Oleh: Fatimah

Oleh: Fatimah

erubahan iklim global merupakan isu yang tengah mengemuka saat ini. Banyak

faktor yang menjadi penyebabnya, salah satunya adalah emisi gas CO 2 yang dituduh sebagai kontributor utama.

Beberapa pilihan untuk CO 2 capture, transport dan geological

Saat ini dunia sudah mulai menyadari akan bahaya emisi gas CO 2 . Para pemimpin

storage (Geoscience Issues-BRGM, 2005)

negara di dunia berkomitmen dalam upaya penyelamatan bumi ini, termasuk Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono. Tidak tanggung-tanggung, beliau mengikrarkan target

Indonesia untuk mengurangi emisi gas CO 2 sampai 26% pada tahun 2025. Dampaknya,

caranya yang kompleks serta biaya yang diperlukan

setiap institusi terkait di negeri ini dipacu agar turut mendukung tercapainya target

sangat mahal. Oleh karena itu, studi lebih rinci

tersebut.

difokuskan pada ketiga geological storage yang disertai dengan pilot project. Bahkan di Jepang

Lalu, bagaimana caranya mengurangi emisi gas CO 2 ini?

sudah dilakukan simulasi dampak injeksi CO 2

untuk masa 1000 tahun mendatang. Banyak yang meyakini bahwa salah satu upaya untuk mengurangi dampak emisi gas

CO 2 adalah dengan Program CCS. Seperti apakah program ini?

Enhanced Oil Recovery

Studi injeksi CO 2 pada lapangan minyak/

CCS adalah kepanjangan dari Carbon Capture and Storage. Sepintas pekerjaan yang

gas menunjukkan bahwa CCS terbukti dapat

dilakukan adalah menangkap karbon kemudian menyimpannya agar tidak mencemari

meningkatkan produksi hidrokarbon (Enhanced

Konsep Enhanced Oil Recovery (EOR) yang akan meningkat- kan produksi hidrokarbon pada lapangan minyak yang hampir

bumi. Sesungguhnya progrsm ini merupakan salah satu upaya mengurangi emisi gas

Oil Recovery, EOR ). EOR dengan bantuan CO 2 habis (Geoscience Issues-BRGM, 2005)

CO 2 dengan cara menangkap atau menampungnya dan kemudian menginjeksikannya ke

menawarkan potensi ekonomis yang dicapai

dalam lingkungan geologi tertentu. Gas CO 2 yang ditampung adalah hasil dari berbagai

dari penambahan produksi minyak dengan

aktifitas manusia, misalnya pembakaran bahan bakar fosil, industri, dan transportasi.

penambahan oil recovery antara 7 - 23% (rata-

Untuk itu diperlukan lingkungan geologi yang dapat menyimpan gas tersebut agar

rata 13,2%) (IPCC, 2005).

batubara (Enhanced Coal Bed Methane Recovery – ECBM ). Namun perbandingan serapan CO 2 /

tidak mencemari bumi yang dikenal dengan CO 2 geological storage. Pertanyaannya

Enhanced Coal Bed Methane Recovery

CH 4 tetap tergantung pada karakter batubaranya,

adalah lingkungan geologi yang bagaimana yang dapat dijadikan gudang CO 2 ?

Batubara mengandung mikro pori yang dapat

misalnya tipe dan kematangan batubara.

Studi yang telah dilakukan menunjukkan setidaknya terdapat 3 jenis geological storage,

mengadsorpsi gas, termasuk gas CO 2 . Karena

afinity CO 2 yang lebih tinggi dari CH 4 (metan),

CCS INDONESIA

yaitu depleted oil and gas field, deep saline aquifer serta unminable deep seated coal.

maka satu molekul CH

4 dapat digantikan oleh 2

Ada 2 hal utama terkait dengan CCS ini yaitu Capture

(penangkapan) dan Storage (penyimpanan), Warta Geologi Disamping ketiga jenis geological storage tersebut, batuan basal diyakini juga berpotensi

sampai 5 molekul CO 2 . Berdasarkan prinsip inilah

Desember

walaupun ada juga yang harus dipertimbangkan 2010

sebagai gudang CO 2 . Namun studi CCS pada batuan basal tidak berkembang pesat

proses injeksi CO ke dalam lapisan batubara

2 diantara keduanya yaitu transport gas CO

seperti halnya ketiga jenis yang disebut terlebih dahulu. Hal ini disebabkan oleh karena

diyakini dapat meningkatkan produksi gas metan

Geologi Populer

PERAN BADAN GEOLOGI

menentukan kapasitas serapan CO 2 . Penelitian

Badan Geologi (BG) termasuk salah satu institusi

hubungan karakter batu bara dengan potensi CO 2

yang harus turut serta dalam program CCS ini.

