Peningkatan Performansi Membran Selulosa Asetat Dengan Penambahan Zeolit Alam Ujong Pancu, Kabupaten Aceh Besar Pada Pemisahan Campuran Etanol-Air Secara Pervaporasi

(1)

PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA

ASETAT DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT ALAM UJONG

PANCU, KABUPATEN ACEH BESAR PADA PEMISAHAN

CAMPURAN ETANOL-AIR SECARA PERVAPORASI

DISERTASI

OLEH NASRUN 088103007/KIM

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA

ASETAT DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT ALAM UJONG

PANCU, KABUPATEN ACEH BESAR PADA PEMISAHAN

CAMPURAN ETANOL-AIR SECARA PERVAPORASI

DISERTASI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor dalam Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

OLEH

NASRUN 088103007/KIM

PROGRAM DOKTOR ILMU KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

LEMBARAN PENGESAHAN DISERTASI

Judul Disertasi : PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN

SELULOSA ASETAT DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT ALAM UJONG PANCU, KABUPATEN ACEH BESAR PADA PEMISAHAN

CAMPURAN ETANOL-AIR SECARA PERVAPORASI

Nama : NASRUN Nomor Pokok : 088103007 Program Studi : Ilmu Kimia

Menyetujui: Komisi Pembimbing

Promotor

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD

Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc.

Co-Promotor Co-Promotor Prof. Dr. Tamrin, MSc.

Ketua Program Studi S3 Kimia Dekan FMIPA USU

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD Dr. Sutarman, MSc.


(4)

Promotor

Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD Guru Besar Bidang Kimia Polimer

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Co – Promotor

Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc.

Chemical Engineer

Pusat Penelitian Kelapa Sawit

Co – Promotor

Prof. Dr. Tamrin, MSc.

Guru Besar Bidang Ilmu Kimia Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam


(5)

Telah diuji pada tanggal: 11 Juli 2012

Panitia Penguji Disertasi

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD Anggota : 1. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc. 2. Prof. Dr. Tamrin, MSc.

3. Prof. Dr. Harlem Marpaung 4. Eddiyanto, PhD


(6)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Disertasi ini adalah karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Nasrun

Nomor Pokok : 088103007/KIM Tanda Tangan :


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Cot Seurani, Kecamatan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh pada tanggal 1 Januari 1964. Merupakan anak ke-5 dari 9 bersaudara dari Bapak Ibrahim Abdullah (Alm) dan Ibunda Fatimah Abdullah.

Pendidikan Formal:

 Lulus SD Negeri 2 Muara Batu, Aceh Utara pada tahun 1976.

 Lulus SMP Negeri 1 Gandapura, Bireuen pada tahun 1980.

 Lulus SMA Negeri 1 Bireuen pada tahun 1983.

 Lulus Sarjana Teknik Kimia dari Fakultas Teknik, Universitas Syiah

Kuala, Banda Aceh pada tahun 1990.

 Lulus Magister Teknik Kimia dari Fakultas Teknologi Industri, Institut

Teknologi Bandung pada tahun 2004. Riwayat Pekerjaan:

 Tahun 1998 – 2001 sebagai dosen tetap di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas

Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

 Tahun 2000 – 2001 sebagai Ketua Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

 Tahun 2000 – 2006 sebagai Asisten Ahli dalam mata kuliah Operasi

Teknik Kimia II.

 Tahun 2001 diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil di Universitas

Syiah Kuala, Banda Aceh yang diperbantukan di Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

 Tahun 2002 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil di Universitas Syiah

Kuala, Banda Aceh yang diperbantukan di Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

 Tahun 2004 – sekarang diangkat kembali sebagai dosen tetap di Jurusan


(8)

 Tahun 2004 – 2009 sebagai Kepala Laboratorium Teknik Kimia di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh, Aceh Utara.

 Tahun 2006 – sekarang sebagai Lektor dalam mata kuliah Operasi Teknik


(9)

PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA ASETAT DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT ALAM UJONG PANCU,

KABUPATEN ACEH BESAR PADA PEMISAHAN CAMPURAN ETANOL-AIR SECARA PERVAPORASI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit alam Ujong Pancu terhadap unjuk kerja membran (fluks permeasi dan selektifitas membran) pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi. Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu persiapan zeolit alam (termasuk aktivasi), pembuatan membran selulosa asetat, pembuatan membran selulosa asetat yang ditambahkan zeolit alam, karakterisasi membran, dan aplikasi membran sebagai media pemisah campuran etanol-air dengan percobaan pervaporasi serta uji kestabilan membran. Variasi konsentrasi umpan yang dipilih adalah 75; 85; 90; 95,6; dan 98 % (w/w) etanol. Karakterisasi membran dilakukan dengan uji sorpsi pada berbagai konsentrasi umpan dan

temperatur operasi 60 oC serta uji Scanning Electron Microscopy (SEM).

Fluks permeasi dan selektifitas membran ditentukan oleh mekanisme perpindahan massa melalui membran tersebut. Pervaporasi dilakukan dengan membran

selulosa asetat dense berbentuk film tipis yang dibuat dengan metoda inversi fasa

melalui penguapan pelarut. Pervaporasi dilakukan secara kontinyu di mana umpan

disirkulasikan secara terus menerus pada temperatur operasi 60 oC dan tekanan

downstream 0,5 mbar. Membran selulosa asetat tanpa zeolit dan selulosa asetat

dengan penambahan zeolit alam telah dibuat dan performansinya telah diteliti. Kedua jenis membran tersebut memiliki sifat selektif terhadap air yang tinggi. Modifikasi membran selulosa asetat dengan zeolit alam berpengaruh terhadap unjuk kerja membran di mana fluks permeasi dan selektifitas membran meningkat pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi. Penambahan zeolit optimum adalah pada komposisi 20 % (w/w) zeolit terhadap berat selulosa asetat. Di samping itu terlihat bahwa membran tersebut stabil pada kondisi operasi yang sama. Sifat hidrofilik selulosa asetat dan kepolaran zeolit telah menyebabkan kecenderungan membran menyerap molekul air dibandingkan etanol sehingga telah dapat meningkatkan konsentrasi etanol dari 95,6 % (w/w) etanol menjadi 99,8 % (w/w) etanol. Selektifitas membran tertinggi yang dapat dicapai dalam penelitian ini adalah 843 yang diperoleh dari membran selulosa asetat dengan penambahan 20 % (w/w) zeolit terhadap selulosa asetat dan konsentrasi umpan 98

% (w/w) etanol serta temperatur operasi 60 oC. Fluks permeasi air pada kondisi

tersebut adalah 0,79 kg/m2.jam dan fluks permeasi total 0,84 kg/m2.jam. Sebagai

pengetahuan terbaik bagi penulis, ini adalah laporan pertama tentang membran zeolit alam dengan rasio Si/Al = 3,3 setelah aktivasi.


(10)

IMPROVED THE PERFORMANCE OF CELLULOSE ACETATE MEMBRANE BY ADDITING NATURAL ZEOLITE OF UJONG PANCU,

KABUPATEN ACEH BESAR ON THE SEPARATION OF ETHANOL-WATER MIXTURE BY PERVAPORATION

ABSTRACT

The aim of this research is to study the influence of modification of cellulose acetate membranes by additing natural zeolite of Ujong Pancu towards the membrane performances (permeation flux and selectivity of the membrane) on the separation of ethanol-water mixture by pervaporation. This study consists of six stages, namely preparation of natural zeolite (including activation), the manufacture of cellulose acetate membranes, the manufacture of cellulose acetate membranes added with natural zeolite, membrane characterization, and application of membrane separation as a medium of ethanol-water mixtures by pervaporation experiments and the stability of the membrane test. Variation of feed concentration selected was 75; 85; 90; 95.6, and 98 wt % ethanol. Membrane characterization tests was carried out by sorption on a variety of feed concentration and operating temperature of 60 °C and the test of Scanning Electron Microscopy (SEM). Membrane permeation flux and selectivity is determined by the mechanism of mass transfer through the membrane. Pervaporation done with thin film cellulose acetate dense membran produced with the phase inversion method through solvent evaporation. Pervaporation conducted continuously where the feed was continuously circulated at 60 °C operating temperature and downstream pressure 0.5 mbar. Cellulose acetate membrane without zeolite and cellulose acetate membranes with the addition of natural zeolites have been produced and the performance has been investigated. Both type of the membranes have high selectivity to water. Modification of cellulose acetate membranes with natural zeolite affect the performance of the membrane where permeation flux and selectivity of the membrane increased on ethanol-water mixture separation by pervaporation. The addition of zeolite showed the optimum result at the composition of 20 wt % zeolite to the weight of cellulose acetate. In addition, it appears that the membrane is stable at the same operating conditions. Hydrophilic properties of cellulose acetate and the polarity of zeolite membranes has led to a tendency to absorb water molecules compared to ethanol, thus it is able to increase the ethanol concentration from 95.6 wt % to be 99.8 wt %. The highest selectivity of the membrane that can be achieved in this study is 843, obtained by additing 20 wt % zeolite to cellulose acetate membrane and the concentration of the feed 98 wt % ethanol and 60 °C operating temperature.

Permeation flux of water at these conditions was 0.79 kg/m2.h and total

permeation flux was 0.84 kg/m2.jam. To the best knowledge of the author, this is the first report about natural zeolite membrane with ratio of Si/Al = 3,3 after activated.

Key words: cellulose acetate, natural zeolite, pervaporation, permeation flux, selectivity


(11)

UCAPAN TERIMA KASIH









Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat, karunia, dan hidayahNya, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.

Pada kesempatan ini penulis dengan tulus dan ikhlas menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc. (CTM), SpA (K), Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE, Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, MSc., Ketua Program Doktor Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD, dan Rektor Universitas Malikussaleh, Apridar, SE, MSi., serta mantan Rektor Universitas Malikussaleh, Prof. A. Hadi Arifin, MSi., atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Program Doktor Ilmu Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih dan penghargaan yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Basuki Wirjosentono, MS, PhD, selaku Promotor yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan disertasi ini.

2. Dr. Ir. Tjahjono Herawan, MSc., selaku Co-Promotor yang telah

banyak memberi bantuan dan meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan disertasi ini.

3. Prof. Dr. Tamrin, MSc., selaku Co-Promotor yang telah banyak

memberi bantuan dan dorongan serta meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan disertasi ini.

4. Isteri tercinta, Ummi Kalsum, SH, MH yang tidak bosan-bosannya


(12)

5. Ananda tersayang, Maghfirah Anastamia Mariska dan Salsabila Anastamia Marshanda adalah pemicu motivasi penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

6. Ayahanda Ibrahim Abdullah (Alm) dan ibunda Fatimah Abdullah

yang telah membesarkan dan memberikan kasih sayang yang tak terhingga baik moril maupun materil kepada penulis.

