Rancangan Turbin Uap Penggerak Generator Kapasitas 1 MW Pada Pabrik Kelapa Sawit

(1)

KARYA AKHIR

RANCANGAN TURBIN UAP

PENGGERAK GENERATOR KAPASITAS 1 MW

PADA PABRIK KELAPA SAWIT

OLEH :

035202056

DENI PRILANDO BARUS

KARYA AKHIR YANG DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI

SYARAT MEMPEROLEH GELAR SARJANA SAINS TERAPAN

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI MEKANIK

INDUSTRI

PROGRAM DIPLOMA – IV FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan rahmat-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Karya Akhir ini dengan judul “RANCANGAN TURBIN UAP PENGGERAK

GENERATOR KAPASITAS 1 MW PADA PABRIK KELAPA SAWIT”.

Penyusunan laporan Karya Akhir ini dilakukan guna untuk menyelesaikan Studi di Program Studi Teknologi Mekanik Industri Universitas Sumatera Utara, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan.

Dalam kegiatan penulisan untuk menyelesaikan Karya Akhir ini, penulis telah banyak mendapat bantuan berupa bimbingan, arahan dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua saya tercinta Alem br Ginting yang telah banyak memberikan perhatian, nasihat, doa, dan dukungan baik moril maupun materil.

2. Bapak Ir.Tekad Sitepu sebagai Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu serta menyumbangkan ilmu dan memberikan arahan yang sepenuhnya dari awal hingga selesainya tugas Sarjana ini.

3. Bapak DR. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri, selaku Ketua Program Studi Teknologi Mekanik Industri Program Diploma-IV, FT-USU.

4. Bapak Tulus Burhanuddin ST, MT selaku Sekretaris Program Studi

Teknologi Mekanik Industri.

5. Seluruh dosen Departemen Teknik Mesin FT-USU yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis selama perkuliahan.


(6)

6. Saudara saya Leo Bastanta Barus dan Ziko Febriyanta Barus yang banyak memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

7. Josua Bukit beserta keluarga dan Abadi Barus beserta keluarga selaku orang tua angkat yang telah banyak membantu penulis selama ini dan terus memacu penulis untuk menyelesaikan Karya Akhir ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Teknologi Mekanik Industi angkatan 2003 yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian Karya Akhir ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih belum sempurna adanya, karena masih banyak kekurangan baik dari segi ilmu maupun susunan bahasanya. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan laporan ini.

Kiranya Karya Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi mahasiswa Teknologi Mekanik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Terima kasih.

Medan, November 2009 Penulis

NIM : 035202056


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR SIMBOL ... ix

BAB I . PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Perencanaan ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Metodologi Penulisan ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Analisa Termodinamika ... 4

2.2. Analisis Termodinamika pada Turbin ... 6

2.3. Modifikasi Siklus Rankine ... 7

2.4. Klasifikasi Turbin Uap ... 9

2.5. Analisa Kecepatan Aliran Uap ... 16

2.6. Kerugian Kalor pada turbin uap ... 17

2.6.1. Kerugian-kerugian dalam (Internal losses) ... 17

2.6.2. Kerugian-kerugian Luar (External Losses) ... 25


(8)

BAB III. PEMBAHASAN MATERI ... 27

3.1. Pemilihan Jenis Turbin ... 27

3.2. Perhitungan Penurunan Kalor Pada Turbin ... 28

3.3. Menentukan Masa Aliran ... 30

3.4. Perhitungan Daya Generator Listrik ... 32

3.5. Segitiga Kecepatan Turbin Dengan Dua Tingkat Kecepatan ... 34

3.6. Daya Turbin Uap ... 41

BAB IV. PERHITUNGAN UKURAN UTAMA TURBIN ... 42

4.1. Perhitungan Ukuran Poros ... 42

4.2. Perhitungan Ukuran Nosel dan Sudu Gerak ... 44

4.2.1. Tinggi Nozel dan Sudu Gerak ... 44

4.2.2. Lebar Sudu Gerak ... 47

4.2.3. Jarak bagi antara Sudu Gerak ... 48

4.2.4. Jumlah Sudu ... 48

4.3. Kekuatan Sudu ... 49

4.4. Pembahasan Perhitungan Ukuran Cakram ... 53

4.5. Perhitungan Putaran Kritis ... 60

4.6. Roda Gigi ... 64

4.7. Bantalan dan Pelumasan ... 69

4.8. Rumah Turbin... 73

BAB V. SISTEM PENGATURAN TURBIN ... 75

5.1. Pengaturan Putaran Turbin ... 75

5.2. Governor ... 75


(9)

5.4. Sistem Pengaturan Tidak Langsung ... 81

5.5. Cara kerja Governor ... 82

BAB VI. KESIMPULAN ... 84

6.1. Spesifikasi Turbin Uap ... 84

6.2. Dimensi Bagian Utama Turbin... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 4.1 Momen perlawanan terkecil sudu relatif terhadap sudu y-y 52 Tabel 4.2 Sifat – sifat Baja yang digunakan pada pembuatan cakram 59 Tabel 4.3 Ruang bebas yang diperbolehkan untuk bantalan luncur 70 Tabel 5.1 Besarnya kecepatan sudut rotasi (ω) dan sudut θ, β, α 80


(11)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Diagram alir siklus Rankine sederhana 5

Gambar 2.2 Diagram T-s siklus Rankine sederhana 5

Gambar 2.3 Diagram alir siklus Rankine dengan satu tingkat ekstraksi 8

Gambar 2.4 Diagram T-s siklus Rankine dengan satu tingkat ekstraksi 9

Gambar 2.5 Turbin impuls De-Laval tingkat tunggal dan diagram efisiensinya 11

Gambar 2.6 Turbin impuls Curtis tingkat tunggal dengan dua tingkat kecepatan dan diagram efisiensinya 12

Gambar 2.7 Penampang turbin impuls zoelly/Rateau tiga tingkat tekanan 13

Gambar 2.8 Penampang turbin Parson reaksi dan diagram efisiensinya 14

Gambar 2.9 Variasi kecepatan uap pada sudu-sudu gerak turbin impuls 16

Gambar 2.10 Proses ekspansi uap melalui mekanisme pengatur beserta kerugian-kerugian akibat pencekikan 18

Gambar 2.11 Grafik untuk menentukan koefisien ϕ fungsi tinggi nozel 20

Gambar 2.12 Koefisien kecepatan ψ untuk sudu gerak turbin impuls untuk berbagai panjang dan profil sudu 21

Gambar 2.13 Celah kebocoran uap tingkat tekanan pada turbin impuls 24

Gambar 3.1 Instalasi Pembangkit Tenaga Dari Perencanaan Turbin Uap 28

Gambar 3.2 Diagram T-s 28

Gambar 3.3 Diagram Mollier untuk proses penurunan kalor pada turbin 30

Gambar 3.4 Efesiensi turbin implus dengan dua tingkat kecepatan 31


(12)

Gambar 3.6 Diagram daya yang harus disuplai turbin uap ke generator 33

Gambar 3.7 Segi tiga kecepatan untuk turbin impuls dengan dua tingkat kecepatan 35

Gambar 4.1 Ukuran Nozel dan Sudu Gerak 47

Gambar 4.2 Gaya-gaya lentur pada Sudu 52

Gambar 4.3 Penampang Cakram Kelepak Konis 54

Gambar 4.4 Berbagai Koefisien untuk Cakram Konis 56

Gambar 4.5 Pembebanan pada Poros 62

Gambar 4.6 Roda gigi miring 65

Gambar 4.7 Bantalan Luncur 69

Gambar 4.8 Dudukan poros pada bantalan pada berbagai kecepatan 70

Gambar 4.9 Grafik koefisien φv (kriteria beban) 72

Gambar 4.10 Grafik untuk menentukan koefisien φs 72

Gambar 5.1 Governor pengaturan putaran turbin 76

Gambar 5.2 Pengatur Sentrifugal 77


(13)

DAFTAR SIMBOL

Notasi Arti Satuan

Δh penurunan kalor (kkal/kg)

Δh’ penurunan kalor teoritis (kkal/kg)

G masa aliran uap (kg/det)

PG daya yang dibutuhkan generator listri (MVA)

Pt daya transmisi pada roda gigi (MW)

C1 kecepatan absolute uap keluar nozel (m/det)

U kecepatan keliling sudu (m/det)

W1 kecepatan relatif uap masuk sudu gerak I (m/det)

w2 kecepatan relatif uap keluar sudu gerak I (m/det)

C2 kecepatan absolute uap keluar sudu gerak I (m/det)

hn kerugian kalor pada nozel (kkal/kg)

hb’ kerugian kalor pada sudu gerak I (kkal/kg)

C1’ kecepatan absulute uap masuk sudu gerak II (m/det)

W1’ kecepatan relatif uap masuk sudu gerak II (m/det)

W2’ kecepatan relatif uap keluar sudu gerak II (m/det)

C2’ kecepatan absolute uap keluar sudu gerak II (m/det)

hgb kerugian kalor pada sudu pengarah (kkal/kg)

hgb’ kerugian kalor pada sudu gerak baris kedua (kkal/kg)

he kerugian kalor akibat kecepatan keluar (kkal/kg)

u efisiensi pada keliling cakram

Hi penurunan kalor yang dimanfaatkan turbin (kkal/kg)


(14)

Neff daya efektif turbin uap (kW)

Mt besar momen torsi poros (kg.mm)

dp diameter poros (mm)

ε derajat pemasukan parsial uap

l1' tinggi sisi masuk sudu gerak I (mm)

l1’’ tinggi sisi keluar sudu gerak I (mm)

lgb’ tinggi masuk sudu pengarah (mm)

lgb’’ tinggi sisi keluar sudu pengarah (mm)

l2' tinggi sudu gerak sisi masuk baris kedua (mm)

l2’’ tinggi sudu gerak sisi keluar baris kedua (mm)

z1 jumlah sudu gerak baris pertama (buah)

z2 pada sudu gerak baris kedua (buah)

z3 pada sudu pengarah (buah)

ro jari-jari dalam cakram (mm)

r2 jari jari luar cakram (mm)

r1 jari jari hub (mm)

I momen inersia (cm4)

nkr putaran kritis (rpm)

i rasio kecepatan

µ viskositas rata-rata minyak pelumas (kg.det/cm2)


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi merupakan unsur yang sangat penting dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat. Sejalan dengan meningkatkan taraf hidup serta kuantitas dari masyarakat, kebutuhan terhadap energi semakin meningkat. Sekarang ini, konsumsi energi kelihatannya berhubungan langsung dengan tingkat kehidupan penduduk serta derajat industrilisasi suatu Negara. Salah satu bentuk energi yang paling banyak digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari adalah energi listrik, sebab energi ini dapat dengan mudah dan efesien dikonversikan menjadi bentuk energi yang lain.

Energi listrik dapat dihasikan dengan menggunakan mesin-mesin konversi energi, yang salah satu jenisnya adalah turbin uap. Turbin uap termasuk dalam kelompok pesawat-pesawat konversi energi yang mengubah uap menjadi energi mekanik pada poros turbin. Sebelum dikonversikan menjadi energi mekanik terlebih dahulu dikonversikan menjadi energi kinetik dalam nozel (pada turbin impuls) atau pada dalam nozel dan sudu–sudu gerak (pada turbin reaksi). Poros turbin, langsung atau dengan bantuan roda gigi reduksi dihubungkan dengan mekanisme yang digerakkan. Tergantung dengan mekanisme yang digerakkan, turbin uap dapat digunakan pada berbagai bidang industri, dan untuk pembangkit tenaga listrik.

Adapun turbin uap ini sering digunakan karena uap air yang merupakan fluida kerja dapat dihasilkan dengan bahan bakar yang bervariasi, sebagai contoh pada


(16)

pabrik kelapa sawit, bahan bakar yang digunakan pada ketel uapnya untuk membangkitkan uap merupakan sisa dari pengolahan kelapa sawit tersebut merupakan cangkang dan serabut terutama sekali digunakan untuk proses pengolahan. Namun sebelum dimanfaatkan untuk proses, terlebih dahulu telah dimanfaatkan untuk pabrik.

