Oleh: Bambang Sucipto
Oleh: Bambang Sucipto
Hampir 2 tahun Peraturan Menteri Pendayagunaan
Permasalahan
Aparatur Negara Nomor 219/M.PAN/7/2008
Ada dua hal yang menjadi permasalahan dalam
tanggal 4 Juli 2008 diberlakukan untuk mengganti
implementasi Permen PAN, yaitu:
fungsional Perekayasa perlu Oman
Keputusan Menpan Nomor 24/KEP/M.PAN/2/2003
bekerja dalam organisasi, maka Tata Kerja harapannya guna mendorong minat, khususnya
diselenggarakan ini dapat menghasilkan mutu
yang dinyatakan tidak berlaku sejak Permen
Kerekayasaan harus dilaksanakan menurut sarjana geologi dan ilmu kebumian lainnya
dan laporan yang lebih baik lagi serta dapat
PAN Nomor 219 ini ditetapkan. Latar belakang
kaidah berdasarkan Team Work dalam suatu di Indonesia untuk melakukan penelitian dan
memberikan tanggapan dan penilaian yang
pemikiran diterbitkannya peraturan ini, yang
Organisasi Fungsional kegiatan program yang memotivasi untuk mengaktualisasikan hasil
membangun citra positif terhadap keberadaan
disampaikan dalam sosialisasi awal, adalah bahwa
multi disiplin keilmuan maupun keahlian agar penelitian menjadi sebuah artikel ilmiah bermutu
dan kegunaan peta geologi sebagai peta dasar
para pejabat Eselon II dan III, misalnya yang
dapat menjalankan fungsinya. Hal ini belum yang layak dipublikasikan pada jurnal ilmiah
dalam kegiatannya.
tidak lagi menjabat, atau mendekati BUP (Batas
Hal yang menyangkut dengan kebencanaan
Usia Pensiun) dengan keahlian, kemampuan
terwujud.
terakreditasi LIPI/DIKTI.
geologi, mitigasi kebencanaan geologi dapat
(kompetensi) serta pengalaman yang dimiliki
2. Belum dilakukannya langkah nyata di tingkat
Unit Kerja upaya para pejabat fungsional Kegiatan
berhasil jika ada kerjasama yang terencana dan
masih tetap dapat dimanfaatkan oleh institusi,
Perekayasa berkoordinasi dengan struktural pembukaan Kepala Badan Geologi Kementerian
terpadu antar pemangku kepentingan, termasuk
dapat didayagunakan sampai dengan usia 60
dan atau sebaliknya bagaimana menciptakan ESDM yang diwakili oleh Kepala Pusat Survei
dalam hal persiapan dan tindakan pengurangan
tahun.
Organisasi Fungsional tersebut. Geologi, Dr. Ir. A Djumarma Wirakusumah. Dalam
risiko. Makalah ataupun laporan yang memuat
kebencanaan geologi haruslah memuat informasi
Pemikiran berikutnya adalah bahwa perlu diberikan
sambutannya dikatakan, bahwa Sosialisasi Forkom
Untuk mencari solusi butir 1, dapat dilakukan EJB pada event-event asosiasi profesi antara lain:
ilmiah tentang kegiatan pra, saat dan pasca
kemudahan untuk menduduki jabatan fungsional
antara lain studi banding ke Kementerian lain IAGI, HAGI, IATMI, PERHAPI, API, MHI, IAED, dll,
bencana, sedangkan riset ilmiah belum dianggap
Perekayasa tersebut, langsung masuk pada jenjang
dan atau berdiskusi intensif dengan Instansi roadshow forkom perlu agenda event asosiasi yang
tuntas jika hasilnya tidak dipublikasikan, karena
Madya dengan memenuhi persyaratan yang telah
Pembina untuk mendapatkan gambaran formulasi terdaftar untuk penjaringan penulis, Penyiapan
hasil riset tersebut harus dapat didokumentasikan
ditentukan karena pangkat dan golongan sudah
pembentukan Organisasi Fungsional tersebut. Jurnal Internasional bidang ilmu kebumian,
dan disebarluaskan melalui suatu media yang
memungkinkan dan rata-rata sudah golongan IV.