7. Ayah mertua M. Yunus Hasyim (Alm) dan ibu mertua Nurmala

Budiman (Almh) yang selalu menyayangi penulis selama penulis hidup bersama mereka.

8. Meriatna, ST, MT, selaku Kepala Laboratorium Teknik Kimia

Fakultas Teknik Universitas Malikussaleh yang telah memberikan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.

9. Prof. Perdamean Sebayang, Laboratorium Fisika LIPI, dan Bapak

Juju Jumbawan, staf Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi dan

Kelautan (PPPGL) yang telah membantu penulis dalam analisa EDS

dan SEM.

Semoga Allah SWT menerima amal dan selalu melimpahkan rahmatNya kepada kita semua.

Medan, Juli 2012


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK i

ABSTRACT ii

UCAPAN TERIMA KASIH iii

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xii

DAFTAR SINGKATAN xiii

DAFTAR SIMBOL xiv

DAFTAR SEMINAR DAN PUBLIKASI ILMIAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN DISERTASI xvii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 4

1.3 Hipotesis 5

1.4 Tujuan Penelitian 5

1.5 Manfaat Penelitian 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Membran dan Klasifikasinya 7

2.2 Sifat-Sifat Fisik Polimer 8

2.2.1 Fleksibilitas Rantai 9

2.2.2 Interaksi antar Rantai 9

2.2.3 Temperatur Transisi Gelas (Tg) 9

2.2.4 Derajat Kristalinitas 11

2.2.5 Volume Bebas Polimer 11

2.2.6 Polimer Hidrofilik dan Hidrofobik 12


(14)

2.3.1 Presipitasi melalui Pengendapan Pelarut 13

2.4 Membran untuk Pemisahan Campuran Etanol-Air 14

2.5 Selulosa Asetat sebagai Material Membran 14

2.6 Zeolit 15

2.6.1 Modifikasi Membran dengan Zeolit 21

2.7 Pervaporasi 22

2.7.1 Perpindahan Massa pada membran pervaporasi 23

2.7.2 Pemisahan dengan Pervaporasi 25

2.8 Mekanisme Pemisahan dengan Membran Tidak Berpori (Dense) 26

2.9 Besaran dalam Pervaporasi 28

2.9.1 Fluks Massa 28

2.9.2 Selektifitas 29

2.9.3 Derajat Pengembangan (Degree of Swelling) 29

2.10 Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Pervaporasi 29

2.10.1 Tekanan Operasi 29

2.10.2 Temperatur Operasi 30

2.10.3 Konsentrasi Umpan 30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 31

3.1 Bahan dan Peralatan 32

3.2 Persiapan Zeolit Alam 32

3.3 Pembuatan Membran 33

3.4 Karakterisasi Membran 34

3.5 Pervaporasi 34

3.6 Uji Kestabilan Membran 36

3.7 Analisis dan Interprestasi Data 37

3.7.1 Penentuan Fluks Massa 37

3.7.2 Penentuan Permeabilitas 37

3.7.3 Penentuan Selektifitas 37

3.8 Tempat Penelitian 38


(15)

4.1 Preparasi dan Karakteristik Zeolit Sebagai Pengisi Membran 39

4.2 Percobaan Pervaporasi 42

4.2.1 Fluks Permeasi 43

4.2.2 Pengaruh Derajat Pengembangan (Degree of Swelling), (Ds) terhadap Fluks Permeasi Total (J) 47

4.2.3 Selektifitas Membran 50

4.2.4 Pengaruh Derajat Pengembangan (Degree of Swelling), (Ds) terhadap Selektifitas Membran (α) 55

4.2.5 Karakterisasi Membran 56

4.3 Pengaruh Penambahan Zeolit Alam Ujong Pancu ke dalam Selulosa Asetat terhadap Performansi Membran 63

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 66

5.1 Kesimpulan 66

5.2 Saran 66

DAFTAR PUSTAKA 68


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Nilai rata-rata kekuatan gaya primer dan sekunder 10

2.2 Beberapa jenis zeolit 19

2.3 Komposisi zeolit alam Ujong Pancu 20

4.1 Analisa kuantitatif zeolit alam sebelum aktivasi dengan EDS (rasio Si/Al = 2,3) 39

4.2 Analisa kuantitatif zeolit alam setelah aktivasi dengan EDS (rasio Si/Al = 3,3) 40

4.3 Derajat pengembangan (degree of swelling) berbagai jenis membran 57

A.1 Data kalibrasi kromatografi gas 75

B.1 Luas area etanol pada pervaporasi dengan membran M1 78

B.2 Luas area etanol pada pervaporasi dengan membran M2 79

B.3 Luas area etanol pada pervaporasi dengan membran M3 79

B.4 Luas area etanol pada pervaporasi dengan membran M4 79

B.5 Luas area etanol pada pervaporasi dengan membran M5 80

B.6 Luas area etanol pada uji kestabilan membran M5 (M5’) 80

B.7 Luas area etanol pada pervaporasi dengan membran M6 80

B.8 Luas area etanol pada pervaporasi dengan membran M7 81

B.9 Data sorpsi membran M1 81

B.10 Data sorpsi membran M2 81

B.11 Data sorpsi membran M3 82

B.12 Data sorpsi membran M4 82

B.13 Data sorpsi membran M5 82

B.14 Data sorpsi membran M5’ 83

B.15 Data sorpsi membran M6 83

B.16 Data sorpsi membran M7 83

B.17 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M1 84

B.18 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M2 84


(17)

B.20 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M4 85

B.21 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M5 85

B.22 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M5’ 85

B.23 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M6 86

B.24 Berat permeat, m (g) pada aplikasi membran M7 86

C.1 Komposisi dope bila larutan total = 50 g dan massa CA = 7,5 g 87

C.2 Tebal rata-rata membran 88


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Skema pemisahan dengan membran 6

2.2 Membran berdasarkan strukturnya 8

2.3 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur pada keadaan glassy dan rubbery 10 2.4 Struktur kimia selulosa asetat 15

2.5 Struktur aluminosilikat pada zeolit 17

2.6 Stuktur (kiri) dan saluran pori (kanan) zeolit LTA (tipe A) 18

2.7 Topografi Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Aceh 19

2.8 Zeolit alam jenis klinoptilolit asal Ujong Pancu 20

2.9 Skema pervaporasi (a) dengan tekanan vakum pada sisi downstream dan (b) dengan gas pembawa inert 25

2.10 Hubungan massa permeat terhadap waktu 28

3.1 Kerangka kegiatan penelitian 31

3.2 Skema rangkaian sistem pervaporasi 35

3.3 Skema modul pervaporasi 36

4.1 Spektrogram zeolit alam sebelum aktivasi dengan analisa EDS 40

4.2 Spektrogram zeolit alam setelah aktivasi dengan analisa EDS 41

4.3 SEM zeolit alam sebelum aktivasi 41

4.4 SEM zeolit alam setelah aktivasi 42

4.5 Fluks permeasi air vs konsentrasi umpan pada membran M1, M2, M3, dan M4 43

4.6 Fluks permeasi air vs konsentrasi umpan pada membran M5, M5’, M6, dan M7 44

4.7 Fluks permeasi total vs konsentrasi umpan pada membran M1, M2, dan M3 45

4.8 Fluks permeasi total vs konsentrasi umpan pada membran M4, M5, dan M5’ 46

4.9 Fluks permeasi total vs konsentrasi umpan pada membran M6 dan M7 46


(19)

4.11 Selektifitas membran dengan 5 % (w/w) zeolit (M2) 50

4.12 Selektifitas membran dengan 10 % (w/w) zeolit (M3) 51

4.13 Selektifitas membran dengan 15 % (w/w) zeolit (M4) 51

4.14 Selektifitas membran dengan 20 % (w/w) zeolit (M5) dan (M5’) 51

4.15 Selektifitas membran dengan 25 % (w/w) zeolit (M6) 52

4.16 Selektifitas membran dengan 30 % (w/w) zeolit (M7) 52

4.17 Pengaruh ketebalan membran terhadap selektifitas pada umpan 75, 85, dan 90 % (w/w) EtOH 54

4.18 Pengaruh ketebalan membran terhadap selektifitas pada umpan 95,6 dan 98 % (w/w) EtOH 54

4.19 Hubungan konsentrasi umpan [% (w/w) EtOH] terhadap derajat swelling (Ds) pada berbagai jenis membran 57

4.20 Hubungan komposisi zeolit [% (w/w)] terhadap derajat swelling (Ds) pada berbagai konsentrasi umpan [% (w/w) etanol] 59

4.21 Scanning Electron Microscopy (SEM) permukaan membran tanpa zeolit 61 4.22 Scanning Electron Microscopy (SEM) permukaan membran dengan 20 % (w/w) zeolit terhadap selulosa asetat 61

A.1 Kurva kalibrasi kromatografi gas 76

C.1 Waktu tunak membran M1 dengan umpan 75 % (w/w) EtOH 90

E.1 Furnace sebagai alat aktivasi zeolit 96

E.2 Larutan selulosa asetat dengan zeolit 96

E.3 Larutan selulosa asetat tanpa zeolit 97

E.4 Pembuatan lembaran membran dengan metode inversi fasa 97

E.5 Membran selulosa asetat tanpa zeolit (A) dan membran selulosa asetat dengan 20 % (w/w) zeolit (B) 98

E.6 Instalasi sistem percobaan pervaporasi 98

E.7 Gas chromatography (Shimadzu® GC-14B ) untuk analisa umpan, permeat, dan retentat 99


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

A KALIBRASI KROMATOGRAFI GAS 75

A.1 Kalibrasi Kromatografi Gas (GC) terhadap Campuran Etanol-Air 75

B DATA PERCOBAAN 77

B.1 Pengukuran Tebal Membran 77

B.2 Analisa Kromatografi Gas 78

B.3 Percobaan Sorpsi 81

B.4 Berat Permeat pada Aplikasi Berbagai Jenis Membran dan Konsentrasi 84 C PERHITUNGAN 87

C.1 Komposisi Dope 87

C.2 Tebal Membran 88

C.3 Selektifitas Membran (α) 88

C.4 Fluks Permeasi (J) 89

C.5 Permeabilitas Membran (P) 90

C.6 Derajat Swelling Membran (Ds) 91

C.7 Konsentrasi Etanol yang Dihasilkan 91

D HASIL PERHITUNGAN 94

D.1 Hasil Perhitungan pada Pervaporasi 94

E FOTO PERALATAN PERCOBAAN 96


(21)

DAFTAR SINGKATAN

CA Cellulose Acetate

EDS Energy Dispersive Spectroscopy EtOH Etanol

GC Gas Chromatography HP High Pure

LIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia M1 Membran selulosa asetat tanpa zeolit

