Mekanisme Kerja Farmakokinetik Farmakodinamik

2.1.1 Mekanisme Kerja

Mekanisme kerja yang berhubungan dengan sistem biosintesis PG ini memperlihatkan secara in vitro bahwa dosis rendah aspirin dan indometasin AINS diketahui menghambat berbagai reaksi biokimiawi, hubungan dengan efek analgesik, antipiretik dan anti-inflamasinya belum jelas. Selain itu obat AINS secara umum tidak menghambat biosintesis leukotrien, yang diketahui ikut berperan dalam inflamasi Ganiswara, 1995. Golongan obat ini menghambat enzim siklo-oksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklo-oksigenase dengan cara yang berbeda.Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG hanya terjadi bila lingkungannya rendah kadar peroksid seperti di hipotalamus. Lokasi inflamasi biasanya mengandung banyak peroksid yang dihasilkan oleh leukosit. Ini menjelaskan mengapa efek anti-inflamasi parasetamol praktis tidak ada Ganiswara, 1995.

2.1.2 Farmakokinetik

Asetaminofenparasetamol diserap cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam, masa paruh dalam plasma antara 1-3 jam.Obat ini tarsebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma sebagian terikat oleh protein plasma, 25. Obat ini mengalami metabolisme oleh anzim-anzim mikrosom dalam hati. 80 asetaminofen dikonjugasi dengan asam glukuronat dan sebagian kecil dengan asam sulfat dalam hati. Selain itu obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi. Universitas Sumatera Utara Metabolit hasil hidroksilasi ini dapat menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis ertrosit.Obat ini diekskresi melalui ginjal, sebagian kecil sebagai asetaminofen 3 dan sebagian besar dalam bentuk terkonjugasi Ganiswara, 1995.

2.1.3 Farmakodinamik

Efek asetosal untuk menurunkan suhu tubuh jelas terlihat pada penderita yang demam. Pada orang sehat efek ini tidak jelas. Pada keadaan demam, diduga termostat di hipotalamus terganggu sehingga suhu badan lebih tinggi. Obat-abat golongan salisilat diduga bekerja dengan mengembalikan fungsi termostat ke normal. Pembentukan panas tidak dihambat, tetapi hilangnya panas dipermudah dengan bertambahnya aliran darah ke perifer dan pembentukan keringat. Walaupun pembentukan keringat merupakan efek yang menonjol setelah pemberian asetosal hal tersebut bukan merupakan mekanisme yang esensial. Salisilat tetap menurunkan demam bila pembentukan keringat dihalangi dengan pemberian atropine. Efek penurunan suhu demam diduga terjadi dengan penghambatan pembentukan prostaglandin seperti efek analgesiknya. Prostaglandin E1 adalah pirogen kuat yang bila disuntikkan pada hipotalamus anterior atau ke dalam ventrikel otak, efeknya tidak dapat dicegah oleh obat antipiretik. Pirogen menyebabkan pembentukan prostaglandin E1 dan pembentukan zat ini dihambat oleh salisilat Tanu, 1972.

2.1.4 Efek Samping