geological storage ini belum banyak dilakukan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan BG adalah

dan bukan tidak mungkin BG bisa menjadi pionir

identifikasi lingkungan geologi yang potensial

untuk hal ini karena di beberapa negara lain hal

untuk penyimpanan CO 2 .

ini masih dalam tahap penelitian belum sampai ke tahap pilot project atau bahkan komersial seperti halnya EOR.

Saat ini study CCS di BG masih dalam tahap awal. Hal ini sangatlah wajar mengingat CCS ini merupakan hal yang

Konsep dasar Enhanced Coal Bed Methane (ECBM) recovery,

baru. Sebagai langkah yang memungkinkan gas metan yang terperangkap pada batu-

Konsep sederhana Carbon Capture and Storage, mulai dari

awal, study CCS ini bara dialirkan (Geoscience Issues-BRGM, 2005)

capture, CO 2 ditampung dari power plant dengan melakukan

pemisahan dari gas lainnya, kemudian ditransport melalui pipa

dapat dikaitkan dengan

penyelidikan CBM Menangkap CO 2

atau dikapalkan menuju geological storage-nya (CO 2 Geonet,

(Coal Bed Methane).

Banyak hal yang harus dipertimbangkan untuk CO 2 tabung seperti halnya dengan LPG (Liquefied

Penyelidikan CBM saat

capture , diantaranya teknologi penangkapan CO 2 Petroleum Gas ). Tabung-tabung berisi gas CO 2 ini

ini dilakukan identifikasi

lapisan batubara pada industri (contoh: cerobong asap pabrik) tentu

dari sumbernya. Penanganan CO 2 dari berbagai

kemudian dapat diangkut dengan berbagai moda

transportasi misalnya dengan menggunakan truk

kedalaman tertentu

termasuk karakternya dari proses pembakaran pada alat transportasi.

berbeda dengan penangan CO 2 yang dihasilkan

ataupun kapal menuju geological storage-nya.

serta kapasitas serapan Semuanya itu memerlukan teknologi yang tepat

gas CH 4 pada lapisan agar CO 2 yang diemisikan dapat tertampung

Perlu dipikirkan juga regulasi transport CO 2 ini.

batubara. Untuk dengan baik. Hal lain yang juga harus dipikirkan

Sebagai contoh, andaikan suatu saat salah satu

selanjutnya dapat juga adalah mendesain atau menciptakan bunker

negara industri, misalnya Jepang mengapalkan

Daerah yang potensial untuk CCS (LEMIGAS, 2009)

CO 2 yang dihasilkan negaranya dan kemudian

dilakukan analisa kapasitas serapan gas CO 2 pada

lapisan batu bara yang sama, mengingat target (storage facility) sebelum gas tersebut ditransport

sebagai tempat penampungan sementara CO 2 mengirimkannya ke Indonesia untuk diinjeksikan

lapisan tempat injeksi CO 2 mungkin bisa sama dan diinjeksikan pada geological storage. Bunker

ke dalam geological storage yang mungkin banyak

dengan lapisan target CBM, dan hal ini akan ini harus dibuat dengan memperhatikan sifat atau

terdapat di Indonesia. Hal yang perlu dicermati

BG dikenal sebagai gudangnya data batubara di

mendukung program ECBM. karakter gas CO 2 sehingga tidak terjadi masalah di

adalah; adakah regulasi yang mengatur jual beli

Indonesia. Penyelidikan keberadaan dan potensi

CO 2 ? Apakah penginjeksian CO 2 dari suatu negara

batu bara telah sejak lama dilakukan ketika masih

kemudian hari.

ke dalam geological storage yang berada di

di bawah lembaga Direktorat Jenderal Geologi.

Pro dan kontra selalu ada dalam segala hal.