M2 Membran selulosa asetat dengan 5 % w/w zeolit M3 Membran selulosa asetat dengan 10 % w/w zeolit M4 Membran selulosa asetat dengan 15 % w/w zeolit M5 Membran selulosa asetat dengan 20 % w/w zeolit M5’ Membran M5 yang diuji kestabilannya

M6 Membran selulosa asetat dengan 25 % w/w zeolit M7 Membran selulosa asetat dengan 30 % w/w zeolit PA Poliamida

PPPGL Pusat Penelitian Pengembangan Geologi Kelautan PVA Poli (vinil alkohol)

RO Reverse Osmosis


(22)

DAFTAR SIMBOL

Simbol Nama Pemakaian pertama pada halaman

A luas penampang efektif modul pervaporasi (m2) 28

a keaktifan penetran 24 a1 keaktifan penetran pada sisi upstream 24 a2 keaktifan penetran pada sisi downstream 24

α selektifitas membran 28

∆α selisih koefisien pemuaian panas polimer pada suhu di atas

Tg dan di bawah Tg 12

C konsentrasi cairan yang tersorpsi ke dalam polimer (kg/m3) 24

C1 konsentrasi penetran di dalam polimer pada sisi

upstream (kg/m3) 24

C2 konsentrasi penetran di dalam polimer pada sisi

downstream (kg/m3) 24 CA konsentrasi komponen A (kg/m3) 23 ∆C beda konsentrasi (kg/m2) 6 D Difusivitas (m2/jam) 24

DA koefisien difusivitas komponen A (m2/jam) 23

Do koefisien difusivitas pada konsentrasi nol (m2/jam) 24

Ds derajat pengembangan (degree of swelling) 29

δ ketebalan membran (m) 37

E modulus tarik (Pa) 10 E energi aktivasi permeasi (kJ/mol) 30 ∆E beda potensial listrik (volt) 6 J fluks permeasi (kg/m2.jam) 24 JA fluks massa komponen A (kg/m2.jam) 23

Jo faktor pre-eksponensial fluks permeasi (kg/m2.jam) 30

Kc kesetimbangan sorpsi 24

l tebal membran 27


(23)

m bilangan tertentu 16 m massa permeat (kg) 28 n muatan ion logam alkali atau alkali tanah 16 P koefisien permeabilitas 27 P permeabilitas (kg/m.mmHg.jam) 37 ∆P beda tekanan 6 p1 tekanan parsial upstream 27 p2 tekanan parsial downstream 27 po tekanan uap jenuh downstream 24

Δp beda tekanan antara sisi upstream dan downstream (mmHg) 37

R rejeksi 6

R konstanta umum gas (8,3144 x 10-3 kJ/mol.K) 30

S koefisien kelarutan 27

T temperatur (K) 12 ∆T beda temperatur (K) 6 Tg temperatur transisi gelas (K) 9 t waktu proses pervaporasi (jam) 29 τ koefisien plastisasi 24

Vf volume bebas (ml) 11 vf fraksi volume 12

VT volume polimer yang teramati pada temperatur T (ml) 11

V0 volume polimer yang teramati pada temperatur 0 K (ml) 11

Vf,Tg volume bebas pada suhu Tg (ml) 12

W berat membran 29

w1u fraksi berat komponen 1 dalam umpan 29

w2u fraksi berat komponen 2 dalam umpan 29

w1p fraksi berat komponen 1 dalam permeat 29

w2p fraksi berat komponen 2 dalam permeat 29

X fraksi mol cairan 24 X1 fraksi mol cairan pada sisi upstream 24 x bilangan tertentu 16


(24)

x tebal membran (m) 23 y bilangan tertentu 16 γ koefisien keaktifan 24 γ1 koefisien keaktifan pada sisi upstream 24 γ2 koefisien keaktifan pada sisi downstream 24


(25)

DAFTAR SEMINAR DAN PUBLIKASI ILMIAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN DISERTASI

No. Kegiatan Judul Waktu/Tempat Keterangan

1. Pemakalah Dehidrasi Etanol secara 11 April 2012/Medan Seminar Pervaporasi dengan Nasional Kimia Membran Selulosa Asetat 2012 Program Berbasis Zeolit Alam Studi Ilmu Kimia Pascasarjana USU

2. Publikasi Dehidrasi Etanol secara 2012/Medan Prosiding Pervaporsi dengan Seminar Membran Selulosa Asetat Nasional Kimia Berbasis Zeolit Alam 2012 ISBN: 979-458-598-X Hal. 39 – 45 3. Pemakalah Peningkatan Performansi 11 – 12 Mei 2012/ Seminar dan Membran Selulosa Asetat Medan Rapat Tahunan dengan Zeolit Alam Bidang Ilmu Ujong Pancu pada MIPA

Dehidrasi Etanol secara Pervaporasi

4. Publikasi Peningkatan Performansi 2012/Medan Prosiding Membran Selulosa Asetat Bidang Kimia dengan Zeolit Alam SEMIRATA Ujong Pancu pada BKS-PTN B Dehidrasi Etanol secara Tahun 2012 Pervaporasi Bidang Ilmu MIPA ISBN: 978- 602-9115-24- 6, Hal. 473 – 478


(26)

PENINGKATAN PERFORMANSI MEMBRAN SELULOSA ASETAT DENGAN PENAMBAHAN ZEOLIT ALAM UJONG PANCU,

KABUPATEN ACEH BESAR PADA PEMISAHAN CAMPURAN ETANOL-AIR SECARA PERVAPORASI

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit alam Ujong Pancu terhadap unjuk kerja membran (fluks permeasi dan selektifitas membran) pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi. Penelitian ini terdiri dari enam tahap yaitu persiapan zeolit alam (termasuk aktivasi), pembuatan membran selulosa asetat, pembuatan membran selulosa asetat yang ditambahkan zeolit alam, karakterisasi membran, dan aplikasi membran sebagai media pemisah campuran etanol-air dengan percobaan pervaporasi serta uji kestabilan membran. Variasi konsentrasi umpan yang dipilih adalah 75; 85; 90; 95,6; dan 98 % (w/w) etanol. Karakterisasi membran dilakukan dengan uji sorpsi pada berbagai konsentrasi umpan dan

temperatur operasi 60 oC serta uji Scanning Electron Microscopy (SEM).

Fluks permeasi dan selektifitas membran ditentukan oleh mekanisme perpindahan massa melalui membran tersebut. Pervaporasi dilakukan dengan membran

selulosa asetat dense berbentuk film tipis yang dibuat dengan metoda inversi fasa

melalui penguapan pelarut. Pervaporasi dilakukan secara kontinyu di mana umpan

disirkulasikan secara terus menerus pada temperatur operasi 60 oC dan tekanan

downstream 0,5 mbar. Membran selulosa asetat tanpa zeolit dan selulosa asetat

dengan penambahan zeolit alam telah dibuat dan performansinya telah diteliti. Kedua jenis membran tersebut memiliki sifat selektif terhadap air yang tinggi. Modifikasi membran selulosa asetat dengan zeolit alam berpengaruh terhadap unjuk kerja membran di mana fluks permeasi dan selektifitas membran meningkat pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi. Penambahan zeolit optimum adalah pada komposisi 20 % (w/w) zeolit terhadap berat selulosa asetat. Di samping itu terlihat bahwa membran tersebut stabil pada kondisi operasi yang sama. Sifat hidrofilik selulosa asetat dan kepolaran zeolit telah menyebabkan kecenderungan membran menyerap molekul air dibandingkan etanol sehingga telah dapat meningkatkan konsentrasi etanol dari 95,6 % (w/w) etanol menjadi 99,8 % (w/w) etanol. Selektifitas membran tertinggi yang dapat dicapai dalam penelitian ini adalah 843 yang diperoleh dari membran selulosa asetat dengan penambahan 20 % (w/w) zeolit terhadap selulosa asetat dan konsentrasi umpan 98

% (w/w) etanol serta temperatur operasi 60 oC. Fluks permeasi air pada kondisi

tersebut adalah 0,79 kg/m2.jam dan fluks permeasi total 0,84 kg/m2.jam. Sebagai

pengetahuan terbaik bagi penulis, ini adalah laporan pertama tentang membran zeolit alam dengan rasio Si/Al = 3,3 setelah aktivasi.


(27)

IMPROVED THE PERFORMANCE OF CELLULOSE ACETATE MEMBRANE BY ADDITING NATURAL ZEOLITE OF UJONG PANCU,

KABUPATEN ACEH BESAR ON THE SEPARATION OF ETHANOL-WATER MIXTURE BY PERVAPORATION

ABSTRACT

The aim of this research is to study the influence of modification of cellulose acetate membranes by additing natural zeolite of Ujong Pancu towards the membrane performances (permeation flux and selectivity of the membrane) on the separation of ethanol-water mixture by pervaporation. This study consists of six stages, namely preparation of natural zeolite (including activation), the manufacture of cellulose acetate membranes, the manufacture of cellulose acetate membranes added with natural zeolite, membrane characterization, and application of membrane separation as a medium of ethanol-water mixtures by pervaporation experiments and the stability of the membrane test. Variation of feed concentration selected was 75; 85; 90; 95.6, and 98 wt % ethanol. Membrane characterization tests was carried out by sorption on a variety of feed concentration and operating temperature of 60 °C and the test of Scanning Electron Microscopy (SEM). Membrane permeation flux and selectivity is determined by the mechanism of mass transfer through the membrane. Pervaporation done with thin film cellulose acetate dense membran produced with the phase inversion method through solvent evaporation. Pervaporation conducted continuously where the feed was continuously circulated at 60 °C operating temperature and downstream pressure 0.5 mbar. Cellulose acetate membrane without zeolite and cellulose acetate membranes with the addition of natural zeolites have been produced and the performance has been investigated. Both type of the membranes have high selectivity to water. Modification of cellulose acetate membranes with natural zeolite affect the performance of the membrane where permeation flux and selectivity of the membrane increased on ethanol-water mixture separation by pervaporation. The addition of zeolite showed the optimum result at the composition of 20 wt % zeolite to the weight of cellulose acetate. In addition, it appears that the membrane is stable at the same operating conditions. Hydrophilic properties of cellulose acetate and the polarity of zeolite membranes has led to a tendency to absorb water molecules compared to ethanol, thus it is able to increase the ethanol concentration from 95.6 wt % to be 99.8 wt %. The highest selectivity of the membrane that can be achieved in this study is 843, obtained by additing 20 wt % zeolite to cellulose acetate membrane and the concentration of the feed 98 wt % ethanol and 60 °C operating temperature.

Permeation flux of water at these conditions was 0.79 kg/m2.h and total

permeation flux was 0.84 kg/m2.jam. To the best knowledge of the author, this is the first report about natural zeolite membrane with ratio of Si/Al = 3,3 after activated.