Turbin uap pada kelapa sawit biasanya untuk menggerakkan sebuah generator listrik yang bertujuan untuk menghasilkan listrik. Kemudian energi listrik yang dihasilkan pada generator digunakan untuk menggerakkan berbagai peralatan yang ada dalam proses pengolahan kelapa sawit di pabrik tersebut.

1.2 Tujuan Perencanaan.

Perencanaan ini dimaksudkan untuk merencanakan pembangkit tenaga dengan turbin uap sebagai penggerak generator listrik pada pabrik kelapa sawit, dengan daya nominal generator 1 MW pada putaran 5000 rpm (putaran turbin), tekanan uap masuk turbin 20 bar pada temperatur 2600 C.

1.3Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari tugas sarjana ini adalah membahas tentang Pembangkit Tenaga dengan Turbin Uap sebagai Penggerak Generator Listrik. Dimana daya yang dibangkitkan generator, tekanan dan temperatur uap masuk, serta putaran turbin diambil dari data-data hasil survey. Penentuan laju aliran massa uap, pemilihan jenis turbin, dan dimensi utama dari turbin ditentukan berdasarkan besarnya daya yang dihasilkan.


(17)

1.4Metodologi Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan tugas sarjana ini adalah sebagai berikut :

1. Survey lapangan, berupa peninjauan langsung ke tempat tujuan perencanaan yang dilakukan, dalam hal ini survey dilakukan pada PTP. Nusantara IV Bah Jambi Kabupaten Simalungun.

2. Studi literature, berupa studi kepustakaan, kajian-kajian dari buku (teks book) dan tulisan yang terkait dengan perencanaan ini.

3. Diskusi, berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh Departemen Teknik Mesin, mengenai masalah-masalah yang timbul selama penyusunan tugas sarjana.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisa Termodinamika

Siklus Rankine adalah siklus teoritis yang mendasari siklus kerja dari suatu pembangkit daya uap. Siklus Rankine berbeda dengan siklus-siklus udara ditinjau dari fluida kerjanya yang mengalami perubahan fase selama siklus pada saat evaporasi dan kondensasi, oleh karena itu fluida kerja untuk siklus Rankine harus merupakan uap. Siklus Rankine ideal tidak melibatkan beberapa masalah irreversibilitas internal. Irreversibilitas internal dihasilkan dari gesekan fluida, throttling, dan pencampuran, yang paling penting adalah irreversibilitas dalam turbin dan pompa dan kerugian-kerugian tekanan dalam penukar-penukar panas, pipa-pipa, bengkokan-bengkokan, dan katup-katup. Temperatur air sedikit meningkat selama proses kompresi isentropik karena ada penurunan kecil dari volume jenis air, air masuk boiler sebagai cairan kompresi pada kondisi 2 dan meninggalkan boiler sebagai uap kering pada kondisi 3. Boiler pada dasarnya penukar kalor yang besar dimana sumber panas dari pembakaran gas, reaktor nuklir atau sumber yang lain ditransfer secara esensial ke air pada tekanan konstan. Uap superheated pada kondisi ke 3 masuk ke turbin yang mana uap diexpansikan secara isentropik dan menghasilkan kerja oleh putaran poros yang dihubungkan pada generator lisrik. Temperatur dan tekanan uap jatuh selama proses ini mencapai titik 4, dimana uap masuk ke kondensor dan pada kondisi ini uap biasanya merupakan campuran cairan-uap jenuh dengan kualitas tinggi.


(19)

Uap dikondensasikan pada tekanan konstan di dalam kondensor yang merupakan alat penukar kalor mengeluarkan panas ke medium pendingin.

Gambar 2.1. Diagram alir siklus Rankine sederhana

T

s 1

2

3

4 v

v Q in

Q out

W turbin

W pompa

Gambar 2.2. Diagram T-s siklus Rankine sederhana BOILER

P

KONDENSER TURBIN

V

W turbin

1 2

3

4

W pompa q in


(20)

2.2. Analisis Termodinamika pada Turbin

Di dalam turbin terjadi pelepesan energi untuk menggerakkan beban (generator dan kompresor). Uap yang disuplai dari boiler akan berekspansi sehingga tekanannya naik dan mampu mendorong tingkat sudu turbin.

Turbin adalah suatu peralatan dimana kerja dibangkitkan sebagai hasil dari lewatnya uap melalui barisan sudu-sudu yang terpasang pada poros yang dapat bebas berputar. Dengan menggunakan konservasi massa dan konservasi energi uap dari boiler mempunyai tekanan dan temperatur yang tinggi dan diekspansikan lewat turbin untuk memproduksi kerja dan disalurkan ke dalam kondensor pada tekanan relatif rendah, dengan mengabaikan pindahan panas ke sekeliling laju keseimbangan massa dan energi untuk volume atur sekeliling turbin pada keadaan

tunak adalah:

(

)

2 2

. . .

3 4

3 4 3 4

0

2 cv t

V V

Q W m hhg z z

= − + − + + −

  ... [2.1]

Atau . 3 24 . t W h h m     = −     (kj/kg) Dimana .

m laju aliran massa fluida kerja, . . t W m        

laju yang mana kerja dihasilkan

persatuan massa uap lewat turbin, dan perubahan energi kinetik dan energi potensial diabaikan. Efisiensi termal siklus daya adalah :

(

)

(

)

. .

. .

3 4 2 1

. 3 2 . p t thermal in W W

h h h h

m m

h h Q

m

η == − − − −


(21)

Kerja bersih yang dihasilkan sama dengan jumlah kalor netto yang dimasukkan, maka efisiensi termal dapat juga dituliskan sebagai berikut :

(

)

(

)

. . . . . . . . . . 4 1 3 2 1 1

in out out

thermal

in in

Q Q Q

m m m

Q Q

m m

h h h h

η = − = −

− = −

….. [2.3]

Parameter lain yang digunakan untuk menunjukkan performans pembangkit tenaga adalah back work ratio, bwr, didefenisikan sebagai perbandingan kerja input pompa terhadap kerja yang dihasilkan turbin. Back work ratio untuk siklus

daya :

bwr =

(

)

(

)

. . 2 1 . 3 4 . p t W h h m h h W m − =

….. [2.4]

2.3. Modifikasi Siklus Rankine

Modifikasi siklus Rankine bertujuan untuk meningkatkan efisiensi siklus dalam hal ini dibuat ekstraksi uap untuk memanaskan air pengisian ketel, sehingga kerja ketel berkurang dan kebutuhan bahan bakar juga berkurang. Pada prakteknya turbin uap dengan tekanan awal yang tinggi biasa dibuat dengan ekstraksi yang biasanya berjumlah 5 sampai 7 tingkat ekatraksi. Untuk turbin dengan parameter uap kritis panas lanjut, jumlah ekstraksi dapat mencapai sebanyak 8 sampai 9. Uap yang di ekstraksi dari tingkat-tingkat menengah


(22)

biasanya dimanfaatkan pada pemanas air pengisian ketel. Untuk turbin uap tekanan menengah jumlah ekstraksi dibatasi hanya 1 sampai 4.

Salah satu modifikasi dari siklus Rankine dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.3. Diagram alir siklus Rankine dengan satu tingkat ekstraksi

Uap panas lanjut dari ketel memasuki turbin, setelah melalui beberapa tingkatan sudu turbin, sebagian uap diekstraksikan ke deaerator, sedangkan sisanya masuk ke kondensor dan dikondensasikan didalam kondensor. Selanjutnya air dari kondensor dipompakan ke deaerator juga. Di dalam deaerator, uap yang berasal dari turbin yang berupa uap basah bercampur dengan air yang berasal dari kondensor. Kemudian dari deaerator dipompakan kembali ke ketel, dari ketel ini air yang sudah menjadi uap kering dialirkan kembali lewat turbin.

BOILER

DEAERATOR

P2

P1

KONDENSER TURBIN

V

1 2

3 4

5


(23)

Tujuan uap diekstraksikan ke deaerator adalah untuk membuang gas-gas yang tidak terkondensasi sehingga pemanasan pada ketel dapat berlangsung efektif, mencegah korosi pada ketel, dan meningkatkan efisiensi siklus.

Untuk mempermudah penganalisaan siklus termodinamika ini, proses-proses tersebut di atas disederhanakan dalam bentuk diagram berikut :

.

Gambar 2.4. Diagram T-s siklus Rankine dengan satu tingkat ekstraksi

2.4. Klasifikasi Turbin Uap

Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan turbin uap, yaitu:

1) Berdasarkan arah aliran uapnya

a) Turbin aksial, yaitu turbin dengan arah aliran uap sejajar dengan sumbu

poros.

b) Turbin radial, yaitu turbin dengan arah aliran uap tegak lurus terhadap T

s 1

2 3

4

5

6

7 v


(24)

2) Berdasarkan prinsip kerjanya.

a) Turbin aksi (impuls), yaitu turbin yang perputaran sudu-sudu geraknya

karena dorongan dari uap yang telah dinaikkan kecepatannya oleh nozel. Yang termasuk turbin aksi (impuls), adalah :

1) Turbin Uap De-Laval

Turbin uap De-Laval adalah turbin uap yang bekerja dengan prinsip impuls aksi dengan aliran aksial, satu tingkat tekanan dan satu tingkat kecepatan. Turbin uap ini memiliki satu susunan sudu gerak sehingga seluruh droping energi (energi jatuh) potensial uap akan dikonversikan oleh sudu-sudu gerak. Putaran yang dihasilkan turbin uap ini sangat besar dan daya yang dihasilkan maksimum 1.500 kW, sehingga turbin ini biasanya digunakan untuk kapasitas generator yang kecil.

Keuntungan turbin uap ini adalah konstruksinya yang sederhana sehingga ongkos pembuatannya murah serta perakitannya pun mudah. Kerugian utama dari turbin uap ini adalah kapasitasnya yang kecil, efisiensi yang rendah, dan putarannya yang terlalu tinggi sehingga memerlukan transmisi roda gigi untuk mendapatkan putaran yang dibutuhkan untuk menggerakkan generator listrik.


(25)

Keterangan gambar :

1. Poros 2. Cakram 3. Sudu gerak 4. Nozel 5. Stator 6. Pipa buang

Gambar 2.5. Turbin impuls De-Laval tingkat tunggal dan diagram efisiensinya

2) Turbin Uap Curtis

Turbin uap Curtis adalah turbin uap yang bekerja dengan prinsip impuls aksi dengan aliran aksial, sistem tingkat tekanan tunggal dan lebih dari satu tingkat kecepatan. Turbin uap ini memiliki putaran yang lebih rendah dari turbin uap De-Laval dan daya yang dihasilkan dapat mencapai 4.000 kW, sehingga turbin uap ini dapat dipakai untuk kapasitas generator yang sedang.

Dalam turbin uap Curtis ini, uap hanya diekspansikan pada nozel (sudu tetap yang pertama) dan selanjutnya tekanan konstan sedangkan dalam baris sudu gerak tidak terjadi ekspansi.

Meskipun demikian, dalam kenyataannya penurunan tekanan yang kecil di dalam sudu gerak tidak dapat dihindarkan berhubung adanya gesekan, aliran turbulen dan kerugian lainnya. Keunggulan jenis turbin uap ini adalah konstruksinya sederhana, mudah dioperasikan namun efisiensinya rendah.


(26)

Keterangan gambar :

1. Poros 2. Cakram 3. Baris pertama sudu gerak 4. Nozel 5. Stator 6. Baris kedua sudu gerak 7. Sudu pengarah.

Gambar 2.6. Turbin impuls Curtis tingkat tunggal dengan dua tingkat kecepatan dan diagram efisiensinya

3) Turbin Uap Zoelly/Rateau

Turbin uap Zoelly/Rateau bekerja dengan prinsip impuls aksi dengan sistem tekanan bertingkat. Tekanan uap turun secara bertahap di dalam baris sudu tetap saja, sedangkan di dalam baris sudu gerak tidak terjadi penurunan tekanan.

