Analisis Sosial Ekonomi Pemanfaatan dan Potensi Tanaman Bambu (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai)

(1)

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PEMANFAATAN

DAN POTENSI TANAMAN BAMBU

(Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai)

SKRIPSI

OLEH

NATALINA BR SIHOTANG 061203005

Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

ANALISIS SOSIAL EKONOMI PEMANFAATAN

DAN POTENSI TANAMAN BAMBU

(Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai)

SKRIPSI

OLEH

NATALINA BR SIHOTANG 061203005

Teknologi Hasil Hutan

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

Judul Penelitian : Analisis Sosial Ekonomi Pemanfaatan dan Potensi Tanaman Bambu (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai)

Nama : Natalina Br Sihotang NIM : 061203005

Program Studi : Kehutanan

Disetujui oleh: Komisi Pembimbing

Yunus Afifuddin S.Hut, M.Si Ridwanti BatuBara, S.Hut, MP Ketua Anggota

Mengetahui:

Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D. Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

ABSTRAK

NATALINA BR SIHOTANG: Analisis Sosial Ekonomi Pemanfaatan dan Potensi Tanaman Bambu (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai). Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan RIDWANTI BATUBARA.

Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi sayangnya potensi yang tinggi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan potensi, manfaat ekonomi dan tingkat pemasaran tanaman bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 dengan metode survei, identifikasi dan wawancara terhadap petani. Kemudian dihitung pendapatan petani dari sektor bambu, margin pemasaran dan margin keuntungan dari data yang telah diperoleh. Data dianalisis secara deskriptif dan tabulasi.

Berdasarkan hasil wawancara, jenis bambu yang ditemukan di Kelurahan Berngam ada 7 jenis. Jenis bambu yang dominan digunakan adalah bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.). Pemasaran produk hutan bambu terdiri dari 6 (enam) pola distribusi.


(5)

ABSTRACT

NATALINA BR SIHOTANG: The Analysis of economy social of Utilization and Potential of bamboo ( study case: Berngam Village, Binjai Kota District, Binjai Regency). Under the supervision of YUNUS AFIFUDDIN and RIDWANTI BATUBARA.

Bamboo are an easycrop tobe cultivated and have a high potential economy. But, unfortunately the high potential is not utilized optimally. This research are purpose to determine the types and potency, the utilized economy and the marketing of bamboo in Berngam Village, Binjai Kota District, Binjai Regency. The research was performed in March-May 2011 with survey methods, identifying and bamboo farmers interviewed. Then the income of farmers from the bamboo sector, marketing margin and the margin profit from the result of the data were calculated. The data were analyzed descriptively and tabulation.

Based on the interview, the species of bamboo that were found in Berngam Village there are 7 species. The species of dominant used is bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.). The marketing product of bamboo forest is consist of 6 (eight) distribution pattern.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabanjahe pada tanggal 20 Desember 1987 dari ayah yang bernama Edison Sihotang dan Ibu Rosita Br Sitanggang. Penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara.

Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Katolik Kabanjahe dan pada tahun yang sama penulis masuk Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian.

Selama mengikuti kuliah, penulis pernah mengikuti Praktik Pengenalan dan Pengolahan Hutan (P3H) pada tahun 2008 di Tangkahan dan Pulau Sembilan, Kabupaten Langkat. Pada bulan Juni-Juli 2010 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di PT. Andalas Merapi Timber (AMT) Kec. Sangir, Kab. Solok Selatan Provinsi Sumatera Barat. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan penelitian dengan judul Analisis Sosial Ekonomi Pemanfaatan dan Potensi Tanaman Bambu (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai).


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Sosial Ekonomi Pemanfaatan dan Potensi Tanaman Bambu (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kedua orang tua Bapak Edison Sihotang dan Ibu Rosita Br Sitanggang serta seluruh keluarga atas dukungan moril maupun materil. Dosen pembimbing Bapak Yunus Affifuddin, S.Hut, M.Si dan Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut, MP selaku Dosen Pembimbing atas masukan dan saran dalam mencapai penyempurnaan skripsi ini serta teman-teman atas partisipasinya dalam penyelesaian penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Medan, Juli 2011


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR...iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR...viii

DAFTAR LAMPIRAN...ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Bambu ... 4

Klasifikasi Bambu ... 7

Jenis-jenis Bambu ... 9

Dunia ... 9

Indonesia ... 10

Sumatera ... 11

Syarat Tumbuh Bambu... 12

Kelebihan Bambu... 13

Kelemahan Bambu ... 14

Manfaat Bambu... 14

Tinjauan Pemasaran ... 18

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 21

Alat dan Bahan ... 21

Metode Penelitian ... 21

Metode Pengumpulan Data ... 21

Teknik Pengambilan Data ... 22

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 23

Kondisi Umum Kelurahan Berngam ... 24

Analisa Data ... 26

Karakteristik Responden ... 26

Pendapatan Masyarakat Petani Tanaman Bambu ... 26


(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi dan Sistem Pengelolaan Hutan Bambu ... 28

Produk Olahan Bambu ... 33

Produk Olahan Bambu Di Tingkat Petani ... 33

Produk Olahan Bambu Di Tingkat Pengrajin ... 35

Teknologi Pengolahan Bambu ... 36

Teknologi Di Tingkat Petani ... 36

Teknologi Di Tingkat Pengrajin ... 37

Analisis Alur Pemasaran Produk Hasil Olahan Bambu ... 38

Kontribusi Bambu Terhadap Pendapatan Petani dari Hutan Bambu ... 38

Lembaga Tataniaga pada Distribusi Hutan Bambu ... 40

Pola Distribusi Bambu Gelondongan ... 43

Pola Distribusi Bambu Olahan ... 47

Dekripsi Tanaman Bambu yang Terdapat Di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 57

Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Jenis-jenis Bambu di Dunia ... 9

2. Jenis-jenis Bambu di Indonesia ... 10

3. Jenis-jenis Bambu di Sumatera ... 11

4. Persentase Pengetahuan Petani Bambu Kelurahan Berngam dalam Teknik Pengolahan Bambu ... 37

5. Rata-rata Nilai Pendapatan Bersih Petani Bambu per tahun ... 39

6. Perbandingan Harga Bambu Diolah dan Sebelum Diolah ... 39

7. Pendapatan Total Petani Bambu Per tahun ... 39

8. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) pada Pola Pasar A... 44

9. Analisis Margin Pemasaran (Market Margin) pada Pola Pasar A... 44

10. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) pada Pola Pasar B ... 46

11. Analisis Margin Pemasaran (Market Margin) pada Pola Pasar B ... 46

12. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) pada Pengrajin Bambu ... 47


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Tingkat Pendidikan di Kelurahan Berngam ... 25

2. Rumpun Bambu Hitam ... 30

3. Keadaan Hutan Bambu di Kelurahan Berngam ... 31

4. Bekas Tebangan Bambu ... 32

5. Bambu Gelondongan yang Baru Dipanen dan Siap untuk Dijual ... 32

6. Bambu di Tempat Penampungan ... 34

7. Kerajinan yang Terbuat dari Bambu ... 35

8. Gergaji dan Parang yang Digunakan untuk Memotong Bambu ... 38

9. Bagan Alur Pemasaran Produk Hutan Bambu ... 43

10. Pola Pasar A ... 44

11. Pola Pasar B ... 45

12. Pola Distribusi Bambu Gelondongan ... 47

13. Produk Jadi Olahan Bambu Gelondongan ... 48

14. Bambu Hitam ( Gigantochloa atroviolacea Widj.) ... 50

15. Bambu Apus (Gigantochloa achmadii Widjaja.) ... 51

16. Bambu Kuning (Bambusa vulgaris Schrad.) ... 52

17. Bambu Petung (Dendrocalamus asper) ... 53

18. Bambu Rengen (Gigantochloa pruriens) ... 54

19. Bambu Pagar ( Bambusa glaucescens (Wild) Sieb.ex Munro.) ... 55


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Karakteristik Responden (Petani Bambu) Di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai ... 61 2. Karakteristik Responden (Pengrajin Bambu) Di Kelurahan Berngam,

Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai ... 62 3. Data Potensi Tanaman Bambu Hitam di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai ... 63 4. Data Potensi Jenis Bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai

Kota, Kotamadya Binjai ... 65 5. Harga Bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai ... 65 6. Dokumentasi Dalam Penelitian ... 66


(13)

ABSTRAK

NATALINA BR SIHOTANG: Analisis Sosial Ekonomi Pemanfaatan dan Potensi Tanaman Bambu (Studi Kasus: Kelurahan Berngam, Kec. Binjai Kota, Kotamadya Binjai). Dibimbing oleh YUNUS AFIFUDDIN dan RIDWANTI BATUBARA.

Tanaman bambu merupakan tanaman yang mudah untuk dibudidayakan dan memiliki potensi ekonomi yang cukup tinggi. Akan tetapi sayangnya potensi yang tinggi tersebut tidak dimanfaatkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan potensi, manfaat ekonomi dan tingkat pemasaran tanaman bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Mei 2011 dengan metode survei, identifikasi dan wawancara terhadap petani. Kemudian dihitung pendapatan petani dari sektor bambu, margin pemasaran dan margin keuntungan dari data yang telah diperoleh. Data dianalisis secara deskriptif dan tabulasi.

Berdasarkan hasil wawancara, jenis bambu yang ditemukan di Kelurahan Berngam ada 7 jenis. Jenis bambu yang dominan digunakan adalah bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.). Pemasaran produk hutan bambu terdiri dari 6 (enam) pola distribusi.


(14)

ABSTRACT

NATALINA BR SIHOTANG: The Analysis of economy social of Utilization and Potential of bamboo ( study case: Berngam Village, Binjai Kota District, Binjai Regency). Under the supervision of YUNUS AFIFUDDIN and RIDWANTI BATUBARA.

Bamboo are an easycrop tobe cultivated and have a high potential economy. But, unfortunately the high potential is not utilized optimally. This research are purpose to determine the types and potency, the utilized economy and the marketing of bamboo in Berngam Village, Binjai Kota District, Binjai Regency. The research was performed in March-May 2011 with survey methods, identifying and bamboo farmers interviewed. Then the income of farmers from the bamboo sector, marketing margin and the margin profit from the result of the data were calculated. The data were analyzed descriptively and tabulation.

Based on the interview, the species of bamboo that were found in Berngam Village there are 7 species. The species of dominant used is bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.). The marketing product of bamboo forest is consist of 6 (eight) distribution pattern.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Bambu sebagai hasil hutan bukan kayu telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat. Pada awalnya pemanfaatan bambu masih tradisional dan terbatas seperti untuk rumah tangga, kerajinan, penunjang kegiatan pertanian, perumahan dan lain-lain yang kebutuhannya masih dapat diperoleh dari lingkungan sekitar. Tetapi dengan perkembangan penduduk dan kemajuan pembangunan, pemanfaatan sudah memerlukan teknologi yang menghasilkan beberapa produk.

Masyarakat di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai memperoleh tambahan pendapatan dari kerajinan bambu. Mereka memanfaatkan tanaman bambu tersebut untuk membuat beraneka ragam bentuk kerajinan seperti meja, tempat televisi, tempat tidur, lemari, kursi dan lain sebagainya. Bambu yang sering digunakan oleh masyarakat untuk kerajinan adalah bambu hitam, bambu petung, bambu kuning, bambu wuluh dan lain sebagainya. Selain bahan baku tanaman bambu yang mudah di dapat, cara pengerjaannya juga mudah bagi mereka. Masyarakat melakukan pekerjaan sebagai pengrajin bambu karena mereka menganggap bahwa bambu tersebut memiliki potensi yang cukup tinggi untuk dijadikan bentuk kerajinan yang memiliki nilai jual yang tinggi.

