Penerapan Aljabar Linier Dalam Fisika

(1)

PENERAPAN ALJABAR LINIER DALAM FISIKA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

050801057 ADI CHANDRA

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2 0 1 0


(2)

PERSETUJUAN

Judul : PENERAPAN ALJABAR LINIER DALAM FISIKA

Kategori : SKRIPSI

Nama : ADI CHANDRA

Nomor Induk Mahasiswa : 050801057

Program Studi : SARJANA (S1) FISIKA

Departemen : FISIKA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing

Ketua,

Dr. Marhaposan Situmorang, M.Sc. Drs. Kurnia Sembiring, M.S. NIP. 130 810 771 NIP. 195 801 311 986 011 001


(3)

PERNYATAAN

PENERAPAN ALJABAR LINIER DALAM FISIKA

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, November 2010

Adi Chandra


(4)

PENGHARGAAN

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa ,Kegiatan bidang penulisan Tugas Akhir yang berjudul “Penerapan Aljabar Linier dalam Fisika" telah selesai dengan baik tanpa ada hambatan yang berarti.

Adapun tujuan dari pada penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program pendidikan Strata 1 (S-1) pada jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara Medan.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah banyak memberikan dukungan kepada penulis baik secara moril maupun materil, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini, begitu juga dengan segenap keluarga penulis yang lainnya yang telah memberikan dorongan kepada penulis.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah banyak memberikan dukungan ataupun bantuan kepada penulis selama penulisan Tugas Akhir, diantaranya adala sebagai berikut :

1. Ayahanda H.Sitompul dan ibunda L. Pakpahan

2. Bapak Drs. Kurnia Sembiring,M.Sc. selaku dosen pembimbing penulis yang telah banyak membantu dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(5)

3. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam USU – Medan.

4. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang, selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA – USU Medan, dan Sekretaris Departemen Dra. Justinon, MS

5. Seluruh teman-teman yang ikut serta dalam membantu penyusunan Tugas Akhir ini.

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih sangat banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Mungkin hal ini disebabkan karena keterbatasan waktu serta terbatasnya kemampuan penulis dalam menyusun Tugas Akhir ini. Walaupun demikian, pada kesempatan ini penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk menyusun Tugas Akhir ini dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan penulis. Sebelumnya penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata atau penulisan pada Tugas Akhir ini.

Pada akhirnya, penulisan Tugas Akhir ini diharapkan akan menghasilkan suatu manfaat baik langsung maupun tidak langsung dalam hal ini peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia.

Medan, November 2010

Penulis, Adi Chandra


(6)

ABSTRAK

Aljabar linier adalah salah satu cabang dari ilmu matematika, yang sangat bermanfaat atau di perlukan di dalam perkembangan teknologi maupun dalam ilu pengetahuan .Pada tugas akhir ini aljabar linier digunakan untuk aplikasi fisika contohnya dalam penentuan momentum sudut spin yang menghasilkan matrik pauli.


(7)

APPLICATION OF LINEAR ALGEBRA IN PHYSICS

ABSTRACT

Linier algebra is a branch of the science of mathematic, which is very useful or in need on the development in science and technology. In this tesis used linier algebra to physics application for example in the determination of spin angular momentum which produces the Pauli matrices.


(8)

DAFTAR ISI

Penghargaan...………..…..………....………i

Abstrak………...iii

Abstract……….………...iv

Daftar Isi…...….………..………...…………v

BAB I Pendahuluan...………..………...………..1

1.1 LatarBelakang Masalah...…...…………..………...1

1.2 Tujuan Penelitian...………….……..….………..3

1.3 Batasan Masalah.………...………...……..………….3

1.4 Metedologi Penelitian...3

BAB II Dasar – Dasar Teori....………...…...4

2.1 Ruang Vektor umum.………..….……….4

2.1.1 Ruang Vektor umum.…………...………..……….4

2.1.2 Sub Ruang……….……..…………...….………..5

2.1.3 Bebas Linier………....….…..……….………..6

2.2 Aplikasi Dependen Linier………...….7


(9)

2.2.2 Penyelesaian Persamaan Linier……….…………..…..9

BAB III Pembahasan dan Hasil...………..……..……..11

4.1 Perkalian skalar didalam Rn…...………..……...………11

4.2 Keorthogonal……...……….…………..……..15

4.3 Ruang Product Inner...………..………...…..21

4.4 Ruang Vektor norma……....……….………...24

4.5 Bentuk Kuadrat……….……….………….…....26

4.6 Vektor dan Norma – norma Matriks...30

4.7 Aplikasi Dalam Fisika.…...………...……...35

BAB IV Kesimpulan dan Saran...………...39

5.1.Kesimpulan...……….………….……….…..39

5.2.Saran……...…………..…….……….….…....39


(10)

ABSTRAK

Aljabar linier adalah salah satu cabang dari ilmu matematika, yang sangat bermanfaat atau di perlukan di dalam perkembangan teknologi maupun dalam ilu pengetahuan .Pada tugas akhir ini aljabar linier digunakan untuk aplikasi fisika contohnya dalam penentuan momentum sudut spin yang menghasilkan matrik pauli.


(11)

APPLICATION OF LINEAR ALGEBRA IN PHYSICS

ABSTRACT

Linier algebra is a branch of the science of mathematic, which is very useful or in need on the development in science and technology. In this tesis used linier algebra to physics application for example in the determination of spin angular momentum which produces the Pauli matrices.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Aljabar linier adalah salah satu cabang ilmu matematika, yang sangat bermanfaat atau diperlukan di dalam perkembangan teknologi maupun ilmu pengetahuan. Sebagai contoh, aljabar linier dapat digunakan untuk memecahkan masalah – masalah dalam mekanika untuk penyelidikan dan sebagainya. Sebuah garis lurus dalam bidang xy secara aljabar linier dapat dinyatakan oleh persamaan yang berbentuk :

a1x + a2y = b

Persamaan semacam ini kita namakan persamaan linier dalam peubah (variabel) x dan peubah y. Secara lebih umum kita mendefinisikan persamaan linier dalam n peubah x1, x2, …, xn sebagai persamaan yang dapat dinyatakan dalam bentuk:

a1x1 + a2x2 + … + anxn = b

di mana a1, a2, …, an dan b adalah konstanta – konstanta riil. Penerapan aljabar linier ini lebih ditekankan pada masalah ruang vektor dari momentum sudut.

Vektor dalam matematika merupakan besaran dengan arah tertentu. Vektor dapat dideskripsikan dengan sejumlah komponen tertentu tergantung dari sistem


(13)

yang digunakan . Maksud dari bergantung pada arah adalah bahwa nila dari besaran tadi dapat berubah pada arah yang berbeda. Arah, dalam operasi vektor didefinisikan lebih khusus adalah sudut yang dibentuk terhadap sumbu x positif. Misalkan vektor V adalah sebarang himpunan benda yang didefinisikan dua operasi yakni penjumlahan dan perkalian dengan skalar (bilangan riil). Yang kita artikan dalam penjumlahan adalah sebuah kaidah untuk mengasosiasikan dengan setiap pasangan benda U dan V, dan yang diartikan sebagai perkalian skalar adalah sebuah kaidah mengasosiasikan dengan setiap skalar k dan benda U di dalam V sebuah elemen k u yang dinamakan kelipatan skalar dari U oleh k. Jika aksioma berikut dipenuhi oleh semua benda u, v, w di dalam V dan oleh semua skalar k dan l, maka kita menamakan V sebuah ruang vektor . Sebuah sub himpunan dari S di mana sebuah sub ruang dari V, jika S itu adalah sebuah ruang vektor di bawah penambahan dan perkalian skalar yang didefinisikan dalam V. Jika S adalah sebuah himpunan dari satu atau lebih vektor dari sebuah ruang vektor V maka S adalah sebuah sub ruang dari V jika dan hanya jika kondisi – kondisi berikut :

S1 : untuk sebarang x di dalam S, maka x + y di dalam S S2 : untuk sebarang x dan sebarang bilangan riil αx di dalam S

Vektor v dan w di dalam Rn dikatakan orthogonal jika v.w = 0. Sesuai dengan definisi di atas, maka vektor nol adalah orthogonal terhadap setiap vektor di dalam Rn. Keorthogonalan secara umum adalah suatu arah tegak lurus yang terjadi di dalam geometri 2 dan 3 demensi. Hubungan dengan konsep geometri adalah saling orthogonal.


(14)

1.2 Tujuan Penelitian

1. Memahami operasi aljabar linier dalam ruang vektor.

2. Memahami sifat orthogonal dan orthonormal dalam ruang vektor. 3. Mengetahui aplikasi linier dalam fisik

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah : 1. Ruang vektor linier dibatasi hanya dalam matriks 3×3. 2. Ruang vektor yang digunakan adalh riil.