berupa publikasi ilmiah.n
Kemudahan ini, dapat dilihat dari persyaratan dan
penggalangan dukungan dari mitra internasional
Masalah lain, apabila hal di atas tidak dilaksanakan, untuk mengisi formasi, Dewan editor, reviewer,
masa waktu proses alih jabatan melalui inpassing
maka sulit atau bahkan dapat dikatakan tidak mitra bestari (peer reviewers), kode etik, penulis,
(Donny Hermana, Pranata Humas Badan Geologi)
yang semula berlaku sampai dengan 31 Agustus
mungkin seorang pejabat fungsional dapat sirkulasi dan distribusi, bahasa PBB, quality control
2009 diperpanjang menjadi 31 Januari 2010.
mengumpulkan angka kredit yang disyaratkan dan lembaga akreditasi internasional.
Salah satu perbedaan dalam implementasi Permen
dalam tahun pertama 10%, tahun kedua 30% dan
tahun ketiga 60%, juga terkait dengan penilaian Dikatakan pula bahwa Peta Geologi bersistem
PAN Nomor 24/KEP/M.PAN/2/2003 dengan 219/M.
sistem baru mulai penilaian periode Mei atau Juni seluruh Indonesia yang diresmikan oleh Presiden
PAN/7/2008 adalah bahwa dalam ketentuan lama
2010. Akibatnya, persis satu tahun sejak diangkat Soeharto pada Repelita tahun 1992, bukan berarti
pejabat fungsional Perekayasa bekerja secara
karena tidak terpenuhinya angka kredit yang pemetaan geologi bersistem di Indonesia sudah
individu sedangkan dalam peraturan baru, pejabat
disyaratkan, langkah institusi adalah mengusulkan selesai. Untuk itu diharapkan workshop yang
fungsional Perekayasa harus bekerja secara Team
Work.
yang bersangkutan untuk Bebas Sementara dan
Seputar Geologi
seterusnya sampai pada usulan pemberhentian dari jabatan fungsional Perekayasa.
Lokakarya Penulisan Publikasi Ilmiah
Merangsang Penulis Untuk Menulis
RALAT
Diklat Fungsional Perekayasa apabila tidak
Dalam Rubrik Geofoto yang dimuat dalam Warta
Ilmiah dan Ilmiah Populer
dilaksanakan dapat menjadi
permasalahan
Geologi Vol. 5 No. 3 September Tahun 2010, terdapat
juga. Solusinya adalah perlunya kebijakan untuk
kesalahan dalam penulisan nama fotografer. Semula
mengambil kesepakatan bersama yang terkait
tertulis Foto dan teks: T. Bachtiar, seharusnya
dengan diklat fungsional Perekayasa sebagai
Teks: T. Bachtiar, Foto: Sinung Baskoro / Koleksi
implementasi Bab VIII pasal 28 ayat (2), yang mengharuskan 3 tahun sejak diangkat harus
Museum Geologi Bandung. Dengan demikian
sudah mengikuti Diklat.
kesalahan sudah diperbaiki.
Solusinya adalah dilakukan koordinasi antara Badan Geologi, Balitbang ESDM, Badiklat ESDM dengan Sekretariat Jenderal cq. Biro Kepegawaian dan Organisasi untuk menyelenggarakan Diklat Fungsional Perekayasa di Kementerian ESDM dan hal ini memungkinkan. Informasi yang diperoleh bahwa Instansi Pembina dalam 1 Tahun Anggaran ini akan menyelenggarakan diklat sebanyak 4 angkatan dengan jumlah 40 orang/angkatan untuk peserta dari seluruh Kementerian yang ada Pejabat Fungsional Perekayasa. Kalau dari KESDM untuk diklat tersebut bersifat penyertaan, maka diperlukan waktu cukup lama dan bahkan seseorang yang telah diangkat dalam jabatan fungsional serta dapat mengumpulkan angka kredit yang disyaratkan, sampai akan memasuki masa pensiun atau diberhentikan dari jabatan fungsional belum tentu bisa mengikuti diklat tersebut karena keterbatasan tempat.
