Patofisiologi Rekonstruksi Celah Bibir Unilateral Dengan Metode Cronin

g. Stress emosional Tekanan mental yang hebat seperti ketakutan yang amat besar, syok karena terkejut mendengar berita buruk dapat mempengaruhi tekanan pada embrio yang berada dalam kandungan ibu. 3 Saat dalam keadaan emosional yang stress, korteks adrenal akan menghasilkan hidrokortison yang berlebih. 3,8,20 h. Trauma Salah satu penyebab trauma adalah adanya benturan atau kecelakaan pada saat hamil minggu kelima. 3,8,20 i. Kebiasaan merokok Ibu yang mempunyai kebiasaan merokok dan masih diteruskan selama kehamilan mempunyai potensi yang lebih besar terhadap terjadinya cacat bawaan ini dibandingkan ibu yang tidak merokok. 3,8,20 j. Alkohol dan narkotika Pemakaian alkohol oleh ibu hamil bisa menyebabkan sindroma alkohol pada janin dan obat-obatan tertentu yang diminum oleh ibu hamil juga bisa menyebabkan kelainan bawaan seperti celah bibir.

2.2 Patofisiologi

Di dalam kandungan, bibir atas terbentuk sejak minggu kelima kehamilan, dan perkembangan palatum sekitar minggu ke-8 sampai 12 dimulai dari sisi kanan dan kiri lidah mengarah ke atas. Normalnya jaringan akan bertemu ditengah atas mulut membentuk langit- langit. Namun pada bibir sumbing perkembangannya terganggu, jaringan tidak akan bertemu di tengah dan akhirnya membentuk celah pada mulut atas bayi, bisa berupa satu celah unilateral Universitas Sumatera Utara cleft lip ataupun dua celah bilateral cleft lip. Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan prominensia maksilaris dan arkus faringeus ke medial. Prominensia maksilaris saling bertemu di garis tengah dan menyatu dengan prominensia nasalis medialis. Bibir bawah dibentuk dari kedua prominensia mandibularis dan arkus faringeus. Prominensia ini tumbuh ke medial dibawah stomodeum, dan menyatu di garis tengah membentuk bibir bawah seutuhnya. Bibir di sebelah luar ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir mukosa. 21 Menurut Alberry, perkembangan wajah terjadi pada minggu keempat setelah fertilisasi, yang ditandai dengan terlihatnya lima buah penonjolan yang mengelilingi stomodeum. Penonjolan ini disebut juga prosesus fasialis. Prosesus fasialis tersebut merupakan hasil akumulasi sel mesenkim yang berada dibawah permukaan epitel. Mesenkim ini merupakan ektomesenkimal dan berkontribusi terhadap perkembangan struktur orofasial, seperti saraf, gigi, tulang, mukosa, dan mulut. Penonjolan yang berada diatas stomodeum disebut prosesus frontonasal, dimana berkontribusi dalam perkembangan hidung dan juga bibir atas. Di bagian bawah dan di lateral stomodeum terdapat dua buah prosesus mandibularis yang berkontribusi dalam perkembangan rahang bawah dan bibir. Di atas prosesus mandibularis terdapat prosesus maksilaris yang berkontribusi dalam perkembangan rahang atas dan bibir. Proliferasi ektomesenkim pada tiap kedua sisi placode akan menghasilkan pembentukan medial dan lateral prosesus nasalis. Diantara pasangan prosesus tersebut terdapat cekungan yaitu nasal pit yang merupakan nostril primitif. 21 Sedangkan menurut Petterson, perkembangan embriologi hidung, bibir dan langit-langit terjadi antara minggu ke-5 hingga ke-10. Pada minggu ke-5, tumbuh dua penonjolan dengan cepat yaitu prosesus nasalis lateral dan medial. Penonjolan maksila secara bersamaan akan mendekati prosesus nasalis lateral dan medial tetapi tetap akan terpisah dengan batas groove yang jelas. Universitas Sumatera Utara Selama dua minggu selanjutnya prosesus maksilaris akan meneruskan pertumbuhannya ke arah tengah dan menekan prosesus nasalis medial ke arah midline. Kedua penonjolan ini akan bersatu dengan prosesus maksilaris dan terbentuklah bibir. Dari prosesus maksilaris akan tumbuh dua shelf like yang disebut palatine shelves. Palatine shelves akan terbentuk pada minggu ke-6. Kemudian pada minggu ke-7, palatine shelves akan naik ke posisi horizontal di atas lidah dan berfusi satu sama lain membentuk palatum sekunder dan di bagian anterior penyatuan dua shelf ini dengan triangular palatum primer, terbentuklah foramen insisivus. Penggabungan kedua pa la tine shelf dan penggabungan dengan palatum primer terjadi antara minggu ke-7 sampai minggu ke-10. Celah pada palatum primer dapat terjadi karena kegagalan mesoderm untuk berpenetrasi ke dalam groove diantara prosesus nasalis media sehingga proses penggabungan keduanya tidak terjadi. Sedangkan celah pada palatum sekunder diakibatkan karena kegagalan palatine shelf untuk berfusi satu sama lain. Berbagai hipotesis dikemukakan untuk menjelaskan kegagalan proses penyatuan. Pada embrio normal, epitel diantara prosesus nasalis medial dan lateral dipenetrasikan oleh mesenkim dan akan menghasilkan fusi diantara keduanya. Jika penetrasi tidak terjadi maka epitel akan terpisah dan membentuk celah. Defek yang muncul dapat bervariasi tingkat keparahannya. Apabila faktor etiologi dari pembentukan celah terjadi pada akhir perkembangan, efeknya mungkin ringan. Namun, jika faktor etiologi muncul pada tahap awal perkembangan, celah yang terjadi bisa lebih parah. 21 Patofisiologi molekuler pada celah bibir dan langit-langit secara garis besar terjadi melalui tahap-tahap tertentu, yaitu : 7,22 a. Defek pembentukan sel-sel neural crest b. Defek proliferasi sel-sel neural crest c. Defek diferensiasi sel-sel neural crest Universitas Sumatera Utara d. Defek matriks ekstraseluler. 8 Gen-gen yang telah diketahui menjadi penyebab terjadinya celah bibir dan langit-langit diantaranya adalah IRF6 sebagai gen yang juga berpengaruh dalam sindrom Van der Woude, P63 , PVRL1, TGFA, TBX22, MSX1, FGFR1 dan SATB. 8,22 Namun mutasi pada IRF6, MSX1, dan FGFR1 umumnya terkait dengan kelainan gigi dan celah bibir dan langit-langit yang terjadi lebih dari satu kali di dalam suatu silsilah keluarga, dalam hal ini ada kemungkinan diturunkan. Gen-gen yang telah ditemukan mempunyai interaksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya celah bibir dan langit-langit adalah TGFA, MSX1, TGFB3, RARA, P450, GST, dan EPHX. 8,22

2.3 Klasifikasi dan insidensi