Key words: cellulose acetate, natural zeolite, pervaporation, permeation flux, selectivity


(28)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Etanol merupakan salah satu bahan kimia penting karena memiliki manfaat

sangat luas antara lain sebagai pelarut, bahan bakar cair, bahan desinfektan, bahan baku industri, dan sebagainya. Dalam pemanfaatannya seringkali dibutuhkan etanol dengan kemurnian tinggi. Untuk memperoleh etanol dengan kemurnian tinggi, biasanya digunakan proses distilasi. Namun distilasi ini hanya mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian tidak lebih dari 95,6 %. Pada konsentrasi tersebut akan terbentuk azeotrop sehingga jika didistilasi lebih lanjut tidak akan menghasilkan etanol dengan konsentrasi lebih tinggi lagi (Nasrun, 2005).

Agar menghasilkan etanol absolut perlu pemurnian lebih lanjut seperti

extractive distillation, azeotroph distillation, ion exchange resin, dan distilasi

dengan penambahan garam (Widodo, dkk., 2004). Extractive distillation

(distilasi-ekstraksi) memerlukan penambahan benzena dalam sistem azeotrop etanol-air sehingga diperoleh azeotrop benzena-air. Lalu sistem benzena-air dan etanol didistilasi sehingga diperoleh etanol sebagai distilat. Namun etanol yang diperoleh mengandung sedikit benzena. Hal ini berbahaya bila etanol digunakan dalam industri farmasi dan kosmetika di samping benzena juga merupakan bahan kimia yang mahal. Oleh karena itu perlu mencari alternatif yang lebih murah dan aman.

Salah satu alternatif adalah proses membran yaitu pemisahan secara

pervaporasi. Pervaporasi memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan distilasi, antara lain dapat memisahkan campuran azeotrop dan tidak membutuhkan aditif serta energi yang diperlukan relatif rendah (Nasrun, 2005). Pada pervaporasi etanol-air, membran yang digunakan harus bersifat hidrofilik dan selektif. Saat ini membran zeolit banyak digunakan untuk pervaporasi etanol-air karena sifat hidrofilisitas dan daya tahannya yang baik (Ani, 2007). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa membran CA/zeolit dapat digunakan sebagai membran pada proses pervaporasi campuran etanol-air dengan unjuk kerja yang baik (Permata, 2009). Pervaporasi etanol-air dengan membran zeolit MFI telah


(29)

dilakukan dengan perolehan faktor pemisahannya 20 pada 373 K sampai 40 pada 348 K. Membran zeolit MFI tersebut adalah membran yang berasal dari zeolit komersial yang tinggi dengan kadar Si di mana sebelumnya telah mengalami

kalsinasi pada 773 K (Kuhn, et al., 2009). Keberhasilan pemisahan secara

pervaporasi ditentukan oleh selektifitas membran. Hasil yang diharapkan adalah selektifitas tinggi dan fluks yang tidak terlalu rendah. Fluks permeasi dan selektifitas membran yang baik dipengaruhi oleh sifat-sifat membran yang digunakan. Oleh karena itu, untuk memperoleh sifat membran yang menghasilkan fluks dan selektifitas yang baik perlu dilakukan penelitian dengan memodifikasi material membran yang digunakan pada pervaporasi.

Selulosa asetat telah digunakan secara luas dalam industri tekstil dan

polimer (Cao, et al., 2006). Salah satu derivat selulosa yang dapat digunakan

dalam industri adalah selulosa asetat yang dapat digunakan untuk produksi

membran untuk proses pemisahan seperti reverse osmosis, hemodialisis, dan

pemurnian bahan baku obat-obatan (Meireles, et al., 2008). Membran selulosa

asetat mudah mengalami pembengkakan (swelling) karena selulosa asetat mudah

terdispersi ke dalam penetran. Saat ini pengembangan membran komposit selulosa asetat untuk aplikasi proses membran dengan gaya dorong tekanan mulai dirintis

(Terrazas, et al., 2005). Selulosa adalah serat alami sempurna yang memiliki

sifat mekanik lebih bagus dibandingkan dua komponen utama lainnya (Moran,

et al., 2008). Filem selulosa diasetat diperolah dengan moulding campuran

tetrakloroetana dan asam asetat dengan rasio 1 : 2 (Belokurova, et al., 2007).

Bila zeolit ditambahkan terhadap polimer selulosa asetat maka zeolit akan terdispersi ke dalam polimer selulosa asetat sehingga struktur selulosa asetat akan berubah. Zeolit bersifat polar sehingga cenderung menyerap senyawa-senyawa polar seperti air dan etanol (Nasrun, 2005). Hasil percobaan menunjukkan bahwa penambahan zeolit alam Malang ke dalam membran selulosa asetat (CA) dapat meningkatkan fluks sebesar 1,35 – 1,4 kali dan selektifitas sebesar 3,5 – 8,2 kali dibandingkan dengan membran CA homogen (Permata, 2009).

Membran zeolit jenis silicalite-1 telah dibuat dengan metoda hidrotermal


(30)

toluen (Teng, et al., 2011). Membran zeolit dengan kadar silika tinggi yang

dikalsinasi telah dibuat dalam skala industri untuk aplikasi dehidrasi larutan

N-methyl pyrrolidone (NMP) dengan pervaporasi dimana zeolit yang digunakan

dengan rasio Si/Al = 8. Hasilnya menunjukkan bahwa membran zeolit dengan

kadar silika tinggi dapat diaplikasikan pada dehidrasi larutan NMP dengan kadar

air tinggi dalam umpan (Sato, et al., 2012). Membran silika hidrophobik telah

dibuat di atas suatu pendukung alumina berpori dengan lapisan dalam γ-alumina

dengan metoda sol–gel menggunakan tetraethoxysilane dan phenyltriethoxysilane

Membran tersebut digunakan untuk recovery senyawa-senyawa organik dengan

pervaporasi (Araki, et al., 2011).

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut maka penelitian ini akan diteliti hal sebaliknya di mana digunakan zeolit alam dengan rasio Si/Al yang rendah yang bersifat hidrofilik. Di sisi lain, provinsi Aceh merupakan suatu daerah yang kaya akan hasil tambang. Salah satu kekayaan Aceh yang belum digali adalah zeolit. Daerah Aceh yang menunjukkan adanya kandungan zeolit yang tersebar di beberapa daerah diantaranya Aceh Barat, Tapak Tuan (Aceh Selatan), Ujong

Pancu (Aceh Besar) di mana masing-masing memiliki deposit sekitar 400.000 m3

yang memiliki kandungan rata-rata rasio Si/Al = 1,5 - 3 dengan jenis zeolit faujasit. Ukuran pori zeolit alam jenis faujasit adalah 7,4 Å (lihat tabel 2.2) sehingga molekul air dan etanol (2,8 dan 4,5 Å) dapat melintasinya. Namun demikian karena sifat kepolaran zeolit maka molekul yang lebih polar akan lebih mudah melintasinya (air lebih polar daripada etanol).

Umumnya zeolit alam yang berada di dataran Aceh tersebut belum dimanfaatkan secara optimum, khususnya dalam pemanfaatannya untuk pembuatan membran. Oleh karena itu peneliti ingin meneliti pemanfaatan zeolit Aceh yang berguna dalam peningkatan performansi membran selulosa asetat pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan kimia mengenai zeolit yang berada di Aceh untuk pembuatan membran.


(31)

Unjuk kerja keberhasilan proses pemisahan secara pervaporasi adalah fluks dan selektifitas pemisahan. Faktor pemilihan dan pembuatan membran perlu diperhatikan agar diperoleh unjuk kerja optimum. Membran yang digunakan pada pemisahan campuran etanol-air harus memiliki sifat afinitas terhadap air (hidrofilik) dan selektifitas serta permeabilitas tinggi. Salah satu membran polimer yang baik untuk pemisahan campuran etanol-air adalah selulosa asetat. Selulosa asetat memiliki sifat hidrofilik sehingga selektif terhadap air. Sifat hidrofilik disebabkan adanya gugus aktif –OH yang akan berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan hidrogen.

Membran selulosa asetat mudah mengalami pembengkakan (swelling)

karena selulosa asetat mudah terdispersi ke dalam penetran. Swelling yang

berlebihan akan mengurangi selektifitas membran terhadap air sehingga perlu dilakukan modifikasi membran agar dapat menaikkan laju perpindahan selektif terhadap air. Zeolit bersifat polar sehingga dapat dijadikan adsorben dimana molekul-molekul polar diserap lebih kuat dari pada molekul-molekul non-polar. Dalam penelitian ini akan dilakukan modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit alam Ujong Pancu, Kebupaten Aceh Besar di mana dengan rasio Si/Al yang rendah diharapkan lebih mudah dibentuk sebagai pengisi membran sehingga dapat meningkatkan performansi membran. Oleh karena itu, yang menjadi permasalahannya adalah:

1. Apakah zeolit alam Ujong Pancu yang ditambahkan ke dalam membran

selulosa asetat dapat meningkatkan performansi membran.

2. Berapakah komposisi optimum zeolit alam Ujong Pancu yang

ditambahkan terhadap selulosa asetat sehingga dapat meningkatkan performansi membran.

3. Bagaimanakah kestabilan membran yang diperoleh, baik terhadap


(32)

1.3 Hipotesis

1. Zeolit alam Ujong Pancu yang ditambahkan ke dalam membran selulosa asetat dapat meningkatkan performansi membran karena sifat selektivitas yang dimilikinya.

2. Membran yang diperoleh setelah ditambahkan dengan zeolit akan

mempunyai kestabilan yang relatif baik terhadap performansinya dan terhadap ketahanan fisik dan mekaniknya karena sifat-sifat fisika dan kimia yang dimiliki zeolit.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dipaparkan maka penelitian ini mempunyai tujuan umum untuk mempelajari pengaruh modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit alam Ujong Pancu terhadap unjuk kerja membran (fluks permeasi dan selektifitas membran) pada pemisahan campuran etanol-air secara pervaporasi dan tujuan khususnya untuk mempelajari pengaruh komposisi zeolit dalam membran terhadap fluks permeasi dan selektifitas membran serta mendapatkan komposisi optimumnya.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain adalah dapat menghasilkan material baru dalam teknologi membran dengan memanfaatkan sumber daya alam Aceh pada umumnya dan Ujong Pancu, Kabupaten Aceh Besar pada khususnya.


