D. Dampak Garis Demarkasi Perang Medan Area
Garis demarkasi merupakan garis perbatasan antara dua daerah yang dikuasai oleh tentara pasukan yang sedang bermusuhan atau berperang. Garis
demarkasi juga bisa disebut sebagai garis pembatas wilayah. Dengan demikian garis demarkasi merupakan genjatan senjata berupa
sebuah garis yang ditetapkan secara geografis dari yang bersengketa atau bermusuhan pasukan melepaskan diri dan menarik diri ke sisi masing-masing
setelah gencatan senjata. Menurut Kolonel Arifin Pulungan S.H, 1979:50
Garis demarkasi Medan Area ini ditetapkan setelah melalui perundingan- perundingan selama berbulan-bulan lamanya, baik resmi maupun tidak, dengan
menggunakan segala keahlian di bidang diplomasi, dan kalu perlu main gertak segala, ditanda tanganilah persetujuan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947
bertempat di istana Rijswijk Jakarta. Dengan demikian, garis demarkasi Medan Area merupakan garis
perbatasan yang berasal dari perundingan Linggarjati yang dilakukan antara pihak Sekutu dengan Indonesia.
Dimana dari isi perundingan tersebut ialah sebagai berikut : 1.
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia harus meninggalkan daerah tersebut paling lambat 1 Januari 1949.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara
Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu Negara bagiannya adalah republik Indonesia.
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-
Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya. Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995 : 112
Secara umum dikalangan Republik, baik politisi maupun pejuang kemerdekaan, persetujuan Linggarjati ditolak karena dianggap terlalu
menguntungkan pihak Belanda. Penolakan diantaranya datang dari kalangan nasionalis seperti dari Partai Nasional Indonesia PNI, Masyumi, Partai Rakyat
dan laskar- laskar rakyat. Bahkan di suatu majalah laskar rakyat bernama “godam
Jelata” ada sebuah puisi dengan kalimat tertulis “Anti Linggarjati sampai mati”. Persetujuan Linggarjati hanya didukung secara nyata oleh paratainya Sjahrir,
Partai Sosialis yang tergabung dalam sayap kiri, dan oleh Soekarno-Hatta. Secara langsung, perundingan Linggarjati berisikan tentang pemindahan
kekuasaan dari daerah yang diduduki oleh tentara sekutu dan Belanda secara berangsur-angsur. Namun hasil yang paling diingat dari perundingan ini adalah
adanya pengakuan oleh Belanda secara de facto terhadap kekuasaan pemerintah RI atas Jawa, Madura, dan Sumatera. Karena ini merupakan titik tolak eksistensi
Indonesia dalam pandangan asing. Bukan hanya Belanda, perundingan Linggarjati