Daya yang dihasilkan adalah daya yang besar pada putaran rendah. Sehingga turbin uap ini cocok dipakai sebagai penggerak daya generator yang besar. Keuntungan turbin ini adalah efisiensinya yang tinggi, tetapi biaya konstruksiya mahal. Dengan demikian konstruksinya lebih rumit dari turbin uap satu tingkat tekanan.


(27)

Keterangan gambar :

1. Poros 2. Cakram 3. Baris pertama sudu gerak 4. Nozel 5. Stator 6. Baris kedua sudu gerak 7. Sudu pengarah.

Gambar 2.7. Penampang turbin impuls zoelly/Rateau tiga tingkat tekanan

4) Turbin Uap Parson

Turbin uap Parson bekerja dengan prinsip reaksi dengan aliran aksial. Turbin uap ini umumnya bertingkat dan untuk kapasitas yang besar dengan putaran yang rendah. Uap mengalami ekspansi baik pada sudu pengarah maupun pada sudu gerak sehingga mengarahkan dorongan pada sudu dalam arah aksial.

Walaupun konversi energi terjadi pada ke dua tipe sudu tersebut, namun yang menghasilkan daya tangensial reaksi hanya sudu-sudu gerak saja, maka turbin uap Parson dinamakan juga sebagai turbin uap semi-reaksi.

Keuntungannya adalah efisiensinya lebih baik dari turbin uap Zolley, akan tetapi sistem pengaturannya lebih rumit dan biaya konstruksinya lebih mahal jika dibandingkan dengan turbin uap De-Laval, Curtis, dan Zoelly.


(28)

Gambar 2.8. Penampang turbin Parson reaksi dan diagram efisiensinya

b) Turbin reaksi, yaitu turbin yang perputaran sudu-sudu geraknya karena

gaya reaksi sudu-sudu itu sendiri terhadap aliran uap yang melewatinya.

3) Berdasarkan kondisi uap yang meninggalkannya

a) Turbin tekanan lawan (back pressure turbine), yaitu turbin yang tekanan uap bekasnya berada di atas tekanan atmosfir dan digunakan untuk keperluan proses.

b) Turbin kondensasi langsung, yaitu turbin yang uap bekasnya

dikondensasikan langsung dalam kondensor untuk mendapatkan air kondensor pengisian ketel.

c) Turbin ekstraksi dengan tekanan lawan, yaitu turbin yang sebagian uap bekasnya dicerat (diekstraksi) dan sebagian lagi digunakan untuk keperluan proses.

d) Turbin ekstraksi dengan kondensasi, yaitu turbin yang sebagian uap bekasnya di cerat (diekstraksi) sebagian lagi dikondensasikan dalam kondensor untuk mendapatkan air kondensat pengisian ketel.


(29)

e) Turbin non kondensasi dengan aliran langsung, yaitu turbin yang uap bekasnya langsung dibuang ke udara.

f) Turbin non kondensasi dengan ekstraksi, yaitu turbin yang sebagian uap bekasnya dicerat (diekstraksi) dan sebagian lagi dibuang ke udara.

4) Berdasarkan tekanan uapnya

a) Turbin tekanan rendah, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk hingga 2 ata.

b) Turbin tekanan menengah, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk 40 ata. c) Turbin tekanan tinggi, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk diatas 40

ata..

d) Turbin tekanan sangat tinggi, yaitu turbin dengan tekanan uap masuk di atas 170 ata.

e) Turbin tekanan super kritis, yaitu turbin tekanan uap masuk di atas 225 ata.

Dalam merencanakan suatu turbin uap, dibutuhkan kecermatan dalam penentuan jenis turbin uap agar dapat menghasilkan daya yang diinginkan dengan tidak mengalami kerugian-kerugian yang besar.


(30)

2.5. Analisa Kecepatan Aliran Uap

Analisa kecepatan aliran uap yang melewati suatu sudu dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.9. Variasi kecepatan uap pada sudu-sudu gerak turbin impuls

1. Kecepatan uap keluar dari nozel (C1) adalah :

0 , 1 91,5 h

C = ϕ (m/det) ...[2.5] dimana : ho’ = besar jatuh kalor (entalphi drop)

φ = koefisien gesek pada dinding nosel (0,91 s/d 0,98)

2. Kecepatan uap teoritis keluar dari nozel (C1t) adalah

ϕ1

1 C

Ct = (m/det) ...[2.6] 3. Kecepatan tangensial sudu (U) adalah

60 . . nd

U =π (m/det) ….[2.7] dimana : d = diameter pada turbin (m)

n = putaran poros turbin (rpm)

4. Kecepatan uap relatif memasuki sudu gerak pertama (w1) adalah

1 1 2

2 1

1 C U 2UC cosα


(31)

5. Kecepatan absolute radial uap keluar sudu gerak baris pertama (C1u)

adalah

1 1

1 C cosα

Cu = (m/det) ….. [2.9]

6. Kecepatan absolute radial uap keluar sudu gerak baris kedua (C2u)

adalah

2 2

2 C cosα

C u = (m/det) ….. [2.10]

7. Sudut relatif masuk sudu gerak baris pertama (β1) adalah

1 1 1 1 sin sin w C α

β = ….. [2.11]

8. Sudut relatif uap keluar sudu gerak pertama (β2) adalah )

5 3 (

1

2 =β − °− °

β ….. [2..12]

9. Kecepatan relatif uap keluar sudu gerak pertama (w2) adalah

1

2 .w

w =ψ (m/det) ... [2.13]

10.Kecepatan absolute uap keluar sudu gerak pertama (C2) adalah

2 2

2 2 2

2 w U 2.U.w .cosβ

C = + − (m/det) …..[2.14]

11.Kecepatan absolute uap masuk sudu gerak kedua (C1,)adalah

2

1' .C

Cgb (m/det) ...[2.15] 2.6. Kerugian Kalor pada turbin uap

2.6.1. Kerugian-kerugian dalam (Internal losses) 1. Kerugian kalor pada katup pengatur

Aliran uap melalui katup-katup penutup dan pengatur disertai oleh kerugian energi akibat proses pencekikan (throtling), kerugian inilah yang disebut dengan kerugian pada katup pengatur.


(32)

hc hn hb H0 Hi H'0 A0 A'0

P0 P'0 t0

i0 ? H A lt A0t Al Bl

Cl i2

P2

ilt

Jika tekanan uap masuk adalah (P0) maka akan terjadi penurunan tekanan

menjadi tekanan awal masuk turbin (P0’). Penurunan tekanan awal (∆P0)

diperkirakan sebesar (3-5) % dari P0. Dimana ∆P = P0-P0’, pada perencanaan ini

diambil kerugian katup sebesar tekanan 5 % dari tekanan masuk turbin atau dapat

dituliskan : ∆P = 5 %.P0 ... [2.16]

Kerugian energi ini terjadi pada katup pengatur ditentukan dengan :

, 0

0 h

h h = −

∆ ... [2.17] dimana : h0 = nilai penurunan kalor total turbin.

Nilai penurunan kalor setelah mengalami proses penurunan tekanan akibat pengaturan melalui katup pengatur dan katup penutup yang ditetapkan, h0’ sebesar

(3 – 5)% dari Po. Jadi tujuan perencanaan kerugian tekanan yaitu sebesar :

∆P = 5%Po. Kerugian-kerugian yang terjadi pada katup pengatur dapat dilihat

pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.10. Proses ekspansi uap melalui mekanisme pengatur beserta kerugian-kerugian akibat pencekikan


(33)

Keterangan gambar : hn = kerugian pada nosel

hb = kerugian pada sudu gerak

hc = kerugian akibat kecepatan keluar

P0 = tekanan uap masuk turbin

P0’= tekanan uap sebelum masuk nosel

P2 = tekanan keluar turbin

H0 = penurunan kalor

H0’= penurunan kalor teoritis

Hi = penurunan kalor yang dimanfaatkan dalam turbin.

2. Kerugian Kalor Pada Nozel (hn)

Kerugian energi pada nosel disebabkan oleh adanya gesekan uap pada dinding nozel, turbulensi, dan lain-lain. Kerugian energi pada nosel ini dicakup oleh koefisien kecepan nozel (φ) yang sangat tergantung pada tinggi nozel.

Kerugian energi kalor pada nozel dalam bentuk kalor

... [2.18]

dimana:

C1t = Kecepatan uap masuk teoritis (m/det)

C1 = ϕ.C1t = Kecepatan uap masuk mutlak (m/det)

hn = Besar kerugian pada nozel (kkal/kg)

Untuk tujuan perancangan, nilai-nilai koefisien kecepatan nozel dapat diambil dari grafik yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:


(34)

Gambar 2.11. Grafik untuk menentukan koefisien ϕ fungsi tinggi nozel

3. Kerugian Kalor Pada Sudu-sudu Gerak

Kerugian pada sudu gerak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : 1. Kerugian akibat tolakan pada ujung belakang sudu

2. Kerugian akibat tubrukan

3. Kerugian akibat kebocoran uap melalui ruang melingkar 4. Kerugian akibat gesekan

5. Kerugian akibat pembelokan semburan pada sudu

Semua kerugian di atas dapat disimpulkan sebagai koefisien kecepatan

sudu gerak (ψ). Akibat koefisien ini maka kecepatan relatif uap keluar dari sudu w2 lebih kecil dari kecepatan relatif uap masuk sudu w1.

Kerugian pada sudu gerak pertama :

... [2.19]

Kerugian pada sudu gerak baris kedua :


(35)

dimana:

w1 = kecepatan relatif uap masuk sudu gerak I

w2 = kecepatan relatif uap keluar sudu gerak I

w’1 = kecepatan relatif uap masuk sudu gerak II

w’2 = kecepatan relatif uap keluar sudu gerak II

Harga koefisien kecepatan atau faktor ψ dapat diambil dari grafik di bawah ini :

Gambar 2.12. Koefisien kecepatan ψ untuk sudu gerak turbin impuls untuk

berbagai panjang dan profil sudu

4. Kerugian Kalor Akibat Kecepatan Keluar

Uap meninggalkan sisi keluar sudu gerak dengan kecepatan mutlak C2,

sehingga kerugian energi kinetik akibat kecepatan uap keluar C2 untuk tiap 1 kg

uap dapat ditentukan sama dengan C22/2 kJl/kg. Jadi sama dengan kehilangan

energi sebesar :

... [2.21]

5. Kerugian Kalor Pada Sudu Pengarah


(36)

6. Kerugian Kalor Akibat Gesekan Cakram dan Ventilasi

Kerugian gesekan terjadi diantara cakram turbin yang berputar dan uap yang menyelubunginya. Cakram yang berputar itu menarik partikel-partikel yang ada di dekat permukaannya dan memberi gaya-gaya searah dengan putaran. Sejumlah kerja mekanis digunakan untuk mengatasi pengaruh gesekan dan pemberian kecepatan ini.

Kerja yang digunakan untuk melawan gesekan dan percepatan-percepatan partikel uap ini pun akan dikonversikan menjadi kalor, jadi akan memperbesar kandungan kalor uap. Kerugian akibat gesekan cakram dan ventilasi dapat ditentukan dari persamaan berikut :

G N

hgca = gca (kJ/kg) ...[2.23] dimana :

G = massa aliran uap melalui tingkatan turbin (kg/det)

Ngca = daya yang hilang dalam mengatasi gesekan dan ventilasi cakram.

Adapun penentuan daya gesek dan ventilasi cakram ini sering dilakukan dengan memakai rumus sebagai berikut :

ρ β.10 10.d4.n3.l1.

Ngca = − (kW) ... [2.24] dimana :

β = koefisien yang sama dengan 2.06 untuk cakram baris ganda d = diameter cakram yang diubah pada diameter rata-rata sudu (m) n = putaran poros turbin (rpm)


(37)

ρ = bobot spesifik uap di dalam mana cakram tersebut berputar, (kg/m3)

ρ =

v

1

, dimana v = volume spesifik uap pada kondisi tersebut.

