Oleh: SR Wittiri
Oleh: SR Wittiri
MBAH MERAPI
SERULING
M asyarakat Jepang lazim
“Fujiyama Sang”. Kata sang bisa berarti “tuan/nyonya (sir/madame) atau orang yang dihormati”. Tentu kata sang dibelakang Fujiyama tidak berarti tuan/nyonya, namun lebih bermakna
penghormat
kepada
gunung yang memiliki salju abadi di puncaknya dan tertinggi di Jepang
Mengapa Nada Do – Re – Me– … – Do? Dari hasil penelitian ilmu kebumian, khususnya seismik yang dilakukan selama bertahun-tahun, diperoleh jawaban penyebab rutinitas yang bernada seruling tersebut. Diketahui bahwa ada
2 zona a seismik (zona tidak terjadi gempa) di
dalam struktur Merapi. Zona tersebut terbentuk di kedalaman lk. 5 km (zona pertama) dan 2 km (zona kedua) di bawah puncak.
Menurut teori dasar seismologi, gempa hanya terjadi pada lapisan batuan yang kompak. Sehingga zona a seismik dianggap sebagai daerah yang tidak kompak atau cair (liquid). Karena kondisi tersebut terbentuk di dalam tubuh suatu gunung api, maka zona tersebut dianggap sebagai kantung fluida (magma dan atau gas). Keberadaan kantung fluida itulah yang sangat berpengaruh dalam mengatur ritme letusan Merapi dantentu saja struktur geologi yang ada di dalamnya. Analisisnya sederhana. Ketika fluida mengalir dari suatu kedalaman (dapur magma?) otomatis fluida akan mengisi kantung pertama. Pada saat kantung pertama penuh selanjutnya fluida akan mengalir mengisi kantung yang kedua. Apabila suplai fluida berjalan lancar, pada saat kantung kedua penuh,
maka fluida akan tumpah keluar. Keluarnya fluida ini menyebabkan letusan. Sementara itu kantung pertama dan kedua dalam kondisi kosong karena fluida sudah dikeluarkan dalam bentuk letusan. Karena kedua kantung yang ada sudah dalam keadaan kosong, maka fluida magma berpeluang
untuk mengisinya kembali dan prosesitu memerlukan waktu yang tidak sebentar, antara 2-7 tahun. Hal ini sangat berkaitan dengan struktur geologi di dalam Merapi dan di luar tatanan Merapi, misalnya tektonik secara global.
Tidak semua fluida magma yang ada, habis ditumpahkan atau dilontarkan pada saat terjadi letusan. Sebagian lainnya akan membeku di ujung pipa dan menyebabkan penyumbatan di
dalam pipa kepundan yang menerus ke permukaan dalam bentuk kubah lava. Semakin besar volume sumbat/kubah lava, maka semakin sulit aliran fluida magma menerobos batuan penutup, hingga pada akhirnya memperoleh jalan keluar ke permukaan. Kondisi itulah yang menyebabkan masa tenggang waktu antar letusan atau masa istirahat yang sangat variatif, yaitu antara 2-7 tahun. Apabila ternyata hambatan aliran fluida di dalam pipa kepundan atau dipermukaan sangat solid dan magma sulit menemukan jalan keluar, maka waktu jeda antara letusan menjadi panjang, nada seruling akan terdengar sopran. Nada yang tinggi itu akan menghasilkan letusan besar dengan ancaman bencana yang besar pula.
Belajar Memaknai Letusan Mbah Merapi Pada hakekatnya semua gunung api selalu menunjukkangejala sebelum meletus. Hanya saja teknologi atau kemampuan manusia sangat terbatas sehingga tidak mampu menangkap atau menerjemahkan secara pas pesan yang ada.
itu. Dari cerita ini, penulis terinspirasi untuk menambahkan kata “mbah” yang berarti “kakek/nenek” atau “yang dituakan” dibelakang nama Merapi menjadi “Mbah Merapi”. Penambahan kata itu rasanya pantas disandang oleh gunung api yang fenomenal itu. Merapi memiliki karakter letusan sangat khas yang dikenal dunia dengan nama “Letusan Tipe Merapi (Merapi Type Eruption)”. Merapi selalu menghasilkan awan panas guguran setiap kali meletus.
Ilustrasi keberadaan zona a seismik (kantung fluida) di dalam tubuh Merapi. Foto: Koleksi BPPTK, Badan Geologi. Modifikasi: SR. Wittiri
Geologi Populer
Geologi Populer
jumlahnya, tubuh gunung mulai membesar
penolong agar masyarakat bersiap-siap dan segera
karena rekanan, guguran lava sudah mulai pijar
mengungsiagar terhindar dari bencana Mbah
dan biasanya awan panas berukuran kecil mulai
Merapi.
muncul. Sinyal Awas berarti bahwa letusan utama segera berlangsung.