Perlu langkah nyata agar peran, fungsi dan kinerja
publikasi yang telah diakui oleh lembaga Nasional Pejabat Fungsional Perekayasa optimal untuk
B adan Geologi menyelenggarakan Lokakarya
pemilik akreditasi seperti LIPI dll. yang dapat kemajuan institusi. Semoga.n
Penulisan Publikasi Ilmiah yang diselenggarakan
di Auditorium Badan Geologi 29-30 November
dimanfaatkan oleh para peneliti, penyelidik bumi
maupun unsur lainnya untuk mengaktualisasikan Penulis adalah Kepala Bagian Kepegawaian
2010. Kegiatan dihadiri sekitar 125 penulis muda
berbagai hasil penelitian yang telah dilaksanakan Sekretariat Badan Geologi
dilingkungan kementerian ESDM maupun dari
dalam kegiatan tugasnya untuk dipublikasikan Badan Geologi
kalangan Civitas Akademika Bandung seperti
Unpad, ITB, UPN Yogyakarta, dan Jakarta.
kepada masyarakat umum melalui media-media yang ada tersebut.Dengan penyelenggaraan
Ketua Penyelenggara Oman Abdurahman dalam
lokakarya ini, diharapkan para penulis muda atau
sambutannya mengatakan bahwa Badan Geologi
penulis yang sudah ada semakin memahami dan
memiliki berbagai wadah dalam bentuk media dan
terangsang untuk menerbitkan karya-karyanya
Seputar Geologi
sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku
Lokakarya
Isu Perubahan Iklim, Geologi
Kegiatan Lokakarya Penulisan Publikasi Ilmiah dibagi
dan Pertambangan Batubara
dalam dua sesi. Sesi pertama dengan presentasi
Penulisan Publikasi Ilmiah dengan narasumber Binarko Santoso (KTI yang diterbitkanJurnal/ prosiding) dan Imam Sadisun (Jurnal Geoaplika). Sedangkan sesi kedua membahas Penulisan Publikasi Ilmiah Populer dengan narasumber Budi Brahmantyo (Tips & Trik Menulis di Media) dan T. Bachtiar (Tulisan Populer di Media Massa).
Kepala Badan Geologi, R. Sukhyar memberikan kata sambutan Narasumber, T. Bachtiar dan Budi Brahmantyo saat memaparkan
Peningkatan kualitas pengelolaan sumberdaya alam dan kapasitas penanganan perubahan iklim, merupakan salah satu dari lima isu dalam Rencana Kerja Pembangunan (RKP) 2010 dari
Pembicara kunci Idwan Soehardi dari Kementerian Riset dan Teknologi
Pemerintah. Saat ini perubahan iklim yang terjadi
saat menyampaikan paparannya
telah membuat isu global, sekaligus merupakan tantangan pembangunan nasional. Karena itu,
penanganan isu perubahan iklim menuntut kerja sama dari semua pelaku pembangunan di
Peserta lokakarya
Narasumber Imam Sadisun dan Binarko Santoso dalam Lokakarya Penulisan
pengetahuan, serta perlindungan bagi masyarakat Publikasi Ilmiah.
berbagai bidang.
disamping mendengarkan kajian-kajian dari
miskin.
narasumber profesional juga disertai dengan
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Indonesia masih menghadapi masalah dalam isu tulis yang menyusun dan penyajiannya didasarkan
Istilah Karya TulisIlmiah mengacu kepada karya
diskusi dan praktek penulisan ilmiah. n
(RPJM) 2010–2014, penanganan perubahan
perubahan iklim di antaranya masih rendahnya pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah. Di lihat
iklim dilakukan dengan merumuskan dua kriteria
utama, di antaranya: pertama mitigasi, upaya
kapasitas sumber daya manusia dan institusi
pengelola, terbatasnya ketersediaan data dan dari panjang pendeknya atau kedalaman uraiaan,
(Donny Hermana / Pranata Humas Madya Badan Geologi)
untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, dan kedua adaptasi: Mempertimbangkan dampak
informasi terkait dengan adaptasi dan mitigasi. karya tulis ilmiah dibedakan atas makalah (paper)
dari indikator perubahan iklim, terutama
dan laporan penelitian. Dalam penulisan, baik
Arah kebijakan dalam RPJM 2010–2014 dan makalah maupun laporan penelitian, didasarkan
untuk kegiatan sektor yang terkait langsung
RKP 2010 dalam penanganan perubahan iklim pada kajian ilmiah dan cara kerja ilmiah.