Penjualan kerajinan tersebut dengan harga tinggi tentunya akan mampu mengangkat perekonomian masyarakat sebagai penghasilan yang utama atau tambahan. Ini tampak dari kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan utama (primer) maupun sekunder serta dapat menambah pendapatan bagi pemerintah setempat. Oleh karena itu, penulis ingin menganalisis sosial ekonomi


(16)

pemanfaatan dan potensi tanaman bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai.

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai dengan alasan bahwa di lokasi ini terdapat beberapa bambu yang layak dijadikan kerajinan yang bahannya alami dan mempunyai nilai jual yang tinggi serta memiliki keunikan tersendiri. Selain itu, pembuatan kerajinan bambu ini mempunyai keuntungan yang menjanjikan serta mampu menyerap banyak tenaga kerja sehingga dapat mengurangi angka pengangguran.

Perumusan masalah :

Pengembangan usaha bambu mempunyai arti yang sangat penting bagi peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada di sekitar hutan dan di dalam hutan, di samping itu upaya tersebut berkaitan erat dalam menjaga kelestarian lingkungan seperti pencegahan bahaya banjir dan erosi, serta pemanfaatan lahan kering. Selain itu, dapat pula dihasilkan hasil kayu maupun hasil non kayu yang saat ini telah berkembang menjadi suatu komoditas yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup baik dan dirasakan oleh masyarakat bahwa usaha ini dapat memberikan tambahan pendapatan.

Pengembangan usaha bambu sekarang ini masih belum banyak dikembangkan dan sistem pengolahannya masih sederhana. Pada dasarnya pengembangan usaha ini dapat membantu pendapatan masyarakat sekitar. Dengan demikian penelitian analisis sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai terhadap pemanfaatan dan potensi bambu sangat diperlukan untuk mengetahui besarnya peranan tanaman bambu tersebut terhadap pendapatan masyarakat sekitar.


(17)

Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis dan potensi tanaman bambu yang terdapat di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai.

2. Mengetahui manfaat ekonomi tanaman bambu bagi masyarakat Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai.

3. Mengetahui tingkat pemasaran tanaman bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai.

Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan tanaman bambu dan bagi instansi-instansi terkait yang membutuhkannya.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Bambu

Bambu merupakan tanaman yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini sudah menyebar di seluruh kawasan nusantara. Bambu dapat tumbuh di daerah iklim basah sampai kering, dari dataran rendah hingga ke daerah pegunungan. Di pedesaan sering kali dijumpai tanaman bambu rakyat yang ditanam di lahan- lahan tertentu seperti di pekarangan, tepi sungai, tepi jurang, atau pada batas-batas pemilikan lahan. Pemanfaatan bambu di Indonesia sudah berlangsung sangat lama dan sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat desa. Hal ini dapat dilihat dari bangunan rumah yang hampir semuanya menggunakan bahan dari bambu (Berlian dan Estu Rahayu, 1995).

Memang kegunaan tanaman bambu amatlah banyak. Batangnya mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan yaitu kuat, keras, ringan, ukurannya beragam, dan mudah untuk dikerjakan. Dengan sifat-sifat tersebut batang bambu memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan bangunan rumah, pagar, jembatan, alat angkutan (rakit), pipa saluran air, alat musik, dan berbagai peralatan rumah tangga. Pemanfaatan batang bambu ini terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Sekarang bambu juga digunakan untuk bahan pembuatan kertas, sumpit (chopstick), plywood dari bambu atau plybamboo, furniture, juga untuk barang-barang kerajinan tangan untuk cenderamata. Hasil kerajinan tangan dari bambu ini bahkan sudah menjadi komoditi ekspor (Berlian dan Estu Rahayu, 1995).

Bambu dikenal dengan sebutan kayunya orang desa dan emas hijau. Karena kekuatan dan kelenturannya, bambu digunakan untuk bahan bangunan


(19)

rumah dan konstruksi yang lain terutama di pedesaan. Selain itu, bambu juga digunakan untuk mebel, kerajinan tangan, bahan dalam industri kertas, alat musik, senjata, obat-obatan, landscaping taman, bahan makanan, dan batangnya dapat dijadikan arang (Swara, 1997).

Saat ini perkembangan produksi kerajinan anyaman bambu mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini sejalan dengan perkembangan di dalam penciptaan desain-desain baru yang banyak laku di pasaran dalam maupun luar negeri. Industri kerajinan anyaman bambu yang telah berakar di pedesaan merupakan potensi yang besar sekali dalam usaha pengembangan industri kerajinan bambu secara nasional, karena dari sinilah awal tumbuhnya pelbagai corak kreativitas

baru dalam mengolah bambu sebagai karya seni yang tinggi (Berlian dan Estu Rahayu, 1995).

Seiring dengan meningkatnya pemakaian bambu, penebangan bambu juga meningkat sehingga pemanenan yang dilakukan secara tidak beraturan dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan rumpunnya di masa depan. Untuk mengantisipasi usaha ini diperlukan suatu panduan cara memanen bambu. Selain itu juga diperlukan adanya usaha konservasi bambu, baik di lokasi tumbuh alaminya (in-situ) maupun di luar lokasi pertumbuhannya (ex-situ) (Widjaja, 2001).

Bambu merupakan produk hasil hutan non kayu yang telah dikenal bahkan sangat dekat dengan kehidupan masyarakat karena pertumbuhannya ada di sekeliling kehidupan masyarakat. Bambu termasuk tanaman Bamboidae, anggota sub familia rumput, memiliki keanekaragam jenis bambu di dunia sekitar 1250-1500 jenis sedangkan Indonesia memiliki hanya 10% sekitar 154 jenis bambu.


(20)

Bambu banyak digunakan masyarakat dalam memenuhi kehidupan sehari-hari meliputi kebutuhan pangan, rumah tangga, kerajinan, konstruksi dan adat istiadat. Bambu memiliki multi fungsi pemanfaatan sebagai bahan makanan untuk manusia (rebung), binatang (pucuk daun muda), kebutuhan rumah tangga dan aneka kerajinan dengan berbagai tujuan penggunaan mulai dari cenderamata, mebel, tas, topi, kotak serba guna hingga alat musik serta konstruksi untuk pembuatan jembatan, aneka sekat, konstruksi rumah meliputi tiang, dinding, atap (Tan, 2005).

Mencari dan menemukan barang kerajinan berbahan baku bambu bukan sesuatu yang sulit. Sebab sangat banyak peralatan dan perlengkapan manusia yang terbuat dari bambu. Konsumen barang-barang kerajinan tangan tidak hanya di dalam negeri. Masyarakat mancanegara juga meminatinya karena kenaturalan dan keantikannya. Di dalam negeri kerajinan bambu tidak lagi inferior karena hanya dijual di kaki lima atau pinggir jalan. Di pasar swalayan pun, kerajinan bambu dapat ditemukan (Duryatmo, 2000).

Bambu sangat potensial sebagai bahan substitusi kayu, karena rumpun bambu dapat terus berproduksi selama pemanenannya terkendali dan terencana. Jenis bambu tropis, termasuk di Indonesia, umumnya merupakan jenis dengan tipe perimpangan simpodial yang akan membentuk perumpunan buluh yang rapat. Tipe perimpangan yang lain adalah monopodial yang menghasilkan buluh-buluh yang seolah soliter, walaupun sebenarnya buluh-buluh yang tersebar tersebut merupakan satu rumpun yang dihubungkan dengan perimpangan di dalam tanah. Bambu tipe ini, relatif lebih mudah dalam pemanenan dan tidak menggangu permudaan, karena letak buluh yang terpisah. Singkatnya, eksploitasi bambu tidak


(21)

bermasalah secara ekologi dan dapat menjamin kelangsungan suplai bahan baku. Dalam hal ini, bambu sebagai substitusi kayu sepertinya dapat menjadi solusi bagi ancaman kerusakan hutan yang semakin parah (Departemen Kehutanan, 2005).

Bambu termasuk jenis tanaman rumput-rumputan dari suku Gramineae. Bambu tumbuh menyerupai pohon berkayu, batangnya berbentuk buluh berongga. Tanaman bambu memiliki cabang-cabang (ranting) dan daun buluh yang menonjol (Gerbono dan Abbas, 2009).

Penggunaan bambu untuk industri atau kerajinan dewasa ini semakin meningkat. Dengan demikian kebutuhan akan bambu juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dapat sepenuhnya tergantung pada persediaan di alam. Untuk itu tanaman bambu perlu dibudidayakan secara intensif dengan cara mengebunkannya, agar dapat terjamin tersedianya bahan baku dan kontinuitas produksi (Berlian dan Estu Rahayu, 1995).

Klasifikasi bambu

Bambu merupakan tanaman tahunan yang sering diberi julukan rumput raksasa. Penghasil rebung ini memang termasuk dalam famili rumput-rumputan (gramineae) dan masih berkerabat dekat dengan padi dan tebu. Tanaman bambu dimasukkan ke dalam subfamily bambusoideae. Dalam klasifikasi selanjutnya bambu terdiri dari beberapa marga atau genus dan setiap marga mempunyai beberapa jenis atau spesies (Berlian dan Estu Rahayu, 1995).

Di seluruh dunia terdapat 75 genus dan 1500 spesies bambu. Di Indonesia sendiri dikenal ada 10 genus bambu, antara lain Arundinaria, Bambusa, Dendrocalamus, Dinochloa, Gigantochloa, Melocanna, Nastus, Phyllostachys, Schizostachyum dan Thyrsostachys. Salah satu jenis bambu yang sudah banyak


(22)

dikenal misalnya bambu tali atau bambu apus. Bambu ini termasuk dalam genus Gigantochloa. Berikut adalah urutan klasifikasi bambu tersebut.

Divisio : Spermatophyta Subdiviso : Angiospermae Kelas : Monokotiledoneae Ordo : Graminales

Famili : Gramineae Subfamili : Bambusoideae Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa apus (Bl. Ex Schult.f.) Kurz. (Berlian dan Rahayu, 1995).

Bambu memiliki beberapa karakteristik yang menurut Swara (1997) ada terbagi atas lima karakteristik dari bambu yaitu:

1. Memiliki batang berbentuk pipa,

2. Mempunyai lapisan khusus pada bagian luar dan dalam pipa, bagian luar memiliki kekuatan hamper dua kali lipat bagian dalam,

3. Memiliki buku-buku, 4. Kuat dalam arah axial, dan

5. Tidak ada ray cells, sehingga mudah bergerak.

Tanaman bambu di tanam berderet membentuk teras pada sebuah lereng jadi sabuk gunung maka kekuatannya luar biasa. Akar bambu akan saling terkait dan mengikat antar rumpun. Rumpun berikut serasah dibawahnya juga akan menahan top soil (lapisan tanah permukaan yang subur) hingga tidak hanyut di bawa air hujan.