(33)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Proses membran adalah proses pemisahan pada tingkat molekuler atau partikel yang sangat kecil. Proses pemisahan dengan membran dimungkinkan karena membran mempunyai kemampuan memindahkan salah satu komponen lebih cepat daripada komponen lain berdasarkan perbedaan sifat fisik dan kimia dari membran serta komponen yang dipisahkan. Perpindahan dapat terjadi oleh

adanya gaya dorong (driving force) dalam umpan yang berupa beda tekanan (P),

beda konsentrasi (C), beda potensial listrik (E), dan beda temperatur (T) serta

selektifitas membran yang dinyatakan dengan rejeksi (R). Gambar 2.1 memperlihatkan skema proses pemisahan dengan membran (Mulder, 2006).

Gambar 2.1 Skema pemisahan dengan membran

Teknologi membran memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan proses lain, antara lain:

1. pemisahan dapat dilakukan secara kontinu; 2. konsumsi energi umumnya relatif lebih rendah;

3. proses membran dapat mudah digabungkan dengan proses

pemisahan lainnya (hybrid processing);

4. pemisahan dapat dilakukan dalam kondisi yang mudah diciptakan;

5. mudah dalam scale up;

fasa 1 membran fasa 2

umpan permeat

driving force


(34)

6. tidak perlu adanya bahan tambahan; dan

7. material membran bervariasi sehingga mudah diadaptasikan pemakaiannya.

Kekurangan teknologi membran antara lain fluks permeasi dan selektifitas

membran pada umumnya terjadi fenomena bahwa fluks permeasi berbanding

terbalik dengan selektifitas membran. Semakin tinggi fluks permeasi seringkali

berakibat menurunnya selektifitas membran dan sebaliknya. Sedangkan hal yang diinginkan dalam proses berbasiskan membran adalah mempertinggi fluks

permeasi dan selektifitas membran.

2.1 Membran dan Klasifikasinya

Secara umum membran didefinisikan sebagai selaput tipis semi-permeabel yang bersifat selektif terhadap komponen tertentu dalam suatu campuran. Proses pemisahan dengan membran yang telah dikembangkan hingga kini adalah mikrofiltrasi, ultrafiltrasi, nanofiltrasi, osmosa balik, dialisis, elektrodialisis, pemisahan gas, dan pervaporasi (Mulder, 2006).

Membran dapat diklasifikasikan dalam berbagai kategori yaitu membran alami atau sintetis, dari bahan organik atau anorganik, berukuran tipis (simetris)

atau tebal (asimetris), dan berpori (porous membrane) atau tidak berpori (dense

membrane). Berdasarkan asalnya, membran dapat dibagi atas membran alami dan

membran sintetis. Membran alami adalah membran yang terdapat dalam sel makhluk hidup dan terbentuk dengan sendirinya. Membran sintetis adalah membran yang dibuat dari material tertentu. Membran sintetis dibagi menjadi dua yaitu membran organik (antara lain polimer) dan membran anorganik (antara lain keramik).

Berdasarkan struktur (morfologi), membran dibagi menjadi dua jenis yaitu membran simetris dan asimetris. Membran simetris tersusun atas satu macam

lapisan (homogen) dengan ketebalan 10 – 200 μm. Membran jenis ini dapat

menahan hampir semua partikel umpan dalam pori-porinya sehingga dapat tersumbat dan menurunkan permeabilitas dengan cepat. Membran asimetris terdiri dari lapisan tipis yang aktif dan beberapa lapisan pendukung yang berpori di bawahnya (heterogen). Ukuran dan kerapatan porinya tidak sama dari bagian atas


(35)

ke bagian bawah. Ketebalan lapisan tipisnya adalah 0,1 – 0,5 μm dan lapisan

pendukungnya 50 – 150 μm.

Membran digolongkan dua kelompok, berdasarkan ada tidaknya pori yaitu

membran berpori (porous membrane) dan membran tidak berpori (dense

membrane). Jenis-jenis membran dan strukturnya dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Membran berpori digunakan untuk pemisahan partikel besar hingga makromolekul (mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi). Membran tidak berpori atau rapat digunakan dalam pemisahan gas dan pervaporasi yang mampu memisahkan campuran senyawa yang memiliki berat molekul relatif sama, misalnya dalam

proses pemisahan gas yang dapat memisahkan campuran H2/N2, O2/N2, CO2/N2.

Membran RO dibuat dari berbagai bahan seperti selulosa asetat

(CA), poliamida (PA), poliamida aromatis, polieteramida, polieteramina,

polieterurea, polifelilene oksida, polifenilen bibenzimidazol, dan sebagainya.

Membran komposit film tipis terbuat dari berbagai bahan polimer untuk substratnya ditambah polimer lapisan fungsional di atasnya.

Gambar 2.2 Membran berdasarkan strukturnya

2.2 Sifat-Sifat Fisik Polimer

Karakteristik membran ditentukan oleh sifat polimer pembentuk membran tersebut. Sifat polimer yang berpengaruh yaitu fleksibilitas rantai, interaksi antar

Membran simetris

(a) Berpori (b) Tak-berpori Membran asimetris

000000000000000000000000000

(c) Berpori (d) Lapisan atas tak-berpori ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() ()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()()() xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxx


(36)

rantai, temperatur transisi gelas (Tg), derajat kristalinitas, volume bebas, polimer

hidrofilik dan hidrofobik (Mulder, 2006 dan Sperling, 2006).

2.2.1 Fleksibilitas Rantai

Fleksibilitas rantai adalah tingkat kemudahan ikatan polimer untuk bergerak berputar. Fleksibilitas atau kelenturan rantai dipengaruhi oleh ikatan pada rantai utama dan jenis gugus samping. Adanya ikatan jenuh (-C-C-) pada rantai utama memungkinkan rantai bergerak dengan bebas (berotasi), sehingga rantai bersifat lentur. Rotasi sulit dilakukan apabila dalam rantai utama terdapat ikatan tak-jenuh seperti (-C=C-) sehingga rantai utama menjadi kaku. Jika rantai utama tersusun atas ikatan jenuh dan tak-jenuh seperti polibutadiena (-C-C=C-C-), rotasi masih mungkin terjadi pada ikatan tunggal (-C-C-). Gugus yang besar seperti heterosiklik dan aromatik akan menurunkan fleksibilitas rantai. Jenis gugus samping ikut mempengaruhi fleksibilitas rantai. Gugus samping yang berukuran sangat kecil seperti atom hidrogen (-H-) tidak berpengaruh banyak terhadap

kebebasan berotasi, tetapi untuk gugus samping fenil (-C6H5-) akan menimbulkan

halangan sterik sehingga mengurangi fleksibilitas rantai.

2.2.2 Interaksi antar Rantai

Interaksi antar rantai polimer dapat ditimbulkan oleh ikatan primer atau ikatan sekunder. Ikatan primer membentuk ikatan kovalen yang menghasilkan rangkaian rantai utama yang kuat. Ikatan sekunder terbagi atas tiga golongan,

yaitu gaya dipol (debye forces), gaya dispersi (dispersion forces), dan gaya ikatan

hidrogen (hydrogen bonding forces). Nilai rata-rata kekuatan jenis-jenis gaya

tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.

2.2.3 Temperatur Transisi Gelas (Tg)

Permeabilitas umumnya lebih rendah pada polimer dalam keadaan glassy

(glassy state) daripada dalam keadaan rubbery (rubbery state). Keadaan polimer glassy atau rubbery pada temperatur tertentu ditentukan oleh harga temperatur


(37)

transisi gelas (Tg). Pada suhu di bawah Tg, polimer akan bersifat glassy,

sebaliknya pada suhu di atas Tg polimer akan bersifat rubbery (De Angelis, 2012).

Tabel 2.1. Nilai rata-rata kekuatan gaya primer dan sekunder _________________________________________________

Jenis gaya kJ/mol

_________________________________________________ Kovalen 400

Ikatan hidrogen 40 Dipol 20 Dispersi 2

_________________________________________________

Jika polimer non-kristalin (amorf) dipanaskan, polimer dapat berubah dari

keadaan glassy ke keadaan rubbery, batas temperatur keadaan glassy dan

rubbery tersebut disebut temperatur transisi gelas (Tg). Perubahan keadaan

polimer dari keadaan glassy ke rubbery pada temperatur transisi gelas dapat

dilihat pada gambar 2.3 di mana terlihat bahwa penurunan modulus tarik (E)

terhadap kenaikan temperatur relatif sangat kecil, dan menurun drastis pada

temperatur Tg.

Gambar 2.3 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur Pada keadaan glassy dan rubbery

glassy rubbery

log E


(38)

Sifat fisik polimer ditentukan oleh struktur kimianya. Rantai utama yang

terdiri dari ikatan jenuh –C-C- (misalnya polimer vinyl) sangat fleksibel karena itu

Tg-nya rendah. Jika rantai utama mengandung gugus heterosiklik dan aromatik,

Tg meningkat dengan cepat. Gugus samping umumnya menghalangi pergerakan

rantai utama sehingga mengurangi fleksibilitas dan akibatnya menaikkan Tg.

Selain struktur kimia, harga Tg juga dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar rantai

dan derajat kristalinitas.

Makin kuat ikatan antar rantai, energi termal yang dibutuhkan untuk

mengatasinya juga makin besar sehingga Tg besar. Dalam kondisi kristalin,

rantai-rantai polimer berada dalam kisi-kisi yang padat dan kaku, sehingga diperlukan

temperatur yang tinggi untuk mengubahnya menjadi keadaan rubbery. Dengan

demikian, makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer maka Tg makin besar.

2.2.4 Derajat Kristalinitas

Derajat kristalinitas tergantung pada keteraturan susunan struktur monomer penyusun polimer tersebut. Kristalinitas polimer berpengaruh terhadap sifat mekanik dan permeabilitas polimer. Komponen yang terlarut ke dalam polimer

hanya dapat berdifusi melalui struktur amorf. Hal ini terjadi karena bagian

kristalin pada polimer berfungsi sebagai bagian yang memiliki ikatan silang (crosslink) secara fisik. Ikatan silang menyebabkan berkurangnya kemampuan

polimer untuk melarutkan penetran. Jadi makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer, maka permeabilitasnya makin rendah.

