BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 butir 14 Pendidikan Anak Usia Dini PAUD
adalah “ suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut”.Dirjen PAUDNI, 2011:11. Penyelengaraan Pendidikan Anak Usia Dini PAUD diselenggarakan
melalui tiga jalur yaitu jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal. Hal ini secara lengkap tertulis dalam buku pedoman teknis penyelenggaraan
kelompok bermain yang isinya adalah sebagai berikut: “Penyelenggaraan PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk
Taman Kanak-kanak TK, Raudatul Athfal RA, atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk
Kelompok Bermain KB, Taman Penitipan Anak TPA, atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.” Dirjen PNFI, Pedoman teknis Penyelenggaraan
Kelompok bermain, 2010: 1
Keseluruhan penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini ini merupakan suatu usaha dalam mewujudkan profile anak Indonesia sesuai
harapan AIH yaitu anak Indonesia yang memiliki dasa citra . Dasa citra yang dimaksud adalah anak Indonesia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, jujur, bertanggaung jawab,
kreatif, percaya diri, dan cinta tanah air. Dirjen PAUDNI, Kerangka Besar Pembangunan PAUD Indonesia Periode 2011-2025.
Sejalan dengan hal tersebut diatas, Howard Gardner dalam Darsinah, 2011: 121 dalam teorinya yang terkenal dengan teori multiple intelligences
atau kecerdasan majemuk, Gardner berpandangan bahwa “setiap manusia memiliki kekuatan pemahaman berbeda dan berdiri sendiri, ada banyak cara
belajar dan menggunakan inteligensinya yang berbeda beda untuk mempelajari sebuah ketrampilan atau konsep”. Secara lebih terperinci
Gardner menyatakan bahwa kecerdasan itu merupakan:“Kemampuan untuk menciptakan suatu produk yang efektif atau menyumbangkan pelayanan yang
bernilai dalam suatu budaya; Sebuah perangkat ketrampilan menemukan atau menciptakan bagi seseorang dalam memecahkan permasalahan dalam
hidupnya; Potensi untuk menemukan jalan keluar dari masalah.” Yuliani, 2009:176.
Howard Gardner dalam teorinya “ multiple intelligences” membagi kecerdasan manusia kedalam delapan kecerdasan yaitu kecerdasan linguistik,
logika matematika, fisikbody kinestik, visual spacial, intrapersonal, interpersonal, musikal, nature, dan penerapan di Indonesia memunculkan
kecerdasan kesembilan yaitu kecerdasan eksistensial Yuliani, 2009: 185. Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini dijalur formal untuk anak usia empat sampai enam tahun. Berdasarkan sasaran tersebut, TK dibagi menjadi dua kelompok usia
yaitu kelompok A untuk usia 4-5 tahun dan kelompok B untuk usia 5-6 tahun
Yuliani, 2009:22. Proses pembelajaran yang dilaksanakan mengarah pada standar tingkat pencapaian perkembangan yang terdapat dalam
Permendiknas RI Nomor 58 Tahun 2009 tentang standar pendidikan anak usia dini. Tingkat pencapaian perkembangan ini merupakan gambaran
pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan dicapai anak pada rentang usia tertentu yang dijabarkan dalam indikator-indikator. Berdasarkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan KTSP ada lima bidang pengembangan didalam penyelenggaraan proses belajar
mengajar di
taman kanak-kanak. BNSP, 2011:4 Salah satu bidang pengembangan tersebut adalah pengembangan
kognitif merupakan pengembangan proses berpikir yaitu kemampuan individu untuk memahami, menghubungkan, menerapkan, serta menilai atau
mengevaluasi, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Yuliani, 2006:1.3. Pengembangan kognitif untuk anak usia 5- 6 tahun
menurut Permendiknas Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 meliputi lingkup perkembangan: pengetahuan umum dan sains; konsep bentuk, warna,
ukuran, dan pola; konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf. Setiap lingkup perkembangan mempunyai standar pencapaian perkembangan yang
terdapat dalam indikator. Demikian pula dengan pengembangan kognitif lingkup perkembangan konsep bilangan dan lambang bilangan, tingkat
pencapaian perkembangannya ada dua yaitu: Menyebutkan lambang bilangan 1-10; Mencocokan bilangan dan lambang bilangan.