3. Hanya digunakan untuk sistem persamaan linier bukan untuk pertidaksamaan.

4. Aplikasi dalam fisika hanya dalm bentuk ruang vektor momentum anguler.

1.4 Metodologi Penelitian

1. Menjelaskan aljabar linier dalam vektor. 2. Memaparkan keorthogonalan ruang vektor. 3. Menjelaskan teori persaman linier.


(15)

BAB II

DASAR – DASAR TEORI

2.1. Ruang – ruang Vektor

2.1.1 Ruang Vektor Umum

Defenisi dan sifat – sifat sederhana

Defenisi : Misalkan V adalah sebarang himpunan benda yang didefenisikan dua operasi, yakni penambahan perkalian dengan skalar ( bilangan riil ). Yang kita artikan dengan penambahan adalah sebuah kaidah untuk mengasosiasikan dengan setiap pasang benda u dan v di dalam V sebuah elemen u + v, yang dinamakan jumlah dari u dan v , dan yang diartikan dengan perkalian skalar adalah sebuah kaidah untuk mengasosiasikan dengan setiap skalar k dan setiap benda u di dalam sebuah elemen k u yang dinamakan kelipatan skalar dari u oleh k. jika aksioma-aksioma berikut dipenuhi oleh semua benda u,v,w di dalam V dan oleh semua skalar k dan l, maka kita menamakan V sebuah ruang vektor, dan benda-benda di dalam V dinamakan vektor jika memenuhi aksioma-aksioma berikut ini :

V1 : untuk setiap vektor x dan y di dalam v,x + y juga di dalam V (sifat tertutup untuk penjumlahan )

V2 : x + y = y + x untuk setiap vektor x dan y di dalam V V3 : x + ( y + z ) = (x + y ) + z untuk setiap vektor x,y,z.


(16)

V4 : ada vektor O dan V ,sehingga X+0 = 0+x = x untuk setiap x di dalam V. V5 : untuk setiap x di dalam V dan sebarang bilangan riil alfa, maka alfa x di

dalam V (sifat tertutup untuk perkalian).

V6 : untuk setiap x di dalam V adalah sebuah vektor – x di dalam V , sehingga x + (-x) = 0. –x dinamakan invers dari x.

V7 : untuk semua bilangan riil α dan β dan semua vektor x , (αβ) x = α (β x). V8 : untuk sebarang bilangan riil α dan semua vektor – vektor x dan y,α(x + y) =

αx + αy

V9 : untuk sebarang bilangan riil α , β dan sebarang vektor x,( α + β)x = αx + βx. V10: 1x = x

2.1.2. Sub Ruang

Defenisi

Sebuah sub himpunan dari S sebuah ruang vektor V dimana sebuah sub ruang dari V, jika S itu adalah sebuah ruang vektor di bawah penambahan dan perkalian skalar yang didefenisikan dalam V.

Jika S adalah sebuah himpunan dari satu atau lebih vektor dari sebuah ruang vektor V, maka S adalah sebuah sub ruang dari V jika dan hanya jika kondisi – kondisi berikut terpenuhi, yaitu :


(17)

S2 : untuk sembarang x dan sebarang bilangan riil di dalam S, maka αx di dalam S

2.1.3.

Bebas Linier (Linier Depenmdence)

Himpunan { v1, v2, .... , vn} disebut dependen linier bila terdapat {α1, α2, .... , αn} dan sifat α1 = α2 = α3 = .... = αn sedemikian sehingga α1v1 + α2v2 +...+ αnvn = 0

Himpunan { v1, v2, .... , vn} disebut independen linier bila terdapat α1, α2, .... , αn dengan sifat tidak semuanya sama dengan nol (0), sedemikian sehingga α1v1 + α2v2 +...+ αnvn = 0 dan α1 = α2 = α3 = 0 , α4 = 1, α5 = α6 = .... = αn = o.

Himpunan K =

                4 0 0 0 0 3 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 , , ,

Apakah K dependen linier atau independen linier? Penyelesaian     =     +     +     +     0 0 0 0 4 0 0 0 0 3 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 d c b a     =     +     +     +     0 0 0 0 4 0 0 0 0 3 0 0 0 0 2 0 0 0 0 d c b a     =     0 0 0 0 4 3 2 d c b a

Jadi a = 0, b = 0, c = 0, d = 0, sehingga K merupakan dependen linier. Teori 2.1

Himpunan vektor V1, V2,…., Vn disebut dependen linier bila dan hanya bila terdapat Vp dapat sedemikian sehingga Vp dapat ditulis sebagai kombinasi linier dengan yang lain.


(18)

VP = α1v1 + α2v2 +...+ αnvn

2.2 Aplikasi Dependen Linier

Di dalam Bab II, Ruang Vektor Dikenalkan bersama dengan konsep penting dari dependen linier, sub ruang dan dimensi. Dalam bab ini akan dikenal dengan aplikasinya pada teori persamaan linier.

Suatu himpunan persamaan aljabar linier adalah suatu a11x1 + a12x2 + ... + a1nxn = c1

a21x1 + a22x2 + ... + a2nxn = c2 .

. .

am1x1 + am2x2 + ... + amnxn = cm (2.1) Ini adalah suatu himpunan dari m persamaan untuk n; x1, x2, ... , xn yang tidak diketahui nilainya.

2.2.1 Teori Persamaan Linier

Himpunan persamaan (2.1) dapat diasosiasikan dengan matriks koefifien A m×n dan ditulis Ax = c, dengan vektor-vektor di dalam ruang vektor riil Rm.

Dari persamaan (2.1), dengan mudah kita memperoleh suatu vektor kolom di dalam Rm. kita juga mempunyai vektor-vektor kolom v1, v2, …. , vn yang masing-masing adalah koefisien-koefisien dari x1, x2, ….. , xn.

Sebagai matriks berikut:

V1 =

           

mn

a a a

 21 11


(19)

Di dalam vektor ini, persamaan (2.1) dapat ditulis lagi seperti berikut :

c = x1v1 + x2v2 + ... + xnvn (2.2)

Di dalam persamaan (2.2) semua vektor diketahui, tetapi koefisien – koefisien x1, x2, ... , xn telah ditentukan. Masalah yang diketahui sekarang adalah menyatakan vektor – vektor sebagai kombinasi linier dari vektor-vektor v1,v2, …. , vn dengan interpretasi ini, sifat-sifat dari persamaan linier adalah tertutup terhadap ruang vektor riil Rn.

Teori 2.2

Himpunan dari persamaan-persamaan linier (2.1) Ax = c hanya dapat diselesaikan jika rank (A,c) = rank A.

Bukti :

Dari teori ini (A,c) ditulis sebagai materik m×(n + 1).

     

   

3 2 1

1 2 21

1 11

c c c

a a

a a

a a

mn m

n n   

Partisi vertikal di dalam matriks ini digunakan untuk memisahkan koefisien – koefisien dari konstanta. Persamaan (2.2) dapat diselesaikan jika c dependen linier di atas vektor kolom v1, v2, …. , vn dari matriks A. Jika rank (A,c) = rank (A) terdapat vektor – vektor independen linier di dalam himpunan (v1, v2, … , vn) dan semua vektor di dalam (v1, v2, … , vn , c). Dari sini berarti c adalah dependen linier atau semua vektor v1, v2, … , vn memberikan penyelesaian. Sebaliknya, jika rank (A,c) > rank (A), Himpunan (v1,v2, … , vn, c) ini dapat berarti bahwa c tidak dependen dan atas v1, v2, … , vn dan di dalam kasus ini persamaan tidak dapat diselesaikan.


(20)

Jika rank (A,c) = rank A = n, penyelesaian dari A x = c adalah tunggal

Teori 2.3

Jika x dan y adalah penyelesaian dari persamaan homogen Ax = 0, kemudian untuk sebarang konstanta k, x = y + kz adalah penyelesaian dari Ax = c. Teori 2.4

Himpunan Ax = 0 dari m persamaan homogen di dalam n, mempunyai penyeleaian non-trivial jika m < n.

Teori 2.5

Jika A adalah matriks n×n dari rank n, persamaan Ax = c dapat diselesaikan untuk semua konstatan c dan penyelesaian ini adalah tunggal. Jika rank A < n, penyelesaian hanya ada jika rank A = rank (A.c).