2.2.5 Volume Bebas Polimer

Volume bebas (Vf) secara sederhana didefinisikan sebagai volume yang

diperoleh dengan melakukan ekspansi termal dari keadaan awal (molekul-molekul pada temperatur 0 K). Volume bebas merupakan volume polimer yang tidak ditempati oleh molekul polimer itu sendiri dan dinyatakan dengan persamaan: Vf = VT - Vo (2.1)


(39)

di mana VT adalah volume polimer yang teramati pada temperatur T sedangkan Vo

adalah volume yang ditempati oleh molekul polimer pada 0 K. Fraksi volume

bebas (vf) adalah perbandingan antara Vfdan VT.

vf = Vf : VT (2.2)

Semakin tinggi volume bebas, semakin banyak ruang bagi molekul untuk

bergerak sehingga semakin kecil Tg-nya. Pada temperatur di bawah Tg pada

beberapa polmer, perubahan harga volume bebas dapat dianggap konstan terhadap

perubahan temperatur. Namun pada kondisi temperatur di atas Tg, volume bebas

berubah secara linier terhadap temperatur dengan mengikuti persamaan:

Vf = Vf,Tg + ∆α (T - Tg) (2.3)

di mana ∆α adalah selisih koefisien pemuaian panas polimer pada suhu di atas Tg

dan di bawah Tg. Pada proses pemisahan fasa cair, penetran masuk ke dalam

membran dengan menempati ruang volume bebas pada polimer. Dengan

demikian, banyaknya volume bebas pada polimer merupakan fungsi dari Tg;

semakin besar Tg maka semakin sedikit volume bebas yang ada.

2.2.6 Polimer Hidrofilik dan Hidrofobik

Berdasarkan afinitasnya terhadap air, membran polimr dibagi dua kelas, yaitu hidrofilik dan hidrofobik. Polimer hidrofilik yaitu polimer yang memiliki kemampuan mengikat air, afinitas terhadap air sangat tinggi. Hidrofilik ini terjadi karena adanya gugus di dalam rantai polimer yang mampu berinteraksi dengan molekul air melalui ikatan hidrogen. Sejumlah polimer sangat baik dijadikan bahan pembuat membran, seperti polivinil alkohol, poliakrilat, polivinil asetat, polivinil pirolidin, selulosa asetat, selulosa triasetat, etil selulosa, dan lain-lain. Polimer hidrofobik bersifat sebaliknya, tidak memiliki afinitas terhadap air, contohnya politetraflouroetilen, polivinilidin flourida, polipropilen, polietilen, dan lain-lain. Membran polimer hidrofobik tidak cocok digunakan untuk pemisahan campuran air/senyawa organik. Hal ini disebabkan karena tidak adanya gaya interaksi yang kuat antara membran dengan campuran air/senyawa organik.


(40)

2.3 Pembuatan Membran Polimer

Membran dapat dibuat dari berbagai macam material. Material yang dapat digunakan antara lain berupa material anorganik seperti keramik, gelas, dan logam, ataupun dapat berupa polimer yang merupakan material organik. Teknik pembuatan membran dilakukan dengan tujuan untuk memodifikasi material membran agar dapat diaplikasikan dalam proses pemisahan yang spesifik.

Sejumlah teknik dapat digunakan untuk membuat membran polimer maupun membran anorganik. Teknik pembuatan membran yang penting di

antaranya adalah: sintering, streching, track-etching, solution coating, inversi

fasa, proses sol-gel, dan vapour deposition. Pembuatan membran tidak berpori

dapat dilakukan dengan teknik inversi fasa dan solution coating (Mulder, 2006).

Inversi fasa adalah suatu proses dimana polimer ditransformasi dari fasa cair ke fasa padat melalui mekanisme pengontrolan tertentu. Proses perubahan fasa ini sangat sering diawali dengan transisi fasa cairan pembentuk membran dari satu

fasa cairan menjadi dua fasa cairan (liquid-liquid demixing). Pada tahap tertentu

selama proses demixing, salah satu fasa cairan mengalami pembekuan sehingga

fasa padat terbentuk. Dengan mengendalikan tahap awal perubahan fasa, maka morfologi membran dapat dikendalikan.

Beberapa teknik pembuatan membran yang mengikuti konsep inversi fasa adalah presipitasi melalui penguapan pelarut, presipitasi melalui fasa uap, presipitasi melalui pengontrolan penguapan, presipitasi termik, dan presipitasi

dengan cara immersion. Teknik yang akan dijelaskan lebih lanjut adalah

presipitasi melalui penguapan pelarut.

2.3.1 Presipitasi melalui Penguapan Pelarut

Teknik ini paling mudah dilakukan dibandingkan dengan teknik lainnya.

Polimer dilarutkan dalam pelarut dan larutan polimer yang terbentuk di-casting di

atas support (glass plate atau nonwoven polyester “porous” atau penyangga yang

tidak berpori seperti logam, glass, teflon, PMMA). Pelarut diuapkan pada atmosfir

inert (N2) agar tidak terjadi penyerapan air, sehingga membran homogen tidak


(41)

2.4 Membran untuk Pemisahan Campuran Etanol-Air

Proses pemisahan campuran etanol-air pada umumnya membutuhkan

membran yang tidak berpori (dense membrane). Pemilihan material membran

bergantung pada tipe aplikasinya. Karakteristik membran sebagian besar ditentukan oleh polimer pembentuknya. Pada karakteristik membran, sifat-sifat berikut memiliki peranan penting yaitu:

1. Struktur dan ikatan dalam polimer; mempengaruhi interaksi

polimer-membran dengan penetran, ketahanan polimer-membran secara kimia, dan

kemampuan membran untuk membengkak (swelling) dengan baik.

2. Kristalinitas; secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan membran

untuk membengkak (swelling) dengan baik.

3. Kelarutan polimer; menentukan interaksi antara polimer pembentuk

membran dengan penetran.

Pada pemisahan campuran etanol-air, interaksi antara polimer dengan umpan mempunyai peranan yang cukup penting pada tahap masuknya umpan ke permukaan membran. Pembengkakan dapat terjadi jika membran menyerap umpan dan menyebabkan volume membran membesar sehingga pembengkakan ini mempengaruhi besarnya fluks permeat, sebaliknya pembengkakan membran yang terlalu besar menyebabkan selektifitas pemisahan menurun. Penetran masuk ke dalam membran dan menempati ruang volume bebas dalam polimer. Dengan demikian banyaknya volume bebas dalam polimer menentukan kemampuan membran untuk dapat membengkak dengan baik.

2.5 Selulosa Asetat sebagai Material Membran

Material membran selulosa asetat adalah selulosa yaitu polisakarida yang didapat dari serat tanaman. Selulosa dan derivatnya mempunyai struktur rantai linier seperti batang dan molekulnya in-fleksibel. Sifatnya sangat hidrofilik namun tidak larut dalam air karena adanya sifat kristalin dan ikatan hidrogen antara gugus hidroksil. Struktur kimia selulosa asetat ditunjukkan dalam gambar 2.4. Selulosa asetat dibuat dari selulosa dengan asetilasi (reaksi dengan anhidrida, asam asetat, dan asam sulfat). Sifat fisika penting membran selulosa


(42)

lainnya adalah derajat polimerisasinya dengan nilai optimum antara 100 – 200 atau 100 – 300, yang akan menghasilkan berat molekul sekitar 25.000 – 80.000. Keuntungan selulosa asetat dan derivatnya sebagai material membran: 1. Bersifat hidrofilik.

2. Membran selulosa asetat relatif mudah dibuat. 3. Dari sumber yang dapat diperbaharui.

Di samping keuntungan-keuntungan tersebut, kerugian membran selulosa asetat, diantaranya adalah:

1. Mengalami kompaksi atau fenomena memadat yang sedikit lebih besar

dibandingkan dengan material lainnya, yaitu secara bertahap akan kehilangan sifat-sifat membran (khususnya fluks permeasi).

2. Sangat mudah mengalami biodegradasi.

Membran ultrafiltrasi dibuat dengan mencetak polimer selulosa asetat sebagai lembaran tipis. Bila membrannya anisotropik, ada kulit tipis rapat dan pengemban berpori. Membran selulosa asetat mempunyai sifat pemisahan yang bagus namun dapat dirusak oleh bakteri dan zat kimia, serta rentan pH.

Gambar 2.4 Struktur kimia selulosa asetat

2.6 Zeolit

Membran polimer dapat dimodifikasi dengan menambahkan zat aditif

seperti zeolit. Zeolit adalah senyawa yang tersusun dari senyawa silika (SiO2) dan

alumina (Al2O3) sebagai komponen utama. Gabungan senyawa ini disebut

H OCOCH3 CH2OCOCH3

O O O OCOCH3 H H H H

H OH H

H O O H

CH2OCOCH3 H OCOCH3

n


(43)

aluminosilikat. Silikon dan ion aluminium pada aluminosilikat ini mempunyai struktur tetrahedral dengan empat atom oksigen yang mengelilinginya.

Muatan negatif pada struktur aluminosilikat yang disebabkan oleh substitusi

isomorf silikon oleh aluminium dinetralisasi oleh kation seperti kalsium, natrium,

kalium, dan sebagainya seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5. Jumlah kation yang ditambahkan ditentukan oleh jumlah atom Al di dalam kerangka zeolit. Akibat kehadiran kation-kation tersebut, zeolit menjadi adsorben yang bersifat polar. Hal ini menyebabkan molekul-molekul yang bersifat polar seperti air diserap lebih kuat daripada molekul-molekul yang bersifat non-polar. Hasil percobaan menunjukkan bahwa modifikasi membran selulosa asetat dengan penambahan zeolit dapat meningkatkan selektifitas dari 1182 menjadi 1634 (Nasrun, 2005). Zeolit umumnya digunakan dalam katalisa, pemisahan,

pemurnian, dan pertukaran ion (Ulfah, dkk., 2006).

Zeolit berbentuk padatan kristalin mikropori yang berongga dan beralur serta mempunyai ukuran pori 3 sampai 10 Å yang disebut saringan molekuler (Liang and Ni, 2009). Ukuran pori tergantung pada jenis kation yang

menetralisasinya. Kation-kation Ca2+, Na+, dan K+ masing-masing memberikan

ukuran 4,3 Å (tipe 5A), 3,8 Å (tipe 4A), dan 3,0 Å (tipe 3A) (Mulder, 2006). Apabila diinginkan zeolit dengan ukuran pori tertentu maka zeolit dapat

dicelupkan ke dalam sol SiO2 dalam air dengan penambahan aditif lalu

dimasukkan ke dalam autoclave untuk mendapatkan struktur akhir sesudah

kalsinasi (Susetyaningsih, dkk., 2009).

Rumus umum zeolit dapat ditulis sebagai: Mx/n[(AlO2)x(SiO2)ymH2O], di

mana: M= ion logam alkali atau alkali tanah

x, y, m = bilangan tertentu

n = muatan ion logam alkali atau alkali tanah.

Rumus ini menunjukkan struktur atau satu unit sel kerangka zeolit di mana bagian dalam tanda kurung menunjukkan komposisi kerangkanya. Penggunaan zeolit sebagai bahan pembuatan membran anorganik untuk proses pemisahan telah lama dilakukan, khususnya untuk keperluan pemisahan gas bertemperatur tinggi. Sifat adsorpsi zeolit serta strukturnya yang mikropori juga dimanfaatkan untuk


(44)

pembuatan membran yang berfungsi sebagai katalis dalam reaksi kimia sekaligus pemisah produk yang dihasilkan. Dalam perkembangannya juga diupayakan

rekayasa pembuatan membran zeolite filled polymer yang berguna untuk

meningkatkan unjuk kerja membran polimer pada pemisahan secara pervaporasi.