(23)

Jenis-jenis Bambu 1. Dunia

Ada beberapa jenis tanaman bambu yang terdapat di dunia, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis- jenis Bambu yang tumbuh di Dunia

No Nama Botanis Deskripsi

1 Bambusa multiplex 'Alphonse Karr' Sebuah genus tropis dan subtropis bambu menggumpal, biasanya ukurannya raksasa, dengan banyak cabang di node, satu atau dua jauh lebih besar. Tunas baru muncul akhir musim panas atau musim gugur. Bambusa tidak cukup kuat untuk bertahan hidup di luar musim dingin, dan tanaman ini terdapat di Kanada. Bambusa dapat tumbuh dengan baik dalam ruangan dengan situasi cahaya tinggi dengan sedikitnya 6 jam sinar matahari langsung per hari.

2 Borinda angustissima Borinda merupakan bambu yang berasal dari

Bhutan, Tibet, Yunnan dan Sichuan. Borinda angustissima sama tampilannya dengan Fargesia, tetapi memiliki bunga yang berbeda dan rimpang pendek. Batang mudanya memiliki bubuk putih dan ungu, selubung gigih dan daunnya sempit serta tumbuh besar di bawah pepohonan.

3 Chusquea gigantea Bambu ini berasal dari Amerika yang

memiliki sekitar 150 spesies. Batangnya padat menanggung cabang dominan dan banyak cabang di batang node pertengahan.

4 Chimonobambusa marmorea Bambu ini memiliki ukuran sedang yang

memulai tunas baru pada musim gugur atau musim dingin. Tumbuh pada kondisi lembab, teduh sedikit dan tingkat kelembaban yang baik dan ditemukan di pantai barat.

5 Fargesia denudata Denudata adalah bambu yang indah dari

propinsi Sichuan, Cina dengan selubung batang merah-orange yang menambah cahaya untuk penampilan secara keseluruhan dan merupakan bambu yang sangat kuat serta dapat menangani matahari langsung tanpa keriting daun.

6 Hibanobambusa tranquillans shiroshima Bambu shiroshima merupakan bambu yang lebih tinggi dan paling indah dari beberapa bambu di Jepang dan biasanya dibuat untuk aplikasi interior. Bisa dikatakan bahwa jenis bambu ini benar-benar menonjol.

7 Phyllostachys angusta Jenis bambu ini sering disebut sebagai bambu

batu karena tekstur batangnya yang keras dan di Cina digunakan untuk membuat mebel bambu halus dan biasanya jatuh pada musim dingin tapi tumbuh kembali di musim semi


(24)

2. Indonesia

Indonesia merupakan salah satu wilayah yang menjadi surga bagi jenis tanaman yang disebut juga sebagai buluh, aur, dan eru ini. Diperkirakan terdapat sedikitnya tumbuh di Indonesia, dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis-jenis Bambu di Indonesia

No Nama Botani Nama Lokal Daerah

ditemukan

1 Arundinaria japonica Sieb & Zuc ex Stend Bambu Jepang Jawa

2 Bambusa arundinacea (Retz.) Wild. Pring Ori Jawa, Sulawesi

3 Bambusa atra Lindl. Loleba Maluku

4 Bambusa balcooa Roxb. - Jawa

5 Bambusa blumeana Bl. ex Schul. f. Bambu duri Jawa, Sulawesi,

Nusa Tenggara 6 Bambusa glaucescens (Wild) Sieb ex Munro. Bambu pagar Jawa

7 Bambusa horsfieldii Munro. Bambu embong Jawa

8 Bambusa maculate Bambu Tutul Bali

9 Bambusa multiplex Bambu Cendani,

Mrengenani

Jawa

10 Bambusa polymorpha Munro. - Jawa

11 Bambusa tulda Munro. - Jawa

12 Bambusa tuldoides Haur hejo Jawa

13 Bambusa vulgaris Schard. Pring kuning, Awi

ampel

Jawa, Sumatera, Kalimantan, Maluku

14 Dendrocalamus asper Bambu petung Jawa, Sumatera,

Kalimantan, Sulawesi, Bali

15 Dendrocalamus giganteus Munro. Bambu SembilanG Jawa

16 Dendrocalamus strictur (Roxb) Ness. Bambu batu Jawa

17 Dinochloa scandens Kadalan Jawa

18 Gigantochloa apus Kurz. Bambu apus, tali Jawa

19 Gigantochloa atroviolacea Bambu hitam Jawa

20 Gigantochloa atter Bambu ater Jawa

21 Gigantochloa achmadii Widjaja. Buluh apus Sumatera

22 Gigantochloa hasskarliana Buluh lengka tali Sumatera, Jawa,

Bali

23 Gigantochloa kuring Awi belang Jawa

24 Gigantochloa levis (Blanco) Merr. Bambu suluk Kalimantan

25 Gigantochloa manggong Widjaja. Bambu manggong Jawa

26 Gigantochloa nigrocillata Kurz Bambu terung Jawa

27 Gigantochloa pruriens Buluh rengen Sumatera

28 Gigantochloa psedoarundinaceae Bambu andong Jawa

29 Gigantochloa ridleyi Holtum. Tiyang kaas Bali

30 Gigantochloa robusta Kurz. Bambu mayan Sumatera, Jawa

31 Gigantochloa waryi Gamble Buluh dabo Sumatera


(25)

Tabel 2. (Lanjutan)

33 Melocanna bacifera (Roxb) Kurz. - Jawa

34 Nastus elegantissimus (Hassk) Holt. Bambu eul-eul Jawa

35 Phyllostachys aurea A&Ch. Riviera Bambu uncea Jawa

36 Schizotachyum blunei Ness. Bambu wuluh,

Bambu tamiang Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Timur Maluku

37 Schizotachyum brachycladum Kurz. Bambu buluh besar,

Bambu nehe, Tomula

Sumatera, Jawa, Sulawesi, Maluku

38 Schizotachyum candatum Backer ex Heyne Buluh mangkok Sumatera

39 Schizotachyum lima (Blanco) Merr. Bambu toi Jawa, Sulawesi,

Maluku, Irian

40 Schizotachyum longispiculata Kurz. Bambu jalur Sumatera, Jawa,

Kalimantan,

41 Schizotachyum zollingeri Stend. Bambu jala, Bambu

lampar

Sumatera, Jawa

42 Thryrsostachys siamensis Gamble. Bambu Jepang Jawa

(Alamendah, 2011). 3. Sumatera

Adapun jenis tanaman bambu yang terdapat di Sumatera dapat lihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis Bambu di Sumatera

No Nama Botani Nama Lokal

1 Bambusa vulgaris Schard. Pring kuning,

2 Dendrocalamus asper Bambu petung

3 Gigantochloa achmadii Widjaja. Buluh apus

4 Gigantochloa hasskarliana Buluh lengka tali

5 Gigantochloa pruriens Buluh rengen

6 Gigantochloa robusta Kurz. Bambu mayan

7 Gigantochloa waryi Gamble Buluh dabo

8 Schizotachyum blunei Ness. Bambu tamiang

9 Schizotachyum brachycladum Bambu buluh

10 Schizotachyum candatum Backer ex Heyne

Buluh mangkok

11 Schizotachyum longispiculata Kurz. Bambu jalur

12 Schizotachyum zollingeri Stend. Bambu jala


(26)

Syarat Tumbuh Bambu

Pertumbuhan bambu tidak terlepas dari pengaruh kondisi lingkungannya. Dengan demikian perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman bambu. Tanaman ini akan tumbuh dengan baik di tempat yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Berlian dan Estu Rahayu (1995) faktor lingkungan tersebut meliputi kondisi iklim dan jenis tanah.

1. Iklim

Lingkungan yang sesuai untuk tanaman bambu adalah yang bersuhu sekitar 8,8-360C. Suhu lingkungan ini juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Semakin tinggi suatu tempat, semakin rendah suhunya. Tanaman bambu bisa dijumpai mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 0 sampai 2.000 m dpl. Walaupun demikian tidak semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat. Curah hujan yang dibutuhkan untuk tanaman bambu minimum 1.020 mm per tahun. Kelembaban udara yang dikehendaki minimum 80%.

2. Tanah

Bambu dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berat sampai ringan, tanah kering sampai becek, dan dari tanah subur sampai kurang subur. Juga dari tanah pegunungan yang berbukit terjal sampai tanah yang landai. Perbedaan jenis tanah dapat berpengaruh terhadap kemampuan perebungan bambu. Tanaman bambu dapat tumbuh pada tanah yang bereaksi masam pada pH 3,5 dan umumnya menghendaki tanah yang pH-nya 5,0 sampai 6,5. Pada tanah yang subur tanaman bambu akan tumbuh baik karena kebutuhan makanan bagi tanaman tersebut akan terpenuhi.


(27)

Kelebihan Bambu

Menurut Wahyudin (2008) setidaknya ada tiga kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan antara lain:

1. Tumbuh dengan Cepat

Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu dapat bertambah panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk mencapai usia dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu memiliki mutu dan kekuatan yang paling tinggi.

2. Tebang Pilih

Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Metode tebang pilih merupakan metode penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena akan didapatkan mutu bambu sesuai dengan yang diinginkan dan kelangsungan pertumbuhan bambu akan tetap berjalan.

3. Meningkatkan Volume Air Bawah Tanah

Tanaman bambu memiliki akar rimpang yang sangat kuat. Struktur akar ini menjadikan bambu dapat mengikat tanah dan air dengan baik. Dibandingkan dengan pepohonan yang hanya menyerap air hujan 35-40 % air hujan, bambu dapat menyerap air hujan hingga 90 %.


(28)

Kelemahan Bambu

Kelemahan bambu terdapat pada sifat dari keawetannya/ketahanannya. Ketahanan bambu adalah daya tahan bambu terhadap berbagai faktor perusak bambu terhadap serangan rayap, bubuk kayu kering dan jamur perusak bambu. Ketahanan alami bambu lebih rendah dibandingkan dengan kayu. Ketahanan bambu tergantung pada kondisi iklim dan lingkungan (Swara, 1997).

Manfaat Bambu

Bambu sampai saat ini sudah dimanfaatkan sangat luas di masyarakat mulai dari penggunaan teknologi yang paling sederhana sampai pemanfaatan teknologi tinggi pada skala industri. Pemanfaatan di masyarakat umumnya untuk kebutuhan rumah tangga dan dengan teknologi sederhana, sedangkan untuk industri biasanya ditujukan untuk orientasi eksport. Menurut Batubara (2002), pemanfaatan bambu terbagi atas:

1. Bambu Lapis

Seperti halnya kayu diolah menjadi kayu lapis maka bambu juga digunakan sebagai bahan baku kayu lapis. Berbagai macam produk bambu lapis dibuat baik dari sayatan bambu maupun pelepah bambunya. Jenis yang umum dipakai untuk bambu lapis adalah bambu tali (Gigantocloa apus). Kadang-kadang bambu lapis ini dicampur dengan veneer kayu meranti untuk lapisan dalamnya, atau sebaliknya lapisan luarnya berupa veneer kayu.

2. Bambu Lamina

Bambu lamina adalah produk olahan bambu dengan cara merekatkan potongan-potongan dalam panjang tertentu menjadi beberapa lapis yang selanjutnya dijadikan papan atau bentuk tiang. Lapisannya umumnya 2-5 lapis.


(29)

Banyaknya lapisan tergantung ketebalan yang diinginkan dan penggunaannya. Kualitas bambu lamina ini sangat ditentukan oleh bahan perekatnya. Dengan bahan perekat yang baik maka kekuatan bambu lamina dapat disejajarkan dengan kekuatan kayu kelas III.