2.2.2. Penyelesaian Persamaan Linier 1. Metode Eliminasi Gaussian

Persamaan linier dapat diselesaikan dengan metode Eliminasi Gaussian, yaitu dengan penyelesaian persamaan berikkut :

x1 + x2 – x3 = 0, 2x1 + x2 + 2x3 = 1, 3x1 + 2x2 + 3x3 = 3. Penyelesaian :

2x1 + x2 + 2x3 = 1 2 x (1) 2x1 + 2 x2 – 2x3 = 0 –

-x2 + 4x3 = 1 3x1 + 2x2 + 3x3 = 3 3 x (1) 3x1 + 3x2 – 3x3 = 0 –

-x2 + 6x3 = 3 -x2 + 4x3 = 1 – 2x3 = 2


(21)

Kemudian ditulis :

x1 + x2 – x3 = 0 x1 + x2 – x3 = 0 x1 + x2 – x3 = 0 2x1 + x2 + 2x3 = 1 -x2 + 6x3 = 3 -x2 + 4x3 = 1 3x1 + 2x2 + 3x3 = 3 -x2 + 4x3 = 1 2x3 = 2 Dari persamaan 2x3 = 2 → x3 = 1

Dari persamaan -x2 + 4x3 = 1 →x2 = 3 Dari persamaan x1 + 3 – 1 = 0 → x1 = -2 Himpunan penyelesaian {-2, 3, 1}

2. Metode Matrik Lengkap

Persamaan linier dapat diselesaikan dengan metode Matrik lengkap, yaitu dengan penyelesaikan persamaan di bawah ini :

x1 + x2 – x3 = 0,

2x1 + x2 + 2x3 = 1, 3x1 + 2x2 + 3x3 = 3. Penyelesaian :

Langkah pertama dalam menyelesaikan adalah menuliskan matriks (A,c) kebentuk echelon dengan operasi baris elementer.

          =           − = 3 1 0 3 2 3 2 1 2 1 1 1 ) ,

(A c

          =           − − − − − 3 1 0 6 1 0 4 1 0 1 1 1 3 2 1 3 1 2 R R R R           − − =           − − − − − 3 1 0 6 1 0 4 1 0 1 1 1 ) 1 ( ) 1 ( 3 2 R R


(22)

          − − =           − − − − 2 1 1 2 0 0 4 1 0 3 0 1 1 3 2 1 R R R R           − =           − − 1 1 1 1 0 0 4 1 0 3 0 1 ) ( 2 1 3 R          − =           + − 1 3 2 1 0 0 0 1 0 0 0 1 4 3 3 2 2 1 R R R R

Himpunan penyelesaian {-2, 3, 1}

Pada langkah ini jelas bahwa rank (A) = rank.(A,c), sesuai dengan teori 2.4, persamaan mempunyai penyelesaian tunggal. Jika kita sekarang menginterprestasikan kembali baris dari matriks ini sebagai persamaan, kita peroleh :

x1 + 3x2 =1 x2 – 4x3 = -1 x3 = 1

Penyelesaian persamaan ini dengan subtitusi diuberikan : x3 = 1 ; x2 = 3 ; x1 = -2. Dari penyelesaian adalah (x1, x2, x3) = (-2, 3, 1) dan ini dapat dibuktikan dengan memasukkan penyelesaian ini persamaan semula.


(23)

BAB III

PEMBAHASAN DAN HASIL

Telah dioperasikan didefenisikan penjumlahan dan perkalian dengan sebuah bilangan sklar riil untuk vektor – vektor di dalam ruang n dimensi Rn. Defenisi ini analog dengan yang berada di dalam ruang vektor 3 dimensi biasa, yang telah kita kenal dan kita pelajari dalam geometri 3 dimensi atau mekanika. Tetapi ada dua operasi aljabar yang dapat dilakukan pada vektor – vektor ruang tiga dimensi atau mekanika. Operasi ini dalam perkalian sklar a.b dari dua vektor a dan b dan diberikan operasi perkalian vektor silang a×b.

3.1 Perkalian Skalar Di Dalam Rn 3.1.1 Defenisi

Jika a dan b vektor – vektor di dalam ruang vektor 3 dimensi biasa, perkalian sklar a.b biasanya di tuliskan bilangan riil |a||b|cos θ, di mana |a| dan |b| adalah panjang dari vektor a dan b dan θadalah sudut antara kedua vektor.

Dari defenisi ini, diperoleh ekspresi alternatif a.b = a1b1 + a2b2 + ... + anbn, di mana a dan b adalah relatif diberikan suatu himpunan dari sumbu tegak koordinat. Ekspresi kedua ini merupakan motivasi untuk mendefenisikan perkalian skalar di dalam Rn, yaitu mendefenisikan perkalian skalar di dalam Rn, yaitu :


(24)

v.w = v1w1 + v2w2+ … + vnwn = vtw (3.1) Dari persamaan (3.1) yang didefenisikan perkalian skalar, kita dapat menurunkan defenisi untuk panjang dan sudut di dalam Rn.

Gambar 3.1

Panjang atau madulus dari v didefenisikan sebagai :

( )

(

2 2

)

2 2

1 ....

.v v v Vn

v

v = = + + +

(3.2) Catatan adalah sama dengan notasi yang digunakan untuk panjang di sisi adalah sama dengan notasi yang digunakan dalam modulus bilangan riil, sehingga hal ini tidak membingungkan, karena modulus bilangan riil α = |α| = α2 , sama dengan panjang dari vektor α di dalam R1.

Sudut antara vektor – vektor tidak nol v dan w di dalam Rn adalah diperoleh dari persamaan :

w v

w v⋅ = θ

cos (3.3)

3.1.2 Sifat – sifat Perkalian Skalar

Dari defenisi, sesuai dengan sifat-sifat dasar, perkalian skalar di dalam Rn dapat disimpulkan. Pembuktiannya adalah suatu contoh sederhana. Untuk setiap faktor v , w di dalam Rn.

S1 : perkalian v.w adalah suatu bilangan riil. S2 : v.w = w.v (sifat simetri).

θ

a


(25)

S3 : untuk semua bilangan riil α, (αv).w = α(v.w). S4 : untuk semua vektor x, (v + w).x = v.x + w.x.

S5 : v.w ≥ 0 untuk setiap v di dalam Rn dan v.w = 0, hanya jika v = 0. Dari simetri S2 dan sifat – sifat S3 dan S4 kita peroleh :

S3 : untuk semua bilangan riil α, (αv).w = α(v.w). S4 : untuk semua vektor x, (v + w).x = v.x + w.x.

Sifat – sifat ini, S3 dan S4, juga disebut sifat-sifat linier ganda (bilinier properties) dari perkalian skalar. Mereka mendifinisikan macam hubungan perkalian skalar dengan operasi – operasi ruang vektor dari penjumlahan dan perkalian dengan skalar.

Teori 3.1

Pertidaksamaan Cauchy – Schawrz

Untuk setiap vektor v, w di dalam Rn, vwvw di mana vw dinamakan modulus dari bilangan riil v.w.

Bukti:

Untuk setiap bilangan riil θ, vektor v dan w adalah suatu vektor dalam Rn, dari S5 bahwa v.w ≥ 0 , maka :

2 2

2 2

) ( 2 )

(

0≤ vw θ v − θ vw + w (3.4)

Jika,v= 0, pertidaksamaan Cauchy – schwarz jelas dipenuhi. Dengan cara lain, masalah

2

1

v =

θ di dalam (3.4), ini memberikan :

2 2

2 2

) ( 1 2 1 ) (

0 v w w

v v

w

v⋅ − ⋅ +


(26)

2 2 2

)

(vwv w

Dari atas, dengan mengambil akar akan diperoleh ketidaksamaan Cauchy –

Schwarz yaitu : vwv2⋅w2 (3.5)

Catatan bawah :

(I) Pertidaksamaan (3.5) menjamin bahwa untuk setiap vektor tidak nol di dalam Rn persamaan (3.3) didevenisikan suatu sebagai suatu sudut biasa.

(II) Subsitusi θ = 12

v , ke dalam baris kedua dari bukti di atas menujukkan bahwa pertidaksamaan menjadi persamaan jika w =

( )

v

v w v

2

.

; hal itu terjadi bila v dan w vektor yang sejajar.

a = (1,2,-1,3) ; b = (2,-2,2,3,1) ; c = (-3,1,1,1) dan vektor-vektor di dalam R4. Buktikan bahwa :

a.(b + c) = a. b + a.c Penyelesaian :

b + c = (2, -2, 3, 1) + (-3,1,2,1) = (-1,-1,5,2)

maka, a (b+a) = (1.2,-1,3)’.(-1,-1,5,2)’ = -1 – 2 – 5 +6 = -2 a.b = (1,2,-1,3).(2,-2,3,1) = -2

a.c = (1,2,-,3).(-3,1,2,1) = 0 maka, a.(b + c) = a.b + a.c

Catatan bahwa a dan c dari vektor orthogonal (karena cauchy-schwarz a.c = 0) yang akan dibicarakan di dalam di dalam seksi berikut.