Mungkin bagi segelintir orang, CCS dianggap Transportasi juga merupakan salah satu hal yang

negara lain dibolehkan dan apakah hal tersebut

Data keberadaan batubara ini seharusnya menjadi

dikenakan biaya?

modal dasar untuk melakukan studi daerah

sebagai program yang tidak mungkin dilaksanakan

terutama di negeri ini yang memiliki begitu berdekatan dengan geological storage-nya, CO

harus dicermati. Pada kasus sumber CO 2 yang

potensial untuk gudang CO 2 di dalam lapisan batu

banyak permasalahan baik teknis maupun sosial. dapat ditransport melalui jaringan pipa gas. Untuk

2 ini

Gudang CO

bara.

Namun apa salahnya kita mencoba mewujudkan kepentingan ini perlu dibangun jaringan pipa

Studi CCS di Indonesia dipelopori oleh LEMIGAS

bekerja sama dengan Pemerintah Kerajaan

Study CCS pada batubara tidak hanya memetakan

mimpi menangani emisi gas CO 2 ? Bukankah

banyak penemuan besar dunia yang berawal CO 2 dengan geological storage. Tentu saja jaringan

yang menghubungkan sumber CO 2 atau bunker

Inggris. Studi ini menyimpulkan setidaknya

keberadaan unminable coal seam namun

dari mimpi. Sudah saatnya kita mulai berkiprah pipa migas yang telah ada tidak dapat digunakan

ada 3 (tiga) wilayah yang dianggap berpotensi

penenelitian lebih lanjut harus dilakukan untuk

untuk mewujudkan mimpi sebagai bentuk nyata untuk kepentingan ini karena spesifikasinya tidak

sebagai geological storage bagi gas CO 2 , yaitu

mengetahui hubungan antara kapasitas serapan

menyayangi bumi, untuk kita dan generasi diperuntukkan bagi gas CO .

Kalimantan Timur, Sumatera Selatan dan Natuna.

CO 2 pada batubara dengan sifat-sifat batu bara

Studi itu juga menyimpulkan bahwa dari tiga jenis

(coal properties). Beberapa faktor yang diperkirakan

mendatang.n

geological storag

e yang ada hanya difokuskan

turut mempengaruhi daya serap CO

2 pada batu

Penulis adalah Penyelidik Bumi Pusat Sumber Daya terletak jauh dari geological storage-nya dapat

Sedangkan untuk kasus sumber CO 2 yang

penelitiannya pada depleted oil/gas field dan deep

bara antara lain: rank (peringkat), komposisi,

saline aquifer .

moisture content (kelembaban), perubahan

Geologi

dipertimbangkan dengan memproses gas tersebut,

derajat keasaman (pH), temperatur, dan tekanan.

Badan Geologi

misalnya dicairkan, dan memasukannya ke dalam

Selain itu permeability batubara juga sangat

Geologi Populer

penanggulangan bencana yang menyeluruh,

rakyat dari risiko bencana yaitu UU 24/2007

terkoordinasi dan terpadu.

tentang penanggulangan bencana. Adapun tujuan UU tersebut adalah sebagai berikut:

Berdasarkan pengalaman penanganan bencana

Melindungi

masyarakat dari ancaman

geologi di Indonesia pada saat pra bencana,

bencana Menyelaraskan dengan berbagai

Rencana Kontinjensi peraturan yg ada

biasanya bencana kurang diperhatikan oleh

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

Membangun

sistem penanggulangan

Bencana Geologi bencana yg terencana, terkoordinasi dan

yang mengakibatkan kesiapsiagaan kurang

sedangkan siap atau tidak siap bencana dapat

menyeluruh, dengan menghargai budaya

terjadi setiap saat.

lokal, membangun kemitraan publik serta

Oleh: Imam Santosa dan Gatot M. Soedradjat

swasta, mendorong kesetiakawanan dan

Pada saat terjadi bencana (darurat) kondisi

kedermawanan, menciptakan perdamaian

yang umum terjadi adalah masyarakat panik

dalam

bermasyarakat, berbangsa dan

berkepanjangan, tidak tahu apa yang harus

bernegara.