3. Papan Semen

Papan semen bambu terbuat dari bambu, semen dan air kapur. Bambu terlebih dahulu diserut, kemudian direndamkan dalam air selama dua hari. Selanjutnya dicampur ketiga bahan tersebut dan kemudian dibentuk papan pada suhu 56

0

C dengan waktu selama 9 jam. 4. Arang Bambu

Pembuatan arang dari bambu dilakukan dengan cara destilasi kering dan cara timbun skala semi pilot. Bambu yang sudah dicobakan adalah bambu tali, bambu ater, bambu andong dan bambu betung. Nilai kalor arangnya rata-rata 6602 kal/gr, dan yang paling baik dijadikan arang adalah bambu ater dimana sifat arang yang dihasilkan relatif sama dengan sifat arang dari kayu bakau.

5. Pulp

Pabrik kertas sangat potensial dalam memanfaatkan bambu sebagai bahan kertas. Cara pembuatan bahan kertas dari bambu mula-mula bambu dipotong dan diserpih dengan ukuran 25 mm x 25 mm x 1 mm. Dengan tekanan dan suhu tertentu serpihan bambu tersebut dimasak selama 1,5 jam. Kemudian pulp dicuci dan disaring. Kemudian pulp diurai dengan pengaduk 3-4 jam. Hasil uraian disaring, dicuci dan diputihkan. Setelah dicuci pulp dibuat lembaran sebagai bahan pembuat kertas.


(30)

Bambu memiliki kandungan selulosa yang sangat cocok untuk dijadikan bahan kertas dan rayon. Pemanfaatan bambu sebagai bahan kertas di Indonesia telah diterapkan pada industri di Gowa dan Banyuwangi. Namun industri ini memiliki kendala dari segi bahan baku sehingga dibuat modifikasi yaitu campuran pulp bambu dengan perbandingan 70 % : 30 %.

6. Kerajinan dan Handycraft

Berbagai kerajinan dan handycraft dibuat dari bambu antara lain : tempat pulpen, gantungan kunci, cup lampu, keranjang, tas, topi dan lain-lain. Dalam hal ini yang dibutuhkan adalah keterampilan dan kreativitas dalam memanfaatkan bambu.

7. Sumpit

Pengembangan bahan bambu sebagai bahan industri telah pula mencakup kebutuhan peralatan makan berupa sumpit, tusuk sate dan tusuk gigi. Perkembangannnya sangat cepat karena mudah dalam pengerjaan apalagi bila dikerjakan dengan mesin secara otomatis. Bambu yang bagus untuk dijadikan sumpit adalah bambu mayan dan bambu andong. Bambu yang bagus untuk sumpit bambu yang berumur 3 tahun dimana untuk meningkatkan kualitasnya setelah ditebang sebaiknya jangan langsung diproses tetapi dikeringkan terlebih dahulu selama kurang lebih 4 hari.

8. Furniture dan Perkakas Rumah Tangga

Bambu yang dipergunakan untuk mebel harus memenuhi beberapa syarat. Selain warna yang menarik juga dapat dibentuk secara istimewa dengan nilai seni yang tinggi tetap memenuhi kekokohannya. Olesan pengawet dan penghias, seperti pernis meningkatkan keawetan dan penampilan dengan tetap berkesan


(31)

alami. Perkakas rumah tangga dan hiasan dari bambu digemari karena di samping tidak berkarat juga mencerminkan kesederhanaan tapi anggun.

Bambu hitam dan bambu betung banyak digunakan untuk furniture antara lain : meja, kursi, tempat tidur, meja makan lemari pakaian dan lemari hias. Disamping itu bambu juga banyak dipakai menjadi peralatan rumah tangga dan assesoris penghias rumah.

9. Komponen Bangunan dan Rumah

Bambu yang dipergunakan sebagai bahan bangunan sebaiknya diawetkan lebih dahulu dengan cara perendaman dalam air selama beberapa minggu kemudian dikeringkan. Kadang-kadang juga dilakukan pengasapan belerang agar hama yang ada mati dan tidak dikunjungi oleh hama perusak. Sebagai bahan kontruksi yang tidak mementingkan keindahan, juga sering dipergunakan untuk menutup pori-pori buluh.

Bambu bersama dengan kayu dan bahan organik lainnya banyak digunakan pada pembangunan rumah rakyat di pedesaan. Dengan perkembangan harga bahan dasar dan kebutuhan perumahan rakyat yang sederhana, maka pengembangan rumah berbahan kayu dan bambu sesuai untuk membantu rakyat yang berpenghasilan rendah, terutama di daerah yang mempunyai ketersediaan bambu. Penggunaan bambu oleh masyarakat sebagai bahan bangunan perumahan selain mudah didapat, bahan bambu dipercaya oleh masyarakat sebagai bahan yang kuat dan awet dengan catatan penggunaan terhindar untuk berhubungan langsung dengan air.


(32)

10.Rebung

Bambu dapat dimanfaatkan sebagai sayuran dalam bentuk rebung. Jenis-jenis tertentu rebungnya dapat dimakan karena kadar HCN kecil atau sama sekali tidak ada, rasanya memenuhi selera, lunak dan warnanya menarik. Kandungan gijinya cukup memadai sebagai sumber mineral dan vitamin.

11.Bahan Alat Musik Tradisional

Sesuai dengan ketebalan dinding, diameter dan panjang buluh, bambu dapat dibuat alat musik tradisional yang menghasilkan nada dan alunan suara yang khas. Faktor ketepatan memilih jenis dan tingkat pengeringan diperlukan guna memperoleh kualitas yang memadai. Bambu dapat dibuat alat musik tiup, alat musik gesek maupun alat musik pukul. Contoh yang terkenal adalah seruling, angklung, gambang, calung, kentongan, dll. Pembuatan alat musik dari bambu dituntut pengetahuan nada dan ketelatenan penanganan pekerjaan. Misalnya pada pembuatan angklung, bambu dipilih dari jenis bambu tertentu. Bambu temen, bambu hitam, bambu lengka dan bambu tali cocok dipergunakan untuk membuat kerangkanya.

Tinjauan Pemasaran

Pemasaran adalah semua kegiatan untuk memperlancar arus barang dan jasa dari produsen kepada konsumen secara efisien dengan maksud untuk menciptakan permintaan efektif. Biaya pemasaran adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan dalam proses transfer barang (produk) dari tangan produsen samapi ketangan konsumen akhir. Pembiayaan pemasaran adalah pembiayaan kegiatan dan investasi modal terhadap barang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam proses tataniaga. Besar kecilnya biaya tataniaga hasil pertanian tergantung dari


(33)

volume (besar kecilnya) lembaga-lembaga tataniaga melakukan kegiatan fungsi-fungsi tataniaga, dan jumlah fasilitas yang diperlukan dalam proses transfer barang (Kamaluddin, 2008).

Manajemen pemasaran berasal dari dua kata yaitu manajemen dan pemasaran. Pemasaran adalah analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian dari program-program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan memelihara pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran untuk mencapai tujuan perusahaan. Sedangakan manajemen adalah proses perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing) penggerakan (Actuating) dan pengawasan. Jadi dapat diartikan bahwa Manajemen Pemasaran adalah sebagai analisis, perencanaan, penerapan, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pasar sasaran dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi (Kottler, 1997).

Saluran pemasaran merupakan serangkaian kegiatan yang menyelenggarakan kegiatan tata niaga, menyalurkan barang dari produsen kepada konsumen. Saluran ini mempunyai hubungan organisasi satu sama lain. Timbulnya saluran tata niaga ini karena keinginan konsumen untuk mendapatkan barang yang dikehendaki dan penyesuaian produksi terhadap keinginan konsumen (Sihombing, 2010).

Efisiensi pemasaran adalah kemampuan jasa-jasa pemasaran untuk dapat menyampaikan suatu produk dari produsen ke konsumen secara adil dengan memberikan kepuasan pada semua pihak yang terlibat untuk suatu produk yang sama. Kriteria efisiensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: margin


(34)

pemasaran, share petani (produsen), distribusi keuntungan, dan volume penjualan (Rahayu dkk, 2004).

Margin pemasaran atau margin tataniaga menunjukkan selisih harga dari dua tingkat rantai pemasaran. Margin tataniaga adalah perubahan antara harga petani dan harga eceran. Margin tataniaga hanya merepresentasikan perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima petani, tetapi tidak menunjukkan jumlah kuantitas produk yang dipasarkan. Margin tataniaga merupakan penjumlahan antara biaya tataniaga dan margin keuntungan. Nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistem pemasaran dikalikan dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Cara perhitungan ini sama dengan konsep nilai tambah (value added). Pengertian ekonomi nilai margin pemasaran adalah harga dari sekumpulan jasa pemasaran /tataniaga yang merupakan hasil dari interaksi antara permintaan dan penawaran produk–produk tersebut (Kamaluddin, 2008).


(35)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilakukan di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai, Propinsi Sumatera Utara dan pelaksanaannya dimulai pada bulan Maret 2011 sampai dengan Mei 2011.

Alat dan bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera untuk dokumentasi penelitian, alat-alat tulis untuk menulis data, kalkulator untuk menghitung data dan perangkat computer.

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah lembar kuisioner/wawancara sebagai bahan wawancara kepada petani bambu dan pengrajin tanaman bambu, Buku identifikasi Jenis-jenis bambu dan peta lokasi Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai untuk mengetahui lokasi penelitian.

Metode Penelitian

Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, digunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah data sosial ekonomi, bentuk pengelolaan dan hasil pemasaran. Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah kondisi umum lokasi penelitian atau data umum yang ada pada instansi pemerintahan kelurahan.

Dalam pengambilan sampel akan digunakan metode purposive sampling (penarikan contoh secara bertujuan), teknik ini digunakan apabila anggota sampel


(36)

yang dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitiannya. Dalam metode ini, sampel yang diambil adalah petani pengrajin tanaman bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai. Cara pengambilan sampel adalah apabila subjeknya lebih dari 100 orang maka diambil antara 10-15 %, 20-25 % dan seterusnya. Namun apabila subjek atau populasinya dibawah 100 orang lebih baik diambil seluruhnya.

Teknik Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian, sebagai berikut:

1. Observasi lapangan diperlukan untuk mengetahui gambaran umum lokasi penelitian dan kehidupan sosial ekonomi petani bambu dan pengrajin bambu di tempat penelitian

2. Populasi dan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat

Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai yang bekerja sebagai petani bambu dan pengrajin tanaman bambu.

3. Kuisioner/wawancara dengan masyarakat yang bekerja sebagai petani bambu, pengrajin bambu berupa penjelasan tentang jenis tanaman bambu yang digunakan, pendapatan masyarakat petani dan pengrajin bambu, pemanfaatan tanaman bambu, serta cara pemasarannya.

4. Dokumentasi berupa foto-foto yang dapat digunakan untuk membantu mengidentifikasi tanaman bambu yang ada di lokasi penelitian dan data lain yang dibutuhkan.