Pertidaksamaan segi tiga, disimpulkan dari pertidaksamaan Cauchy – Schwarz , bahwa :


(27)

v + wv+w, untuk setiap v dan w di dalam Rn. Penyelesaian :

(

) (

)

2 2 2 2 ) ( 2 2 w w v v Schwarz Cauchy w w w v v v w w w v v v w v w v w v + + = − ⋅ + + ⋅ ≤ ⋅ + ⋅ + ⋅ = + ⋅ + = + Atau 2 2 2 2 )

(v w

w

v+ ≤ +

Dari atas, dengan mengambil akarnya diperoleh ketidaksamaan segi tiga, maka :

w v w

v+ ≤ +

Diketahui bahwa pertidaksamaan di atas biasanya merupakan suatu persamaan segi tiga dalam 2 atau 3 dimensi, ini terbukti bahwa panjang dari tiga segi tiga tidak akan lebih besar dari jumlah kedua sisi yang lain.

3.2 Keotrogonalan 3.2.1 Defenisi

Vektor v dan w di dalam Rn dikatakan orthogonal jika v.w = 0. Catatan bahwa sesuai dengan defenisi diatas, maka vektor nol 0 adalah orthogonal terhadap setiap vektor di dalam Rn.

Keorthogonalan secara umum adalah suatu arah tegak lurus yang terjadi di dalam geometri 2 dan 3 dimensi. Hubungannya dengan konsep geometri adalah bahwa suatu acuan adalah saling orthogonal.


(28)

Teori 3.2

Jika vektor – vektor tidak nol, v1,…..vk saling orthogonal (terjadi jika vi.vj = 0 untuk setiap i≠ j), maka vektor – vektor tersebut independen linier.

Bukti :

Menganggap bahwa 0

1

=

=k i

i iv

α dengan αi = 0. Dengan perkalian skalar

dari persamaan diatas dengan v j kita peroleh : 0

1

⋅ =

= j

k i

i i j v v

v α

Dari atas,

0

1

= ⋅

=k i

i j iv v

α

Dengan menggunakan sifat keorthogonalan, vj.vi = 0 (i ≠ j), sehingga : αjvi.vj = 0

Jadi, αj = 0, karena vj ≠ 0

Dari sini kita menganggap bahwa himpunan itu bukan dependen linier. Dari atas [v1, v2, ... , vk] bentuk himpunan vektor independen linier.

Teori di atas dapat digabungkan dengan pengetahuan k kita dari kedudukannya di dalam Rn bahwa sebarang himpunan n vektor saling orthogonal adalah basis dari Rn. Setiap vektor dapat dibentuk atau dinormalkan dengan membagi panjang mereka masing-masing untuk memperoleh suatu basis yang terdiri dari vektor – vektor satuan panjang yang saling orthogonal yang disebut basis orthogonal.


(29)

Bila ul,u2, ….., un suatu basis orthonormal dari Rn. Kemudian jika,

=

= n

i i iu

v

1

α . adalah vektor di dalam Rn, perkalian skalar dengan uj diberikan v.uj = αjuj.uj. Karena |uj| = 1, kita peroleh αj = v.uj.

Tunjukkan bahwa vektor – vektor vl = (1,0,-1) ; v2 = (1.0.1) ; v3 = (0,1,0)adalah saling orthonormal dari R3 dan nyatakan v = (1,2,3) di dalam bentuk dari basis ini.

Penyelesaian :

Jelaskan v1.v2 = v1.v3 = v2.v3 = 0, bukti keorthogonalan. Setiap vektor satuan uˆ diberikan sebagai : i

i i i v

v uˆ = 1 ⋅ .

Jadi, (1,0, 1) 2

1

1= ⋅ −

u , (1,0,1) 2

1

2 = ⋅

u , u3=(0,1,0) Jika, v = α1.ul + α2u2 + α3u3, kemudian,

α1 = v.u1 = -2 ; α2 = v.u2 = 2√2 ; α3 = v.u3 = 2

Maka, (1,0,1) 2(0,1,0)

2 2 2 ) 1 , 0 , 1 ( 2 2

+ +

− −

= v

atau (1,2,3) = - (1,0,-1) + 2(0,1, 0),

3.2.2 Algoritma Gram – Schmildt

Contoh di atas menunjukkan bahwa basis orthonormal lebih disukai di dalam hal dari pada vektor-vektor basis yang tidak orthonormal. Algoritma Gram – Schmidt memberikan metode sederhana untuk memperoleh suatu basis orthonormal dari suatu sebarang basis dari sub ruang s dari Rn.


(30)

Bila b1, …,bk suatu basis dari S. Bila V1 = b1, didefenisikan vektor satuan u1 sebagai :

1 1 1

1

ˆ v

v

u = ⋅

Bila v2 = b2 – ( u1.b2) u1 , definisi 2

2 2

1

ˆ v

v

u = ⋅

(catatan bahwa v2 dapat menjadi nol hanya jika b1 dan b2 dependen linier ).

Kemudian vektor – vektor u1 dan u2 adalah vektor – vektor satuan yang saling orthogonal yang menghasilan sub ruang sama, yaitu b1 dan b2 . Algoritma akan berlaku terus bila didefenisikan vektor – vektor orgonal berturut – turut u1, u2, …. , un

Pada tiap-tiap tingkatan,

= ⋅ −

= 1

1

) (

i j

j j i i

i b b u u

v

dan i

i i v

v

u = 1 ⋅

u1, u2, ..., ui adalah dependen linier dar b1, b2, ..., bi dan sebaliknya. Akhirnya kita peroleh basis orthonormal u1, u2, ..., uk dari S.

Tentukan basis orthonormal dari sub ruang dari Rn yang dihasilkan oleh vektor – vektor independen linier a1 = (1,1,-1,1) ; a 2 = (1,2,0,1) ; a3 = (1,0,0,1) Penyelesaian

Menggunakan algoritma Gram – Schmidt diberikan : u1 = (1,1, 1,1)

2 1


(31)

u2 = 2 2

1

v

v = -2(0,1,1,0) 1

v3 = a3 – (a3.u1)u1 – (a3.u2)

= (1,0,0,1) – (½,½,-½,½) – 0.u2 = (½,- ½,½,½)

u3 = 3

3

1

v

v ⋅ = (½,-½,½,½)

Basis yang dikehendaki adalah :

) 1 , 1 , 1 , 1 ( 2 1 ; ) 0 , 1 , 1 , 0 ( 2 1 ; ) 1 , 1 , 1 , 1 ( 2 1 3 2

1= − b = b = −

b

3.2.3 Mengubah basis Orthonormal

Seperti didefenisikan dalam 3.1, perkalian skalar memberikan hubungan tertutup terhadap basis utama e1,e2, …., en dari Rn, karena perkalian skalar didefenisikan dalam bentuk koefisien – koefisien dari vektor – vektor untuk basis ini. Menganggap u1,u2, ..., un adalah alternatif basis orthonormal dari Rn. dan bahwa a =

= n i i iu 1

α , b =

= n j j ju 1

β adalah vektor – vektor di dalam Rn.

kemudian sifat dari perkalian skalar basis orthonormal, kita peroleh :

a.b =

= = ⋅ n j j j n i i

iu u

1 1 β α =

= ⋅ n j i j i j i u u

1 ,

β

α , Karena ui•uj = 1

=

= n j i j i 1 , β α

Atas perkalian sklar dapat dihitung dengan mengambil dari perkalian koefisien – koefisien basis orthonormal, dan dengan defenisi tidak menyinggung dependen


(32)

atas basis elementer (e1, …, en). Catatan bahwa matriks P yang menggambarkan perubahan dari basis e1, …, en ke ui, …, un mempunyai vektor – vektor kolom yang berbentuk suatu hitungan orthonormal. Matriks demikian dimaksud orthogonal yang mempunyai sifat P’P = I.

Matriks orthogonal adalah suatu yang penting di dalam geometri dan masalah – masalah fisika di dalam R3, karena dasar dari perubahan itu hanya bersesuaian dengan matriks – matriks orthogonal.

3.3 Ruang Produk Inner 3.3.1 Defenisi

Perkalian skalar telah didefenisikan untuk Rn. secara umum ruang vektor juga berhubungan dengan tiap bagian dari suatu vektor skalar yang mempunyai sifat – sifat sama dengan perkalian skalar dua vektor di dalam Rn. menganggap V adalah ruang vektor riil dan untuk vektor – vektor v, w, berarti (v,w) berhubungan dengan bilangan riil yang akan kita tunjukkan product innernya dari v dan w. yang akan kita tunjukkan pronduct innernya atau ruang Eucliden di dalam ruang dimensi tak berhingga, jika product inner mempunyai sifat – sifat di bawah ini, untuk vektor v dan w di dalam V sifat-sifat dibawah ini, untuk vektor v dan w di dalam V.

