Fleksibilitas Rantai Interaksi antar Rantai Temperatur Transisi Gelas Tg

rantai, temperatur transisi gelas Tg, derajat kristalinitas, volume bebas, polimer hidrofilik dan hidrofobik Mulder, 2006 dan Sperling, 2006.

2.2.1 Fleksibilitas Rantai

Fleksibilitas rantai adalah tingkat kemudahan ikatan polimer untuk bergerak berputar. Fleksibilitas atau kelenturan rantai dipengaruhi oleh ikatan pada rantai utama dan jenis gugus samping. Adanya ikatan jenuh -C-C- pada rantai utama memungkinkan rantai bergerak dengan bebas berotasi, sehingga rantai bersifat lentur. Rotasi sulit dilakukan apabila dalam rantai utama terdapat ikatan tak-jenuh seperti -C=C- sehingga rantai utama menjadi kaku. Jika rantai utama tersusun atas ikatan jenuh dan tak-jenuh seperti polibutadiena -C-C=C-C-, rotasi masih mungkin terjadi pada ikatan tunggal -C-C-. Gugus yang besar seperti heterosiklik dan aromatik akan menurunkan fleksibilitas rantai. Jenis gugus samping ikut mempengaruhi fleksibilitas rantai. Gugus samping yang berukuran sangat kecil seperti atom hidrogen -H- tidak berpengaruh banyak terhadap kebebasan berotasi, tetapi untuk gugus samping fenil -C 6 H 5 - akan menimbulkan halangan sterik sehingga mengurangi fleksibilitas rantai.

2.2.2 Interaksi antar Rantai

Interaksi antar rantai polimer dapat ditimbulkan oleh ikatan primer atau ikatan sekunder. Ikatan primer membentuk ikatan kovalen yang menghasilkan rangkaian rantai utama yang kuat. Ikatan sekunder terbagi atas tiga golongan, yaitu gaya dipol debye forces, gaya dispersi dispersion forces, dan gaya ikatan hidrogen hydrogen bonding forces. Nilai rata-rata kekuatan jenis-jenis gaya tersebut dapat dilihat pada tabel 2.1.

2.2.3 Temperatur Transisi Gelas Tg

Permeabilitas umumnya lebih rendah pada polimer dalam keadaan glassy glassy state daripada dalam keadaan rubbery rubbery state. Keadaan polimer glassy atau rubbery pada temperatur tertentu ditentukan oleh harga temperatur transisi gelas Tg. Pada suhu di bawah Tg, polimer akan bersifat glassy, sebaliknya pada suhu di atas Tg polimer akan bersifat rubbery De Angelis, 2012. Tabel 2.1. Nilai rata-rata kekuatan gaya primer dan sekunder _________________________________________________ Jenis gaya kJmol _________________________________________________ Kovalen 400 Ikatan hidrogen 40 Dipol 20 Dispersi 2 _________________________________________________ Jika polimer non-kristalin amorf dipanaskan, polimer dapat berubah dari keadaan glassy ke keadaan rubbery, batas temperatur keadaan glassy dan rubbery tersebut disebut temperatur transisi gelas Tg. Perubahan keadaan polimer dari keadaan glassy ke rubbery pada temperatur transisi gelas dapat dilihat pada gambar 2.3 di mana terlihat bahwa penurunan modulus tarik E terhadap kenaikan temperatur relatif sangat kecil, dan menurun drastis pada temperatur Tg. Gambar 2.3 Modulus tarik sebagai fungsi temperatur Pada keadaan glassy dan rubbery glassy rubbery log E Tg T Sifat fisik polimer ditentukan oleh struktur kimianya. Rantai utama yang terdiri dari ikatan jenuh –C-C- misalnya polimer vinyl sangat fleksibel karena itu Tg -nya rendah. Jika rantai utama mengandung gugus heterosiklik dan aromatik, Tg meningkat dengan cepat. Gugus samping umumnya menghalangi pergerakan rantai utama sehingga mengurangi fleksibilitas dan akibatnya menaikkan Tg. Selain struktur kimia, harga Tg juga dipengaruhi oleh kekuatan ikatan antar rantai dan derajat kristalinitas. Makin kuat ikatan antar rantai, energi termal yang dibutuhkan untuk mengatasinya juga makin besar sehingga Tg besar. Dalam kondisi kristalin, rantai- rantai polimer berada dalam kisi-kisi yang padat dan kaku, sehingga diperlukan temperatur yang tinggi untuk mengubahnya menjadi keadaan rubbery. Dengan demikian, makin tinggi derajat kristalinitas suatu polimer maka Tg makin besar.

2.2.4 Derajat Kristalinitas