5. Studi Pustaka digunakan untuk memperoleh data sekunder seperti data kependudukan lokasi penelitian dan data lainnya.


(37)

6. Keseluruhan data, baik primer maupun sekunder yang selanjutnya ditabulasikan sesuai dengan kebutuhan sebelum dilakukan pengolahan dan analisis data. Data primer selanjutnya dianalisis secara deskriptif sesuai dengan tujuan penelitian serta dilakukan analisis para pihak yang terkait dalam pengelolaan bambu sedangkan data yang bersifat kauntitatif diolah secara tabulasi.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Sesuai dengan keputusan pemerintah kota Binjai telah ditetapkan bahwa Kota Binjai memiliki luas area 90,23 km² (9.023,62 Ha) dengan jumlah penduduk 232.236 jiwa. Kota Binjai secara administrasi terbagi atas lima kecamatan yaitu

Kecamatan

Binjai, Kartini, Pekan Binjai, Satria, Setia dan Tangsi. Kota Binjai, secara geografis terletak antara 03°03'40" sampai 03°40'02" Lintang Utara dan 98°27'03" sampai 98°39'32" Bujur Timur. Posisi Kota Binjai ada di bagian Utara Propinsi Sumatera Utara pada ketinggian tempat 25-35 m di atas permukaan laut dan secara umum kondisi wilayah relatif datar. Suhu rata-rata di Kota binjai 30 sampai 35°C dan curah hujan berkisar antara 1.917 mm—3.884 mm/tahun

(BPS SUMUT, 2007).

Kelurahan pada penelitian yang diambil sebagai sampel adalah Kelurahan Berngam. Desa ini diambil sebagai kelurahan yang mewakili sekitar wilayah Kecamatan Binjai Kota.


(38)

Kondisi Umum Kelurahan Berngam Letak dan luas

Kelurahan Berngam terletak pada Kecamatan Binjai Kota dengan luas 179,50 Ha. Jumlah penduduk Kelurahan Berngam adalah 9.261 jiwa (Pemerintahan Kelurahan Berngam, 2011).

Adapun batas administrasi Kelurahan Berngam adalah - Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Satria

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tanah Merah - Sebelah Timur berbatasan dengan Binjai Estate

- Sebelah Barat berbatasan dengan Sungai Bingai

Topografi dan Ketinggian tempat

Kelurahan Berngam memiliki ketinggian 20 m diatas permukaan laut dengan curah hujan tahunan 2.900 mm. Suhu rata-rata 20,4—32,7° C. Kondisi permukaan tanah rata dan datar (Pemerintahan Kelurahan Berngam, 2011).

Kependudukan

Penduduk Kelurahan Berngam terdiri dari suku Melayu, Batak, Jawa dan Mandailing. Agama yang dianut masyarakat adalah Islam dan Kristen. Terdapat tempat ibadah dengan kondisi baik. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Berngam ada yang bertani, ada yang berdagang dan membuat kerajinan serta beberapa penduduk juga ada yang pegawai negeri sipil (Pemerintahan Kelurahan Berngam, 2011).


(39)

Pendidikan

Secara umum masyarakat sudah mempunyai pendidikan yang maju. Masyarakat kebanyakan lulusan Sekolah Menengah Atas ± 40 %, Sekolah Menengah Pertama ± 25 %, Sarjana ± 20 % dan Sekolah Dasar ± 15 %. Sarana bangunan sekolah ada di kelurahan ini.

Berikut adalah persentase tingkat pendidikan di Kelurahan Berngam

15%

25%

40% 20%

SD SMP SMA SARJANA

Gambar 1. Tingkat Pendidikan Kelurahan Berngam

Kesehatan dan Sarana Umum Lainnya

Fasilitas kesehatan yang ada ialah Rumah Sakit dan melaksanakan kegiatan posyandu. Fasilitas umum yang ada yaitu sebuah tempat untuk mengadakan suatu pertemuan (Pemerintahan Kelurahan Berngam, 2011).

Aksesibilitas

Jarak antara Kelurahan Berngam ke Kota Binjai dapat ditempuh dengan mudah. Ketersediaan alat angkutan umum setiap saat ada dari kelurahan menuju ke kelurahan lainnya. Sarana transportasi di dalam Kelurahan Berngam terutama adalah becak mesin roda tiga yang unik dan mobil angkutan umum yang disebut sudako (Pemerintahan Kelurahan Berngam, 2011).


(40)

Sosial Budaya

Masyarakat Kelurahan Berngam memiliki solidaritas yang tinggi terhadap suku penduduk asli (Melayu, Jawa) dengan suku pendatang lainnya dan antar pemeluk agama. Hal ini dapat terlihat dari kegiatan yang dilaksanakan di Kelurahan misalnya mengadakan kegiatan gotong royong 2 kali sebulan, mengikuti arisan bulan di kecamatan dan kelurahan serta kegiatan lainnya (Pemerintahan Kelurahan Berngam, 2011).

Analisa Data

Karakteristik Responden

Data dan informasi yang akan dikumpulkan adalah data karakteristik petani dan pengrajin tanaman bambu yang meliputi usia, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan utama, pekerjaan sampingan dan jumlah anggota keluarga. Pendapatan Masyarakat Petani Tanaman Bambu

Untuk menghitung besarnya pendapatan masyarakat pada saat penelitian, hasil pengelolaan tanaman bambu dihitung dengan menggunakan rumus menurut Rahayu dkk (2004) sebagai berikut:

I = TR – TC Keterangan:

I = Pendapatan TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya

Selanjutnya dihitung pendapatan total petani bambu dengan menggunakan rumus: I Total = IBambu + INon

Kemudian dihitung persentase besarnya pendapatan masyarakat dengan menggunakan rumus:


(41)

Ibambu

% I = x 100 % Ibambu + Inon

Pengolahan bambu dan Nilai Tambah Pengolahan

Untuk mengetahui sistem pengolahan bambu dilakukan dengan wawancara mengenai produk yang dihasilkan masyarakat yang kemudian dikaitkan dengan harga jual tiap produknya, sehingga diketahui besarnya nilai tambah yang diperoleh oleh masyarakat. Kemudian data wawancara dihitung dengan menggunakan margin pemasaran dan margin keuntungan. Menurut Kamaluddin (2008) secara sistematis margin pemasaran dapat dirumuskan sebagai

berikut: Mji = Pr – Pf

Keterangan:

Mji = Margin pemasaran

Pr = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen Pf = Harga pembelian pemasaran di tingkat produsen

Secara sismatematis parameter pengukur distribusi keuntungan dirumuskan sebagai berikut: Ki

Ski = x 100 %

Pr Keterangan:

Ski = Analisis distribusi keuntungan Ki = Margin keuntungan

Pr = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen

Pf

Sp = x 100 %

Pr Keterangan:

Sp = Harga yang diterima produsen

Pf = Harga pembelian pemasaran di tingkat produsen Pr = Harga penjualan pemasaran di tingkat konsumen


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi dan Sistem Pengelolaan Hutan Bambu

Kelurahan Berngam Kecamatan Binjai Kota Kotamadya Binjai memiliki luas 179,50 Ha dan memiliki lahan bambu sebesar 50,5 Ha. Mulanya masih ditemukan beberapa jenis bambu yang tumbuh di kelurahan ini, seperti bambu petung, dan bambu hitam. Karena bambu hitam adalah bambu yang digunakan untuk membuat kerajinan dan masih banyaknya permintaan pasar maupun konsumen, maka petani memprioritaskan bambu ini untuk dikembangkan dan dibudidayakan. Menurut Berlian dan Estu Rahayu (1995), sifat bambu hitam dalam keadaan basah kulitnya tidak begitu keras tetapi setelah kering sangat keras. Bambu hitam sangat cocok digunakan untuk furniture dan bahan kerajinan tangan.

Hasil pengamatan di lapangan diketahui bahwa ada beberapa jenis tanaman bambu yang terdapat di Kelurahan Berngam diantaranya bambu hitam, bambu kuning, bambu apus, bambu rengen ,bambu pagar, bambu tamiang dan bambu petung. Akan tetapi bambu yang kebanyakan di jual adalah bambu hitam karena bambu tersebut sangat cocok untuk membuat kerajinan tangan dan harga jualnya juga cukup tinggi. Dari hasil pengamatan ini, maka di peroleh data potensi hutan bambu hitam di Kelurahan Berngam Kecamatan Binjai Kota Kotamadya Binjai yaitu 32 Ha (Lampiran 3).

Petani bambu di Kelurahan Berngam ini kebanyakan merupakan petani yang sudah mendapatkan warisan, dimana bambu tersebut sudah ada sejak mereka mendapatkan lahan tersebut. Di Kelurahan ini jenis bambu yang mendominasi


(43)

dapat dijumpai yaitu jenis bambu hitam, berkut adalah klasifikasi bambu hitam menurut Berlian dan Estu Rahayu (1995) :

Nama Daerah : Bambu wulung, pring wulung, pring ireng Indonesia : Bambu Hitam

Genus : Gigantochloa

Spesies : Gigantochloa atroviolacea Widj.

Deskripsi : Rumpun bambu hitam agak jarang. Pertumbuhannya pun agak lambat, buluhnya tegak dengan tinggi 20 m. Panjang

ruas-ruasnya 40-50 cm, tebal dinding buluhnya 8 mm, dan garis tengah buluhnya 6-8 cm.

Dalam kegiatan silvikulturnya, sistem pengelolaan hutan tanaman bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai mencakup beberapa kegiatan diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Persiapan lahan

Sesuai dengan pengamatan di lapangan, responden petani tanaman bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai tidak melakukan kegiatan persiapan lahan untuk menanam bambu. Akan tetapi lahan tersebut dibersihkan dengan cara dibabat terlebih dahulu kemudian dibersihkan rerumputannya dan setelah itu langsung dibuat lubang tanam dan bambu segera ditanam. Alat yang digunakan dalam pembabatan adalah sejenis mesin babat, cangkul dan parang.

2. Penanaman

Kelurahan Berngam memiliki lahan bambu yang cukup luas. Jenis bambu yang banyak di tanam adalah bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widj.).


(44)

Bambu jenis ini sudah sejak lama tumbuh di daerah ini, bambu ini juga cukup menambah penghasilan petani dan para pengrajin bambu. Tanaman bambu hitam dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Rumpun Bambu Hitam

Berdasarkan hasil wawancara, penanaman bambu hitam dilakukan dengan tunas dengan jarak tanam 7 x 7 meter. Penanaman bambu dilakukan dengan pola monokultur (penanaman dengan satu jenis tanaman). Jarak tanam pada saat menanam bambu akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman bambu tersebut dan rumpunnya akan semakin cepat juga berkembang. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Swara (1997) yang menyatakan bahwa tanaman bambu di tanam berderet membentuk teras pada sebuah lereng jadi sabuk gunung maka kekuatannya luar biasa. Akar bambu akan saling terkait dan mengikat antar rumpun. Sejak pertama kali dan sampai pada saat ini petani bambu tidak melakukan penanaman, akan tetapi mereka hanya memanen hasilnya saja.

3. Pemeliharaan

Para petani bambu di Kelurahan Berngam sejak awal penanaman tanaman bambu tidak melakukan pemeliharaan secara intensif. Hal ini karena bambu cepat tumbuh dan berkembang serta jarang terkena hama dan penyakit, sehingga hanya


(45)

dilakukan pembersihan saja pada saat pemanenan tiba. Pembersihan yang dilakukan adalah pembersihan terhadap rumput, serasah dan tumbuhan yang melilit pada tanaman bambu. Pembersihan dilakukan agar anakan tanaman bambu cepat tumbuh sebagai substitusi bambu yang telah ditebang. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Wahyudin (2008) yang menyatakan bahwa salah satu kelebihan bambu jika dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan antara lain: tumbuh dengan cepat. Bambu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dalam waktu yang singkat dibandingkan dengan tanaman kayu-kayuan. Dalam sehari bambu dapat bertambah panjang 30-90 cm. Rata-rata pertumbuhan bambu untuk mencapai usia dewasa dibutuhkan waktu 3-6 tahun. Pada umur ini, bambu memiliki mutu dan kekuatan yang paling tinggi.

