Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH PROVINSI
SUMATERA UTARA NOMOR 6 TAHUN 2004 TENTANG
PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK
DI KOTA MEDAN
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Oleh:
ADE AURISTHA MANURUNG 100903046
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014
(2)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Agung yang menjadikan segala sesuatu, yang menjadi sumber kesabaran dan ketekunan penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan”. Skripsi ini dibuat sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Skripsi ini penulis persembahkan untuk orangtua tercinta Papa Alm. Hotner Manurung (it would be really great if you were here, Dad) dan Mama Ratna Lumban Gaol. Segenap cinta dan pengorbanan Mama adalah hal yang selalu saya ingat ketika menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih Mama untuk semua perjuangan dan pengorbanan Mama yang mengantarkan saya menjadi siapa saya sekarang. Terimakasih untuk cinta dari kakak dan adik saya Indah Sandra Nova Manurung, Ananda Mela Novi Manurung, Sari Yuli Artha Manurung, Anto Nera Dona Manurung, Harry Sura Doni Manurung. Saya menyayangi kalian dengan segenap hati saya. Semoga skripsi ini bisa membuat kalian bangga.
Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam pengerjaan skripsi ini, yaitu:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.
3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.
4. Bapak Drs. Tunggul Sihombing, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik.
5. Kepada dosen favorit selama perkuliahan sekaligus dosen pembimbing skripsi saya, Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, MS yang dengan penuh
(3)
perhatian membimbing saya selama menyelesaikan skripsi, yang memberikan inspirasi yang sangat berharga selama proses bimbingan skripsi ini.
6. Kepada Bapak Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan kritik yang membangun.
7. Seluruh dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU yang memberikan ilmu selama perkuliahan.
8. Kepada Kak Dian dan Kak Mega selaku staf administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara.
9. Kepada Ibu Yuslinar dan Ibu Nana dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan, Muhammad Mitra Lubis dan Kak Una dari Yayasan Pusaka Indonesia Medan, Rina Sitompul dari P2TP2A Provinsi yang banyak membantu dalam memberikan informasi selama pengerjaan skripsi ini.
10.Kepada kalian yang bersama-sama dalam empat tahun melewati waktu-waktu tak tergantikan selama perkuliahan: Mariance Magdalena Hasibuan, Ira Ria Purba, Christine Anne Dearni Batubara, Petra Rosjuwita Telaumbanua, Zudika Manullang, Susanti Lona Silalahi, Elfina Dewi Gulo, Bobby Trimart Gea, David Saputra dan Maulana All Ravi Siregar. Terimakasih sudah mengerti ketika saya tidak dapat mengerti diri sendiri, terimakasih sudah menjaga ketika saya tidak mampu menjaga diri sendiri. Saya tidak tahu apakah nanti kalian akan tetap mengingat saya atau tidak, tapi saya ingin kita mengingat setiap hal yang kita bagi dan kita lewati bersama selama ini because everything happens for a reason even when we are not wise enough to see it. Saya menyayangi kalian.
11.Kepada teman-teman SMP dan SMA yang sampai sekarang selalu menemani dan ada untuk berbagi: Elisabeth Jessica Sagala, Evi Lestari Situmorang, Yohana Septiani Manihuruk, Dian Maysi Saragih, Huide Marpaung, Sonya Siregar, Jefry Sianipar, Boydo Hutagalung, Jumia
(4)
Samosir, Yanti Mastauli Sinaga yang mengenal setiap kekurangan dari diri saya namun tetap setia.
12.Kepada teman-teman di Departemen Ilmu Administrasi Negara, abang, kakak dan adik yang juga memberikan kesan yang menjadikan perjalanan empat tahun ini begitu layak untuk diingat.
13.Kepada semua pihak yang membantu kelancaran skripsi ini, yang mau berbagi dan berdiskusi yang tidak dapat saya sebutkan semuanya.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis menunggu setiap kritik dan saran demi perbaikan ke depannya. Semoga kita semua semakin dekat dengan kesuksesan. Tuhan memberkati.