7. Kerugian akibat Ruang Bebas

Ada perbedaan tekanan di antara kedua sisi cakram nosel yang dipasang pada stator turbin, sebagai akibat ekspansi uap di dalam nosel.

Diafragma yang mempunyai sudu-sudu gerak adalah dalam keadaan

berputar, sementara cakram-cakram adalah dalam keadaan diam sehingga selalu ada ruang bebas yang sempit antara cakram-cakram putar dan diafragma. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan adanya kebocoran melalui celah ini, yang

besarnya : h kebocoran =

G Gkebocoran

(h0 - h2) (kJ/kg) ...[2.25]

Dimana G kebocoran ditentukan berdasarkan tekanan kritis:

Pkr =

5 , 1 z p 85 , 0 1 +

× ) ...[2.26]

Bila tekanan kritis lebih rendah dari p2 ,maka kecepatan uap di dalam

labirin adalah lebih rendah daripada kecepatan kritis dan massa alir kebocoran ditentukan dengan persamaan:

Gkebocoran = 100 fs

1 1 2 2 2 1 zp ) p p ( g υ

(kg/det) ...[2.27]

dimana : g = 9,81 m/det2, kecepatan gravitasi z = jumlah labirin


(38)

Sebaliknya, bila tekanan kritis lebih tinggi dari p2, maka kecepatan uap

adalah lebih tinggi dari kecepatan kritisnya dan massa alir kebocoran dihitung dengan :

Gkebocoran = 100 fs

1 1

p 5 . 1 z

g υ ×

+ ... [2.28]

Gambar 2.13. Celah kebocoran uap tingkat tekanan pada turbin impuls

8. Kerugian Akibat Kebasahan Uap

Dalam hal turbin kondensasi, beberapa tingkat yang terakhir biasanya beroperasi pada kondisi kondisi uap basah yang menyebabkan terbentuknya tetesan air.

Pada saat bersamaan tetesan air ini menerima gaya percepatan dari partikel-partikel uap searah dengan aliran.

Jadi sebagian energi kinetik uap hilang dalam mempercepat tetesan air ini. hkebasahan = (1-x) hi ...[2.29]

dimana :

hi = penurunan kalor yang dimanfaatkan pada tingkat turbin dengan

memperhitungkan semua kerugian kecuali kebasahan uap x = fraksi kekeringan rata- rata uap didalam tingkat yang dimaksud


(39)

2.6.2 Kerugian-kerugian Luar (External Losses)

Kerugian-kerugian ini merupakan kerugian yang bersifat mekanik, yaitu kerugian energi yang digunakan untuk mengatasi tahanan-tahanan mekanik atau gesekan yang tidak langsung mempengaruhi kondisi uap. Seperti gesekan antara poros dengan bantalan, mekanisme pengatur, pompa minyak pelumas, serta kerugian karena kebocoran pada paking.

2.7. Efisiensi Pada Turbin

1. Efisiensi relatif sudu

Hubungan antara kerja satu kilogram uap Lu pada keliling cakram yang

mempunyai sudu-sudu gerak terhadap kerja teoritis yang dapat dilakukannya

adalah : u u u u i i L A L L − = = 0 0 .

η ...[2.30]

2. Efisiensi internal

Hubungan antara kerja yang bermanfaat yang dilakukan oleh sudu dengan 1 kg uap pada tingkat atau di dalam turbin terhadap kerja teoritis yang tersedia

adalah : 0 1 0 2 0 0 h h h h h h L L i t i i

i − =

− = =

η ...[2.31]

3. Efisiensi termal

Hubungan antara penurunan kalor adiabatik teoritis di dalam turbin dan kalor yang tersedia dari ketel adalah :

q h h h t t − − = 0 1 0


(40)

4. Efisiensi relatif efektif

Hubungan antara efisiensi mekanis dengan efisiensi internal turbin adalah :

i m re η .η0

η = ...[2.33]

Daya dalam turbin dapat dituliskan sebagai berikut :

Daya dalam turbin adalah:

102

427 0 i

i

h G

N = × × (kW) ...[2.34] Daya efektif yang dihasilkan pada turbin adalah :

i m ef N


(41)

BAB III

PEMBAHASAN MATERI

3.1. Pemilihan Jenis Turbin

Pada pabrik pengolahan kelapa sawit, uap diperoleh dari ketel uap yang menggunakan bahan bakar cangkang dan serabut kelapa sawit. Uap panas lanjut yang dihasilkan ini kemudian dialirkan keturbin uap untuk memutar generator dan menghasilkan energi listrik. Uap bekas dari turbin uap didistribusikan ke unit-unit pengolahan kelapa sawit dengan menggunakan alat BPV (Back Pressure Vessel). Disamping listrik tenaga uap, pabrik pengolahan kelapa sawit juga menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel dengan penggerak mula motor diesel yang dihubungkan dengan generator, setelah turbin uap beroperasi beban yang ada pada motor diesel dipindahkan ke turbin uap. Dalam perencanaan ini dipilih turbin uap impuls jenis curtis. Adapun alasan dan pertimbangan dalam pemilihan jenis turbin ini adalah :

1. Pertimbangan efesiensi dan keandalan

Turbin curtis mempunyai efesiensi yang tinggi sehingga energi potensial uap dapat dimanfaatkan seefesien mungkin.

2. Segi Pemeliharaan

Perawatan dan pemakaian turbin impuls relatif tidak sulit. 3. Segi Kontruksi

Konstruksi turbin curtis lebih sederhana jika dibandingkan dengan turbin jenis parson, dari segi pengadaan komponen mudah didapatkan seperti pengadaan nozel, sudu, bantalan dan sebagainya.


(42)

4 2

TURBIN GENERATOR

KETEL

DEAERATOR

BPV P

1 2

3

4

5 6

Gambar 3.1 Instalasi Pembangkit Tenaga Dari Perencanaan Turbin Uap

Gambar 3.2 Diagram T-s

3.2. Perhitungan Penurunan Kalor Pada Turbin

Untuk membangkitkan energi listrik pada generator, dibutuhkan sejumlah uap pada kondisi tertentu untuk memutar turbin, kemudian turbin akan memutar poros generator.


(43)

Berdasarkan data-data survey, diperoleh kondisi-kondisi uap sebagai berikut: 1. Tekanan uap masuk turbin (Po) = 20 Bar

2. Temperatur uap masuk turbin (To) = 260 oC

3. Tekanan uap keluar turbin (P2) = 3 Bar

Analisa Termodinamika Untuk Penurunan Kalor

Pada gambar diagram Mollier pada tekanan 20 bar dan suhu 2600 C titik A0, yang merupakan titik untuk menunjukkan kondisi uap kering, diperoleh : ho =698,624 kkal/kg,

kemudian melalui titik A0 ditarik garis adiabatik hingga mencapai tekanan 0,1 bar

pada titik A1t.

Sehingga diperoleh : h1t = 613,834 kkal/kg

maka penurunan kalor :

Δh = 698,624 kkal/kg – 613,834 kkal/kg = 84,79 kkal/kg

Kerugian pada katup pengatur diambil 5% dari tekanan uap kering. Penurunan tekanan pada katup pengatur :

∆P = 0,05 x Po

= 0,05 x 20 bar = 1 bar

Sehingga tekanan sebelum masuk nosel adalah :

Po' = Po - ∆P

Po' = 20 bar – 1 bar


(44)

hi

ho

h1t

h'1t

A'1t

A1t

Ao A'o

h

h

A1 260°C 19 bar 20 bar

h (kJ/kg)

s (entropi)

Dengan menarik garis A’0 sampai pada tekanan 3 bar (titik A’1t) diperoleh :

h’1t = 616,222 kkal/kg.

Sehingga penurunan kalor teoritis akibat kerugian adalah :

Δh’ = 698,624 kkal/kg – 616,222 kkal/kg = 82,40 kkal/kg.

Gambar 3.3 Diagram Mollier untuk proses penurunan kalor pada turbin

3.3 Menentukan Masa Aliran

Efesiensi dalam relatif turbin (ηoi) untuk perhitungan sementara diambil sebesar 0,58 yang diperoleh dari grafik efesiensi turbin dengan dua tingkat kecepatan sebagai fungsi u/c1, untuk harga optimum sebesar 0,22.


(45)

Gambar 3.4 Efesiensi turbin implus dengan dua tingkat kecepatan

Gambar 3.5 Effisiensi Generator

Dengan mengambil daya yang direncanakan sebesar 1250 Kva, maka nilai-nilai dari berbagai efesiensi pada turbin dapat ditentukan dari gambar, untuk

efesiensi generator (ηg)=0,944,efesiensi mekanis ηm =0,986, untuk efesiensi roda gigi (ηr)=0,9408.

Sehingga dari persamaan /det

. . . . . 3600

860

kg Ho

N G

g r m oi

e η η η η

=

Dimana : Ne = daya nominal pada terminal generator, yaitu sebesar 1000 kW

H0 = penurunan kalor turbin


(46)

ηm = effisiensi mekanis turbin, yaitu ηm = 0,986 (Gambar 3.4)

ηr = efesiensi roda gigi

ηg = effisiensi generator, yaitu ηg = 0,944 (Gambar 3.5)

Untuk turbin yang direncanakan didapat masa aliran uap sebesar:

3.4 Perhitungan Daya Generator Listrik

Faktor daya atau faktor kali yang disebut dengan cos (ϕ) besarnya tidak konstan tergantung pada beban listrik yang digunakan. Ada 2 unsur yang terpakai dalam proses konversi daya, yaitu :

1. Daya keluaran atau daya nyata (V.I cos ϕ) yang digunakan dalam satuan Watt. Dikatakan daya nyata, karena besaran inilah yang dipakai dalam proses konversi daya.

2. Daya reaktif (V.I sin ϕ) yang diukur dengan satuan MVAR. Daya ini hanya membebani biaya investasi, bukan biaya operasi, yang sebenarnya tidak mempengaruhi suatu proses konversi daya.

Suatu beban membutuhkan daya reaktif karena: a. Karakteristik beban itu sendiri.


(47)

Dari penjelasan di atas, maka daya yang harus disuplai oleh turbin uap ke generator harus dapat memenuhi kebutuhan daya nyata dan daya reaktif. Diagram pada gambar di bawah ini menggambarkan daya yang bekerja pada generator listrik.

