ada 4 orang responden yang memiliki 2 orang anak batita. Responden menurut karakteristiknya disajikan dalam tabel sebagai berikut :

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008

No Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

1. < 20 2 4,88

2. 20-24 4 9,75

3. 25-29 14 34,14

4. 30-34 6 14,63

5. 35-39 10 24,40


(59)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Jumlah 37 100,00

Dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwa umur responden bervariasi. Kelompok yang lebih banyak ada pada kelompok umur 25-29 tahun yaitu 14 orang (34,14%) dan paling sedikit pada kelompok umur <20 tahun yaitu 2 orang (4,88%). Pada dasarnya umur tidak memberi pengaruh kepada pemberian makan anak/status gizi anak.

4.2.2. Pekerjaan Responden

Tabel 4.7. Distribusi Ibu (Responden) Berdasarkan Pekerjaan di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008

No Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Petani 32 86,50

2. Ibu Rumah Tangga 2 5,40

3. Wiraswasta 3 8,10

Jumlah 37 100,00

Dari table 4.6 di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden mempunyai mata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 32 orang (86,50%) sedangkan yang paling sedikit adalah ibu rumah tangga yaitu 3 orang (8,10%).

Banyaknya responden bekerja sebagai petani menyebabkan waktu si ibu lebih banyak di ladang untuk bekerja sehingga waktu untuk bersama anak jadi sedikit dan perhatian kepada anak juga berkurang yang menyebabkan kasih sayang ibu berkurang kepada anak.

4.2.3. Suku Bangsa Responden

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Suku Bangsa di Desa Palipi Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008


(1)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Selingan

a.

Biskuit/Roti

b.

Bubur

c.

Ubi rebus

d.

Dan lain,


(2)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Frequency Table

usia pertama kali diberi makan

34 82.9 82.9 82.9

7 17.1 17.1 100.0

41 100.0 100.0

<5 dan >7 bulan 5-7 bulan Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

jenis makanan tambahan

3 7.3 7.3 7.3

38 92.7 92.7 100.0

41 100.0 100.0

makanan keras makanan lembek Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

frekuensi makan

11 26.8 26.8 26.8

30 73.2 73.2 100.0

41 100.0 100.0

6-9 bln 1x atau lbh dr 2x sehari, 10-36bln 2x sehr 6-9 bulan 2x sehari, 10-36 3x sehari Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

usia penyapihan

17 41.5 41.5 41.5

24 58.5 58.5 100.0

41 100.0 100.0

belum menyapih dibawah 2 tahun Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

cara penyapihan

18 43.9 43.9 43.9

6 14.6 14.6 58.5

17 41.5 41.5 100.0

41 100.0 100.0

belum menyapih cara yg salah cara yg benar Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

status gizi

19 46.3 46.3 46.3

22 53.7 53.7 100.0

41 100.0 100.0

tidak baik baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

alasan penyapihan

17 41.5 41.5 41.5

10 24.4 24.4 65.9

13 31.7 31.7 97.6

1 2.4 2.4 100.0

41 100.0 100.0

belum menyapih alasan anak alasan ibu alasan ASI Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pola makan

14 34.1 34.1 34.1

27 65.9 65.9 100.0

41 100.0 100.0

tdk baik baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

pola penyapihan

18 43.9 43.9 43.9

6 14.6 14.6 58.5

17 41.5 41.5 100.0

41 100.0 100.0

belum menyapih tdk baik

baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Crosstabs

Case Processing Summary

41 100.0% 0 .0% 41 100.0%

41 100.0% 0 .0% 41 100.0%

pola penyapihan * status gizi

pola makan * status gizi

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Pola penyapihan * Status Gizi

Crosstab

10 8 18

8.3 9.7 18.0

52.6% 36.4% 43.9% 24.4% 19.5% 43.9%

3 3 6

2.8 3.2 6.0

15.8% 13.6% 14.6%

7.3% 7.3% 14.6%

6 11 17

7.9 9.1 17.0

31.6% 50.0% 41.5% 14.6% 26.8% 41.5%

19 22 41

19.0 22.0 41.0

100.0% 100.0% 100.0% 46.3% 53.7% 100.0% Count

Expected Count % within status gizi % of Total

Count

Expected Count % within status gizi % of Total

Count

Expected Count % within status gizi % of Total

Count

Expected Count % within status gizi % of Total

belum menyapih

tdk baik

baik pola penyapihan

Total

tidak baik baik status gizi


(5)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Chi-Square Tests

1.481a 2 .477

1.496 2 .473

1.403 1 .236

41 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.78.

a.

Pola Makan * Status Gizi

Crosstab

11 3 14

6.5 7.5 14.0

57.9% 13.6% 34.1%

26.8% 7.3% 34.1%

8 19 27

12.5 14.5 27.0

42.1% 86.4% 65.9%

19.5% 46.3% 65.9%

19 22 41

19.0 22.0 41.0

100.0% 100.0% 100.0%

46.3% 53.7% 100.0%

Count

Expected Count % within status gizi % of Total

Count

Expected Count % within status gizi % of Total

Count

Expected Count % within status gizi % of Total

tdk baik

baik pola makan

Total

tidak baik baik status gizi


(6)

Ade Manalu : Pola Makan Dan Penyapihan Serta Hubungannya Dengan Status Gizi Batita Di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008, 2008.

USU Repository © 2009

Chi-Square Tests

8.881b 1 .003

7.022 1 .008

9.255 1 .002

.007 .004

8.664 1 .003

41 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Computed only for a 2x2 table a.

0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6.49.