S1 : (v,w) didefenisikan bilangan riil. S2 : (w.v) = (w.v)

S3 : untuk sebarang bilangan riil, (αv,w) = α(v,w) = (v,αw)


(33)

S5 : (v,v) ≥ 0 untuk sebarang v di dalam V dan (v,v) = 0, hanya jika v = 0.

Catatan bahwea sifat – sifat diatas mendefenisikan kurang profuct inner riil seuai dengan sifat – sifat dari Rn yang telah diperoleh di dalam 3.1.2.

3.3.2 Contoh Ruang Inner

Bila Pn ruang vektor dari semua polinomial riil f (x) dengan derajat n (dari suatu ruang dimensi n + 1). Suatu product inner dengan didefenisikan sebagai :

= 1

0 ( ) ( )

)) ( ), (

(f x g x f x g x dx

Kelinieran dari proses integrasi menjamin bahwa sifat S2 sampai s4 terpenuhi untuk product inner ini, karena (f(x))2 selalu 0 untuk sebarang x di dalam interval 0≤x1, kita peroleh (f(x),f(x)) ≥ 0 untuk semua f(x) di dalam Pn. product inner (f(x),f(x)) hanya untuk nol untuk polinomial yang identik nol di dalam 0 ≤ x ≤ 1, untuk f(x) = 0. Di dalam Rn, untuk n>1, f(x) = 1 dan g(x) = 1 – 2x adalah contoh polinomia orthogonal dari product inner. Operasi product inner disini diusulkan untuk Pn yang bernialai tunggal. Product inner ini dapat didefenisikan sebagai :

= b

a f x g x dx

K x g x

f( ), ( )) ( ) ( )

( di mana b > a dan k adalah konstatan

positif.

Suatu perkalian – perkalian inner dapat diidefenisikan sebagai jumlah dari perkalian – perkalian koefisien sesuai di dalam f(x) dan g(x). devenisi dapat dibuktikan dengn aksioma Sl sampai S5 sesuai dengan sifat – sifat dasar seperti


(34)

persamaan Cauchy – Schwarz dan independen linier dari vektor – vektor orthogonal.

Bila S himpunan semua fungsi riil f(x) yang kontinu, difrensiabel dan periodik 2π(f(x) + 2π) = f(x) untuk sebagai x. Jelaslah bahwa f(x) dan g(x) di dalam S. Juga f(x) + g(x) untuk sebarang bilangan riil a dan b. Dari atas, S adalah ruang vektor riil. Kita definisikan peoduct inner di dalam S sebagai :

= π

π

π f x g x dx

x g x

f( ), ( )) 1 ( ) ( ) (

Peroduct inner ini sesuai dengan aksioma S1 sampai S5. Himpunan fungsi tak berhingga :

2 1

, sin x, cos x, sin 2x, cos 2 x, ..., sin nx, …

Adalah himpunan dari fungsi – fungsi saling orthogonal, sebab : 0

cos

sin =

=

dx nx dx

nx

π π π

π

, untuk semua bilangan bulat.

dx mx nx dx

mx

nxsin 0 cos cos

sin

=

= π

π π

π

, jika m ≠ n,

0 cos

sin =

dx mx nx

π π

, untuk semua m dan n bilangan bulat.

Terlihat bahwa setiap fungsi di dalam suatu himpunan adalah suatu vektor satuan untuk product inner kita.

3.3.3 Ruang Product Inner Kompleks

Untuk ruang – ruang vektor kompleks, aksioma S1. Sebagai S5 perlu diubah dan secara khusu S5 tidak sesuai. Sebagai contoh jika kita pikirkan C2, bagian – bagian ruang dari bilangan – bilangan kompleks dan mencoba ubntuk


(35)

mendefenisikan suatu product skalar dalam C2, seperti di dalam seksi 3.1, kita peroleh (1,i).(1,i) = 1 – 1 = 0. Perubahan untuk suatu ruang product inner kompleks adalah :

SC1 : (v,w) adalah skalar (bilangan kompleks).

SC2 : (v,w) = (w,v), di mana (w,v) menujukkan konjugat kompleks.

SC3 : untuk sebarang bilangan kompleks α, (α v,w) = α (v,w) = (v, α w) sesuai SC2.

SC4 : untuk sebarang vektor x, (x, v + w) = (x,v) + (x,w). SC5 : (v,v) ≥ o dan (v,v) = 0, hanya jika v = 0.

Catatan bahwa :

i. SC2 menjamin bahwa untuk setiap vektor di dalam ruang kompleks dan ketidaksamaan SC5 berlaku.

ii. Jika kita membatasi skalar – skalar kita dengan bilangan – bilangan riil saja bukan kompleks, maka aksioma SC1 sampai SC5 berkurang ke S1 sampai S5.

Biasanya didefenisikan dari suatu product inner di dalam Cn didefenisikan :

(z,w) = ((z1, z2, …, zn), (w1, w1,w2, …., wn)) =

=

n i

i iw

z

1

, kemuidan

(z,z) =

=

n i

i iz

z

1

=

=

n i

i

z

1 2

, positif untuk semua z = 0.

3.4 Ruang Faktor Normal (Normet Vektor Spaces) 3.4.1 Defenisi


(36)

N1 : ||αx|| = |α||x| untuk sebarang skalar α N2 : ||x|| > 0 dan || x || = 0, hanya jika x = 0

N3 : ||x + v|| ≤ ||x|| + ||v|| untuk sebarang x, v di dalam V. V dikatakan ruang vektor norma dengan norm x .

Sifat-sifat dari product inner menjamin bahwa setiap ruang product inner adalah juga suatu ruang norma dengan norm || x || = (x,x). Secara khusus untuk ruang dimensi tak berhingga, norm ini biasanya dinamakan sebagai norm euclidean, dan ditulis sebagi || x || .

3.4.2 Contoh-contoh dari Ruang Vektor Norma

Bila Rn ruang vektor riil n dimensi, panjang dari Rn yang merupakan perhitungan sederhana juga disebut panjang unsur maksimum.

Bila x = (x1, x2, …, xn) suatu vektor di dalam Rn, didefenisikan || x||M = max | xi|, i = 1,2, …, n. Kemudian ||αx ||M = max |xi + yi| = max |xi|, dan || x||M = 0, hanya jika max |xi| = 0 untuk x = 0 ; i = 1, 2, …, n

Untuk vektor-vektor tersebut di dalam Rn, Norm Euclidean dan norma unsur maksimum mempunyai perbedaan nilai numerik tetapi keduanya akan berbeda antara vektor – vektor “besar” dan “kecil”. Sebagai contoh, di dalam R3 jika :

a = (12,5,0), b = (0.1;0, 001;0,02), maka : || a ||E = 13 ||a||M = 12 || b ||E = 0,1025 ||b||M = 0,1 Contoh 2


(37)

Misalkan Rn ruang vektor kita, maka dapat kita defenisikan kelompok norma tak terhingga di dalam bentuk norma 1p untuk sebarang p > 1 didefenisikan:

||x||p = p n i

p i

x )

(

1

=

Ini berarti bahwa 1p juga sesuai aksioma Nl sampai N2 sehingga membentuk Rn suatu ruang norma untuk sebarang nilai p. Kelompok norma ini berisi dua contoh kita terdahulu, karena ||x||E =

=

n i

i

x

1 2

)

( = ||x||2 dan karena ini dapat ditunjukkan bahwa :

p n i

p i p

x

=

→ 1

(

lim

= max ||xi||, ||x||M, secara formal ||x||M identik.

Dengan |x|, dan norma unsur maksimum biasanya dinyatakan sebagai norma tak terhingga.

3.4.3 Ruang Metrik

Di dalam sebarang ruang vektor normal V, kita dapat mendefinisikan jarak antara 2 vektor x dan v sebagai d(x,y) = ||x – y||. d(x.y) adalah suatu bilangan positif yang sama dengan nol hanya jika x = y. d(x,y) mempunyai sifat-sifat penjumlahan :

i. d (x,y ) = d (y, x), dan

ii. d(x,y) ≤ d(x,y) + d(x,y) untuk setiap z di dalam V pertidaksamaan ini dalam segitiga yang sesuai dengan N3.


