37
1. Mahkamah Agung
Pasal 24 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi sebagai berikut : “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umu, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan sebuah Mahkamah Konstitusi”.
11
Dari rumusan pasal tersebut Mahkamah Agung bukanlah satu- satunya pelaku kekuasaan Kehakiman, namun demikian tugas dan
kewenangan Mahkamah Agung berbeda dengan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung memiliki posisi strategis terutama di
bidang hukum dan ketatanegaraan yang diformat
12
: a.
Menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
b. Mengadili pada tingkat kasasi
c. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-
undang. d.
Berbagai kekuasaan atau kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang.
11
Lihat Pasal 24 ayat 2 UUD 1945 Pasca Amandemen.
12
Titik Triwulan Tutik. Loc Cit.
38 Untuk selanjutnya mengenai Mahkamah Agung diatur
tersendiri dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang ini memuat perubahan terhadap
berbagai substansi undang-undang sebelumnya yaitu Undang-Undang No.l4 Tahun 1985. Perubahan tersebut disamping guna disesuaikan
dengan arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, juga didasarkan atas Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal baru sebagai bagian dari perubahan Undang-Undang
Mahkamah Agung adalah mengenai bertambahnya ruang lingkup tugas dan tanggung jawab Mahkamah Agung meliputi bidang
pengaturan dan pengurusan masalah organisasi, administrasi dan finansial badan peradilan yang dikenal sebagai penyatuan atap
lembaga peradilan pada Mahkamah Agung. Penyatuan atap merupakan pembaharuan pengelolaan administrasi umum peradilan
yang meliputi keuangan dan ketenagaan sehingga terjadi perubahan paradigma manajemen keorganisasian.
Meskipun penyatuan atap ini merupakan tuntutan reformasi di bidang hukum, namun penyatuan atap berpotensi menimbulkan
monopoli kekuasaan kehakiman oleh Mahkamah Agung. Sebab setiap kekuasaan selalu mengandung potensi disalahgunakan atau
39 dilaksanakan dengan melampaui wewenang. Untuk itulah perlu ada
jaminan yang dapat memberi posisi lebih baik terhadap para pencari keadilan maupun terhadap subyek yang dituntut melalui mekanisme
pengawasan. Sebelum amandemen Undang-Undang Dasar 1945 mekanisme
pengawasan terhadap hakim hanya dilakukan oleh intern Mahkamah Agung, namun setelah amandemen Undang-Undang Dasar 1945
dibentuk lembaga baru untuk mengawasi hakim yaitu Komisi Yudisial.
2. Mahkamah Konstitusi