Toksisitas Pb Bagi Organ Tubuh

sitostatik dan 4. Zat radiokontras zat yang dapat menyerap dan memantulkan sinar X. Dari keempatnya yang paling sering menyebabkan efek toksik pada nefron ginjal sehingga menyebabkan kerusakan pada ginjal adalah obat-obatan dan bahan kimia Alatas et al., 2002. 2.2. Plumbum Pb 2.2.1. Sifat Pb Pb adalah senyawa organometalik yang ditemukan dalam bentuk senyawa tetra ethylleadTEL dan Tetra metil leadTML. Pb adalah logam lunak berwarna abu- abu kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Pb memiliki titik lebur yang rendah, meleleh pada suhu 328 C 662 F ; titik didih 1740 C 3164 Pringgoutomo et al., 2002, menjelaskan sumber Pb yang okupasional ialah; pengecatan dengan semprotan, pekerjaan bengkel besi, pekerjaan di tambang, pembakaran aki, alat masak, makanan dalam kaleng. Sedangkan sumber Pb yang non-okupasional ialah pipa air minum, cat tua yang mengelupas, debu rumah, tanah di perkotaan, percetakan dan asap kendaraan bermotor. F; memiliki nomor atom 82 dengan berat atom 207,20. Pb juga mudah dibentuk, memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisah digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan. Apabila dicampur dengan logam lain akan terbentuk logam campuran yang lebih bagus dari logam murninya Widowati et al., 2008.

2.2.2. Toksisitas Pb Bagi Organ Tubuh

Gangguan serius pada toksisitas Pb ini bergantung pada dua faktor yaitu jumlahdosis Pb yang masuk kedalam tubuh dan lamanya Pb terakumulasi didalam tubuh. Pringgoutomo et al 2002, menuliskan bahwa pada usus orang dewasa dapat terjadi penyerapan Pb sebesar 10 dan pada usus anak-anak penyerapan mencapai 50. Pb akan tertimbun dalam tulang sebesar 80-85 dan 5-10 di dalam darah sedangkan sisanya terdapat pada jaringan lunak. Di dalam tubuh, keracunan Pb dapat menyebabkan perubahan pada beberapa organ seperti sel darah, susunan saraf, saluran gastro-intestinal dan ginjal. Pada ginjal Universitas Sumatera Utara masuknya Pb kedalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya nefritis kronik tubulointerstisiat atau sindrom Fanconi, yang ditandai oleh glikosuria, aminoasiduria, fosfaturia, proteinuria. Lesi ginjal dapat berlanjut sampai terjadi gagal ginjal. Pada penelitian Hariono 2006 pada pemberian senyawa 1,5 mg trietil Pb asetatkg BBoralharitikus yang dilakukan selama 10 minggu menunjukan gambaran histopatologik pada ginjal terlihat vakuolisasi, pelebaran lumen tubulus, banyak mengandung runtuhan sel dan ekskret debris dan pada pemeriksaan mikroskopik elektron ditemukan adanya pembengkakan lisosom dan mitokondria. Pada penelitian Anggraini 2008, menuliskan pada pemberian Pb sebesar 100mgkgBBoralhari yang dilakuakan selama 16 minggu memperlihatkan naiknya berat rata-rata ginjal yang disebabkan adanya subtansi air dan lemak yang terjadi di dalam sel sehingga volume sel akan bertambah. Secara mikroskopis pada ginjal terjadi lesi pada glomerulus ginjal yaitu terjadi vakuolisasi. Pada pengamatan minggu ke-8 terjadi pelebaran pada lumen tubulus, akumulasi sel debris dalam lumen, karyomegali disertai hiperplasi dan kerusakan ini semakin bertambah pada semakin lamanya pemberian Pb. Penelitian Sinaga 2009, yang menganalisa kandungan residu Pb dan Cd pada hati dan ginjal babi menemukan bahwa jumlah logam berat Pb yang terdeteksi pada ginjal sebesar 0,7921 ppm dengan rata-rata sebesar 0,1153 ppm. Namun lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa kandungan logam Pb yang tersimpan pada ginjal tersebut masih dibawah batas maksimum residu BMR yang direkomendasikan oleh pengawas makanan dan minuman POM pada tahun 1998 yaitu sebesar 2,000 ppm.

2.2.3. Ekskresi Pb