(38)

Setiap ruang dengan sesuatu jarak atau fungsi metrik yang mempunyai sifat – sifat ini disebut ruang metrik. Di dalam ruang metrik, konsep tentang fungsi kontinu dan deret konvergen dapat memberikan suatu arti yang benar. 3.5 Bentuk Kuadrat

Suatu fungsi kuadrat homogen dengan variabel – variabel suatu bilangan, biasanya dinyatakan dalam bentuk :

Q ( x1,x2, . . . ., xn) = a11x12+ a22x22 + . . . + ann xn2 + 2a12 x1x2+ ... + 2ann-1 xnxn-1

Jika koefisien – koefisiennya riil, maka pernyataan dapat diasosiasikan dengan suatu vektor di dalam Rn dan sifat – sifat dari bentuk kuadrat adalah sama di dalam berbagai cara untuk suatu product inner.

3.5.1 Defenisi

Q ( x1,x2, . . . ., xn)= a11x12 + … + ann xn2 + 2a12x1x2 + … + 2an-1nxn-1xn disebut bentuk kuadrat dengan variabel x1, …, Xn. Jika koefisien a11, …, an-1n semua bilangan riil, Q disebut bentuk kuadrat riil, karena :

Q(x1, …, xn) = (x1, ..., xn)

               

   

n

x x

 

1

nn n2

n1

2n 22

21

1n 12

11

a a

a

a a

a

a a

a

= xtAx

Di mana A adalah matriks simetri riil (At = A), setiap bentuk dengan variabel dapat diasosiasikan dengan matriks simetri n×n. Rank (Q,n), akan terdapat vektor – vektor x tidak nol untuk Ax = 0, dari hubungan nilai x1, …, xn Q(x1, …, xn) akan menjadi nol.

Bentuk kuadrat Q dikatakan positif jika untuk semua (x1,…xn) ≠ (0,…0), Q(x1,…..xn Q(x1,…,xn) akan menjadi nol.


(39)

Suatu matriks kuadrat Q dikatakan positif jika diasosiasikan ke dalam bentuk kuadrat yang positif.

Tunjukkan bahwa :

Q1(x1,x2,x3) = x12 + 2x22 + 6x32 + x1x2 – 2x1x3 + 2x2x3

Merupakan bentuk kuadrat positif. Bagaimana bila diasosiasikan kedalam matriks positif ?

Penyelesaian :

Persamaan lengkap pada semua anggota x1 kita peroleh Q1(x1,x2,x3) = x12 + 2x1x2 – 2x1x3 + 2x22 + 6x32 + 2x2x3

= (x12 + 2x1x2 – 2x1x3 + x22 + x32) + x22 + 4x2x3 + 5x32 = (x1 + x2 – x3)2 + (x2+2x3)2 + x32

Jadi Q adalah bentuk kuadrat didefenisikan positif, karena x1 + x2 – x3, x2 + 2x3 dan x3 hanya dapat nol jika x1 = x2 = x3 = 0. Q1 difinit positif, maka :

matriks A =

     

    −

6 1 1

1 2 1

1 1 1

adalah matriks positif.

Tunjukkan bahwa :

Q2(x1,x2,x3) = x12 + 3x22 + 9x32 + 4x1x2 + 6x1x3 + 10x2x3, bukan merupakan bentuk kuadrat definit positif.

Penyelesaian :

Persamaan lengkap diatas diberikan : Q2 (x1,x2,x3) = (x1 + 2x2 + 3x3)2 – 2x2x3


(40)

Q2 dapat memberian nilai positif atau negatif, niai di atas tergantung dari (x1,x2,x3). Sebagai contoh x1 = 2, x2 = -1, x3 = 0 memberikan Q2 = -1, x1 = 1, x2 = 0, x3 = 0 memberikan Q2=1.

Matriks A =

          9 5 3 5 3 2 3 2 1

dikatakan sebagai tak tentu.

3.5.2 Bentuk Kuadrat Definit Positif

Ada dua cara sederhana untuk menentukan kepositifan yang dapat digunakan secara langsung untuk mengasoasikan suatu matriks.

Test 1 :

Matriks simetri riil A adalah definit positif jika A > 0 dan jika semua

unsur yang minor adalah positif.

Dalam persoalan pertama dari 3.5.2 determinan dapat dihitung :

          − − 6 1 1 1 2 1 1 1 1 = 1, 2 1 1 1

= 1, 1 = 1

Di dalam persoalan kedua, determinan adalah :

3 5 9

5 3 2 3 2 1 = -1, 3 2 2 1

= -1, 1 = 1

Test 2 :

Suatu matriks riil A definit positif jika semua nilai eigen positif. Sifat – sifat bentuk kuadrat defenit positif dalam bermacam – macam sama untuk prosuct inner. Jika A suatu macam matriks simetri riil n×n definit positif untuk semua vektor x,y di dalam Rn.


(41)

(i) x, Ay adalah bilangan rill.

(ii) x, Ay = y’Ax (dengan A simetris).

(iii) Untuk sebarang bilangan riil α, (αx)tAy = (xtAy)= xtA(αy). (iv) Untuk sebarang vektor z, xtA(y + z) =xtAy + xtAz.

(v) Untuk sebarang faktor x, xtAx ≥ 0, dan xtAx = 0 hanya jika x = 0 (sifat positif).

Sifat – sifat di atas dibandingkan dengan aksioma S1 sampai S5 dari seksi 3.3.1 menunjukkan bahwa sebarang matriks definit positif dapat digunakan untuk mendefinisikan suatu product inner di dalam Rn dengan (x,y) = xtAy. Sesuai dengan perkalian skalar di dalam Rn, x.y = xty = xtIy.

Analogi dengan definisi vektor orthogonal. Kita definisikan vektor x,y konjungat terhadap A jika xtAy = 0.

Tunjukkan bahwa A =

     

    −

4 2 1

2 3 1

1 1 2

adalah matriks definit positif.

x = (1,0,0), tentukan vektor y dan z saling konjugat untuk A. buktikan bahwa x, y, dan z independen linier.

Penyelesaian :

Menggunakan test 1 dari 4.5.3 :

A =

4 2 1

2 2 1

1 1 2

− −

= 5, 3 1

1 2

= 5 dan 2 = 2.


(42)

Bila y =           3 2 1 y y y

, y adalah konjugat x jika xtAy = 0.

Dari atas :

(

)

          + + + + + 3 2 1 3 2 1 3 2 1 4y 2y y 2y 2y y y -y y 2 0 0

1 = 0, atau 2y1 + y2 – y3 = 0

y bukan penyelesaian tunggal persamaan ini, tetapi salah satu penyelesaian y = (0,1,1)

Bila z = (z1,z2,z3), syarat untuk konjugat xtAz = 0, ytAz = 0 diberikan : 2x1 + z2 – z3 = 0 dan 5z2 + 6z3 = 0. Penyelesaiannya adalah z = α(-11/2,6,-5) di mana adalah skalar sebarang. Catatan bahwa y telah dipilih, maka untuk z adalah tunggal. x,y,z adalah independen linier,

Karena : (x,y,z) =

            − − 5 1 0 6 1 0 2 11 0 1

= -11≠ 0.

3.6 Vaktor dan Norma-Norma Matriks

3.6.1 Metode Interativev

Menganggap a adalah matrik n×n non singular. Di dalam bab 2, metode pemecahan sistem persamaan linier Ax = b, di mana b adalah vaktor konstan n×l. Untuk beberapa pemakaian, khususnya untuk koefisien matrik besar dan jarang, beberapa metode intervativa dari penyelesaian mungkin lebih cocok. Di dalam suatu metode intervativa, penyelesaian x langsung diperoleh, Ax = b, kita menghasilkan x0, x1, x2, …., xn dengan penyelesaian pendekatan terakhir xN akan


(43)

menjadi sangat tertutup untuk x penyelesaian yang nyata,. Di dalam praktek, kita memerlukan beberapa metode penentuan :

a. Apakah metode interative berhasil baik.

b. Jika berhasil baik, beberapa banyak perulangan diperlukan sebelum kita memperoleh suatu pendekatan culukan sebelum kita memperoleh suatu pendekatan cukup untuk penyelesaian yang nyata?

Norma vaktor dapat digunakan dalam suatu dari dua cara untuk membuat putusan ini. Juga kita dapat menghitung vaktor sisa = b – axn, dan jika suatu penyelesaian pendekatn yang baik, kita dapat menguji dengan menghitung || xn – xn-1 || dari tetapi test ini kurang memuaskan dari pada menghitung vaktor sisa. Beberapa norma vaktor dapat digunakan di dalam test ini, karena di dalam tiap-tiap kasus nilai normal kecil, berarti bahwa vaktor tertutup untuk nol.