Gambar 3. Keadaan Hutan Bambu di Kelurahan Berngam 4. Pemanenan

Sistem pemanenan yang dilakukan oleh para petani bambu di Kelurahan Berngam kebanyakan menggunakan sistem tebang pilih. Bambu yang akan di panen dipilih sesuai dengan umurnya. Biasanya bambu yang sudah bisa di panen yaitu bambu yang sudah berumur 3-6 tahun. Jika umurnya kurang dari 3-6 tahun sudah dipanen biasanya harganya murah dan kualitasnya rendah. Hal ini sesuai


(46)

dengan literatur yang dikemukakan oleh Wahyudin (2008) yang menyatakan bahwa Bambu yang telah dewasa yakni umur 3-6 tahun dapat dipanen untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Dalam pemanenan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode tebang habis dan tebang pilih. Metode tebang pilih merupakan metode penebangan berdasarkan umur bambu. Metode ini sangat efektif karena akan didapatkan mutu bambu sesuai dengan yang diinginkan dan kelangsungan pertumbuhan bambu akan tetap berjalan.

Gambar 4. Bekas Tebangan Bambu

Waktu pemanenan yang tepat adalah pada saat atau awal musim kemarau, karena bila panen dilaksanakan pada musim penghujan mutu dari bambu akan menurun. Hal ini akan menyebabkan kadar air pada bambu akan meningkat dan mudah terserang hama dan penyakit.


(47)

5. Pemasaran

Pemasaran bambu di Kelurahan Berngam ditingkat petani cukup baik, hal ini dipengaruhi oleh akses transportasi yang baik untuk mencapai kelurahan ini, pengrajin bambu di Kelurahan Berngam juga cukup banyak, dari hasil pengamatan didapatkan data bahwa petani bambu di Kelurahan Berngam menjual bambu dalam bentuk bambu bulat. Bambu dijual kepada agen setempat yang kemudian akan dijual lagi ke tingkat pengrajin di lokasi tersebut. Menurut data dari Pemerintahan Kelurahan Berngam (2011) bahwa adanya ketersediaan alat angkutan umum dari kelurahan menuju daerah lain.

Para pengrajin di Kelurahan Berngam juga memperoleh penghasilan yang mampu memenuhi kebutuhan mereka dengan membuat kerajinan dari bambu dan menjualnya di daerah setempat bahkan ke luar kota. Pemasaran juga tidak sulit karena menjual kerajinan tersebut cukup dengan menyewa mobil sejenis pick-up. Khusus untuk penjualan ke luar kota biaya transportasi ditanggung oleh pembeli tapi kalau masih di sekitar Kelurahan Berngam ditanggung oleh penjual. Pemasaran bambu dan kerajinan bambu ini sampai ke Rantau Parapat, Dumai, Tebing Tinggi.

Produk Olahan Bambu

a. Produk Olahan Bambu Ditingkat Petani

Produk olahan bambu dari Kelurahan Berngam tidak ada, hal ini dikarenakan minat masyarakat yang sangat rendah dalam mengolah hutan bambu. Masyarakat hanya menjual bambu gelondongan ke agen dan ada juga yang langsung kepada pengrajin bambu.


(48)

Gambar 6. Bambu di Tempat Penampungan

Bambu merupakan sumberdaya alam yang luas penggunaannya, tersedia dimana-mana, cepat tumbuh, mudah penanganannya dan memiliki sifat-sifat yang cocok untuk berbagai keperluan dan saat ini yang paling menggembirakan bahwa produk dari bambu telah memasuki pasar dunia seperti mebel, bahan kertas (pulp), papan bambu lapis dan rebung kaleng. Hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Tan (2005) yang menyatakan bahwa bambu banyak digunakan masyarakat dalam memenuhi kehidupan sehari-hari meliputi kebutuhan pangan, rumah tangga, kerajinan, konstruksi dan adat istiadat. Bambu memiliki multi fungsi pemanfaatan sebagai bahan makanan untuk manusia (rebung), binatang (pucuk daun muda), kebutuhan rumah tangga dan aneka kerajinan dengan berbagai tujuan penggunaan mulai dari cenderamata, mebel, tas dan lain sebagainya.

Dalam mengembangkan kemajuan perekonomian masyarakat di suatu kelurahan peranan yang sangat diperlukan adalah peranan pemerintah. Suatu kelurahan tidak akan dapat mensejahterakan masyarakatnya tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Hal sesuai dengan pernyataan Plantus (2007), salah


(49)

satu peranan pemerintah dalam mendukung kemajuan perekonomian masyarakat yaitu dengan mengadakan penyuluhan dan pelatihan tentang hutan bambu.

b. Produk Olahan Bambu Ditingkat Pengrajin

Produk olahan bambu ditingkat pengerajin sangat banyak jenisnya dan bervariasi misalnya variasi kursi, lemari, meja dan masih banyak jenis dari produk bambu ini. Berlian dan Estu Rahayu (1995) menjelaskan bahwa Saat ini perkembangan produksi kerajinan anyaman bambu mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini sejalan dengan perkembangan di dalam penciptaan desain-desain baru yang banyak laku di pasaran dalam maupun luar negeri. Industri kerajinan anyaman bambu merupakan potensi yang besar sekali dalam usaha pengembangan industri kerajinan bambu secara nasional.

Berdasarkan hasil wawancara dari pengrajin bambu di Kelurahan Berngam belum ada pengrajin yang langsung menjual hasil kerajinannya ke pasar international tetapi masih sebatas lokal, adapun produk tersebut di pasarkan ke daerah seperti Rantau Parapat, Pekan Baru, Dumai, Tebing Tinggi dan daerah lainnya

Gambar 7. Kerajinan yang Terbuat dari Bambu

Harga jual dari kerajinan bambu ini selalu relatif stabil, jarang mengalami penurunan harga bahkan selalu cenderung meningkat, para pengrajin biasanya


(50)

mengetahui kerajinan bambu berawal dari mengikuti teman dan bekerja sebagai harian lepas pembuat kerajinan bambu. Menurut Berlian dan Estu Rahayu (1995) penggunaan bambu untuk industri atau kerajinan dewasa ini semakin meningkat. Dengan demikian kebutuhan akan bambu juga semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dapat sepenuhnya tergantung pada persediaan di alam.

Teknologi Pengolahan Bambu a. Teknologi di Tingkat Petani

Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan diketahui bahwa petani bambu di Kelurahan Berngam memang mempunyai pengetahuan yang minim mengenai teknologi bambu, bahkan mereka tidak tau bagaimana cara mengolah bambu bahkan petani tidak membuat perlakuan yang khusus untuk bambu yang akan di panen dan alat yang digunakan petani hanya parang dan gergaji. Namun para petani mampu menjual bambu hitam dengan harga yang cukup tinggi karena bambu yang mereka panen dan kemudian dijual tersebut memiliki kualitas yang cukup tinggi dan berukuran besar serta ketebalannya juga cukup besar sehingga mampu digunakan untuk keperluan bahan bangunan dan bahan baku kerajinan bambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Batubara (2002), pengolahan bambu pada penggunaan dan pemanfaatannya, saat ini ada beberapa produk olahan bambu seperti bambu lapis, bambu lamina, papan semen, dan arang bambu.

Dari hasil wawancara dengan para petani, banyak petani menjual hasil bambu untuk para pengrajin bambu untuk dijadikan berbagai bentuk kerajinan dari bambu seperti kursi, lemari, meja, dan lain sebagainya. Petani menjual harga kepada para pelanggan dengan harga yang sesuai dengan kualitas bambu dan


(51)

ukuran dan banyaknya penjualan. Biasanya pembeli membelinya ada yang membeli langsung per mobil dan ada juga yang per batang.

Secara garis besar pemanfaatan batang bambu dapat digolongkan ke dalam dua hal. Pertama, berdasarkan bentuk bahan baku, yaitu bambu yang masih dalam keadaan bulat, bambu yang sudah dibelah, serta serat bambu. Kedua, berdasarkan penggunaan akhir yaitu konstruksi dan non konstruksi. Batang bambu baik yang masih muda maupun yang sudah tua dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan (Berlian dan Estu Rahayu 1995).

Pada Tabel 4 ditunjukkan persentase persepsi responden menurut karakteristik petani bambu dalam hal pengelolaan bambu di Kelurahan Berngam. Tabel 4. Persentase Pengetahuan Petani Bambu Kelurahan Berngam dalam Teknik Pengolahan Bambu

Karakteristik Tanggapan Responden Persentase (%)

Pengetahuan Teknologi Pengolahan Bambu

Mengetahui 20

Tidak Tahu 80

Pengetahuan Teknik Budidaya Bambu

Mengetahui 70

Tidak Tahu 30

Pemasaran Bambu Mengetahui 50

Tidak Tahu 50

Tabel 4 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai teknologi pengolahan bambu sangat rendah, bernilai sebesar 80 %, nilai ini diperoleh dari hasil wawancara dengan Petani di Kelurahan Berngam, minimnya informasi yang diperoleh masyarakat merupakan salah satu alasan mengapa masyarakat tidak mengetahui jenis dan teknologi yang dipergunakan untuk mengolah bambu agar menghasilkan bambu yang lebih bermutu dan bernilai jual tinggi.

b. Teknologi di Tingkat Pengrajin

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan, diketahui bahwa pengrajin mengolah bambu dengan menggunakan peralatan yang


(52)

sederhana seperti gergaji, pisau, dan parang saja. Usaha kerajinan bambu ini tergolong usaha kecil sehingga bentuk usaha kerajinan tangan usaha ini di anggap tidak memerlukan teknologi mekanik maupun mesin.

Gambar 8. Gergaji dan Parang yang Digunakan untuk Memotong Bambu Para pengrajin di Kelurahan Berngam tidak memiliki teknik khusus untuk mengawetkan bambu agar tahan lama dan berkualitas tinggi. Perlakuan yang dilakukan pengrajin bambu hanya sebatas penjemuran saja, caranya bambu disusun ke arah terik matahari agar cepat kering, tidak ada perlakuan khusus lainnya. Hal ini mereka lakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung di dalam bambu agar tidak mudah busuk dan tidak mudah terserang rayap dan bubuk kering yang mempengaruhi ketahanan bambu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Swara (1997), ketahanan bambu adalah daya tahan bambu terhadap berbagai faktor perusak bambu terhadap serangan rayap, bubuk kayu kering dan jamur perusak bambu.Ketahanan bambu tergantung pada kondisi iklim dan lingkungan.

Analisis Alur Pemasaran Produk Hasil Olahan Bambu

Kontribusi Bambu Terhadap Pendapatan Petani dari Hutan Bambu

Para petani bambu di Kelurahan Berngam memiliki pekerjaan sampingan selain menjadi petani bambu. Mereka merasa bahwa pendapatan dari hutan bambu


(53)

menambah penghasilan, para petani bambu menanam tanaman pertanian, ada yang berdagang dan ada juga sebagai petani perkebunan.