Daya Reaktif (MVAR)

Daya Semu (MVA)

Daya Nyata (MW) ϕ

Gambar 3.6 Diagram daya yang harus disuplai turbin uap ke generator

Dari gambar 3.6 di atas, dapat disimpulkan bahwa daya yang dibutuhkan oleh generator adalah daya semu (MVA) dan daya terpasang generator adalah daya nyata (MW), maka :

P = PG . cos ϕ

Dimana :

P = daya terpasang generator listrik = 1 MW PG = daya yang dibutuhkan generator listrik (MVA)

cos ϕ = faktor daya yang besarnya 0,6 – 0,9. harga yang tergantung pada pembebanan umumnya diambil cos ϕ = 0,8. Dengan demikian dari persamaan di atas :


(48)

maka daya transmisi pada roda gigi (Pt) :

Dimana :

tz = efisiensi roda gigi yang ditentukan dari gambar 3.4 = 0,9408

3.5 Segitiga Kecepatan Turbin Dengan Dua Tingkat Kecepatan

Dengan merancang turbin terdiri dari dua baris sudu (dua tingkat kecepatan) dan dengan mengambil harga (u/c1) optimum sebesar 0,22 dan koefesien kecepatan (φ) sebesar 0,95 maka kecepatan absolute uap keluar nozel:

Kecepatan uap keluar teoritis (C1t) adalah

Kecepatan keliling sudu: U = (u/c1) x C1

U = 0,22 x 800,42 U = 176,09 m/det

Dengan mengambil sudut masuk uap α1 sebesar 200, diperoleh kecepatan relatif


(49)

Sudut kecepatan relatif uap memasuki sudu gerak baris pertama :

Gambar 3.7 Segi tiga kecepatan untuk turbin impuls dengan dua tingkat kecepatan

Kecepatan relatif uap pada sisi keluar sudu gerak I, dimana koefesiensi sudu- sudu baris pertama ψ diambil 0,82

w2= ψ x w1 = 0,82 x 637,80 = 522,996 m/det

Dengan mengambil sudut relatif keluar uap (β2) lebih kecil 30 dari sudut kecepatan relatif masuk uap: β2 = 25,420 - 30 = 22,420,

diperoleh kecepatan absolute uap keluar sudu gerak I :


(50)

Kerugian kalor pada nozel :

Kerugian kalor pada sudu gerak I:

Kecepatan absulute uap masuk sudu gerak II:

Dimana : gb adalah koefesiensi sudu pengarah

Sudut pengarah pada sisi keluar :

α1´ = α2 - 3° α1´ = 32,98° - 3° α1´ = 29,98°


(51)

Sudut kecepatan relatif uap masuk ke sudu gerak II :

Kecepatan relatif uap keluar sudu gerak II :

W2´= ψ.W1’ = 0,88 x 181,66 = 159,86 m/det

Sudut keluar relatif uap sudu gerak baris II:

β2 ' = β1 ' - 3° β2 ' = 58,95° - 3° β2 ' = 55,95°

Kecepatan absolute uap keluar sudu gerak baris II:

Sudut keluar absolute uap sudu gerak II:


(52)

Kerugian kalor pada sudu gerak baris kedua :

Kerugian kalor akibat kecepatan keluar :

Efisiensi pada keliling cakram dihitung melalui persamaan :

Dimana :

C1u = C1x cos α1 = 800,42 x cos 200 = 752,15 m/det

C2u = C2x cos α2 = 366,42 x cos 32,980 = 307,38m/det

C1 'u = C1 ' x cos α1 ' = 311,46 x cos 29,98° = 269,79m/det

C2 'u = C2 ' x cos α2 ' = 158,24 x cos 123,17° = -86,58m/det

Untuk memeriksa ketepatan perhitungan kerugian kerugian kalor yang diperoleh diatas hasilnya dibandingkan dengan hasil hasil yang diperoleh untuk nilai u/c1 yang optimum :


(53)

kesalahan perhitungan :

Persen error < 2%

Kerugian akibat gesekan cakram dan kerugian pengadukan ditentukan dari:

G N hgca gca

427 102

=

Dimana : λ = koeffisien uap panas lanjut, antara 1,1 dan 1,2, dan untuk uap jenuh sama dengan 1,3.

γ= 1/ 0,2774 = 3,6049 kg/m3 adalah volume spesifik uap sesudah nozel.

d = diameter rata-rata sudu


(54)

Sehingga kerugian akibat gesekan cakram dan kerugian pengadukan diperoleh:

Penurunan kalor yang dimanfaatkan dalam turbin sebesar :

Maka :


(55)

Jika terdapat ketidak sesuaian lebih dari 2 % kerugian energi (hgca) harus

dievaluasi ulang dan diperoleh nilai massa aliran yang sebenarnya.

Perbedaan antara masa aliran uap yang diperoleh dari perhitungan pendahuluan dan dari perhitungan akhir adalah :

Karena ketidak sesesuaian masih pada batas-batas yang di ijikan, oleh karena itu perhitungan tidak perlu diulang lagi.

3.6 Daya Turbin Uap

Daya dalam turbin uap (Ni):

Daya efektif (Neff)

Dimana :


(56)

BAB IV

PERHITUNGAN UKURAN UTAMA TURBIN

4.1 Perhitungan Ukuran Poros

Poros berfungsi sebagai penghubung yang memindahkan daya dan putaran turbin serta tempat pemasangan cakram dan sudu, beban yang akan dialami poros ini adalah:

1. Beban lentur yang berasal dari berat sudu-sudu dan cakram. 2. Beban puntir yang berasal dari cakram

Dalam perancangan poros dari segi kekuatan mekanis, tegangan-tegangan pada penampang diambil sebagai dasar perhitungan, yang antara lain :

1. Penampang yang momen lenturnya terbesar 2. Penampang yang momen puntirnya maksimum

Untuk poros putaran sedang dan beban berat digunakan baja paduan dengan pengerasan kulit. Untuk ini dipilih bahan poros adalah baja krom nikel JIS 4102 SNC 21 yang memiliki kekuatan tarik 80 kg/mm2. Tegangan geser yang diizinkan untuk bahan poros dapat dihitung berdasarkan persamaan :

τa = σb / Sf1 x Sf2

dimana:

Sf1 = faktor keamanan terhadap bahan baja paduan (6,0)

Sf2 = faktor keamanan karena adanya pasak, dan konsentrasi


(57)

τa =

7 , 2 6

/

80 2

×

mm kg

τa = 4,94 kg/mm2

Daya nominal yang ditransmisikan pada perencanaan ini sebesar 1391 kW pada putaran 5000 rpm.

Besarnya momen torsi poros (Mt) dapat dihitung dengan persamaan:

Diameter poros dp dihitung dengan persamaan:

dimana :

Kt = faktor pembebanan (1,5 - 3,0) untuk beban kejutan dan

tumbukan yang besar diambil 2,6

Cb = faktor pembebanan lentur (1,2 - 2,3) (diambil 2,2)

Maka :

Dari standar poros yang ada maka dipilih diameter poros terkecil yang dipakai pada perencanaan ini adalah 120 mm.


(58)

4.2 Perhitungan Ukuran Nosel dan Sudu Gerak

Nosel adalah suatu peralatan lintasan aliran dengan luas penampang pada kedua ujungnya berbeda, dimana kecepatan aliran gas atau cairan yang melaluinya akan meningkat searah dengan lintasan aliran, V2V1,P2P1, kerja yang ada pada nosel hanya kerja aliran.

Penampang terkecil pada nosel disebut kerongkongan, nosel berfungsi untuk mengubah energi panas ke bentuk energi kinetik dengan kerugian yang minimum, pada proses expansi turunnya tekanan aliran uap akan menyebabkan sebagian uap berubah menjadi kondensat.

Nilai minimum terjadi pada kerongkongan yang disebut tekanan kritis (pkr)

yang sama dengan 0,577 Po (untuk uap jenuh) dan 0,546 Po (untuk uap panas

lanjut). Kecepatan uap pada tekanan ini disebut kecepatan kritis.

Bila tekanan sesudah nozel lebih besar dari tekanan kritis P1 > pkr, maka

ekspansi uap yang terjadi hanya sampai tekanan P1 dan kecepatan uap pada sisi

keluar tekanan ini lebih kecil dari kecepatan kritis, dalam hal ini digunakan nozel konvergen, sedangkan untuk mendapatkan tekanan sisi keluar P1 < pkr dan

kecepatan superkritis C1 > Ckr digunakan nosel konvergen divergen.

Untuk menentukan jenis nozel terlebih dahulu ditentukan harga-harga tekanan kritis pkr.

4.2.1 Tinggi Nozel dan Sudu Gerak

Kondisi uap pada baris pertama adalah uap panas lanjut, maka tekanan kritisnya: pkr = 0,546 x P0


(59)

Dimana tekanan sesudah nozel P1= 3 bar, karena P1 lebih kecil dari pkr, maka

digunakan nozel konvergen divergen. Penampang sisi keluar nozel:

f1 = 1 1

o

c G

υ (m2)

dimana :

G0 = massa aliran uap = 7,022 kg/det

ν1 = volume spesifik uap pada penampang sisi keluar = 0,62352 m3/kg

C1 = kecepatan aktual uap pada penampang sisi keluar = 800,42 m/det

Tinggi nosel, disarankan diantara10 mm - 20 mm, dan derajat pemasukan parsial, ε tidak kurang dari 0,2. Untuk turbin-turbin dengan kapasitas besar dan menengah dengan sudu-sudu yang relatif besar, nilai derajat pemasukan parsial dapat mencapai satu.

Dengan membuat tinggi nozel ln sebesar 16 mm, diperoleh derajat pemasukan

parsial uap:

Tinggi sisi masuk sudu gerak baris yang pertama dibuat sebesar : l1' = ln + 2 = 16 + 2 = 18 mm


(60)

Tinggi sudu nosel baris yang pertama pada sisi keluarnya:

dimana:

ν1' = merupakan volume spesifik uap keluar sudu gerak baris pertama

= 0,64705 m3/kg.

Tinggi masuk sudu pengarah diambil lebih besar 1,1 mm dari tinggi sudu nosel baris pertama, sehingga :

l’gb = l1 '' + 1,1 = 22,79 + 1,1 = 23,89 mm

Tinggi sisi keluar sudu ini akan sebesar:

Dalam perencanaan ini diambil tinggi sisi keluar sudu sebesar 29 mm lgb'' = 29 mm

Tinggi sudu gerak sisi masuk baris kedua l2' = lgb" + 2

l2' = 29 + 2 = 31 mm


(61)

Gambar 4.1 Ukuran Nozel dan Sudu Gerak

Bahan nosel diambil dari baja yang sama dengan bahan sudu karena dari kondisi uap yang masuk merupakan uap panas lanjut, sehingga material nosel yang dipilih adalah baja krom nikel tahan karat AISI UNS NO.41400 dengan tegangan tarik dan lentur total akibat gaya sentrifugal yang adalah sebesar 2137 kg/cm2, jadi pemilihan bahan di atas sudah aman.

4.2.2 Lebar Sudu Gerak

Lebar sudu gerak berkisar 20 - 25 mm untuk turbin kapasitas menengah dan besar. Dalam perencanaan ini ditetapkan lebar sudu gerak 20 mm. Besarnya jari- jari busur dari profil sudu baris pertama dapat dihitung dengan persamaan :

Jari-jari busur sudu gerak baris kedua


(62)

4.2.3 Jarak bagi antara Sudu Gerak

Jarak antara masing-masing sudu pada sudu gerak turbin dapat dihitung dengan persamaan :

Jarak bagi sudu-sudu gerak baris pertama

Jarak bagi sudu-sudu gerak baris kedua

Jarak bagi sudu-sudu pengarah

4.2.4 Jumlah Sudu

Jumlah sudu pada tingkat pengaturan dihitung dengan persamaan: Pada sudu gerak baris pertama

Dimana :

d = diameter sudu rata rata tingkat pertama t1 = jarak bagi sudu baris pertama

Pada sudu gerak baris kedua


(63)

4.3 Kekuatan Sudu

Kekuatan sudu turbin cukup dihitung pada bagian-bagian yang terlemah, dan bila pada bagian ini ternyata sudah aman, maka bagian yang lain akan lebih aman. Besarnya tegangan tarik akibat gaya radial yang memiliki nilai terbesar yaitu pada sudu gerak baris kedua, dapat dihitung dengan persamaan :

Dimana: n = putaran roda turbin = 5000 rpm

γ = massa jenis bahan sudu = 0,00785 kg/cm3 l"2 = tinggi sudu keluar baris ke dua = 3,476 cm

r = jari-jari rata-rata sumbu sudu = 67,3/2 = 33,652 cm rs = jari-jari rata-rata plat penguat sudu

rs = r + 0,5 x l2"+ 0,5 x s ; (s = tebal selubung = 0,2 cm)

rs = 33,652 + 0,5 x 3,476 + 0,5 x 0,2 = 38,328 cm

ts = panjang setiap bilah selubung

ts =

(Dimana : lebar akar sudu untuk turbin kapasitas menenga adalah 30÷40 mm, diambil 30 mm.)