dengan dampak perubahan iklim itu. Selain itu,
dalam bidang geologi berada berada di seputar: Penyusunan dan penyajian karya semacam itu
penanganan perubahan iklim juga memerlukan
1. Penyediaan data dan informasi serta pelayanan didahului oleh studi pustaka dan studi lapangan.
faktor pendukung, yaitu: data informasi dan
komunikasi, penguatan kapasitas kelembagaan,
bidang geologi untuk pengurangan emisi
gas rumah kaca (GRK) di sektor energi (aspek Kegiatan cukup diminati para peserta karena
penguatan kapasitas sumber daya manusia,
peningkatan kesadaran masyarakat dan ilmu
mitigasi), 2. Penyiapan data dan informasi serta
Seputar Geologi
pelayanan bidang geologi untuk peningkatan kapasitas adaptasi terkait resiko perubahan iklim pada sumber daya air (penurunan ketersediaan air, kekeringan dan banjir), longsor, sarana dan prasarana (aspek adaptasi), dan 3. Pengembangan kebijakan dan peraturan perundang-undangan terkait.
Dalam langkah mitigasi perubahan iklim, bidang geologi dapat berperan dalam memberikan rekomendasi upaya mengurangi GRK melalui kemungkinan penyimpangan GRK, khususnya gas CO2, di dalam formasi yang sesuai (carbon capture storage atau CCS), dan konversi energi melalui peningkatan penggunaan panasbumi. Penyiapan WKP panasbumi merupakan salah satu tugas Badan Geologi. Aspek mitigasi perubahan iklim yang lain adalah penelitian dan pelayanan bidang geologi tentang lahan gambut (sumber daya gambut) yang dapat digunakan sebagai informasi dasar dalam pengelolaan lahan gambut.
Untuk adaptasi, bidang geologi dapat berperan didalam adaptasi risiko perubahan iklim pada sumber daya air atau aspek yang berhubungan dengan air (longsor dll), melalui penelitian dan pelayanan data dan informasi terkait. Pengembangan air tanah saat ini telah terbukti dapat memberikan solusi dalam penyediaan air bersih di daerah sulit air. Sedangkan penelitian dan pelayanan aspek bencana longsor dan geologi teknik dapat dijadikan dasar untuk penyiapan peta risiko bencana longsor dan rekomendasi teknis pembangunan infrastruktur sebagai bagian dari adaptasi perubahan iklim.
Peran bidang geologi lainnya dalam menghadapi isu perubahan iklim berada di seputar pembuktian adanya perubahan iklim itu sendiri, terutama pola- pola perubahan iklim yang bersifat alami sebagai pembanding terhadap asumsi perubahan yang bersifat antropogenik.
Perubahan iklim tidak hanya sebatas faktor yang berkaitan dengan perilaku manusia. Perubahan iklim selain karena emisi GRK, juga disebabkan oleh faktor-faktor alami seperti letusan gunungapi ataupun siklus alam berdurasi ribuan tahun. Sementara itu, isu perubahan iklim telah mulai mempengaruhi opini masyarakat biasa maupun para pengambil keputusan di Pemerintahan,
bahkan isu perubahan iklim telah menjadi isu politis.
memprihatinkan masalah perubahan iklim, seringkali hanya dipahami sebagai persoalan
kelebihan konsentrasi GRK, terutama CO 2 ,
di atmosfer. Demikian pula upaya mitigasi
dengan menurunkan emisi CO 2 diyakini akan
menyelesaikan segalanya, bahkan upaya mitigasi tersebut dipersempit lagi dan hanya diartikan sebagai program penghijauan dengan cara menanam pohon sebanyak-banyaknya.
Pemerintah atau Negara perlu memiliki sikap dalam merespon isu perubahan iklim berdasarkan hasil kajian lintas sektoral atau multi disiplin, sehingga bangsa Indonesia cukup lentur dalam menghadapi isu perubahan iklim (resilience to climate change issue). Pemerintahan atau Negara yang tidak memiliki informasi yang tepat dan tidak mengetahui persis apa yang terjadi akan mudah diombang-ambing oleh isu perubahan iklim yang timpang. Bidang Geologi adalah salah satu disiplin penting dalam upaya lintas disiplin tersebut.