P dan prasarananya ke kawasan rawan api, gerakan tanah, gempa bumi, dan

sumber gempa bumi. Kondisi demikian

diperbuat, koordinasi para pemangku kepentingan

menyebabkan Indonesia rawan terhadap

kacau, kewenanganan tidak jelas, stress (diri,

Adanya perubahan mendasar, yaitu:

berkembangnya

permukiman

bencana geologi seperti letusan gunung

famili/Keluarga, tetangga menjadi

korban),

Pengaturan urusan bersama, hak dan

kewajiban seluruh pemangku kepentingan; bencana geologi (letusan gunung api,

distribusi bantuan kacau, ketidakpercayaan

berfungsi sebagai tanah longsor, gempa bumi/tsunami),

tsunami.

masyarakat pada pemerintah, tekanan media

Pemerintah

penanggungjawab penanggulangan bencana sehingga mengakibatkan ancaman

massa, isu yang menyesatkan dari pihak yang

dengan peran serta aktif masyarakat dan terhadap masyarakat di kawasan

Terdapat 129 gunung api aktif yang

tidak bertanggungjawab, semua ingin membantu

tersebar dari Aceh, Sumatra, Jawa, Bali,

tapi tidak banyak yang bisa diperbuat, dan tentu

lembaga usaha;

paradigma respons menjadi korban jiwa dan kerugian harta benda

tersebut. Untuk meminimalkan jumlah

Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi

saja keamanan terganggu.

Merubah

pengurangan risiko bencana; yang diakibatkan oleh bencana geologi,

Perlindungan kepada masyarakat terhadap diperlukan peran aktif Pemerintah Pusat,

yang sangat pesat menyebabkan

Pada saat kondisi pasca bencana biasanya

bencana dimulai sejak pra bencana, pada Pemerintah Daerah, dan masyarakat

berkembangnya

permukiman

pemulihan fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan

saat dan pasca bencana, secara terencana, dalam memahami bencana geologi.

rawan bencana geologi, sehingga

terkoordinasi dan terpadu;

Membangun masyarakat yang tangguh/ Perlindungan

mengakibatkan ancaman terhadap

tahan dalam menghadapi bencana melalui bencana harus dilakukan sejak tahap

masyarakat terhadap

masyarakat di kawasan tersebut. Untuk

pendidikan dan pelatihan kesiapsiagaan, pada saat tanggap darurat

meminimalkan jumlah korban jiwa

sosialisasi,

dan kerugian harta benda, diperlukan

kebencanaan;

dan pasca bencana untuk mengurangi

sistem penanggulangan risiko dan dampak bencana. Oleh sebab

bencana yang handal melalui Kelembagaan itu kegiatan penyusunan Rencana

pemerintah daerah dan masyarakat

yang kuat dan pendanaan yang memadai; Kontinjensi di Daerah merupakan suatu

dalam memahami bencana geologi.

Integrasi penanggulangan bencana dalam kegiatan yang sangat penting dilakukan

Oleh sebab itu sosialisasi/penyuluhan,

rencana pembangunan baik di pusat maupun agar kesiapsiagaan Pemerintah Daerah

pendidikan, pelatihan kebencanaan

dan penyusunan rencana kontinjensi

di daerah.

dalam menangani bencana geologi lebih

di daerah merupakan suatu kegiatan

meningkat. Penanggulangan bencana

Rencana Kontinjensi juga harus didukung dengan penyiapan

yang sangat penting dilakukan agar

Skema sistem nasional penanggulangan bencana menurut

pemahaman pemerintah daerah dan UU No. 24 Th. 2007

Apa itu kontinjensi?

anggaran yang memadai. UU No. 24

Kontinjensi adalah suatu keadaan atau situasi yang Tahun 2007 merupakan payung hukum

masyarakat terhadap bencana geologi

diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin kegiatan penanggulangan bencana di

lebih meningkat. Kegiatan penyusunan

berjalan lambat, dan tidak menyeluruh, bantuan

rencana kontinjensi merupakan bentuk

hanya sebatas pada masa tanggap darurat,

juga tidak akan terjadi.