Macam-macam metode intertive seperti metode Gauss – Seidel, metode Jacobi, metode S.O,R dapat digunakan untuk memecahkan persamaanm linier. Metode brlaku jika matrik adalah diagonal, yaitu jika modulus dari koefisien aii untuk semua i lebih besar dari pada jumlah modulus untuk semua koefisien lain di dalam baris ke i dari matrik. Di dalam metode ini, persamaan Ax = b ditulis kembali untuk melengkapirumus perulangan xi sebagai :

) x a 1... 1 a 1 1x a ... x a (b a

1

x i in n

x ii i 11 i

ii i 11

i = − − − − − − + + −


(44)

Metode ini dapat dimulai dengan cara menuliskan x0 untuk x dan selanjutnya x0 = 0 merupakan pendekatan awal. Persamaan pertama digunakan untuk menghitung nilai dari xi. persamaan kedua untuk menghitung nilai dari x1. Persamaan kedua untuk menghitung x2. Perhitungan dilakukan secara kontinu untuk menghitung xi dengan tanda * di dalam (3.6). Kriteria yang mungkin untuk menerima xN sebagai suatu penyelesaian untuk N<M,

8 N

1 N N

10 x

x

x

< −

Menggunakan metode diagonal dan berikan persamaan intuk rumus interval :

2x1 – x2 = 5 -x1 + 2x2 = 6

Koefisien matrik jika diagonal dan diberikan persamaan untuk rumus iterative :

2

x 3

x 2

1 + =

2

6

x 1

2

x

+ =

Kemudian, kita misalkan lakukan taksiran x0 = (0,0). Jawaban hampiran yang pertama dapat dihitung yaitu :

1,5 2

0 3 x1= + =

3 2

0 6 x2 = + =

Untuk jawaban hampiran kedua adalah :

3 2

3 3

x1 =

+ =

3,75 2

5 , 1 6

x2 =

+ =

Perhitungan ini dapat dilanjutkan, dalam hal ini diperoleh : x3’ = (3,375 , 4,5 )


(45)

x5’ = (3,84375 , 4,875 ) x6’ = (3,9375 , 4,92187) x7’ = (3,96094 , 4,96875) x8’ = (3,98437 , 4,98047) x9’ = (3,99023 , 4,99219)

Dari penyelesaian di atas dapat diduga bahwa jika proses tersebut dilanjutkan maka nilai x1 akan menuju nilai 4 dan nilai x2 menuju niai 5 walau sangat lambat, sehingga dapat kita peroleh himpunan penyelesaiannya {4,5} merupakan jawaban yang sebenarnya dari sistem persamaan tersebut.

3.3.2. Norma-Norma Matrik

Defenisi

Rn. untuk sebarang bilangan riil matrik A nxn kita defenisikan sub ordinat matrik dari A.

x Ax maksimum

A =

Di mana maksimum diambil untuk semua vaktor x di dalam Rn.

Karena untuk sebarang vaktor-vaktoir x di dalam Rn, Ax juga vaktor, ||A|| didefenisikan dengan (3.6) jelas bilangan riil tidak negatif. Dari defenisi ini, dan sifat-sifat norma vaktor. Kita dapat menyimpulkan sifat-sifat sebagai berikut :

MN1 ; ||αA|| = |α|.||A|| untuk sembarang skalar riil. MN2 ; ||A|| ≥ 0, dan ||A|| = 0 hanya jika A = 0. MN3 ; ||A + B|| ≤ ||A|| + ||B||


(46)

A BX

BX A

(

B A AB B X BX

⋅ < ⋅ ≤

MN4 ; ||AB||≤||A||.||B||

MN1 sesuai dengan defenisi dan N1 dari seksi 3.3.1.

MN2 sesuai dengan kenyataan vaktor x dalam Rn dengan akan selalu ada beberapa vaktor x di dalam Rn dengan Ax ≠ 0.

MN3 sesuai dengan N3 sebab :

(

A+B

)

x = Ax+Bx < Ax + Bx denganN3

Kemudian hasil ini dibagi dengan x dan menggunakan defenisi (3.6). MN4 dibuktikan sebagai berikut :

X

ABx max AB =

0, Bx jika Bx

x

Bx ABx

≠ ⋅

=

Bx x

Bx A(Bx) ⋅

=

Tetapi untuk sebarang x, Bx di dalam Rn, dan juga dengan defenisi persamaan (3.6) .

3.7 Aplikasi dalam Fisika

Seperti telah kita ketahui bahwa Aljabar linier banyak digunakan untuk mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan maka dalam buku ini penulis memberikan sedikit contoh aplikasinya di dalam fisika (mekanika Kuantum).


(47)

z

S Sˆ2 dan ˆ

Gambaran jelas matriks momentum anguler daru spin ½ dan matrik repesentasi Pauli.

Momentum sudut spin dilambangkan ,komponen – komponen momentum sudut sebagai berikut :

[ ]

Sˆx,Sˆy =iSˆz

[ ]

Sˆy,Sˆz =iSˆx

[ ]

y x

z S i S

Sˆ , ˆ = ˆ

Ini adalah hubungan anatara semua spin, salah satu mengenalkan operaor spin.

y x iS

S Sˆ± = ˆ + ˆ

Dapat disimpulkan struktur yang serupa untuk nilai eigen dari

s s s

z s

s s s sm S sm m sm

sm

Sˆ2 =2 ( +1) , ˆ =

Disamping elektron, kita telah diketahhui bahwa proton, neutron dan sejumlah partikel lain mempunyai spin ½ . Memiliki nilai ms = +½, -½, untuk s = ½ . Di mana s = ½, ms = ½ untuk nilai egien α dan s = ½, ms = -½ untuk nilai egien β. Persamaan egien untuk nilai egien :

β β β β α α α α 2 ˆ , 4 3 ˆ 2 ˆ , 4 3 ˆ 2 2 2 2     − = = = = z z S S S S

Penurunan operator memiliki sifat sebagi berikut :

1 , ) 1 ( ) 1 ( , ˆ 1 , ) 1 ( ) 1 ( , ˆ − − − + = + + − + = − + s s s s s s s s m s m m s s m s S m s m m s s m s S  

Dapat diperoleh :

(3.11) (3.7)

(3.8)

(3.9)


(48)

z y x S S

Sˆ , ˆ , ˆ

z y x S S

Sˆ , ˆ , ˆ

z y

x S S

Sˆ , ˆ ,dan ˆ α x α

0 ˆ ˆ ˆ 0 ˆ = = = = − − + + β β α α β α S S S S   Representasi matrik

Representasi matrik untuk s = ½ dalam basis vektor – vektor egien α dan β berbentuk diagonal dengan elemen – elemen yang sama dengan nilai – nilai egien . Dari persamaan (3.12) dapat diperoleh persaman linier sebagai berikut : β α α  = − = + ) ˆ ˆ ( 0 ) ˆ ˆ ( y x y x S i S S i S

Eliminasi kedua persamaan di atas, sehingga diperoleh :

α β β α   2 ˆ 2 1 ˆ i S S y x = =

Dengan cara yang sama, eliminasi persamaan (3.12) sehingga diperoleh :

β α α β   2 ˆ 2 ˆ i S S y x − = =

Menkombinasikan persaman di atas dengan persaman (3.10) maka :

β β α α 2 ˆ 2 ˆ   − = = z z S S

Berdasarkan dari keenam peersamaan di atas bahwa merupakan matrik elemen dari . Misalnya, elemen adalah :

(3.12)

(3.13)

(3.14)

(3.15)


(49)

0 2

1

ˆ α = α β =

α Sx

Vektor α dan β merupakan vektor egien dari operator Hermitan dan bersifat ortogonal. Jelas bahwa vektor – vektor ini memenuhi syarat ortonormalitas. Berdasar persamaan di atas dapat diperoleh :

    − =     − =     =     = 1 0 0 1 2 ˆ , 0 1 1 0 2 ˆ 0 1 1 0 2 ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ    z y x x x x x S i S S S S S S β β α

β α α β

α

Representasi matrik diiperoleh dari vektor eigen α dan β yaitu :

    =     = 1 0 , 0 1 β α

Representasi ini merupakan hubungan ortonormal antara α dan β diperlihatkan sebagai berikut :

( )

( )

( )

( )

0 1 1

1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 = + =     = = + =     = = + =     = = + =     = β β α α α β β α

Operator , ini disebut operator spin Pauli. Dari operator tersebut diperoleh representasi matrik untuk setiap komponen carttesius yaitu :

    − =     − =     = 1 0 0 1 ; 0 1 1 0 ; 0 1 1 0 z y

x σ i σ

σ (3.17) (3.17) 2 ˆ  = σ


(50)

Matrik di atas disebut matrik Pauli.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Penyelesaian persamaan linier dapat digunakan metode eliminasi Gauss yaitu metode untuk megubah sebarang matriks menjadi matriks eselon dengan menggunakan baris elementer.