Berkaitan dengan kondisi di atas, maka diperlukan upaya pendekatan (proxy) untuk pembuktian adanya perubahan iklim sebagai pembanding terhadap asumsi kuat saat ini, bahwa perubahan iklim bersifat antropogenik. Riset iklim purba atau paleoklimat menjadi penting. Informasi tentang perubahan iklim di masa lampau diperlukan untuk mengetahui tanggapan sistem iklim regional terhadap perubahan global, terutama perubahan yang ekstrim. Kajian paleokimat hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan geologis.
Dengan hasil-hasil riset iklim purba, atau lebih luas lagi, geosains sebagai bagian dari sains sistem bumi, dan penilaian yang tepat tentang potensi sumberdaya alam kita, maka Indonesia diharapkan lebih tahan atau lebih lentur terhadap isu perubahan iklim. Sebagaimana dalam kajian Energi Nasional, Indonesia hingga tahun 2025 masih akan bertumpu pada batubara. Kondisi ini semakin mendorong kita untuk mencari posisi yang tepat dalam merespon isu perubahan iklim. Kajian paleoklimat dan geosains lainnya, serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim bidang geologi akan berkontribusi penting pada perumusan respon yang tepat tersebut.
Badan Geologi memiliki kepentingan untuk memberikan kontribusi dalam menghadapi isu perubahan iklim. Pada tanggal 20 Oktober 2010, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral meneyelenggarakan Lokakarya Perubahan Iklim, Geologi, dan Pertambangan Batubara di Manado. Kegiatan ini dihadiri 150 undangan dari berbagai institusi di Indonesia, menghadirkan pembicara kunci Dr. Idwan Soehardi, Kemenristek dengan topik: Mitigasi Bencana dan Adaptasi melalui Pengembangan Indikator Geo untuk Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan. Dr. Tri Wahyu Hadi dari ITB dengan topik Sains Sistem Bumi dan Pentingnya Geologi dalam memahami Perubahan Iklim di Indonesia. Dr. Eng. Hamzah Latief, M.Si, ITB dengan topik Basis sains perubahan iklim berkenaan dengan kenaikan muka air laut (dinamika laut) dan kejadian iklim ekstrim (La Nina dan El Nina, dll), riset terkait yang diperlukan dari bidang geologi. Dr. Sri Yudawati Cahyarini, LIPI dengan topik Studi iklim masa lampau dengan menggunakan karang (koral) dari wilayah tropis. Ir. Syaiful Bachri, M.Sc Badan Geologi, Geologi Indonesia Bagian Barat dan Timur: Kaitannya dengan Prospek Carbon Capture dan Storage (CCS).
Lokakarya ini, seperti dikatakan Oman Abdurahman selaku ketua Panitia Penyelenggara, memiliki tiga kepentingan di antaranya: 1. Isu perubahan iklim saat ini sudah menjadi arus utama Pembangunan Nasional. 2. Masih terdapat persoalan dalam isu perubahan iklim yang memerlukan kontribusi penelitian dan pelayanan bidang geologi. 3. Indonesia hingga tahun 2025 masih bertumpu pada sumber daya energi batubara, berhadapan dengan isu perubahan iklim, sehingga lokakarya
ini untuk mencari masukan guna merumuskan arah, kebijakan, program dan kegiatan penelitian dan pelayanan bidang geologi terkait perubahan iklim.
Nara sumber yang menyajikan materi penting tentang perubahan iklim terkait bidang geologi, dan pertambangan batubara, dapat memberikan masukan-masukan
yang diperlukan guna merumuskan program dan kegiatan untuk menindaklanjuti arah kebijakan Nasional dalam perubahan iklim, dengan arah kebijakan tersebut diharapkan bidang geologi dapat memberikan kontribusi pada antisipasi dampak serta laju perubahan iklim ke depan guna peningkatan kapasitas penanganan dampak dan laju perubahan iklim yang tepat dan akurat sebagaimana arah
kebijakan RKP 2010 dan RPJMN 2010 – 2014. n (Donny Hermana dan Lilies Marie / Pranata Humas
Madya)
Peserta pada kegiatan Lokakarya Isu Perubahan Iklim, Geologi dan Pertambangan Batubara
J.A. Katili , bukan saja mampu menjelaskan dengan baik pandangan keilmuannya dalam
berbagai jurnal ilmiah dunia, atau dalam pidato dan ceramah ilmiah di berbagai Perguruan Tinggi, namun kelebihan Katili adalah mampu menulis untuk masyarakat yang lebih luas di koran-koran dan berbagai majalah populer dan majalah berita.