Indonesia.

kesiapsiagaan

aparatur Pemerintah

bantuan tidak merata, psikososial tidak tertangani

Apa itu Rencana Kontinjensi? Latar Belakang

Daerah dalam mengantisipasi terjadinya

secara tuntas dan menyisakan depresi yang

Suatu proses identifikasi dan penyusunan rencana Indonesia terletak pada pertemuan 3

yang didasarkan pada keadaan kontinjensi Warta Geologi lempeng aktif, yaitu Lempeng Eurasia,

34 api, morfologi yang berbukit dan

Diharapkan apabila suatu daerah

atau yang belum tentu tersebut. Suatu rencana Desember

sudah mempunyai rencana kontinjensi

kontinjensi mungkin tidak selalu pernah diaktifkan, 2010

dan pada suatu saat bencana datang,

Bencana

mengakibatkan terbentuknya gunung

mereka sudah mempunyai suatu rencana

Pemerintah sejak tahun 2007 telah mengeluarkan

jika keadaan yang diperkirakan tidak terjadi (BNPB,

suatu payung hukum, mandat bagi perlindungan

2008)

Siklus bencana dan jenis-jenis rencana dalam penang-

gulangan bencana

Alur penyusunan rencana kontinjensi

Geologi Populer

Metodologi Metoda yang digunakan dalam penyusunan rencana kontinjensi ini adalah dengan cata tatap langsung, diskusi interaktif dan juga presentasi kelompok dari peserta.

Jenis-jenis rencana dalam penanggulangan bencana dan keterkaitan antara

rencana

kontinjensi dengan rencana kesiapan dan rencana operasional dalam siklus bencana dapat dilihat pada gambar siklus bencana.

Rencana kontinjensi sebaiknya disusun pada saat sebelum terjadi bencana pada suatu daerah yang memang terdapat potensi terjadi bencana. Dokumen rencana kontinjensi ini dibuat sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah sebagai pedoman untuk menentukan kebijakan lebih lanjut. Jumlah anggaran biaya yang ditimbulkan bukanlah sebagai Daftar Isian Kegiatan, akan tetapi proyeksi kebutuhan apabila terjadi bencana. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan memanfaatkan berbagai sumber daya yang ada, baik dari Pemerintah Kota,

Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota tetangga, instansi-instansi vertikal, lembaga- lembaga swasta, masyarakat, relawan dan lain- lain.

Proses penyusunan rencana kontinjensi dapat dilihat pada gambar selanjutnya.

Tahap awal yaitu tahap Penilaian risiko didasarkan pada dua penilaian ancaman yaitu: • Probabilitas/kemungkinan terjadinya bencana

dan • Intensitas/dampak kerugian atau kerusakan

yang ditimbulkan Hasil penilaian kemudian di plot ke dalam matriks

pemilihan resiko. Untuk tahap penentuan kejadian ditentukan

hanya satu ancaman yang akan dijadikan dasar perencanaan kontinjensi. Cara penentuannya adalah melalui penilaian (scoring) bahayanya. Apabila suatu daerah mempunyai banyak ancaman (misalnya ancaman letusan gunungapi dan gempa bumi), maka perencanaan kontinjensinya harus dibuat masing-masing.

Setelah penentuan kejadian ditentukan dilanjutkan dengan pengembangan skenario. Pengembangan skenario bertujuan untuk membuat gambaran kejadian yang diperkirakan akan terjadi secara jelas dan rinci (lokasi, waktu, durasi, skala, dan dampaknya). Skenario yang disepakati bersama akan menjadi dasar bagi perencanaan setiap pelaku yang terlibat dalam penanganan. Skenario juga harus realistis, berdasarkan data ilmiah dan

dapat dipertanggung jawabkan. Tahap penetapan kebijakan adalah menentukan

visi dan arah operasi , membagi kewenangan dan tanggungjawab, berfungsi sebagai acuan operasi, bersifat umum, tidak kontroversial dan harus dapat diterima semua pihak.

Analisis kesenjangan merupakan selisih antara proyeksi kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya. Biasanya proyeksi kebutuhan lebih besar daripada ketersediaan sumberdaya.

Bila terjadi bencana, rencana kontinjensi dijadikan rencana operasional yang disesuaikan dengan data dan kondisi lapangan yang sesungguhnya. Bila terjadi bencana namun jenis bencananya lain, Rencana kontinjensi dapat dijadikan rencana operasional

kebutuhan namun apabila tidak terjadi bencana rencana kontinjensi dapat di update secara berkala, diperpanjang masa berlakunya, atau diturunkan statusnya menjadi rencana kesiapan (lihat gambar siklus bencana).

bencana dari responsif menjadi preventif, (dari penanggulangan ke pengurangan risiko) bukan pekerjaan yang mudah. Menyelaraskan

dengan

• desentralisasi,

diperlukan satu koordinasi, komando dan pengendalian

dalam

penanggulangan

bencana. • Kepercayaan, kepedulian dan keikutsertaan

masyarakat dalam penanggulangan bencana masih rendah.