Fs = luas plat penguat sudu, dimana lebar selubung = 30 mm = 3 cm


(64)

Tegangan tarik dan lentur total akibat gaya sentrifugal yang diizinkan untuk baja krom nikel tahan karat AISI UNS NO.41400 adalah sebesar 2137 kg/cm2, jadi pemilihan bahan di atas sudah aman. Tegangan lentur akibat tekanan uap dapat ditentukan dari persamaan berikut ini:

Besarnya gaya akibat rotasi pada sudu gerak baris ke dua adalah :

Pu1 =

1 u o z . u . ε h G . 427 (kg) dimana:

hu = penurunan kalor yang dimanfaatkan dalam turbin(51,76 kkal/kg)

ε = derajat pemasukan parsial ( 0,4737 ) z1 = jumlah sudu pada baris kedua (191 buah)

u = kecepatan tangensial (176,09 m/det) maka:

Gaya yang terjadi akibat perbedaan tekanan uap masuk dan keluar sudu didapat dari persamaan :

Pa1 = l . t(P1’ – P2) kg

dimana :

l = tinggi sudu baris kedua

t = jarak antara sudu pada diameter rata rata P1’ = tekanan uap sebelum sudu

P2 = tekanan uap sesudah sudu


(65)

Gaya yang bekerja akibat perbedaan momentum uap yang mengalir :

P a1’ =

(

)

1 u 2 u 1 o z . . g C -C G

ε (kg)

maka :

Sehinga besarnya resultan gaya (Po1) akibat tekanan uap dihitung dengan

persamaan :

Dengan menganggap Po1 konstan sepanjang sudu gerak baris kedua maka

momen lengkung yang terjadi (Mx1) adalah:

Mx1 =

2 l . P1 1

(kg.cm)

Dimana: P1 = Po1 cosϕ = Po1 (karena ϕ = 0)

l1 =

2 356 328+

= 342 mm = 34,20 cm


(66)

Gambar 4.2. Gaya-gaya lentur pada Sudu

Tegangan lentur yang memiliki nilai terbesar terjadi disepanjang sudu gerak 10, dapat dihitung dengan persamaan :

σb = Mx1/Wy1 (kg/cm2)

dimana Wy1 = momen perlawanan terkecil sudu relatif terhadap y-y

= 0,16286 cm3 (table 4.1) maka : σb = 27,901/0,16286

σb = 171,318 kg/cm2

Untuk turbin pemasukan penuh : σb ≤380 kg/cm2, dengan demikian konstruksi

sudu yang direncanakan sudah aman.

Table 4.1 Momen perlawanan terkecil sudu relatif terhadap sudu y-y

No F e (F.e) (eo-e)2 F(eo-e)2

1 0,5065 0,33 0,617145 51,37879 26,02336

2 1,2311 0,83 1,021813 44,46089 54,7358

3 1,7838 1,33 2,372454 38,04299 67,86109


(67)

5 4,2032 2,33 9,793456 26,70719 112,2557

6 6,9121 2,83 19,56124 21,78929 150,6098

7 11,9904 3,33 39,92803 17,37139 208,2899

8 14,2559 3,83 54,59991 13,45349 191,7909

9 13,3556 4,33 57,82953 10,003559 134,0308

10 12,4552 4,83 60,15862 7,11769 88,65226

11 11,5549 5,33 61,58735 4,69979 54,30537

12 10,6303 5,83 61,97436 2,78189 29,57219

13 9,5261 6,33 60,30021 1,36399 12,99351

14 7,7518 7,33 52,94445 0,44609 3,457981

15 4,7474 34,79836 0,02819 0,133831

∑ 113,5937 521,9591 ∑ly = 1221,119

4.4 Pembahasan Perhitungan Ukuran Cakram

Jenis cakram yang dipilih adalah jenis cakram konis, hal ini berguna untuk mengurani tegangan-tegangan yang diinduksikan pada kelepak, yaitu tempat cakram bertemu dengan hub. Tegangan radial akibat sesuaian paksa pada poros :

σr0 = 50 kg/cm2.

Tegangan radial pada jari-jari r2 akibat gaya sentrifugal sudu-sudu dan pelek (rim)

adalah σr2 = 1902,96 kg/cm2.

ro = jari-jari dalam cakram = 0,5 dp = 0,5 x 110 = 55 mm

r2 = jari jari luar cakram = (923/2)-(356/2) = 283,5 mm


(68)

Y1 = tebal kaki cakram = 40 mm (ditetapkan)

Y = tebal cakram bagian atas = 12 mm (ditetapkan) Y0 = tebal hub = 2.y1= 2 x 45 = 80 mm (ditetapkan)

Gambar 4.3. Penampang Cakram Kelepak Konis

Jari-jari konis sempurna (R pada gambar 4.3) dihitung dengan persamaan :

Tegangan lentur pada bagian cakram yang tipis pada jari-jari R = 18,0 cm dihitung dengan persamaan :

σu =

g

γ

U2 (kg/cm2)

Dimana :

U = 14836,5 cm/det (Kecepatan keliling pada jari-jari R)


(69)

Sehingga:

Tegangan pada bagian dalam cakram pada jari-jari r1 dihitung dari :

σ u’ =

g

γ

U12 (kg/cm2)

dimana:

Maka:

Untuk menghitung tegangan-tegangan pada bagian penting konis cakram, dihitung dari persamaan :

a. Tegangan radial pada jari-jari r2

σr2 = σu . p0 + A.p1 + B.p2 (kg/cm2) ... [4.1]

b. Tegangan radial dan tangensial pada kelepak (collar) jari-jari r1

σr1 = σu . p0 + A.p1 + B.p2 (kg/cm2) ... [4.2]

σt1 = σu . q0 + A.q1 + B.q2 (kg/cm2) ... [4.3]

A dan B adalah konstanta integrasi yang diperoleh dari kondisi batas, dan


(70)

Untuk bagian hub:

a. Pada jari-jari r hub = r1

σt1 = σhub + (1-y1/y0). v. σr1 (kg/cm2) ... [4.4]

Dengan v koefisien pemampatan melintang = 0,3 b. Pada permukaan melingkar cakra pada jari-jari r0:

σr0 = lo. σ u’ + l1o 0 1 y y

. σr1 + l2oσthub (kg/cm2) ... [4.5]

Koefisien p0, p1, p2, q0, q1 dan q2 diperoleh dari kurva–kurva yang

diberikan pada gambar 4.4.berikut :

Gambar 4.4. Berbagai Koefisien untuk Cakram Konis

Koefisien-koefisien untuk persamaan [4.1] diperoleh dari :


(71)

Koefisien untuk persamaan [4.2] dan [4.3]: X = 075 , 33 175 , 14 1 = R r = 0,229

Diperoleh: p0 = 0,18 ; p1 =1,75 ; p2 = -12,1 ; q0 = 0,177 ; q1 = 1,65 ; q2 = 17,57

Koefisien - koefisien 1o, 11o, l2o dihitung dari ro/r hub = 112/14,175 = 0,7901 atau

rhub/r0 = 14,175/112 =1,2625, sehingga:

1o = 3,3/8 [0,7875 – (r0/rhub)2 + 0,2125(rhub/r0)2]

1o = 3,3/8 [0,7875 – (0,7901)2 + 0,2125(1,2625)2] = 0,2077 l1o = 0,5 [1 + (r0/rhub)2] (rhub/r0)2

l1o = 0,5 [1 + (0,7901)2] (1,2625)2 = 1,301

12o= -0,5 [1 - (r0/rhub)2] (rhub/r0)2

12o = -0,5 [1 - (0,7901)2] (1,2625)2 = -0,301

Dengan mensubstitusikan koefisien – koefisien dan nilai numerik y1, yo

dan y ke persamaan [4.1 - 4.5] dengan bilangan yang belum diketahui pada sisi kiri diperoleh:

1902,96 = 3118,76 x 0,058 + A x 7,2 + B(-0,17)

7,2 A – 0,17 B = 1722,072 ... [4.6]

σr1 = 3118,76 x 0,165 + A x 2,27 + B(-2,62)

2,27 A – 2,62 B - σr1 = -514,595 ... [4.7]

σt1 =3118,76 x 0,172 + A x 2 + B x 6,16

2 A + 6,16 B - σt1 = -536,427 ... [4.8]

σt1 = σthub + (1- 80/160) 0,3 . σr1


(72)

-100 = 0,2077 x 572,83 + 1,301 x (80/160) . σr1 + (-0,301). σt hub

0,6505 σr1 – 0,301σthub = -218,977 ... [4.10]

Persamaan diatas diselesaikan dengan jalan menghilangkan bilangan yang tidak diketahui secara berurutan. Dengan membagi persamaan [4.10] dengan 0,301 dan menambahkannya ke persamaan [4.9] diperoleh :

2,31 σr1 - σt1 = -727,498 ... [4.11]

Persamaan [4.8] dikurangkan dengan persamaan [4.11] diperoleh:

2 A + 6,16 B – 2,31 σr1 = - 191,071 ... [4.12]

Dengan membagi persamaan [4.12] dengan 2,31 dan mengurangkannya dari persamaan [4.7] diperoleh:

1,404 A +(-5,287) B = -431,88 ... [4.13] A dan B dapat dihitung dari persamaan [4.6 - 4.13] :

7,2 A – 0,17 B = 1722,072 1,404 A - 5,287 B = - 431,88

diperoleh : A = 242,627 B = 146,118

Maka tegangan – tegangan σr1, σt1, σthub dan σrhub dapat dihitung:

σr1 = 3118,76 x 0,165 + 242,627 x 2,27 + 146,118 x (-2,62)

= 682,530 kg/cm2 (dari persamaan [4.7])

σt1 = 3118,76 x 0,172 + 242,627 x 2 + 146,118 x 6,16

= 1921,768 kg/cm2 (dari persamaan [4.8])

σt hub = 1921,768 – 0,15 x 682,530


(73)

Tegangan pada permukaan-permukaan silindris pada jari-jari rhub adalah

seragam,maka :

σrhub = r1 0 1 σ

. y y

= 682,530

160 80

× = 341,265 kg/cm2.

Jenis baja yang digunakan untuk konstruksi cakram turbin tergantung pada besarnya tegangan yang dialami dan kondisi operasi yang dibagi menjadi 3 kategori seperti terdapat pada tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 4.2 Sifat – sifat Baja yang digunakan pada pembuatan cakram Kategori Cakra Tegangan Ultimate, kg/mm2 Titik serah, kg/mm2 Perpanj angan relatif, % Pengecilan luasan relatif, % Kelentingan spesifik, kg.m/cm2 Kekerasan Brinell, kg/mm2

I 63 32 17 35 4 170 ÷ 207

II 75 40 17 35 4 187 ÷ 223

III 90 75 15 35 3 289 ÷ 321

Tegangan–tegangan yang diizinkan untuk masing–masing hal ditentukan dengan memperhatikan sifat–sifat fisis baja maupun temperatur operasi cakra

yang direncanakan. Umumnya tegangan-tegangan yang diizinkan tidak pernah lebih dari 0,4 kali tegangan titik serah bahan pada temperatur yang direncanakan.

Dari hasil perhitungan tegangan-tegangan pada bagian-bagian yang penting untuk cakram yang direncanakan, bahan yang dipakai dipilih dari kategori I dimana titik serahnya: 63 kg/mm2 (6300 kg/cm2).


(74)

Dan tegangan yang diizinkan adalah:

σmax = σt1 ≤ 0,4 x 7500

σt1 = 1921,786 ≤ 2520 kg/cm2

Sehingga desain cakram ini sudah memenuhi.