Kemumpunian J.A. Katili dapat disimak dalam buku Laksana Beraraknya Mega, 1986. Buku ini merupakan kumpulan karangan yang bersumber dari koran, majalah, sampai pidato ilmiah di Perguruan Tinggi dalam rentang waktu antara tahun 1968 - 1985.
Uraian dalam setiap tulisannya begitu jelas dan mengalir, misalnya mengapa gunung api terbentuk, bagaimana magma menekan dan keluar menjadi lava yang meleleh di lereng gunung, atau bebatuan dan pasir yang dihembuskan saat letusan hingga membentuk bentang alam, dengan kekuatan utama gunung api, seperti di Pulau Jawa, dengan gunung-gunung api yang masih terus hidup.
Bagaimana sedimen dasar laut dapat terangkat menjadi rangkaian perbukitan kapur, seperti di Tagogapu, Jawa Barat, atau di Karangbolong, Jawa Tengah, bahkan, proses itu mampu mengangkat
Oleh: T. Bachtiar
Judul Buku
LAKSANA BERARAKNYA MEGA
Penulis
Prof. Dr. J.A. Katili.
Dinamika Bumi, Dampak, dan Peramalannya
suatu kawasan hingga ketinggian 5000 m dpl., seperti Pegunungan Jayawijaya di Papua.
Adanya kekuatan pemampatan raksasa itulah yang telah mengangkat dasar laut ke tempat yang sangat tinggi, atau sebaliknya, karena adanya gerakan tarikan, yang semula daratan berubah selama jutaan tahun menjadi lautan yang dalam, dengan rangkaian gunung api yang memanjang puluhan kilo meter.
Katili dapat menjelaskan dengan sangat baik, bagaimana dinamika Bumi itu terjadi dan apa yang ditimbulkannya kemudian. Tentang Indonesia, Katili menjawab mengapa bumi Nusantara ini menjadi kawasan yang hyper labil dan super mobil. Dijelaskan tentang teori tektonik lempeng dunia yang dipopulerkannya sejak tahun 1970- an awal, sejalan dengan penelitian-penelitiannya tentang pulau-pulau di negara maritim Indonesia. Indonesia berada dalam jalur Pacific Ring of Fire yang panjangnya mencapai 35000 km., telah membawa keberkahan yang tiada taranya, yang sesekali menimbulkan bencana.
Bencana geologis di Indonesia merupakan bagian dari risiko yang harus ditanggung, karena Indonesia menjadi tempat berinteraksinya tiga lempeng berukuran benua, yaitu Lempeng Hindia- Australia, Lempeng Pasifik, dan Lempeng Erasia.
Karena dinamika bumi itulah, Katili mengingatkan bencana yang pasti terjadi di Indonesia, yaitu gempa bumi, letusan gunung api, dan gerakan tanah. Sering terjadinya peristiwa kebumian di Indonesia perlu disikapi dengan semakin mempertajam
peramalan dengan bantuan
teknologi. Katili
memandang perlu
terus
diperdalam pengetahuan yang mempelajari sifat fisika bumi, sehingga dapat meramalkan dengan presisi yang baik kejadian-kejadian kebumian yang akan datang. Metoda prognosis dan diagnosis dalam menyelidiki dinamika bumi ini perlu terus dipertajam. Namun demikian, Katili menyadari, betapa sulit dan tak terduganya keajadian alam, seperti letusan gunung api dan gempa bumi, sebab masih ada peristiwa alam di luar kontrol manusia.
Karena negara maritim ini sangat rawan bencana geologis, maka Katili menyarankan perlu disempurnakan peta zonasi gempa bumi, peta rinci patahan aktif, kode bangunan bagi gedung dan bangunan di perkotaan, konstruksi rumah
masyarakat di pedesaan, meningkatkan mutu pencatatan gempa bumi, dan lain-lain.