Gambar 2.5 Struktur aluminosilikat pada zeolit

Pori zeolit berukuran nanoscale sehingga membran yang dipadukan dengan

zeolit dapat digolongkan ke dalam nanomaterial. Nanomaterial merupakan

material yang mempunyai ukuran dalam skala nanometer (nm) yang berkisar antara 1 – 100 nm. Karakteristik material menjadi berbeda setelah menjadi

nanomaterial yang memiliki luas permukaan (surface area) yang besar daripada

material asalnya sehingga dapat meningkatkan reaktifitas kimia yang merupakan faktor penting untuk aplikasi kimia (Othmer, 1981).

Saat ini telah ditemukan berbagai jenis zeolit menurut struktur porinya. Gambar 2.6 menggambarkan struktur dan saluran pori zeolit LTA (tipe A). Zeolit LTA mengandung jumlah Al yang tinggi sehingga sangat hidrofilik. Zeolit sintetis digunakan secara luas sebagai adsorben selektif dalam proses pemisahan dengan skala besar. Walaupun kebanyakan zeolit sangat hidrofilik dimana molekul air yang sangat polar dapat berinteraksi sangat kuat dengan kation, zeolit dengan

silika tinggi sebenarnya hidrofobik (Maygasari, dkk., 2010).

Selektivitas membran dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, antara lain:

crosslinking, blending, dan grafting. Penambahan zat aditif seperti zeolit sebagai

filler dapat memperbaiki karakteristik dan meningkatkan kinerja membran

(Rakhmatullah, dkk., 2007). Beberapa penelitian terkini menunjukkan bahwa

O O Na+ O O O Na+ O O

Si Al- Si Si Al- Si O O O O O O O O O O O O


(45)

modifikasi membran dengan zeolit telah berhasil meningkatkan performansi

membran. Membran komposit zeolit MFI-α-alumina telah berhasil memisahkan

parafin-parafin ringan (Hrabanek, et al., 2008). Membran zeolit-X selektif untuk

sebagian besar komponen-komponen polar dalam suatu campuran umpan dan

didapatkan bahwa fluknya tinggi (Sandstrom, et al., 2010).

Gambar 2.6 Stuktur (kiri) dan saluran pori (kanan) zeolit LTA (tipe A) Zeolit dibedakan menjadi 2 jenis yaitu zeolit alam dan zeolit buatan. Zeolit alam terbentuk karena perubahan alam (zeolitisasi) dari bahan vulkanik dan dapat digunakan secara langsung untuk berbagai keperluan (Srihapsari, 2006). Beberapa jenis zeolit ditunjukkan dalam tabel 2.2 berupa nama, ukuran pori, rasio Si/Al, dan strukturnya. Setiap jenis zeolit mempunyai urutan selektifitas pertukaran ion yang berbeda. Beberapa karakteristik dan sifat yang mempengaruhi selektifitas pertukaran ion pada zeolit yaitu struktur terbentuknya zeolit yang berpengaruh pada besarnya rongga yang terbentuk serta efek mengayak dari zeolit, mobilitas kation yang diperlukan, efek medan listrik yang ditimbulkan kation serta difusi ion ke dalam larutan energi hidrasi (Poerwadio dan Masduqi, 2004).

Eksploitasi zeolit di Aceh sebagian besar dilakukan oleh masyarakat, proses pengolahan zeolit alam untuk adsorben pada proses penjernihan air dan untuk keperluan lain seperti untuk pembuatan membran dengan karakteristik yang lebih

spesifik memerlukan treatment lebih lanjut sehingga nantinya zeolit ini dapat

digunakan secara langsung pada proses produksi etanol dan meningkatkan kualitas etanol yang sesuai untuk energi alternatif. Berdasarkan data Dinas Pertambangan Aceh, zeolit alam Aceh terdapat di Teunom (Aceh Barat, 400.000


(46)

m3, rasio Si/Al = 2,03), Tapak Tuan (Aceh Selatan, 900.000 m3, rasio Si/Al = 2,03), dan Ujong Pancu (Aceh Besar, 2.500.000 m3, rasio Si/Al = 2,42).

Tabel 2.2 Beberapa jenis zeolit

Nama Ukuran pori Si/Al Struktur (Å)

Tipe A 3,2 – 4,3 1 3D ZSM-5 5,1 – 5,6 10 – 500 2D Silikalit-1 5,1 – 5,6 ∞ 2D

Offretite 3,6 – 6,7 3 – 4 3D Modernit 2,6 – 7,0 5 – 6 2D Theta-1 4,4 – 5,5 >11 1D Faujasit 7,4 1,5 – 3 3D Klinoptilolit 4,0 – 7,0 4 – 4,5 3D

Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh


(47)

Gambar 2.8 Zeolit alam jenis faujasit asal Ujong Pancu Tabel 2.3 Komposisi zeolit alam Ujong Pancu

Rumus Atom Berat (%) Rumus Kimia Berat (%)

Mg 6,3939 MgO 11,5788 Al 7,6411 Al2O3 10,2900 Si 18,5045 SiO2 23,2411 S 0,2956 S 0,1311 K 7,3980 K2O 11,4545 Ca 39,8989 CaO 27,6897 Ti 5,6145 TiO2 5,3811 Mn 5,4500 MnO 5,1977 Fe 8,1100 Fe2O3 4,8386 Sr 0,6935 SrO 0,1974

Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh

Berdasarkan potensi kandungan dan rasio Si/Al maka zeolit yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Desa Ujong Pancu, Kecamatan Peukan Bada,


(48)

Kabupaten Aceh Besar, Propinsi Aceh yang berada 8 km sebelah Barat Kota Banda Aceh, Ibu Kota Provinsi Aceh topografinya seperti yang terlihat dalam gambar 2.7 yang memiliki potensi zeolit yang terkandung dalam Gunung Gle

Pancu seluas lebih kurang 5 km2 pada kedalaman 5 m dari permukaan tanah

dengan jenis faujasit (sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Aceh) sebagaimana yang ditunjukkan dalam gambar 2.8 dengan komposisi seperti yang terlihat dalam tabel 2.3 dengan rasio Si/Al adalah 2,42 di mana penelitian untuk jenis zeolit ini masih belum dilakukan secara serius. Namun bila dibandingkan dengan zeolit komersial ZSM-5 maka rasio Si/Al zeolit alam jauh di bawah zeolit komersial yang mempunyai rasio Si/Al anatar 10 – 500 (lihat tabel 2.2).

2.6.1 Modifikasi Membran dengan Zeolit

Modifikasi membran zeolite filled selulosa asetat akan mengubah struktur

selulosa asetat di mana diperkirakan akan terjadi interaksi antara selulosa asetat dan zeolit di mana zeolit bersifat polar sehingga cenderung menyerap senyawa-senyawa yang bersifat polar seperti air dan etanol. Air lebih polar daripada etanol sehingga membran lebih cenderung menarik air daripada etanol yang mengakibatkan selektifitas membran akan meningkat.

Akibat kombinasi sifat selulosa asetat yang hidrofilik dan zeolit yang bersifat polar dan cenderung menarik air maka air yang terikat dalam struktur membran akan semakin banyak sehingga pada akhirnya akan meningkatkan fluks

membran. Peningkatan fluks ini dapat juga dijelaskan dengan derajat swelling.

Fenomena swelling mampu mengubah struktur membran. Diperkirakan

kandungan air dalam struktur membran zeolite filled selulosa asetat relatif lebih

banyak dibandingkan dengan kandungan air pada membran selulosa asetat murni. Banyak kristal zeolit baru telah disintesis dan memenuhi beberapa fungsi penting dalam industri kimia dan minyak bumi dan juga dipakai sebagai produk seperti deterjen. Telah diketahui lebih dari 150 tipe zeolit sintetik dan 40 mineral zeolit. Beberapa jenis zeolit berdasarkan rasio Si/Al antara lain, zeolit silika rendah dengan perbandingan Si/Al 1 – 1,5, memiliki konsentrasi kation paling tinggi, dan mempunyai sifat adsorpsi yang optimum, contoh zeolit silika rendah


(49)

adalah zeolit A dan X; zeolit silika sedang, yang mempunyai perbandingan Si/Al adalah 2 - 5, contoh zeolit jenis ini adalah Mordernit, Erionit, Klinoptilolit, zeolit Y; zeolit silika tinggi, dengan perbandingan kadar Si/Al antara 10 – 100, bahkan lebih,

contohnya adalah ZSM-5 (Ulfah, dkk., 2006). Zeolit dengan kadar Si/Al rendah sampai sedang

sangat optimum untuk menjerap molekul-molekul polar. Semakin tinggi kadar Si/Al maka semakin sulit untuk menjerap molekul-molekul polar, tetapi sebaliknya akan lebih mudah untuk

menjerap molekul-molekul non polar.

2.7 Pervaporasi

Pervaporasi merupakan paduan kata permeasi dan voporasi. Permeasi adalah proses perpindahan massa penetran dari satu sisi ke sisi lain dari membran yang digunakan untuk pervaporasi. Vaporasi adalah perubahan fasa

penetran dari cair menjadi uap (Haryadi, dkk., 2006). Jadi pervaporasi dapat

diartikan sebagai pemisahan campuran cairan berfasa cair dengan melewatkan pada membran di mana terjadi perubahan fasa menjadi fasa uap; sisi umpan berupa cairan sedangkan sisi permeat berupa uap sebagai akibat diaplikasikannya tekanan yang sangat rendah (0,5 mbar) pada bagian hilir (Nasrun, 2005).

Pervaporasi adalah proses membran yang diterapkan untuk pemisahan

uap-cair. Pengembangan proses ini dimulai pada tahun 1917, sejak Kober dari New

York State Department of Health menemukan fenomena permeasi selektif larutan

albumin-toluen melalui collodion containers. Saat ini pervaporasi muncul sebagai

salah satu alternatif dari proses distilasi untuk memisahkan senyawa-senyawa organik berdasarkan perbedaan tekanan parsial zat.

Dibandingkan dengan proses distilasi, pervaporasi memiliki keunggulan antara lain dapat memisahkan campuran yang saling bercampur dengan berat molekul yang mirip, dapat memisahkan larutan azeotrop, efektif untuk pemisahan skala kecil, tidak membutuhkan zat aditif, bebas polusi, ruang yang dibutuhkan sedikit (modul kompak), biaya investasi rendah, dan membutuhkan air pendingin yang lebih sedikit.