4.5 Perhitungan putaran kritis

Putaran kritis adalah putaran permenit yang secara numerik berimpit dengan frekuensi alami getaran poros. Secara teoritis putaran kritis menyebabkan lendutan poros cenderung untuk memperbesar sampai ke tak hingga. Jadi pengoperasian pada putaran kritis haruslah dihindari ,untuk menghitung putaran kritis harus menghitung terlebih dahulu pembebanan yang terjadi pada poros. Pembebanan yang dimaksud adalah pembebanan statis yang disebabkan berat cakram, sudu gerak, dan berat poros itu sendiri. Berat cakram pada baris kedua dapat dihitung melalui persamaan berikut ini :

Berat sudu gerak :

Berat sudu gerak baris 1 wsg1 = γ . F . l1 . z1

Dimana :

F= luas penampang sudu = 1,135 cm2 l1 = tinggi sudu gerak rata-rata = 2,039 cm2

z1 = jumlah sudu gerak = 159 buah


(75)

maka : wsg1 = 0.00785 x 1,135 x 2,039 x 159 = 2,888 kg,

Berat sudu gerak baris 2 wsg2 = γ . F . l2 . z2

Dimana :

F= luas penampang sudu = 1,135 cm2 l2 = tinggi sudu gerak rata-rata = 3,288 cm2

z2 = jumlah sudu gerak = 191 buah

γ = berat spesifik bahan sudu, 0,00785 kg/cm3 maka : wsg2 = 0.00785 x 1,135 x 3,288 x 191 = 5,595 kg,

Berat cakram :

Dimana :

R = jari-jari cakram tertular = 39,29 cm

r2 = jari-jari cakram sampai pelek (rim) = 13,15 cm

r1 = jari-jari cakram sampai kelepak = 9 cm

y = tebal cakram pada jari-jari r2 = 1,2 cm

y1 = tebal cakram pada jari-jari r1 = 4,5 cm

y0 = tebal cakram pada jari-jari r0 = 8 cm


(76)

Berat poros, WP

Dimana : dp = diameter poros = 104,779 mm = 10,477 cm γ = bobot spesifik bahan = 0,00785 kg/cm3

l = panjang poros = 100 cm

Maka bobot pada poros sebesar (w0) :

W0 = (Wsg1 + Wsg2) + Wck + Wp

W0 = (2,888 + 5,595) + 191,51 + 67,641

W0 = 267,634 kg

Sebelum menghitung putaran kritis poros terlebih dahulu ditentukan:

a. Modulus elastisitas poros E = 2,1 x 106 kg/cm2 b. Mencari reaksi pada bantalan

Gambar 4.5 Pembebanan pada Poros

80 Ø24

Satuan cm

Ø22

Wp

100 Fcr

F10 Ø22

25


(77)

Σ MA = 0 ;

Wck(60) + WP(50) – RB(100) = 0

191,51(60) + 135,282(50) – RB(100) = 0

RB = 250,188 kg

ΣFy = 0 ;

RA + RB – (Wck + Wp) = 0

RA + 250,188 – (191,51 + 135,282) = 0

RA = 76,604 kg

c. Momen inersia untuk poros, dicari dengan persamaan :

d. Defleksi pada poros ditentukan dengan :

Selanjutnya ditentukan:

∑Fiyi = Wp. δ1 + Wck .δ2

= 135,28 x 0,002276 + 191,51 x 0,00699

= 2,9852 kg.cm


(78)

Maka Putaran kritis diperoleh dengan persamaan :

Sehingga besarnya perbedaaan putaran kritis dengan putaran normal turbin, diperoleh :

Dari praktek ternyata, bila putaran kritis berbeda dengan putaran normal sebesar 15 sampai 20 %, dapat dipastikan bahwa turbin sudah berada dalam operasi yang aman, akan tetapi kebanyakan pabrik pembuat turbin memakai kepesatan operasi normal lebih tinggi atau lebih rendah daripada kepesatan kritis sebesar 30 % sampai 40%.

4.6 Roda Gigi

Oleh karena putaran poros turbin melebihi putaran maksimum generator dimana putaran poros turbin yang besarnya 5000 rpm dan putaran yang dihasilkan generator sebesar 1500 rpm maka digunakan roda gigi reduksi dengan demikian perbandingan kecepatannya adalah : i = 5000/1500 = 3,33. Untuk menghindari terjadinya beban kejut dan getaran yang besar akibat dari tingginya putaran yang disuplai dari poros turbin maka roda gigi yang dipilih adalah roda gigi miring, dimana pasangan roda gigi jenis ini mempunyai kontak yang halus, dan getaran yang dihasilkan rendah, dan kontak tiap giginya lebih luas dibanding roda gigi jenis lain. Dari pertimbangan diatas maka roda gigi yang direncanakan adalah roda gigi miring tersusun seperti gambar berikut :


(79)

Gambar 4.6 Roda gigi miring

Untuk sebuah rangkaian roda gigi tersusun, rasio kecepatan ditulis :

327 , 3

2 1

1

2 = =

=

n n Z Z i

Dalam hal ini direncanakan z1 = 21, sehingga :

Z2 = i2× 22 = 3,327 × 22 = 70 buah

Harga-harga yang ditetapkan m (modul) = 6 mm

φn ( sudut tekan pada bidang normal) = 20°

ψ (sudut kemiringan gigi) = 30° Sudut tekan, (φt) = tan-1(tan φn/cosψ)

= tan-1(tan 20/cos30) = 22,8 °

Jarak bagi lingkar (P) :

P = π m (mm) P = π (6) = 18,84 mm


(80)

Jarak bagi lingkaran dari bidang normal (Pn) :

Pn= P cos ψ

Pn= 18,84 cos 30° = 16,31mm

Diameter picth untuk pinion (D1) :

D1 = m z1 D1 = 6 × 21 =126 mm

Diameter picth untuk roda gigi 2 (D2) :

D2 = m . z2

D2 = 6× 70 = 420 mm

Tinggi gigi (H)

H = 2m + ck Dimana ck = 1,5

maka H = 2(6) + 1,5 H = 13,5 mm Diameter lingkaran kepala

Dk1 = (Z1 + 2) m

Dk1 = (21 + 2) 6

Dk1 = 138 mm

Dk2 = (Z2 + 2) m

Dk2 = (70 + 2) 6

Dk2 = 432 mm

Kecepatan tangensial u pada diameter pitch untuk pinion adalah :

u = π D1 n/60

u = π×(0,126) × 5000/60 u = 32,98 m/det


(81)

Gaya tangensial yang dipikul roda gigi pinion (Ft) adalah: kg

u N

Ft=102⋅ eff

Dimana : Neff (daya efektif yang dihasilkan poros turbin) = 1405,72 KW

Maka :

Sehingga :

Gaya radial pada roda gigi (Fr)

Fr = Ft tan φt

= 4347,587 tan 22,8 ° = 1827,557 kg

Gaya aksial pada roda gigi (Fa)

Fa = Ft tan ψ

= 4347,587 tan 30° = 2510,08 kg


(82)

Dalam pemilihan bahan roda gigi, baja adalah bahan yang memuaskan karena mempunyai kekuatan yang tinggi. Bahan roda gigi dibuat dari baja paduan

dengan kekerasan kulit SCN 21 dengan tegangan lentur yang diizinkan σa = 40

kg/mm2, tegangan tarik σB = 80 kg/mm2 . Besarnya tegangan lentur yang

diizinkan persatuan lebar sisi Fb’ dihitung dari persamaan :

Fb’ = σa . m . Y . fv ( kg/mm)

Dimana :

m = modul roda gigi = 6 mm Y = faktor bentuk gigi = 0,327

fv = faktor dinamis, untuk u = 20 ÷ 50 mm

= u + 5 , 5 5 , 5 = 97 , 32 5 , 5 5 , 5

+ = 0,5

Sehingga :

Fb’ = (40) (6) (0,327) (0,5)

Fb’ = 39,24 kg/mm

Maka lebar roda gigi (b) :

b = Ft/Fb’ = 3709,219/39,24 = 80,26 mm

Tegangan tarik yang timbul pada roda gigi adalah :

Dari persamaan diatas diperoleh σB ≥ σb, dengan demikian kostruksi roda gigi


(83)

4.7 Bantalan dan Pelumasan

Bantalan merupakan bagian utama dari elemen mesin sehingga dalam pemilihannya harus dipertimbangkan peranannya. Bantalan yang dipakai pada rancangan ini adalah bantalan luncur, mengingat beban yang dialami cukup besar dan putaran yang tinggi. Bantalan disuplai dengan minyak pelumas yang biasanya pada tekanan 0,4 sampai 0,7 atm pengukuran (gauge). Ruang bebas disediakan diantara poros dan permukaan bantalan untuk dapat memberi tempat bagi lapisan minyak pelumas. Secara umum bantalan luncur dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 4.7 Bantalan Luncur

Pendesainan bantalan ini dilaksanakan menurut metode yang disarankan oleh M.I. Yanovsky untuk bantalan luncur 1800. Jenis bantalan yang digunakan adalah bantalan radial (journal bearing).

Untuk ruang bebas a dan b dipilih sesuai dengan diameter poros. Ruang bebas yang diperbolehkan untuk bantalan luncur yang didasarkan pada data operasi turbin uap diberikan pada tabel 4.7 berikut :


(84)

Tabel 4.3 Ruang bebas yang diperbolehkan untuk bantalan luncur

Ruang bebas a dan b dipilih sesuai dengan diameter poros (Tabel 4.3), dengan interpolasi didapat harga a untuk diameter 224 mm yang dipilih untuk bantalan dengan lapisan logam putih (a = 0,15 mm dan b = 0,25 mm).

Gambar 4.8 Dudukan poros pada bantalan pada berbagai kecepatan

Perbandingan d/L biasanya diandaikan sebesar 1 sampai 1,2 akan tetapi untuk bantalan yang dibebani dengan beban yang berat, nilai-nilai yang lebih besar dapat dipakai (diambil 2).

L = d/1,2 = 100/1,2 L = 83,33 mm.


(85)

Beban pada poros sebesar :

W = berat poros + berat cakram

W = (135,282 + 191,51)kg = 326,792 kg Maka gaya radial sebesar :

Koefisien (kriteria beban) bantalan diperoleh dari persamaan :

( )

µ φ υ . .

2

u L

d a Fr

v =

Dimana : Fr = beban bantalan = 3909,681 kg

L = panjang permukaan bantalan = 83,33 mm u = kecepatan keliling permukaan poros

µ = viskositas rata-rata minyak pelumas = 0,3 x 10-6 kg.det/cm2 (untuk minyak jenis TZOUT (GOST 32-53))

maka :

Besar harga koefisien x diperoleh dari gambar 4.9. Untuk bantalan luncur


(86)

Gambar 4.9 Grafik koefisien φv (kriteria beban)

Koefisien gesek f untuk bantalan dapat dihitung dengan menggunakan

data-data pada gambar 4.10. Untuk bantalan luncur θ = 1800 dan harga ε = 1,2 dan x =0,72, diperoleh φs = 3,775

Gambar 4.10 Grafik untuk menentukan koefisien φs

maka :


(87)

Dengan mengabaikan kerugian akibat radiasi, maka jumlah minyak yang dibutuhkan untuk menyerap kalor yang timbul akibat gesekan pada bantalan akan

sebesar : ) .( . . 60 1 2 t t C Q q x − =γ γ

Dimana : γ = bobot spesifik pelumas (0,92 kg/ltr)

C = kapasitas termal rata-rata minyak pelumas (0,4 kkal/kg0C) t1 = temperatur minyak pada sisi masuk, diandaikan (35 ÷ 45)0C.

untuk perencanaan ini diambil 400C. t2 = temperatur minyak pada sisi keluar

t2 = t1 + (10 ÷ 45)0C.

Temperatur minyak pada sisi keluar dari bantalan tidak boleh lebih dari 600C, karena pada temperatur yang lebih tinggi kualitas minyak pelumas menurun dengan cepat yang menjadi tidak dapat dipakai lagi untuk pemakaian selanjutnya maka ditetapkan, t2 = 520C.

maka :

4.8 Rumah Turbin

Stator turbin mempunyai bentuk yang rumit, perhitungan yang tepat untuk dinding silinder akan menjadi sangat sulit. Dengan mengabaikan pengaruh dinding samping, rusuk-rusuk pengukuh, flens, variasi tekanan dan temperatur menurut panjangnya dan lain-lain, kita dapat mengandaikan silinder itu berbentuk drum.


