Pengetahuan Responden tentang Kesehatan Reproduksi

e. Tingkat Pendapatan Sebagian responden mempunyai tingkat pendapatan rendah ≤ Rp.920.000,00 dengan persentase 85,56 sejumlah 77 responden. Tingkat pendapatan berhubungan dengan status ekonomi seseorang. Semakin tinggi pendapatan, semakin besar kesempatan seseorang untuk menjadi kaya Hidir, 2008. Sebaliknya semakin rendah pendapatan seseorang, maka semakin kecil kesempatan seseorang untuk menjadi kaya dan semakin besar kesempatan seseorang memiliki tingkat ekonomi rendah. Menurut hasil penelitian Astutik 2006, tingkat ekonomi yang rendah menyebabkan orang tua mengawinkan anaknya di usia remaja untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Hal ini berlawanan dengan hasil penelitian ini dimana meskipun sebagian besar reponden dalam penelitian ini memiliki tingkat ekonomi rendah, responden tidak mengawinkan anaknya karena responden sadar dan paham bahwa perkawinan usia remaja dapat membahayakan kesehatan reproduksi remaja puteri mereka. Pemahaman responden dapat diperoleh dari penyuluhan program BKR yang dilaksanakan oleh BPPKB Kabupaten Jember melalui UPTB Kecamatan Sukowono. Selain itu pemahaman responden dapat juga diperoleh melalui berbagai sumber seperti radio dan televisi. Menurut hasil penelitian Puspitasari 2006, faktor kebiasaan masyarakat menyebabkan orang tua mengawinkan puterinya di usia remaja. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab orang tua mengawinkan anaknya di usia muda tidak hanya disebabkan oleh tingkat ekonomi saja tetapi juga dapat disebabkan oleh faktor lainnya seperti kebiasaan pernikahan muda secara turun temurun yang terjadi di masyarakat.

4.2 Pengetahuan Responden tentang Kesehatan Reproduksi

Pengukuran pengetahuan responden dilakukan dengan tes pengetahuan melalui kuesioner yang diberikan kepada responden di Kecamatan Sukowono Kabupaten Jember. Pengetahuan responden diukur dengan 20 pertanyaan, meliputi pengertian alat reproduksi, pengertian kehamilan, tumbuh kembang remaja puteri, masalah dalam pemenuhan hak reproduksi remaja, masalah-masalah yang muncul dalam kesehatan reproduksi dan perkawinan muda beserta dampaknya pada kesehatan reproduksi remaja puteri. Distribusi frekuensi pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi dapat dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Kesehatan Reproduksi Pengetahuan Responden Jumlah Persentase Tinggi 10 11,11 Sedang 67 74,44 Rendah 13 14,44 N 90 100 Sumber: Data Primer Terolah, 2013 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa distribusi tingkat pengetahuan responden sebagian besar adalah memiliki pengetahuan sedang sebanyak 67 responden dengan persentase sebesar 74,44. Sebagian kecil responden memiliki tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 10 responden dengan persentase sebesar 11,11. Sementara itu sebagian kecil responden yang lain memiliki tingkat pengetahuan rendah sebanyak 13 responden dengan persentase sebesar 14,44. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil responden mempunyai pengetahuan yang rendah sebanyak 13 responden dengan persentase 14,44. Pengetahuan responden yang rendah dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan responden yang rendah, dimana sebagian besar responden berpendidikan tingkat dasar SD sebanyak 55 responden dengan persentase 61,11. Hal ini serupa dengan penelitian Atmoko 2004 yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah, memiliki pengetahuan yang rendah pula tentang kesehatan reproduksi. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Wawan dan Dewi 2010 yang menjelaskan bahwa pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka seseorang akan semakin luas pula pengetahuannya. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa dari 90 responden, sebanyak 67 responden memiliki pengetahuan sedang. Hal ini dapat diartikan bahwa sebagian besar responden sudah mempunyai pemahaman yang cukup mengenai kesehatan reproduksi meskipun tingkat pendidikan sebagian besar responden tergolong rendah. Pemahaman yang cukup tersebut meliputi pengertian alat reproduksi, pengertian kehamilan, tumbuh kembang remaja puteri, masalah dalam pemenuhan hak reproduksi remaja, masalah-masalah yang muncul dalam kesehatan reproduksi, perkawinan muda beserta dampaknya pada kesehatan reproduksi remaja puteri. Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Dewi dan Kamidah 2012 yang menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua yang menjadi responden dengan persentase 40 memiliki pengetahuan sedang. Hasil penelitian ini berlawanan dengan penelitian Suciningrum 2010 yang menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua yang menjadi responden dengan persentase 46,7 memiliki tingkat pengetahuan kurang atau rendah tentang kesehatan reproduksi remaja. Hasil penelitian ini berlawanan dengan hasil penelitian Atmoko 2004 yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki pendidikan rendah dengan persentase 43,3 juga memiliki pengetahuan yang secara umum masih rendah. Hal ini disebabkan responden dalam penelitian tersebut hanya bisa memberikan jawaban yang benar dengan persentase 35. Hasil penelitian Atmoko tersebut didukung oleh pernyataan Mantra 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi proses belajar. Pendidikan seseorang semakin tinggi maka semakin mudah orang tersebut menerima informasi. Informasi yang masuk semakin banyak maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat termasuk pengetahuan tentang kesehatan. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui atau dimengerti oleh responden tentang suatu hal dalam hal ini tentang kesehatan reproduksi serta permasalahannya. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang Notoatmodjo, 2007. Terkait hubungan antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan responden menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar responden dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan yang rendah namun hal itu tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang kesehatan reproduksi karena terbukti pengetahuan responden dalam penelitian ini tergolong sedang dengan persentase 74,44. Hal ini dapat disebabkan pengetahuan responden dapat diperoleh dari pemberian informasi atau penyuluhan tentang kesehatan reproduksi kepada orang tua melalui program BKR. Selain itu responden juga dapat memperoleh informasi melalui pendidikan non formal seperti media massa yang meliputi televisi, radio, koran serta pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Hal ini serupa dengan hasil penelitian Dewi dan Kamidah 2012 yang menunjukkan bahwa sebagian besar 53 responden orang tua yang berpengetahuan sedang tentang kesehatan reproduksi mendapatkan informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja dari televisi. Wawan dan Dewi 2010 menyatakan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Hal ini juga didukung oleh teori WHO yang menyatakan bahwa salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain Nototmodjo, 2007. Pengetahuan responden baik yang sedang maupun yang rendah tentang kesehatan reproduksi sebaiknya perlu ditingkatkan lagi melalui program BKR yang diadakan BPPKB Kabupaten Jember melalui UPTB Kecamatan Sukowono yang dalam hal ini kegiatan pemberian penyuluhan dan informasi tentang kesehatan reproduksi dan pendewasaan usia perkawinan perlu ditingkatkan. Hal ini perlu dilakukan mengingat masih terdapat responden yang berpengetahuan rendah tentang kesehatan reproduksi dan masih terdapat responden mengawinkan puterinya di usia remaja. Hal ini juga perlu dilakukan agar semua responden memiliki pengetahuan yang tinggi tentang bahayanya perkawinan usia muda bagi kesehatan reproduksi remaja puteri mereka. Menurut Notoatmodjo 2007, tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk mengingat kembali recall tentang kesehatan reproduksi dan dampak negatif perkawinan usia muda bagi kesehatan reproduksi remaja puteri, selanjutnya memahami untuk kemudian mampu menginterpretasi secara benar dan melakukan penilaian terhadap hal tersebut. Tingkat pengetahuan responden yang semakin tinggi tentang kesehatan reproduksi dapat membentuk sikap responden yang positif tentang kesehatan reproduksi dan pendewasaan usia perkawinan. Menurut Wawan dan Dewi 2010, pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Pengetahuan responden yang semakin tinggi tentang kesehatan reproduksi dan bahayanya perkawinan usia muda pada kesehatan reproduksi remaja puteri juga dapat membentuk tindakan responden menjadi semakin baik dalam pendewasaan usia perkawinan. Notoatmodjo 2007 menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behavior. Selanjutnya beliau juga menjelaskan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Oleh sebab itu, pengetahuan responden yang semakin tinggi tentang kesehatan reproduksi dan bahayanya perkawinan usia muda pada kesehatan reproduksi remaja puteri diharapkan dapat membentuk perilaku yang semakin baik pula dalam pendewasaan usia perkawinan dan menjadi perilaku yang langgeng atau berlangsung dalam waktu yang lama.