Tabel 5. Rata-rata Nilai Pendapatan Bersih Petani Bambu Per Tahun

No Sumber Pendapatan Nilai Pendapatan

1 Bambu Bulat 7,168,000

2 Bambu Yang Di Borongkan Ke Pengumpul I 6,000,000

3 Pertanian /Perkebunan 21,288,000

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa nilai bambu yang diperoleh rendah, hal ini disebabkan karena petani bambu tidak melakukan perawatan intensif terhadap bambu tersebut, para petani bahkan lebih sering menjual bambu tersebut kepada pengumpul I dengan sistem pemborongan. Rendahnya pendapatan petani bambu ini menyebabkan petani bambu tidak peduli akan sumber daya bambu yang melimpah dan demi memperoleh penghasilan yang berlebih, mereka menanam tanaman pertanian. Pada tabel 6 dapat kita lihat perbandingan harga bambu yang diolah tinggi setelah mengalami perlakuan untuk menghasilkan bambu yang bernilai tinggi.

Tabel 6. Perbandingan harga bambu diolah dan sebelum diolah

No Jenis bahan olahan Banyak bahan baku Harga

1 Bambu Bulat 1 Batang Bambu 2800

2 Bambu Kulit 1 Batang 5000

Dari tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa pendapatan petani bambu akan meningkat jika petani mau dan mengerti bagaimana cara mengolah bambu menjadi sebuah produk, hanya saja petani sudah tidak mau dan tidak peduli akan keberadaan bambu tersebut.

Tabel 7. Pendapatan (I) Total Petani Bambu Per Tahun

Sumber Pendapatan (I)

Nilai Pendapatan (Rp)

% I

Bambu Bulat 7,168,000 25,18

Selain Bambu 21,288,000 74,81


(54)

Nilai- nilai pada persentase pendapatan petani pada Tabel 7 diperoleh dari bambu gelondongan sebesar 25,18%, lebih rendah dibandingkan dengan pendapatan selain bambu yang bernilai sebesar 74,81%. Rendahnya pendapatan petani dari sektor bambu dikarenakan petani tidak mengupayakan pengolahan lahan bambu yang mereka miliki lebih maksimal, ini menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan petani diperoleh dari sektor lainnya baik itu pertanian ataupun perkebunan, dan tanaman bambu merupakan tanaman alternatif atau sebagai tabungan jangka panjang.

Lembaga Tataniaga pada Distribusi Hutan Bambu

Lembaga tataniaga pada pola distribusi produk hutan bambu di Kelurahan Berngam ini terdiri dari produsen (petani bambu), Pengumpul (I dan II), Pengrajin dan konsumen, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam deskripsi pelaku ekonomi sebagai berikut :

a. Produsen (Petani bambu)

Sebagian besar petani menjual bambu gelondongan ada yang langsung menjual ke Pengumpul II tanpa perantara Pengumpul I. Pada tabel 10 dapat dilihat bahwa jika petani menjual bambu langsung ke pengumpul II maka akan mendapatkan tambahan keuntungan sebesar 60%, permasalahan yang terjadi di tingkat petani adalah tidak adanya alat pengangkut dari dalam hutan ke tempat penampungan bambu sehingga sering sekali petani memborongkan ladang bambu mereka ke pengumpul I sehingga harga yang diperoleh hanya senilai 57,14%. Semakin jauh jarak hutan semakin besar harga operasional yang akan dikeluarkan petani.


(55)

b. Pengumpul I dan II (P – I dan P - II)

Pengumpul I (P - I) adalah petani bambu yang sekaligus sebagai agen lokal di Kelurahan Berngam. Pengumpul I ini menerima bambu jika ada petani bambu lainnya yang ingin menjual bambu baik itu masih berupa tegakan maupun sudah di tumbang. Pedagang Pengumpul II (P - II) merupakan agen yang datang dari secara langsung membeli bambu kepada petani dan juga kepada pengumpul I. Pengumpul II ini menjual bambu gelondongan ini langsung ke pengrajin di dalam dan luar Kelurahan Berngam seperti pengrajin di Medan dan di luar Medan yang akan dipakai untuk bahan pembuat kertas, selain itu bambu tersebut juga dijual ke pedagang panglong yang dimana bambu tersebut berfungsi sebagai bahan bangunan.

Pada Tabel 8 menunjukkan bahwa persen margin keuntungan yang diperoleh pengumpul I adalah sebesar 24,32% atau senilai Rp.900,- keuntungan yang diperoleh pengumpul ini merupakan keuntungan bersih yang diperoleh setiap batangnya dari petani bambu yang memborongkan hutan bambu kepada pengumpul I.

c. Pengrajin dan Pedagang Panglong

Pengrajin merupakan salah satu penampung bambu yang memperoleh bahan baku dari Pengumpul II, antara pengrajin dan pengumpul II selalu berkoordinasi dalam hal pemasokan bahan baku bambu. Pengrajin bambu ini tidak hanya terdapat di Kelurahan Berngam tetapi juga terdapat di luar Kelurahan Berngam seperti Medan dan Belawan. Adapun sistem penjualan bambu ditingkat pengrajin ini dilakukan sistem kontan.


(56)

Pada Tabel 11 dijelaskan nilai analisis margin pemasaran ditingkat pengumpul II, Menurut Kamaluddin (2008), nilai margin pemasaran adalah perbedaan harga di kedua tingkat sistem pemasaran dikalikan dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Dilihat pada Tabel 12 dan 13 jelas bahwa margin keuntungan yang diperoleh pengumupul II pada tingkat pengrajin dan panglong sebesar 35,82% dan 44,15%, harga jual kepada panglong lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengrajin, hal ini dipengaruhi oleh jumlah bambu yang dibeli oleh pengrajin lebih banyak dan selalu berkesinambungan.

Pada Tabel 12 ditunjukkan bahwa margin keuntungan yang tinggi ditunjukkan pada jenis produk bambu, permintaan kerajinan ini sangat tinggi dan biasanya permintaan untuk produk kerajinan ini selalu tetap dan bahkan meningkat, kendala pengrajin dalam mengembangkan usaha kerajinan bambu ini adalah kurangnya bahan baku yang dimiliki oleh pengrajin bambu.

d. Konsumen

Konsumen dalam hal ini dibagi lagi karena pada konsumen ditingkat pengrajin masih ada agen yang akan memasarkan ke pedagang hasil kerajinan, sebagian pedagang ada juga yang datang mengambil langsung ke pengrajin bambu tersebut, barang konsumsi adalah kelompok barang yang tersedia dan dapat langsung dimanfaatkan oleh para konsumen akhir.

Pada Gambar 9 dapat dilihat jelas bagan alur dari rantai pemasaran bambu yang diperoleh dari Kelurahan Berngam hingga mencapai pada tingkat konsumen akhir.


(57)

Gambar 9. Bagan Alur Pemasaran Produk Hutan Bambu

Pola Distribusi Bambu Gelondongan

Alur pemasaran pada produk hutan rakyat bambu di Kelurahan Berngam terdiri dari produsen (petani bambu), pedagang pengumpul (I dan II) , pengrajin dan konsumen (pemakai), berikut deskripsi alur pemasaran pelaku ekonomi : 1. Pola Pasar A

Pada pola ini petani menjual bambu melalui pengumpul I yang kemudian dilanjutkan ke pengumpul II, kebanyakan petani yang menjual langsung kepada pengumpul I disebakan oleh dana yang dikeluarkan petani dalam pemanenan sangat tinggi sehingga petani lebih memilih untuk memborongkan hutan bambu mereka kepada pengumpul I. Dari pengumpul I selanjutnya memasarkan bambu tersebut kepada pengumpul II yang kemudian dipasarkan kepada pengrajin bambu.

Petani Bambu

Pengumpul I

Pengumpul II

Pengrajin Bambu Panglong / Pedagang Bambu

Konsumen Tk I (Agen Produk Jadi)

Konsumen Tk II

Pedagang Hasil Kerajinan Bambu

Konsumen Akhir Industri


(58)

Gambar 10. Pola Pasar A

Pengrajin bambu merupakan salah satu konsumen akhir yang menggunakan bambu gelondongan, yang kemudian bambu gelondongan diolah untuk menjadi bahan baku kerajinan maupun keperluan rumah tangga lainnya, hasil jadi dari pengrajin ini kemudian dipasarkan kepada pengecer maupun pengexport barang-barang kerjianan bambu baik itu diluar daerah maupun lokal, Berikut dijelaskan pada Tabel 8 analisis margin keuntungan pada pola pasar A.

Tabel 8. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) pada Pola Pasar A

Pelaku Pasar Distribusi Harga Harga per

Batang (Rp)

Persen (%)

Petani Bambu

Harga Jual 2,800

Biaya Produksi 1,200

Margin Keuntungan 1,600

Persen Margin keuntungan 57,14

Pengumpul I

Harga Beli 2,800

Harga Jual 3,700

Biaya Tataniaga - -

Margin Keuntungan 9,00

Persen Margin keuntungan 24,32

Pengumpul II

Harga Beli 3,700

Harga Jual 6,700

Biaya Tataniaga 6,00

Margin Keuntungan 2,400

Persen Margin keuntungan 35,82

Konsumen / Pengerajin Harga Beli 6,700

Total Margin Keuntungan 4,900

Tabel 9. Analisis Margin Pemasaran (Marketing Margin) pada Pola Pasar A

Pelaku Pasar Jenis Harga Harga per Batang

(Rp)

Persen (%)

Petani Bambu Harga Produksi 1,200 17,91

Pengumpul I Harga Beli 2,800 41,79

Pengumpul II Harga Beli 3,700 55,22

Pengerajin Harga Beli 6,700 100

Margin Pemasaran 5,500

Petani bambu Pengumpul I Pengumpul II Pengrajin /Panglong


(59)

Biaya pemasaran adalah biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pergerakan barang dari tangan produsen sampai konsumen akhir datau setiap biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Besar kecilnya biaya pemasaran berbeda-beda untuk masing-masing lembaga pemasaran yang bersangkutan.

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa margin keuntungan yang diperoleh petani adalah sebesar 57,14%, atau sebesar 1,600 setiap batangnya dan dapat dilihat pada Tabel 9 besarnya paersentasi margin pemasaran pada tiap pelaku pasar, diperoleh nilai sebesar 17,91% pada petani bambu. Nilai margin pemasaran diperoleh sebesar Rp. 5,500 untuk tiap batang bambu gelondongan.

2. Pola Pasar B

Pada pola pasar B, petani bambu menjual bambu gelondongan langsung kepada pengumpul II tanpa ada perantaraan, yang kemudian pengumpul II ini langsung memasarkan kepada pengrajin/panglong yang selanjutnya diteruskan kepada pengecer atau langsung kepada konsumen.

Gambar 11. Pola pasar B

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa margin yang diperoleh bernilai sebesar 60 %, atau sebesar Rp.1,800,- setiap batangnya. Petani yang berada di Kelurahan ini tidak banyak menjual langsung kepada pengumpul II, disebabkan lokasi hutan bambu tersebut jauh dari tempat penampungan bambu untuk diangkut, pada Tabel 10 akan ditunjukkan besarnya analisis margin keuntungan pada pola pasar B.


