Faktor-Faktor Penyebab Orang Tua Mengawinkan Puterinya di Usia Remaja

ini mengakibatkan remaja tersebut akan berstatus sebagai janda muda maupun duda muda. c. Konsekuensi ekonomi Sebagai orang tua, tentulah remaja yang menikah muda harus bertanggung jawab untuk memberi pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga sehingga remaja tersebut harus bekerja. Akan tetapi dikarenakan remaja kurang memiliki pengetahuan, ketrampilan, atau keahlian yang cukup memadai sebagai seorang yang profesional, maka meraka akan mendapatkan penghasilan yang rendah. Penghasilan yang rendah ini akan menyebabkan remaja tidak mampu untuk membiayai kebutuhan ekonomi keluarganya. Hal ini akan mengakibatkan masalah-masalah percecokan, konflik perceraian, kemiskinan dan ketidakpuasan kerja.

2.7 Faktor-Faktor Penyebab Orang Tua Mengawinkan Puterinya di Usia Remaja

2.7.1 Pengetahuan Responden Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap sesuatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodjo, 2003. Sebagian besar perilaku manusia ditentukan oleh kemampuan berfikirnya. Semakin rendah intelegent dan pendidikan seseorang, otomatis seseorang akan semakin berpengetahuan rendah. Salah satu contohnya orang tua yang tidak mengerti mengenai dampak perkawinan usia remaja pada kesehatan reproduksi remaja dapat mengakibatkan orang tua akan mengawinkan anaknya di usia remaja. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Kamban 2011 mengenai pernikahan usia muda yang menunjukkan bahwa faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mendorong orang tua mengawinkan anaknya di usia remaja. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat akan pentingnya pendidikan serta kurangnya pengetahuan akan makna dan tujuan sebuah perkawinan dapat menyebabkan adanya kecenderungan orang tua mengawinkan anak-anaknya yang masih di bawah umur. Penelitian Fitriani 2012 tentang fenomena perkawinan usia remaja juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan masyarakat tentang makna sebuah perkawinan dengan tindakan masyarakat mengawinkan anaknya yang masih di bawah umur. 2.7.2 Sikap Responden Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku Notoatmodjo, 2007. Azwar 2003 menyatakan bahwa sikap mempengaruhi perilaku lewat suatu proses pengambilan keputusan yang teliti dan beralasan sehingga seseorang akan melakukan suatu perbuatan apabila ia memandang perbuatan itu positif dan bila ia percaya bahwa orang lain ingin ia agar melakukannya. Hubungan sikap dan perilaku sangat ditentukan oleh faktor-faktor situasional tertentu yaitu norma-norma, peranan, anggota kelompok, kebudayaan dan sebagainya yang merupakan kondisi ketergantungan yang dapat mengubah hubungan sikap dan perilaku. Tindakan orang tua dalam mengawinkan puterinya di usia remaja juga dapat disebabkan oleh sikap orang tua. Hasil penelitian Astutik 2006 tentang faktor penyebab orang tua mengawinkan anak perempuan di usia remaja menunjukkan bahwa sikap negatif masyarakat berhubungan dengan tindakan orang tua dalam mengawinkan puterinya di usia remaja. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa sikap masyarakat yang menganggap bahwa seorang anak perempuan akan menjadi perawan tua dan tidak laku jika tidak segera dinikahkan mengakibatkan orang tua mengawinkan anak perempuannya di usia muda atau di usia remaja.

2.8 Teori Determinan Perubahan Perilaku Menurut WHO

Dokumen yang terkait

Hubungan Konsumsi Jenis Makanan Kariogenik fengan Kejadian Karies Gigi pada Anak di Sdn Krandon Kudus

0 2 5

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI DAN STATUS GIZI Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi dan Status Gizi Anak Tk Pembina Mojosongo Surakarta.

0 4 15

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI DAN STATUS GIZI ANAK TK Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi dan Status Gizi Anak Tk Pembina Mojosongo Surakarta.

0 3 17

PENDAHULUAN Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi dan Status Gizi Anak Tk Pembina Mojosongo Surakarta.

0 6 6

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Menggosok Gigi Pada Anak Serta Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Karies Gigi Di Paud Taman Ceria Surakarta.

0 5 17

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Menggosok Gigi Pada Anak Serta Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Karies Gigi Di Paud Taman Ceria Surakarta.

0 6 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Menggosok Gigi Pada Anak Serta Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Karies Gigi Di Paud Taman Ceria Surakarta.

0 2 7

PENGARUH KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN KEBIASAAN MENYIKAT GIGI TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI MOLAR Pengaruh Konsumsi Makanan Kariogenik dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Molar Pertama Permanen Pada Anak Usia 9-11 Tahun di SDN Bl

0 3 14

PENGARUH KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN KEBIASAAN MENYIKAT GIGI TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI MOLAR Pengaruh Konsumsi Makanan Kariogenik dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Molar Pertama Permanen Pada Anak Usia 9-11 Tahun di SDN Bl

0 5 17

HUBUNGAN PERILAKU MENGGOSOK GIGI DAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI PADA SISWA KELAS SATU DI SD N WIRADADI KECAMATAN SOKARAJA

0 0 16