(88)

Dalam hal ini gaya-gaya yang bekerja pada dinding stator dapat dinyatakan dengan rumus :

δ σ

2

P D t

⋅ =

Dimana: D = diameter dalam silinder = 80 cm

P = Tekanan pengukuran gauge uap masuk nosel = 19 kg/cm2

δ = tebal dinding selider, ditetapkan 3 cm Maka :

Silinder untuk turbin kapasitas kecil dan menengah biasanya terbuat dari

besi cor kelabu JIS G 5501 FC20 dengan tegangan tarik σb = 20 kg/mm2 atau

2000 kg/cm2 dan nilai faktor keamanan k = 4 (diambil) sehingga :

σb izin = 2000/4 = 500 kg/cm2

dengan demikian :


(89)

BAB V

SISTEM PENGATURAN TURBIN

5.1 Pengaturan Putaran Turbin

Untuk pembangkit listrik yang saling berhubungan dengan pembangkit lainnya, keseluruhan pembangkit harus sikron dengan yang lainnya. Untuk mendapatkan sinkronisasi frekuensi dan gelombang sinusoida harus sama, maka untuk mendapatkan frekuensi yang tetap maka putaran harus konstan.

Daya turbin uap ditentukan berdasarkan jumlah massa uap dan tekanan atau suhu uap masuk turbin. Perubahan daya turbin akibat perubahan variasi tekanan yang tidak konstan yang menyebabkan putaran turbin berubah. Putaran turbin akan dapat dijaga konstan dengan mengatur jumlah massa aliran uap memasuki turbin dengan menggunakan katub regulator (katup pengatur).

5.2 Governor

Turbin uap dijalankan dan dihentikan berturut-turut dengan membuka penuh dan menutup rapat katup penutup uap. Kemudian mengatur jumlah uap masuk nozel turbin dilaksanakan dengan mengatur pembukaan katup pemasukan uap. Besarnya pembukaan katup pemasukan uap dikendalikan oleh alat yang dinamai governor.

Jenis governor yang dipakai pada turbin uap ada dua macam yaitu :

1. Governor pengatur kecepatan, yaitu diperlukan apabila kecepatan harus konstan, misalnya pada turbin penggerak arus bolak balik.


(90)

2. Governor pengatur tekanan, yaitu digunakan pada turbin dimana sebagian tekanan uap yang diekstraksikan (keluar dari turbin untuk suatu proses) harus diusahakan konstan.

Jenis governor yang dipakai pada rancangan ini adalah jenis governor pengatur kecepatan.

Gambar 5.1 Governor pengaturan putaran turbin Keterangan Gambar :

1. Selonsong 2. Pompa minyak 3. Roda gigi reduksi 4. Katup pengatur 5. Piston 6. Servomotor

7. Piston 8. Katup pandu/distribusi 9. Pengatur sentrifugal 10. Bak minyak.


(91)

5.3 Analisa Pengatur Sentrifugal

Gambar 5.2 Pengatur Sentrifugal

Dengan meningkatnya kepesatan (putaran) poros, maka bobot m akan terlempar keluar akibat pengaruh dari gaya sentrifugal. Hal ini menyebabkan posisi bobot m akan berubah pada suatu titik tertentu dan juga selongsong akan berpindah keatas dimana selongsong tersebut dihubungkan dengan tuas penghubung yang berhubungan dengan katub pengatur.


(92)

Gambar 5.3 Analisa gaya pada pendulum

Dari gambar tersebut diperoleh persamaan :

T sin θ = Fs T cos θ= m g T =

θ cos

mg

θ cos

mg

sin θ = Fs

Adapun besarnya gaya sentrifugal yang terjadi sebesar :

r m Fs = ω2

Dimana :

Fs = Gaya sentryfugal m = massa bobot


(93)

60 2 nπ

ω= ( n = putaran)

r = l sin θ1 = jari-jari rotasi

Maka persamaan diperoleh :

θ cos

mg

sin θ = Fs

θ cos

mg

sin θ = m ω2 l sin θ

Cosθ =

l g

2 ω θ = arc cos

l g

2 ω

Jika diambil perbandingan reduksi (i = 1,5) maka diperoleh putaran pengatur sentrifugal saat kondisi normal sebesar :

n1 = n0 i

n1 = 5000 (1,5)

n1 = 7500 rpm

Pada saat putaran turbin tidak konstan putaran diandaikan sebesar n2 = 8500 rpm

(putaran turbin meningkat) dan n3 = 4000 rpm (putaran turbin menurun) dan

panjang l dan p ditetapkan sebesar 30 cm dan 40 cm.

Untuk memperoleh sudut β dihitung dengan menggunakan aturan sinus yaitu :

θ β sin sin p l = p l θ β sin sin = p l θ


(1)

Lampiran 1 : Efesiensi Generator dan Turbin

Gambar 3.4 Efesiensi turbin implus dengan dua tingkat kecepatan


(2)

Lampiran 2 : Standart Baja

Lampiran 2.1 Tabel Baja Paduan Untuk Poros

Standart dan Jenis Lambang Perlakuan Panas Kekuatan Tarik (kg/mm2) Baja Chrom Nikel

(JIS G 4102)

SNC 2 SNC 3 SNC 21 SNC 22 - - Pengerasan Kulit ,, 85 95 80 100 Baja Chrom Nikel

Molibden (JIS G 41103)

SNCM 1 SNCM 2 SNCM 7 SNCM 8 SNCM 22 SNCM 23 SNCM 25 - - - - Pengerasan Kulit ,, ,, 85 95 100 105 90 100 120 Baja Chrom

(JIS G 4104)

SCr 3 SCr 4 SCr 5 SCr 21 SCr 22 - - - Pengerasan Kulit - 90 95 100 80 85 Baja Chrom Molibdren (JIS G 4105)

SCM 2 SCM 3 SCM 4 SCM 5 SCM 21 SCM 22 SCM 23 - - - - Pengerasan Kulit ,, ,, 85 95 100 105 85 95 100

Lampiran 2.2 Tabel Unsur Kimia Baja Chrom Nikel Lambang Unsur Kimia (%)

C Si Mn P S Ni Cr

SNC 2 0,27-0,35

0,15-0,35 0,35-0,65

0,003 Atau Kurang 0,03 Atau Kurang

2,50-3,00 0,60-1,00

SNC 3 0,32-0,40 3,00-3,50 0,6-1,00

SNC 21 0,12-0,18 2,00-2,50 0,20-0,50


(3)

Lampiran 2.3 Tabel Tegangan Lentur Yang di Izinkan Pada Bahan Roda Gigi Kelompok Bahan Lambang Bahan Kekuatan Tarik

σB (kg/mm2)

Kekerasan (Brinnel) HB Tegangan Lentur yang di Ijinkan

σB (kg/mm2)

Besi Cor FC 15 FC 20 FC 25 FC 30 15 20 25 30 140-160 160-180 180-240 190-240 7 9 11 13 Baja Cor SC 42

SC 46 SC 49 42 46 49 140 160 190 12 19 20 Baja Karbon Untuk Konstruksi

S 25 C S 35 C S 45 C

45 62 58 123-183 149-207 167-229 21 26 30 Baja Paduan Dengan Pengerasan Kulit

S 15 CK 50 400 (dicelup

dingin dalam minyak) 30 SNC 21 SNC 22 80 100 600 (dicelup dingin dalam air) 35-40 40-45 Baja Chrom Nikel SNC 1 SNC 2 SNC 3 75 85 95 35-40 40-45 Perunggu Logam delta Perunggu fosfor (coran) Perunggu nikel (coran) 18 35-60 19-30 64-90 85 - 70-100 180-260 5 10-20 5-7 20-30 Damar Phenol, dll 3-5


(4)

Lampiran 2.4 Tabel Standart Nama Standart Jepang

(JIS)

Standart Amerika (AISI) Inggris (BS) dan Jerman (DIN) Baj karbon

konstruksi mesin

S 25 C S 30 C S 35 C S 40 C S 45 C S 50 C S 55 C

AISI 1025, BS060 A30 AISI 1030, BS060 130 AISI 1030, BS060 A35, DINC35

AISI 1040, BS A40

AISI 1045, BS060 A45, DINC45, CK45 AISI A1050, BS060 A50, DIN St 50.11

AISI 1050, BS 060 A45 Baja tempa SF 40, 45

50, 55

ASTM A105-73

Baj nikel chrom SNC SNC22

BS 653 M31 BS En36 Baja nikel chrom

molibdren

SNCM1 SNCM2 SNCM7 SNCM8 SNCM22 SNCM23 SNCM25

AISI 4337 BS830M31 AISI 8645, BS En 100D AISI 4340, BS817 M30, 816M30

AISI 4315 AISI 4320, BS En 325

BS En 39 B

Baja chrom SCr 3

SCr 4 SCr 5 SCr 21 SCr 22

AISI 5135, BS530 A36 AISI 5140, BS 530 A40

AISI 5145 AISI 5115 AISI 5120 Baja chrom

molibren

SCM 2 SCM 3 SCM 4 SCM 5

AISI 4130, DIN 34CrMo4 AISI 4135, BS708A37, DIN34CrMo4 AISI 4140, BS708M40,DIN42CrMo4


(5)

Lampiran 3: Konversi Satuan

Masa : 1 kilogram = 1 kg = 1000 gram Viscositas : 1 poise = 1000 ep = 2,205 pound-massa = 0,1 kg/det.m

= 6,023 x 103 amu = 241,9 lbm/ft.jam

= 0,01 metrik = 0,002089 lbf.det/ft2 = 0,001102 short ton

1 Kilokalori = 427 kg.m Panjang : 1 meter = 1m = 1010 angstrom = 4,187 kj

= 10° micrometer

= 1000 milimeter Daya : 1 watt = 1 J/s = 1 kg.m2/s3 = 100 sentimeter = 0,001 kw

= 39,37 inchi = 3,413 Btu/h

= 3,281 feet = 0,001341 hp

= 6,242 x 1018 eV/s Luas : 1 meter persegi = 1 m2 = 10-8 barn 1 kw = 102 kg.m/det

= 10 cm2 = 1,341 hp = 1550 in2

= 10,76 ft2 = 2,471 x 10-4 are

Isi : 1 meter kubik = 1 m3 = 106 cm2 = 103 liter

= 264,2 U.S gallom = 35,31 ft3

= 1,308 yd3

Kerapatan : 1 kilogram/meter kubik = 1 kg/m3 = 10 gram/cm3

= 0,008345 lbm/U.S gallon = 0,06243 lbm/ft3

Tekanan : 1 pascal = 1 Pa = 1 Newton/meter persegi = 1kg/m.det = 10-5 bar

= 0,9307 x 10-5 atm = 1,450 x 10-4 lbf/in2 = 2,953 x 10-4 inchi Hg = 0,004018 inchi air (H2O)

= 0,007502 tor = 0,007502 uniHg

Konduktivitas panas : 1 W/m/°C = 1 J/(s.m. °C) = 1 kg.m/(s3.°C) = 0,2388 cal/(s.m°C) = 0,5778 Btu/(h.ft.°F/ft)


(6)

12 1 POROS

NORMALISASI PAKING LABIRIN BELAKANG

NAMA BAGIAN 1

1 BANTALAN LUNCUR BELAKANG

STUDIO GAMBAR MESIN FT USU JUMLAH NO

1

50 2 1

1 1 147 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2

SUDU GERAK BARIS KEDUA

PAKING LABIRIN DEPAN SLURAN UAP MASUK BANTALAN LUNCUR DEPAN

BAHAN

TURBIN UAP PADA PKS KETERANGAN

A3

SALURAN UAP KE BPV

NOZEL BARIS KEDUA 1 13

NOZEL PENGATURAN

SKALA : 1:10 SATUAN : mm TANGGAL : 09 -11-2009

DIGAMBAR : DENI PRILANDO B NIM : 035202056 DILIHAT : Ir. TEKAD SITEPU 4 KATUP PENGATUR

165

1 2 3 4 5 8 9 10

11 12

POTONGAN A - A 13

B

B

A

A

POTONGAN B - B

AISI 1050 AS-ROLLED AISI 1050 AS-ROLLED AISI 1050 AS-ROLLED BESI COR BESI COR BESI COR BESI COR BESI COR AISI 1095 AS-ROLLED RUMAH TURBIN BANTALAN AKSIAL BESI COR

BESI COR