2. Basis orthogonal (v1, …, v2) untuk subruang V dari Rn adalah basis yang terdiri dari vektor yang saling orthogonal, yaitu basis yang memenuhi vi.vj = 0 untuk i ≠ j. Jika basis tersebut juga memenuhi syarat bahwa ui.uj = 1 untuk i = 1, …, k disebut basis orthonormal.

3. Perumusan operator momentum sudut spin dapat diletakan sama – sama pada dasar aljabar linier yang bersifat mendasar.

4.2 Saran

Dalam literatur telah dibahas aplikasi aljabar linier dalam fisika pada bidang Mekanika kuantum (momentum anguler). Untuk litertur lebih lanjut diharapkan dapat dikembangkan aplikasi aljabar linier dalam fisika pada bidang yang lain selain mekanika kuantum


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard; Elementery Linear Algebra, Aplication Version, Jhon Wiley and Sons Inc, 1991.

Budhi, Wono Setya; Aljabar Linear, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995. Gould, R.J.,B.Sc.; Applied Linear Algebra, Ellis Horwood, Limited, 1987. Leon,S.J.; Liear Algebra with Application, MacMillan Inc, 1990.

Tjia, M.O.; Mekanika Kuantum, Penerbit ITB, Bandung, 1999.

Williams, G; Liear Algebra with Application, Wm. C. Brown Publisher, 1991. Ziok, Klaus; Basic Quantum Mechanics, Jhon Wiley and Sons Inc, 1991.


(1)

A BX

BX A

≤ (

B A AB B X BX

⋅ < ⋅ ≤

MN4 ; ||AB||≤||A||.||B||

MN1 sesuai dengan defenisi dan N1 dari seksi 3.3.1.

MN2 sesuai dengan kenyataan vaktor x dalam Rn dengan akan selalu ada beberapa vaktor x di dalam Rn dengan Ax ≠ 0.

MN3 sesuai dengan N3 sebab :

(

A+B

)

x = Ax+Bx < Ax + Bx denganN3

Kemudian hasil ini dibagi dengan x dan menggunakan defenisi (3.6). MN4 dibuktikan sebagai berikut :

X

ABx max AB =

0, Bx jika Bx

x

Bx ABx

≠ ⋅

=

Bx x

Bx A(Bx) ⋅ =

Tetapi untuk sebarang x, Bx di dalam Rn, dan juga dengan defenisi persamaan (3.6) .

3.7 Aplikasi dalam Fisika

Seperti telah kita ketahui bahwa Aljabar linier banyak digunakan untuk mengembangkan ilmu-ilmu pengetahuan maka dalam buku ini penulis memberikan sedikit contoh aplikasinya di dalam fisika (mekanika Kuantum).


(2)

z S Sˆ2 dan ˆ

Gambaran jelas matriks momentum anguler daru spin ½ dan matrik repesentasi Pauli.

Momentum sudut spin dilambangkan ,komponen – komponen momentum sudut sebagai berikut :

[ ]

Sˆx,Sˆy =iSˆz

[ ]

Sˆy,Sˆz =iSˆx

[ ]

y x

z S i S Sˆ , ˆ = ˆ

Ini adalah hubungan anatara semua spin, salah satu mengenalkan operaor spin.

y x iS S Sˆ± = ˆ + ˆ

Dapat disimpulkan struktur yang serupa untuk nilai eigen dari

s s s

z s

s s s sm S sm m sm

sm

Sˆ2 =2 ( +1) , ˆ =

Disamping elektron, kita telah diketahhui bahwa proton, neutron dan sejumlah partikel lain mempunyai spin ½ . Memiliki nilai ms = +½, -½, untuk s = ½ . Di mana s = ½, ms = ½ untuk nilai egien α dan s = ½, ms = -½ untuk nilai

egien β. Persamaan egien untuk nilai egien :

β β β β α α α α 2 ˆ , 4 3 ˆ 2 ˆ , 4 3 ˆ 2 2 2 2     − = = = = z z S S S S

Penurunan operator memiliki sifat sebagi berikut :

1 , ) 1 ( ) 1 ( , ˆ 1 , ) 1 ( ) 1 ( , ˆ − − − + = + + − + = − + s s s s s s s s m s m m s s m s S m s m m s s m s S  

Dapat diperoleh :

(3.11) (3.7)

(3.8)

(3.9)


(3)

z y x S S Sˆ , ˆ , ˆ

z y x S S Sˆ , ˆ , ˆ

z y

x S S

Sˆ , ˆ ,dan ˆ α x α

0 ˆ ˆ

ˆ 0 ˆ

= =

= =

− −

+ +

β β

α

α β α

S S

S S

Representasi matrik

Representasi matrik untuk s = ½ dalam basis vektor – vektor egien α dan

β berbentuk diagonal dengan elemen – elemen yang sama dengan nilai – nilai egien . Dari persamaan (3.12) dapat diperoleh persaman linier sebagai berikut :

β α α

= −

= +

) ˆ ˆ (

0 ) ˆ ˆ (

y x

y x

S i S

S i S

Eliminasi kedua persamaan di atas, sehingga diperoleh :

α β

β α

 

2 ˆ

2 1 ˆ

i S S y x

= =

Dengan cara yang sama, eliminasi persamaan (3.12) sehingga diperoleh :

β α

α β

 

2 ˆ

2 ˆ

i S

S y x

− = =

Menkombinasikan persaman di atas dengan persaman (3.10) maka :

β β

α α

2 ˆ

2 ˆ

  − = =

z z

S S

Berdasarkan dari keenam peersamaan di atas bahwa merupakan matrik elemen dari . Misalnya, elemen adalah :

(3.12)

(3.13)

(3.14)

(3.15)


(4)

0 2

1

ˆ α = α β =

α Sx

Vektor α dan β merupakan vektor egien dari operator Hermitan dan bersifat

ortogonal. Jelas bahwa vektor – vektor ini memenuhi syarat ortonormalitas. Berdasar persamaan di atas dapat diperoleh :

    − =     − =     =     = 1 0 0 1 2 ˆ , 0 1 1 0 2 ˆ 0 1 1 0 2 ˆ ˆ ˆ ˆ ˆ    z y x x x x x S i S S S S S S β β α

β α α β

α

Representasi matrik diiperoleh dari vektor eigen α dan β yaitu :

    =     = 1 0 , 0 1 β α

Representasi ini merupakan hubungan ortonormal antara α dan β diperlihatkan

sebagai berikut :

( )

( )

( )

( )

0 1 1

1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 1 = + =     = = + =     = = + =     = = + =     = β β α α α β β α

Operator , ini disebut operator spin Pauli. Dari operator tersebut diperoleh representasi matrik untuk setiap komponen carttesius yaitu :

    − =     − =     = 1 0 0 1 ; 0 1 1 0 ; 0 1 1 0 z y

x σ i σ

σ (3.17) (3.17) 2 ˆ  = σ


(5)

Matrik di atas disebut matrik Pauli.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

1. Penyelesaian persamaan linier dapat digunakan metode eliminasi Gauss yaitu metode untuk megubah sebarang matriks menjadi matriks eselon dengan menggunakan baris elementer.

2. Basis orthogonal (v1, …, v2) untuk subruang V dari Rn adalah basis yang terdiri dari vektor yang saling orthogonal, yaitu basis yang memenuhi vi.vj = 0 untuk i ≠ j. Jika basis tersebut juga memenuhi syarat bahwa ui.uj = 1 untuk i = 1, …, k disebut basis orthonormal.

3. Perumusan operator momentum sudut spin dapat diletakan sama – sama pada dasar aljabar linier yang bersifat mendasar.

4.2 Saran

Dalam literatur telah dibahas aplikasi aljabar linier dalam fisika pada bidang Mekanika kuantum (momentum anguler). Untuk litertur lebih lanjut diharapkan dapat dikembangkan aplikasi aljabar linier dalam fisika pada bidang yang lain selain mekanika kuantum


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anton, Howard; Elementery Linear Algebra, Aplication Version, Jhon Wiley and Sons Inc, 1991.

Budhi, Wono Setya; Aljabar Linear, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1995.

Gould, R.J.,B.Sc.; Applied Linear Algebra, Ellis Horwood, Limited, 1987. Leon,S.J.; Liear Algebra with Application, MacMillan Inc, 1990.

Tjia, M.O.; Mekanika Kuantum, Penerbit ITB, Bandung, 1999.

Williams, G; Liear Algebra with Application, Wm. C. Brown Publisher, 1991.