A = luas permukaan membran m
2
t = waktu pengambilan sampel jam.
Nilai dmdt dapat diperoleh dari slope kurva hubungan massa permeat m terhadap waktu t pervaporasi pada keadaan tunak seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2.10.
2.9.2 Selektifitas
Selektifitas membran merupakan parameter pemisahan pada pervaporasi yang menyatakan kemampuan membran melewatkan suatu komponen relatif
terhadap komponen yang lain. Selektifitas didefinisikan sebagai perbandingan antara rasio fraksi berat komponen 1 terhadap komponen 2 di sisi permeat
terhadap rasio fraksi berat komponen 1 terhadap komponen 2 di sisi umpan. Secara matematis selektifitas
α dinyatakan sebagai berikut: α = w
1p
w
2p
w
1u
w
2u
2.17 w
1p
= fraksi berat komponen 1 dalam permeat
w
2p
= fraksi berat komponen 2 dalam permeat
w
1u
= fraksi berat komponen 1 dalam umpan
w
2u
= fraksi berat komponen 2 dalam umpan.
2.9.3 Derajat Pengembangan Degree of Swelling
Derajat pengembangan degree of swelling merupakan parameter karakteristik membran yang diperoleh dari percobaan sorpsi. Derajat
pengembangan degree of swelling dapat dihitung dengan persamaan: Ds = W
basah
– W
kering
W
kering
2.18 di mana Ds adalah derajat pengembangan degree of swelling dan W adalah berat
membran.
2.10 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pervaporasi
Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada pervaporasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pervaporasi antara lain tekanan dan temperatur operasi serta
konsentrasi umpan.
2.10.1 Tekanan Operasi
Driving force pada pervaporasi adalah perbedaan tekanan. Makin kecil tekanan sisi permeat makin besar laju permeasi pada membran. Oleh karena itu,
tekanan permeat selalu diupayakan sekecil mungkin mendekati vakum agar menghasilkan laju permeasi maksimum. Tekanan vakum diperoleh dengan
mengatur pompa vakum sedemikian rupa sehingga diperoleh tekanan yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan uap masing-masing komponen.
Peningkatan tekanan pada sisi bawah membran dalam pervaporasi dapat menurunkan faktor pemisahan.
2.10.2 Temperatur Operasi
Fluks dipengaruhi oleh temperatur operasi mengikuti persamaan Arrhenius: J = Jo exp -E RT
2.19 J
= fluks permeasi kgm
2
.jam Jo =
faktor pre-eksponensial fluks permeasi kgm
2
.jam E =
energi aktivasi permeasi kJmol R =
konstanta umum gas 8,3144 x 10
-3
kJmol.K T =
temperatur operasi K. Pada persamaan 2.19 dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur maka
fluks yang dihasilkan juga akan semakin besar. Selain itu, semakin tinggi temperatur maka tekanan uap penetran juga akan semakin besar sehingga aktifitas
di sisi upstream makin besar pula sehingga akan menyebabkan fluks bertambah besar.
2.10.3 Konsentrasi Umpan
Perubahan komposisi umpan secara langsung berpengaruh terhadap fenomena sorpsi pada antar muka cairan-membran. Karakteristik perpindahan
massa penetran dalam membran sangat bergantung pada konsentrasi umpan karena difusi komponen penetran bergantung pada konsentrasi dalam membran.
Makin tinggi konsentrasi penetran yang berinteraksi dengan membran maka swelling
yang terjadi makin besar sehingga akan menurunkan selektifitas.
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Gambar 3.1 Kerangka kegiatan penelitian
Persiapan Zeolit Alam
1. Penggerusan sampai 200 mesh
2. Penghilangan Fe
3. Kalsinasi dengan HCl 0,1 N
4. Aktivasi pada 400
o
C
Pembuatan Membran
1. Membran selulosa asetat
2. Membran selulosa asetat
dengan penambahan zeolit alam variasi komposisi
Karakterisasi Membran
1. Analisis SEM permukaan dan
penampang membran 2.
Derajat swelling dalam berbagai cairan umpan
Pervaporasi
1. Pengukuran fluks permeasi
terhadap variasi komposisi umpan dan jenis membran
pada tekanan dan temperatur operasi tetap
2. Penentuan selektifitas efisiensi
pemisahan
Uji Kestabilan Membran
Pengujian dilakukan terhadap membran dengan komposisi zeolit alam optimum
terhadap fluks dan selektifitas yang dihasilkan dengan umpan yang sama
dan kemudian membandingkannya dengan membran baru.
Analisis dan Interprestasi Data terhadap Fluks Permeasi dan
Selektifitas Membran