• UU 24/2007 masih baru, perlu upaya yang

intensif untuk mengimplementasikannya. Kesimpulan dan Saran

• Keberadaan UU RI no. 24 dan 26 tahun

2007 telah mengubah paradigma mitigasi bencana dari penanganan bencana menjadi penanggulangan

menitikberatkan pada upaya-upaya sebelum terjadinya bencana. Penataan

memperhatikan aspek kebencanaan sangat tepat untuk diterapkan dalam rangka mengurangi dampak negatif akibat bencana.

• Kewaspadaan Pemerintah Daerah perlu

ditingkatkan sehingga mereka siap mengambil tindakan apabila daerah tempat tinggalnya terlanda bencana.

Rencana kontinjensi merupakan • suatu

menyeluruh, terkoordinasi dan terintegrasi sehingga diharapkan apabila suatu daerah

sudah mempunyai Rencana kontinjensi, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah beserta instansi terkait mampu bekerja secara cepat, tepat, sinergis dan komprehensif dalam penanggulangan bencana dengan mempertimbangkan aspek sains & teknologi, sosial, dan ketahanan nasional.

• Dokumen rencana kontinjensi ini dapat menjadi suatu pedoman bagi Daerah/Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menentukan kebijakan lebih lanjut dalam penanganan bencana didaerah. Peserta

kegiatan

penyusunan • rencana kontinjensi perlu diseleksi agar mereka yang terdaftar sebagai peserta merupakan pemangku kepentingan yang akan terlibat langsung apabila terjadi bencana didaerahnya sesuai dengan tugas fungsi masing-masing instansinya.

• Perlindungan masyarakat terhadap bencana harus dilakukan sejak tahap kesiapsiagaan, pada saat tanggap darurat dan pasca bencana untuk mengurangi risiko dan dampak bencana. Penanganan

pasca (rehabilitasi • dan rekonstruksi) bencana dilakukan dengan pola gotong royong untuk memperkuat solidaritas sosial yang akan membangun ketahanan masyarakat terhadap bencana.

• Pelatihan dan gladi penanggulangan bencana harus terus dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan

serta menguji rencana kedaruratan yang ada. • Informasi bencana harus dapat dikelola dengan baik untuk memperlancar upaya penanganan, sehingga reputasi pemerintah tetap terjaga.

• Bencana dan risiko bencana bersifat dinamis, satu bencana dapat memicu terjadinya bencana lainnya. Untuk itu upaya mitigasi dan pengurangan risiko harus terus menerus dilakukan pada semua tahapan.n

Daftar Pustaka

• Modul Rencana Kontinjensi Badan Nasional Penanggulangan Nasional, 2008 • Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

Lintasan Geologi

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Pengaruh metode sorogan dan bandongan terhadap keberhasilan pembelajaran (studi kasus Pondok Pesantren Salafiyah Sladi Kejayan Pasuruan Jawa Timur)

45 253 84

Kesesuaian konsep islam dalam praktik kerjasama bagi hasil petani desa Tenggulun Kecamatan Solokuro Kabupaten Lamongan Jawa Timur

0 86 111

EFEKTIVITAS siaran dialog interaktif di Radio Maraghita sebaga media komunikasi bagi pelanggan PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten di Kelurahan Lebakgede Bandung

2 83 1

Prosedur Verifikasi Internal Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat

2 110 1

Prosedur Promosi Jabatan Karyawan pada PT. PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat dan Banten UPJ Majalaya

3 53 1

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Divisi Humas Dan Rumah Tangga Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Jawa Barat

5 91 1

Tinjauan seksi penagihan terhadap tata usaha piutang pajak kantor pelayanan pajak Bandung Karees Wilayah VII Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat

2 91 29

Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Dan Organizational Citizenship Behavior Terhadap Kinerja Pegawai PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat Dan Banten Kantor Area Sumedang

17 106 69

Pengaruh Kualitas Software Aplikasi pengawasan kredit (C-M@X) Pt.PLN (PERSERO) Distribusi Jawa Barat Dan Banten (DJBB) Terhadap Produktivitas Kerja karyawan UPJ Bandung Utara

5 72 130