Proses pervaporasi tersebut cukup rumit dan melibatkan perpindahan massa dan energi. Membran berfungsi sebagai lapisan penghalang yang selektif terhadap


(50)

salah satu zat sehingga seringkali disebut distilasi ekstraktif di mana membran berfungsi sebagai komponen ketiga. Pada proses tersebut, umpan berada dalam fasa cair dan permeat yang diperoleh berada dalam fasa gas.

Mekanisme pemisahan berlangsung berdasarkan kelarutan dan difusi yang terjadi dalam tiga tahap yaitu:

1. penyerapan selektif oleh membran pada sisi umpan;

2. difusi selektif melalui membran; dan

3. desorpsi ke fasa gas pada sisi permeat.

Karakteristik pemisahan sangat bergantung pada komposisi umpan dan jenis material membran.

Penerapan utama proses pervaporasi diantaranya meliputi pemisahan zat-zat

yang sensitif terhadap panas, pemisahan zat-zat organik volatile (mudah

menguap) dari limbah, dan pemekatan zat-zat dalam analisa. Secara sederhana, penerapan ini dapat dikelompokkan menjadi pemisahan zat organik dari air dan/atau gas, pemisahan campuran zat organik, dan pemekatan larutan.

Pervaporasi yang dilakukan dengan membran zeolit adalah salah satu teknologi pemisahan yang ekonomis untuk berbagai campuran cairan termasuk

campuran-campuran organik/air (Ahn and Lee, 2006 dan Bowen, et al., 2004).

Pervaporasi sudah merupakan salah satu proses pemisahan dengan membran yang

diminati oleh industri-indusrti kimia yang terkait (Wee, et al., 2008).

2.7.1 Perpindahan Massa pada Membran Pervaporasi

Jika keadaan tunak pada pervaporasi tercapai, perpindahan massa cairan tunggal melalui membran mengikuti hukum Ficks yang dinyatakan sebagai:

JA = - DA (dCA / dx) (2.4)

JA = fluks massa komponen A(kg/m2.jam)

DA = koefisien difusivitas komponen A (m2/jam)

CA = konsentrasi komponen A(kg/m3)


(51)

Beberapa persamaan telah digunakan untuk menjelaskan hubungan difusivitas dengan kelarutan suatu cairan di dalam polimer. Persamaan yang banyak digunakan adalah sebagai berikut:

D = Do exp (τC) (2.5)

di mana Do adalah koefisien difusivitas pada konsentrasi nol, τ adalah koefisien

plastisasi, dan C merupakan konsentrasi cairan yang tersorpsi ke dalam polimer.

Pada keadaan tunak, laju permeasi (fluks) dapat dinyatakan sebagai berikut:

J = (Do / τx) (eτC1 – eτC2) (2.6)

di mana C1 dan C2 adalah konsentrasi penetran di dalam polimer pada sisi

upstream dan downstream. Konsentrasi penetran di dalam membran (C)

bergantung pada keaktifan penetran (a) pada antar muka cairan-membran seperti

yang ditunjukkan pada persamaan berikut:

C = Kc a (2.7) a1= γ1X1 (2.8) a2= γ2 (p2 / po) (2.9)

di mana Kc (kesetimbangan sorpsi), γ (koefisien keaktifan), p2 dan po (tekanan

parsial dan tekanan uap jenuh downstream), serta X adalah fraksi mol cairan.

Konsentrasi penetran di sisi upstream (C1) dapat diperoleh dari percobaan

sorpsi kesetimbangan cairan di dalam polimer dan konsentrasi penetran di sisi

downstream (C2) pada dasarnya sama dengan nol jika tekanan di sisi downstream

vakum dan laju desorpsi tidak bergantung pada difusi sehingga persamaan fluks dapat ditulis:

J = (Do / τx) (eτC1 - 1) (2.10)

Pada sistem campuran biner terjadi persaingan antara kedua komponen dalam pelarutan ke dalam membran. Komponen campuran yang lebih kuat berinteraksi dengan polimer akan lebih banyak terlarutkan ke dalam membran.


(52)

Demikian juga halnya yang terjadi pada difusi dalam membran. Keberadaan komponen kedua dapat mempengaruhi laju permeasi komponen pertama dalam membran. Pengaruh tersebut dapat berupa kenaikan atau penurunan laju permeasi, bergantung pada interaksi antara kedua komponen tersebut dan juga interaksi antara penetran dan membran polimer.

Laju permeasi dipengaruhi oleh komponen umpan. Makin besar konsentrasi komponen yang berinteraksi kuat dengan membran dalam umpan maka konsentrasi komponen tersebut makin besar pula dalam membran dan efek plastisasi juga makin besar. Efek plastisasi adalah berupa penurunan kekakuan

rantai polimer dan biasanya ditunjukkan dengan terjadinya swelling.

2.7.2 Pemisahan dengan Pervaporasi

Pemisahan campuran etanol-air dilakukan dengan teknik pemisahan menggunakan membran dengan pervaporasi. Pervaporasi adalah proses membran

di mana suatu campuran cair dikontakkan secara langsung pada sisi (upstream)

membran dan produk yang diperoleh dalam fasa uap pada sisi permeat (downstream) yang bertekanan sangat rendah (vakum). Rendahnya tekanan uap di

sisi permeat dapat dicapai dengan pompa vakum atau dengan memanfaatkan gas

pembawa (carrier gas). Skema proses pervaporasi diperlihatkan pada gambar 2.9.

Gambar 2.9 Skema pervaporasi (a) dengan tekanan vakum pada sisi

Downstream dan (b) dengan gas pembawa inert

Pada pervaporasi, interaksi penetran dengan membran berperan penting pada tahap masuknya penetran ke permukaan membran (sorpsi). Penetran yang

umpan retentat

retentat

umpan gas pembawa

kondensor pompa vakum kondensor permeat (a) (b) permeat


(1)

LAMPIRAN D HASIL PERHITUNGAN D.1 Hasil Perhitungan pada Pervaporasi

Tabel D.1 Hasil Perhitungan pada Pervaporasi

Umpan Permeat Fluks Permeabilitas (% w/w (fraksi w/w) (kg/m2.jam) (10-8

EtOH) kg/m.mmHg.jam) ______________ __________________________________

M Air EtOH α Jtot Jair Jet Ptot Pair Pet (w1p) (w2p)

M1 75 0,922 0,078 36 0,81 0,75 0,06 2,1 2,0 0,1 85 0,882 0,118 38 0,81 0,75 0,06 2,1 1,9 0,2 90 0,927 0,073 106 0,81 0,75 0,06 2,1 2,0 0,1 95,6 0,929 0,071 262 0,81 0,75 0,06 2,1 2,0 0,1 98 0,931 0,069 675 0,81 0,76 0,05 2,1 2,0 0,1 M2 75 0,926 0,074 38 0,82 0,76 0,06 3,1 2,9 0,2 85 0,928 0,072 64 0,82 0,76 0,06 3,1 2,9 0,2 90 0,930 0,070 111 0,82 0,76 0,06 3,1 2,9 0,2 95,6 0,932 0,068 274 0,82 0,76 0,06 3,1 2,9 0,2 98 0,934 0,066 708 0,83 0,78 0,05 3,1 3,0 0,2 M3 75 0,929 0,071 40 0,83 0,77 0,06 3,4 2,9 0,5 85 0,930 0,070 66 0,83 0,77 0,06 3,4 2,9 0,5 90 0,931 0,069 112 0,83 0,77 0,06 3,4 2,9 0,5 95,6 0,933 0,067 279 0,83 0,77 0,06 3,4 2,9 0,5 98 0,935 0,065 719 0,83 0,78 0,05 3,4 3,2 0,2 M4 75 0,932 0,068 42 0,83 0,77 0,06 3,6 3,4 0,2 85 0,935 0,065 72 0,83 0,78 0,05 3,6 3,4 0,2 90 0,937 0,063 124 0,83 0,78 0,05 3,6 3,4 0,2 95,6 0,939 0,061 308 0,83 0,78 0,05 3,6 3,4 0,2 98 0,940 0,060 783 0,83 0,78 0,05 3,6 3,4 0,2


(2)

Tabel D.1 Hasil Perhitungan pada Pervaporasi (lanjutan)

Umpan Permeat Fluks Permeabilitas (% w/w (fraksi w/w) (kg/m2.jam) (10-8

EtOH) kg/m.mmHg.jam) ______________ __________________________________

M Air EtOH α Jtot Jair Jet Ptot Pair Pet (w1p) (w2p)

M5 75 0,935 0,065 44 0,83 0,78 0,05 4,7 4,4 0,3 85 0,938 0,062 76 0,83 0,78 0,05 4,7 4,4 0,3 90 0,940 0,060 131 0,84 0,79 0,05 4,8 4,5 0,3 95,6 0,942 0,058 325 0,84 0,79 0,05 4,8 4,5 0,3 98 0,944 0,056 843 0,84 0,79 0,05 4,8 4,5 0,3 M5’ 75 0,936 0,064 44 0,83 0,78 0,05 4,7 4,4 0,3 85 0,938 0,062 76 0,83 0,78 0,05 4,7 4,4 0,3 90 0,940 0,060 131 0,84 0,79 0,05 4,8 4,5 0,3 95,6 0,942 0,058 325 0,84 0,79 0,05 4,8 4,5 0,3 98 0,944 0,056 843 0,84 0,79 0,05 4,8 4,5 0,3 M6 75 0,934 0,066 43 0,83 0,78 0,05 5,5 5,0 0,5 85 0,936 0,064 73 0,83 0,78 0,05 5,5 5,0 0,5 90 0,938 0,062 126 0,83 0,78 0,05 5,5 5,0 0,5 95,6 0,939 0,061 308 0,83 0,78 0,05 5,5 5,0 0,5 98 0,941 0,059 798 0,83 0,79 0,04 5,5 5,2 0,3 M7 75 0,932 0,068 42 0,83 0,77 0,06 6,1 5,7 0,4 85 0,933 0,067 70 0,83 0,77 0,06 6,1 5,7 0,4 90 0,936 0,064 122 0,83 0,78 0,05 6,1 5,8 0,3 95,6 0,938 0,062 303 0,83 0,78 0,05 6,1 5,8 0,3 98 0,940 0,060 783 0,83 0,78 0,05 6,1 5,8 0,3 Keterangan: M = jenis membran


(3)

LAMPIRAN E

FOTO PERALATAN PENELITIAN

Gambar E.1 Furnace sebagai alat aktivasi zeolit


(4)

Gambar E.3 Larutan selulosa asetat tanpa zeolit


(5)

Gambar E.5 Membran selulosa asetat tanpa zeolit (A) dan membran selulosa asetat dengan 20 % (w/w) zeolit (B)


(6)

Gambar E.7 Gas chromatography (Shimadzu® GC-14B )

untuk analisa umpan, permeat, dan retentat