4.3 Sikap Responden tentang Kesehatan Reproduksi

Dokumen yang terkait

Hubungan Konsumsi Jenis Makanan Kariogenik fengan Kejadian Karies Gigi pada Anak di Sdn Krandon Kudus

0 2 5

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI DAN STATUS GIZI Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi dan Status Gizi Anak Tk Pembina Mojosongo Surakarta.

0 4 15

HUBUNGAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI DAN STATUS GIZI ANAK TK Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi dan Status Gizi Anak Tk Pembina Mojosongo Surakarta.

0 3 17

PENDAHULUAN Hubungan Konsumsi Makanan Kariogenik dengan Kejadian Karies Gigi dan Status Gizi Anak Tk Pembina Mojosongo Surakarta.

0 6 6

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Menggosok Gigi Pada Anak Serta Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Karies Gigi Di Paud Taman Ceria Surakarta.

0 5 17

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN MENGGOSOK GIGI PADA ANAK Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Menggosok Gigi Pada Anak Serta Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Karies Gigi Di Paud Taman Ceria Surakarta.

0 6 16

PENDAHULUAN Hubungan Antara Kebiasaan Konsumsi Makanan Kariogenik Dan Menggosok Gigi Pada Anak Serta Pengetahuan Ibu Dengan Kejadian Karies Gigi Di Paud Taman Ceria Surakarta.

0 2 7

PENGARUH KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN KEBIASAAN MENYIKAT GIGI TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI MOLAR Pengaruh Konsumsi Makanan Kariogenik dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Molar Pertama Permanen Pada Anak Usia 9-11 Tahun di SDN Bl

0 3 14

PENGARUH KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DAN KEBIASAAN MENYIKAT GIGI TERHADAP KEJADIAN KARIES GIGI MOLAR Pengaruh Konsumsi Makanan Kariogenik dan Kebiasaan Menyikat Gigi Terhadap Kejadian Karies Gigi Molar Pertama Permanen Pada Anak Usia 9-11 Tahun di SDN Bl

0 5 17

HUBUNGAN PERILAKU MENGGOSOK GIGI DAN KONSUMSI MAKANAN KARIOGENIK DENGAN KEJADIAN KARIES GIGI PADA SISWA KELAS SATU DI SD N WIRADADI KECAMATAN SOKARAJA

0 0 16