(60)

Tabel 10. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) pada Pola Pasar B

Pelaku Pasar Distribusi Harga Harga / Batang

(Rp)

Persen (%)

Petani Harga Jual 3,000

Biaya Produksi 1,200

Margin Keuntungan 1,800

Persen Margin keuntungan 60,0

Pengumpul II

Harga Beli 3,700

Harga Jual 6,700

Biaya Tataniaga 6,00

Margin Keuntungan 2,400

Persen Margin keuntungan 35,82

Konsumen / Pengerajin Harga Beli 6,700

Total Margin Keuntungan 4,900

Dalam pengamatan dan wawancara terhadap responden ditingkat petani bambu dalam pengusahaan tanaman bambu disebutkan adanya biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani bambu. Adapun biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani bambu di Kelurahan Berngam dapat diklasifikasikan menjadi biaya pemanenan (penebangan dan pembersihan cabang), biaya transportasi (biaya angkut) .

Tabel 11. Analisis Margin Pemasaran (Marketing Margin) pada Pola Pasar B

Pelaku Pasar Jenis Harga Harga per Batang

(Rp)

Persen (%)

Petani Bambu Harga Produksi 1,200 17,91

Pengumpul II Harga Beli 3,700 55,22

Pengerajin Harga 6,700 100

Margin Pemasaran 5,500

Pada Tabel 10 ditunjukkan bahwa persen margin keuntungan petani sebesar 60%, tapi tidak semua petani dapat menikmati harga panen bambu sebesar itu karena jarak yang jauh petani harus mengeluarkan biaya produksi yang tinggi, nilai margin pemasaran pada Tabel 9 dan Tabel 11 adalah sama sebesar yaitu Rp.5,400,- tidak ada pengaruh yang terjadi pada analisis margin pemasaran pola pasar B meskipun petani bambu mendapatkan peningkatan margin keuntungan 60 % dan pada Pola Pasar A nilai margin keuntungan sebesar 57,14 %.


(61)

Pola Distribusi Bambu Olahan

Pada tingkat petani di Kelurahan Berngam tidak ditemukan petani yang mengolah bambu untuk dipasarkan, sedangkan pada pengrajin bambu di Kelurahan ini kebanyakan bambu yang diolah menjadi Kursi dan Meja. Pada Gambar 12 dapat dilihat pola alur distribusi bambu olahan yang diperoleh pengumpul II dari Kelurahan Berngam kepada pengrajin maupun pedagang.

Gambar 12. Pola Distribusi Bambu Gelondongan 1. Pengrajin Bambu Gelondongan

Dari hasil wawancara dengan responden, setelah bambu diterima dari pengumpul II bambu biasanya langsung diberikan perlakuan seperti penjemuran, yang bertujuan untuk mengurangi kadar air pada bambu, bambu yang dipakai untuk kursi biasanya adalah bambu pilihan dan bambu yang sudah kering langsung dibentuk menjadi kursi sesuai pesanan.

Tabel 12. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) pada Pengrajin Bambu

Pelaku Pasar Distribusi Harga Harga / Unit

= / Batang (Rp)

Persen (%)

Pengumpul II

Harga Beli 3,700

Harga Jual 6,700

Biaya Tataniaga 6,00

Margin Keuntungan 2,400

Persen Margin keuntungan 35,82

Pengrajin bambu

Harga Beli 45,000

Harga Jual 250,000

Biaya Tataniaga 85,000

Margin Keuntungan 120,000

Persen Margin keuntungan 48,0

Pengecer / Konsumen Harga Beli 250,000

Total Margin Keuntungan 122,400


(62)

Gambar 13. Produk Jadi Olahan Bambu Gelondongan

Pada Tabel 12 dapat dilihat keuntungan yang diperoleh dari hasil olahan bambu adalah sebesar Rp.120,000,- atau sebesar 48 % margin keuntungan, jika dilihat dari harga bahan baku bambu yang dikeluarkan adalah sebesar Rp.45,000,- untuk satu unit kursi antik seperti pada Gambar 13 di atas.

2. Pedagang / Panglong

Bambu dalam bentuk bulat dipakai untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah, gudang, jembatan, tangga, pipa saluran air, tempat air, serta alat-alat rumah tangga. Dalam bentuk belahan dapat dibuat bilik, dinding atau lantai, reng, pagar, kerajinan dan sebagainya. Beberapa jenis bambu akhir-akhir ini mulai banyak digunakan sebagai bahan industri sumpit, alat ibadah, serta barang kerajinan, peralatan dapur, topi, tas, kap lampu, alat musik, tirai dan lain-lain


(63)

Tabel 13. Analisis Margin Keuntungan (Profit Margin) pada Pedagang

Harga bambu yang sangat mudah dijangkau merupakan salah satu alasan mengapa bambu dipilih sebagai salah satu alternatif pengganti kayu, merujuk pada Tabel 13 dapat dilihat harga satu batang bambu ditingkatan pengecer adalah sebesar Rp.10,000,-

Pelaku Pasar Distribusi Harga Harga / Batang

(Rp)

Persen (%)

Pengumpul II

Harga Beli 3,700

Harga Jual 7,700

Biaya Tataniaga 6,00

Margin Keuntungan 3,400

Persen Margin keuntungan 44,15

Panglong

Harga Beli 7,700

Harga Jual 10,000

Biaya Tataniaga -

Margin Keuntungan 2,500

Persen Margin keuntungan 25,0

Konsumen Harga Beli 10,000


(1)

Lampiran 2. Karakteristik Responden (Pengrajin Bambu) di Kelurahan Berngam

Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai

No Nama Usia (Tahun) Jenis Kelamin Suku Pendidikan Pekerjaan utama 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Saridan Juna Andi Herman Dodi Joko Iwan Alex Rahman Supriyadi Arie Dermawan Jeki Darul Ilham 36 25 23 27 24 25 22 21 22 27 28 25 24 22 23 Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Laki-laki Jawa Karo Jawa Jawa Melayu Jawa Jawa Karo Jawa Mandailing Melayu Jawa Jawa Jawa Jawa SMA SMP SMA SMP SMP SMP SMA SMA SMP SMA SMP SMA SMA SMP SMA Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin Pengrajin


(2)

Lampiran 3. Data Potensi Tanaman Bambu Hitam di Kelurahan Berngam,

Kecamatan Binjai Kota, Kotamadya Binjai (2011)

No Nama Luas lahan bambu yang

dimiliki (Ha)

Harga bambu/batang

ditingkat pengumpul I

(Rp)

Nilai yang diperoleh

(Rp)

Harga bambu/batang

ditingkat pengumpul II

(Rp)

Nilai yang diperoleh

(Rp)

1 Heru 1,0 2800 12.544.000 3700 16.576.000

2 Suherman 1,5 2800 18.816.000 3700 24.864.000

3 Rahmad 2,5 2800 31.360.000 3700 41.440.000

4 Johan 1,5 2800 18.816.000 3700 24.864.000

5 Ahmad 1,5 2800 18.816.000 3700 24.864.000

6 Karto 0,5 2800 6.272.000 3700 8.288.000

7 Agus 2,0 2800 25.088.000 3700 33.152.000

8 Wahidin 2,5 2800 31.360.000 3700 41.440.000

9 Tarsim 1,5 2800 18.816.000 3700 24.864.000

10 Surya 1,0 2800 12.544.000 3700 16.576.000

11 Karim 2,5 2800 31.360.000 3700 41.440.000

12 Selamat 1,0 2800 12.544.000 3700 16.576.000

13 Syamsul 1,5 2800 18.816.000 3700 24.864.000

14 Muhimin 1,0 2800 12.544.000 3700 16.576.000

15 Rinto 2,5 2800 31.360.000 3700 41.440.000

16 Lesmana 0,5 2800 6.272.000 3700 8.288.000

17 Ruslan 2,5 2800 31.360.000 3700 41.440.000

18 Sabarudin 1,0 2800 12.544.000 3700 16.576.000

19 Wahyu 2,5 2800 31.360.000 3700 41.440.000

20 Iskandar 1,5 2800 18.816.000 3700 24.864.000

Total 32 2800 401.408.000 3700 503.432.000

Petunjuk Lampiran

1.

Jarak tanam bambu 7 x 7 = 49 m

2

2.

Banyaknya rumpun bambu dalam 1 Ha rata-rata 140 rumpun

3.

Banyaknya jumlah batang yang ditebang dalam 1 rumpun 32 batang/Ha

4.

Harga bambu yang diperoleh petani di tingkat pengumpul I adalah

Rp.2,800,-

5.

Upah tenaga kerja Rp 1200/batang sudah termasuk upah pikul

6.

Harga bambu di tingkat Pengumpul II (Agen) Rp.3,700,-

7.

Harga 1 Ha ladang bambu yang diborongkan ke Pengumpul I

Rp.6,000,000,-

8.

Besarnya Pendapatan bersih petani dari bambu per tahun/Ha

I = TR – TC


(3)

9.

Besarnya pendapatan total petani bambu per tahun/ Ha

I

Total

= I

Bambu

+ I

Non

I = 16,576,000 + 21,288,000 = Rp.37,864,000,-

I = 12,544,000 + 21,288,000 = Rp.33,832,000,-

10.

Persentase pendapatan masyarakat

I

bambu

% I = x 100 %

I

bambu

+ I

non

= 16.576.000 x 100 %

16.576.000 + 21.288.000

= 43,78 %

I

bambu

% I = x 100 %

I

bambu

+ I

non

= 12.544.000 x 100 %

12.544.000 + 21.288.000


(4)

Lampiran 4. Data Potensi Jenis Bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan

Binjai Kota, Kotamadya Binjai (2011)

No Nama Luas lahan Bambu ( Ha)

Bambu Apus Bambu Kuning Bambu Petung Bambu Rengen Bambu Pagar Bambu Tamiang

1

Heru

0,5 - 0,5 - 0,5 -

2

Suherman

- - - 0,5 - -

3

Rahmad

0,5 0,5 - - 0,5 -

4

Johan

- - 0,5 - - -

5

Ahmad

- 0,5 - 0,5 - 0,5

6

Karto

0,5 - - - - 0,5

7

Agus

- - - 0,5 0,5 -

8

Wahidin

- - 0,5 - - -

9

Tarsim

- 0,5 - - 0,5 -

10 Surya

- - 0,5 - 0,5 -

11 Karim

- 0,5 - - - -

12 Selamat

- - - 0,5

13 Syamsul

- - - - 0,5 -

14 Muhimin

- 0,5 - 0,5 - 0,5

15 Rinto

0,5 - - 0,5 - -

16 Lesmana

0,5 - - - - 0,5

17 Ruslan

- - - 0,5 - -

18 Sabarudin

- - - - 0,5 0,5

19 Wahyu

- - 0,5 - - 0,5

20 Iskandar

- 0,5 0,5 - 0,5 -

Total

2,5 3,0 3,0 3,0 4,0 3,0

Lampiran 5. Harga Bambu di Kelurahan Berngam, Kecamatan Binjai Kota,

Kotamadya Binjai (2011)

Tingkat Harga (Rp) Jenis Bambu Bambu Apus Bambu Kuning Bambu Petung Bambu Rengen Bambu Pagar Bambu Tamiang Harga bambu/batang ditingkat pengumpul I

2000 2000 2200 2000 2000 2100

Harga bambu/batang ditingkat pengumpul II


(5)

Lampiran 6. Dokumentasi dalam penelitian

Kondisi Hutan Bambu di Kelurahan Berngam


(6)

Bambu yang dipotong tipis untuk pengikat