Seandainya masyarakat Lereng
Merapi berlaku bijak dan mau
Umur rata-rata orang Indonesia antara 65 - 70
tahun. Artinya setiap orang yang tinggal di sekitar
memahami fenomena alam yang
Merapi pasti pernah, paling sedikit 6 atau 7 kali, menyaksikan letusan Mbah Merapi dalam masa
selalu berulang dalam masa
hidupnya.
kehidupannya, maka korban
Seandainya masyarakat Lereng Merapi berlaku bijak dan mau memahami fenomena alam yang selalu
dapat ditiadakan, paling tidak
berulang dalam masa kehidupannya, maka korban
diminimalkan. Satu-satunya upaya
dapat ditiadakan, paling tidak diminimalkan. Satu- satunya upaya untuk menghindar dari bencana
untuk menghindar dari bencana
adalah “mengungsi”. Sayangnya kata mengungsi itu sangat dihindari oleh sebagian warga karena
adalah “mengungsi”.
alasan yang sangat sepele, takut kehilangan harta. Mereka tidak pernah berfikir takut kehilangan
Mengutip firman Allah dalam Al-Quran “patuhilah
nyawa. Padahal apabila nyawa masih dikandung
perintah Allah, patuhilah perintah Rasul, dan
badan, maka harta masih dapat dicari, tetapi
pemerintah” . Firman ini dapat diterjemahkan,
apabila nyawa sudah berpisah dengan badan,
bahwa ada dua kepatuhan yang mutlak dan
maka otomatis harta akan ditinggalkan.
wajib karena diawali oleh kata patuhilah, yaitu patuh kepada Allah dan patuh kepada Rasul-
Nya karena pasti benar. Sedang satu kepatuhan, Puncak Merapi 2006. Kubah lava yang saling berhimpitan di puncak Mbah Merapi. Adakah celah bagi magma
Menurut suatu hikayat, suatu ketika seorang
yaitu kepada pemerintah sifatnya mutlak untuk menerobos batuan penutup? Foto:Koleksi Badan Geologi
yang dianggap sakti dan tokoh panutan terkena
bencana banjir. Regu penolong pun datang untuk
bersyarat. Kalau perintah dari pemerintah tidak
bertentangan dengan syar’i dan kebaikan, maka Untuk kasus Merapi, gunung api ini meletus setiap
mengajaknya mengungsi. Dia mengatakan bahwa
kepatuhan dari pemerintah itu wajib hukumnya. 2-7 tahun, rata-rata antara 3-4 tahun sekali.
Andaikan fenomena alam itupun masih sulit
pertolongan/petunjuk Tuhan belum datang. Setiap
Perintah mengungsi agar terhindar dari bencana, Secara normal letusan Merapi selalu diawali oleh
dipahami, maka institusi pemerintah yang diberi
kali regu penolong datang untuk membawanya
adalah wajib hukumnya dipatuhi karena akan guguran lava, makin hari akan semakin besar dan
tugas dan kewenangan memantau gerak-gerik
pergi dari ancaman banjir, dia selalu berkilah
menyelamatkan umat dari bencana.n jarak luncurnya semakin panjang. Pada suatu
perilaku gunung api termasuk Gunung Merapi,
bahwa pertolongan Tuhan belum datang.
yaitu Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Bukankah tim penolong itu adalah mereka yang
Penulis adalah Ketua Dewan Redaksi Jurnal Lingkungan guguran lava akan berubah menjadi awanpanas
ketika akan muncul lava pijar (pada malam hari),
Geologi (PVMBG), Badan Geologi akan memberikan
“dikirim” oleh Tuhan untuk menyelamatkannya
“sinyal” yang sangat mudah dipahami. Sinyal itu
dari bencana? Akhir dari kisah ini adalah Sang
dan Bencana Geologi (JLBG)
guguran yang juga akan semakin membesar Badan Geologi Panutan hilang ditelan oleh dahsyatnya arus banjir bersama waktu. Dalam kondisi tersebut arah
adalah: Aktif, Normal, Waspada, Siaga, dan Awas”.
Waspada berarti suara seruling Mbah Merapi mulai
tanpa pernah memahami arti pertolongan Tuhan
guguran lava, yang juga dapat diartikan sebagai
berubah nada. Kegempaan, kandungan kimia gas,
yang sesungguhnya.
arah ancaman bahaya,sudah dapat diperkirakan.
suhu di puncak dan sebagainya mulai berubah
Dengan demikian kesiapsiagaan sudah perlu
menjadi besar dari biasanya, perlahan tetapi pasti.
Analoginya, boleh jadi sinyal dari Badan Geologi
dipersiapkan bagi setiap individu.
Siaga bermakna gempa vulkanik semakin banyak
berupa Waspada, Siaga, dan Awas itu adalah “firman Tuhan” yang dapat diterjemahkan sebagai
Geologi Populer