Dalam pencapaian tingkat perkembangan tersebut bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Guru sering mengalami atau menemukan beberapa
masalah didalam proses pencapaian tingkat perkembangan tersebut. Seperti yang terjadi di kelas kelompok B2 TK Pertiwi I Gagaksipat, Ngemplak,
Boyolali dalam proses pembelajaran kognitif sebagian besar anak memperlihatkan perilaku bermasalah didalam mengenal konsep bilangan dan
lambang bilangan. Hal ini tampak dari hasil evaluasi hasil belajar sebagai berikut:
1. 75 dari jumlah anak didik 20, yaitu 15 anak belum mampu dalam
membilang menyebutkan urutan bilangan 1-20, 2.
85 dari jumlah anak 20, yaitu 17 anak belum mampu mengenal konsep serta menyebutkan lambang bilangan 1- 10.
3. 60 dari jumlah anak didik 20, yaitu 12 anak mereka belum mampu
membilang dengan menunjuk benda mengenal bilangan dengan benda-benda sampai 10.
4. 90 dari jumlah anak didik 20, yaitu 18 anak belum mampu menunjuk
urutan benda untuk bilangan sampai 10 5.
80 dari jumlah anak didik 20, yaitu 16 anak belum mampu menghubungkan memasangkan lambang bilangan dengan benda-benda
sampai 10 . Dari pengamatan yang telah dilakukan peneliti yang sekaligus guru
kelas, peneliti menemukan beberapa faktor penyebabnya, yaitu kurangnya penggunaan media sumber pembelajaran dan kurang tepatnya metode yang
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Selama ini guru tidak mempersiapkan materi dan alat untuk mengajar, guru menggunakan metode
bercerita tanpa menggunakan alat peraga, guru tidak mau berkreasi membuat alat peraga, dan guru mendominasi proses belajar mengajar dengan
menggunakan model pembelajaran klasikal, sehingga anak tidak punya banyak kesempatan untuk bermain dan berkreasi.
Untuk mengatasi permasalahan diatas dan merujuk pada pendekatan pendidikan anak usia dini yaitu pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan serta menganut pendekatan belajar melalui bermain dan bermain sambil belajar Yuliani 2009: 86-87, peneliti menggunakan media
permainan dengung lebah yang merupakan adopsi permainan dengung lebah karya Kathy Charner Husein, 2006:30. Permainan dengung lebah adalah
salah satu bentuk permainan untuk membangun kecakapan pramatematika anak dan mempunyai kelebihan antara lain: dapat dilakukan dengan berbagai
cara baik didalam maupun diluar kelas dan dapat dimodifikasi dalam bermacam-macam bentuk permainan. Dalam hal ini peneliti menggunakan
permainan dengung lebah yang dimodifikasi kedalam bentuk permainan manipulatif yang menuntut anak untuk berkonsentrasi dan berusaha keras
agar dapat menyelesaikan permainan tersebut. Dengan permainan ini diharapkan anak didik yang berkarakter aktif
bisa menyalurkan kelebihan energinya, anak dapat berperan aktif dan memahami secara langsung konsep bilangan dan lambang bilangan melalui
alat permainan yang telah disiapkan oleh guru. Disamping itu peneliti
berharap dengan permainan dengung lebah ini peneliti dapat menanamkan konsep hidup bermasyarakat pada anak didik dengan memahami kehidupan
lebah sebagai contoh konkret dari komunitas kehidupan berkelompok. Ada beberapa hal yang patut diteladani dari kehidupan lebah yaitu :
“ Lebah senantiasa menjaga diri dengan mencari dan memakan yang bersih dan baik. Yang dikeluarkannya juga sangat bermanfaat.
Contohnya, madu yang bisa digunakan untuk menjaga kesehatan dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Setiap lebah adalah
pekerja keras, tanpa menunggu bertopang dagu dan menunggu belas kasihan. Hidup dengan mengedepankan persatuan dan menghindari
pertengkaran dengan sesamanya juga ciri khas penting dari kehidupan lebah. Yang tak kalah pentingnya adalah, bila tidak diganggu, lebah tak
akan mengganggu. Mereka juga tak merusak alam tempat mereka tinggal
.”
http:aceh.tribunnews.com20120208menyimak-kehidupan- lebah
. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa untuk mempermudah
pengembangan berhitung permulaan dalam proses pembelajaran mengajar di PAUD salah satunya dapat digunakan metode bermain permainan dengung
lebah. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengkaji lebih dalam dengan mengadakan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan
Berhitung Permulaan Melalui Permainan Dengung Lebah Di TK Pertiwi I Gagaksipat Boyolali Tahun Pelajajaran20112012”.
B. Identifikasi Masalah