Medan, Juli 2014
(5)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
ABSTRAK ... xi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang... 1
I.2 Rumusan Masalah ... 5
I.3 Fokus Masalah ... 5
I.4 Tujuan Penelitian ... 5
I.5 Manfaat Penelitian ... 6
I.6 Kerangka Teori ... 7
I.6.1 Kebijakan Publik ... 7
I.6.1.1 Proses-proses Pembuatan Kebijakan ... 8
I.6.2 Implementasi Kebijakan Publik ... 10
I.6.2.1 Model-model Implementasi Kebijakan Publik ... 11
I.6.2.1.1 Model Implementasi Kebijakan George Edward III ... 11 I.6.2.1.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van
(6)
Horn ... 17
I.6.2.1.3 Model Implementasi Kebijakan Merillee S. Grindle ... 20
I.6.2.2 Model Kebijakan Yang Digunakan ... 21
I.6.3 Perdagangan Manusia (Trafiking) ... 24
I.6.3.1 Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia ... 26
I.6.4 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak ... 28
I.7 Definisi Konsep ... 30
I.8 Definisi Operasional ... 31
I.9 Sistematika Penulisan ... 33
BAB II METODE PENELITIAN II.1 Bentuk Penelitian ... 34
II.2 Lokasi Penelitian ... 34
II.3 Informan Penelitian ... 34
II.4 Teknik Pengumpulan Data ... 35
II.5 Teknik Analisa Data ... 36
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 38
(7)
III.1.2 Pemerintahan ... 39
III.1.3 Demografi ... 41
III.2 Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan .... 43
III.2.1 Tugas Pokok dan fungsi ... 43
III.2.2 Struktur Organisasi... 44
III.2.3 Susunan Kepegawaian ... 51
III.2.4 Visi ... 52
III.2.5 Misi... 53
BAB IV PENYAJIAN DATA IV.1 Identitas Informan ... 54
IV.2 Penyajian Data Primer... 55
IV.2.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ... 55
IV.2.2 Disposisi Implementor ... 57
IV.2.3 Komunikasi Antar Badan Pelaksana ... 57
IV.2.4 Struktur Birokrasi ... 59
IV.2.5 Sumber Daya ... 61
(8)
BAB V ANALISIS DATA
V.1 Analisis Data Sekunder ... 74
V.1.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ... 75
V.1.2 Disposisi Implementor... 77
V.1.3 Komunikasi Antar Badan Pelaksana ... 79
V.1.4 Struktur Birokrasi ... 81
V.1.5 Sumber Daya ... 85
V.2 Analisis Data Sekunder ... 89
BAB VI PENUTUP VI.1 Kesimpulan ... 96
VI.2 Saran... 98
DAFTAR PUSTAKA ... 100 LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel III.1 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon ... 51 Tabel III.2 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan ... 51
(10)
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Model kebijakan George Edward III ... 12
Gambar I.2 Model kebijakan Van Meter dan Van Horn... 18
Gambar I.3 Model kebijakan Merillee S. Grindle ... 21
Gambar I.4 Model kebijakan yang digunakan ... 23
Gambar III.1 Bagan Organisasi Pemerintah Kota Medan ... 39
Gambar IV.1 Sosialisasi yang dilakukan Yayasan Pusaka Indonesia ... 68
Gambar IV.2 Rumah aman sebagai tempat penampungan korban trafiking ... 68
Gambar IV.3 Pendampingan korban trafiking dan konseling ... 69
Gambar IV.4 Pelatihan trauma dan penguatan bagi korban trafiking ... 69
Gambar IV.5 Pedoman penyelenggaraan dan modul pelatihan pengelola P2TP2A dalam penanggulangan bencana yang responsif gender ... 70
Gambar IV.6 Pedoman sistem pencatatan dan pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak ... 71
Gambar IV.7 Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan ... 72
Gambar IV.8 Ruang rapat kantor BPPKB Kota Medan (tampak luar)... 72
Gambar IV.9 Ruang rapat Kantor BPKB Kota Medan (bagian dalam) ... 73
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran 2 Surat Permohonan Persetujuan Judul skripsi Lampiran 3 Surat Penunjukan Dosen Pembimbing
Lampiran 4 Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran 5 Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran 6 Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal
Lampiran 7 Berita Acara Seminar Proposal
Lampiran 8 Surat Izin Pra Penelitian pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan
Lampiran 9 Surat Izin Pra Penelitian pada Yayasan Pusaka Indonesia Lampiran 10 Surat Izin Penelitian pada Kantor Balitbang Kota Medan Lampiran 11 Surat Rekomendasi Penelitian pada Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Lampiran 12 Pedoman Wawancara
Lampiran 13 Transkip Hasil Wawancara
Lampiran 14 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Lampiran 15 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak Lampiran 16 Keputusan Walikota Medan Nomor 463/670.K/IV/2013 tentang
Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lampiran 17 Keputusan Walikota Medan Nomor 463/1084.K tentang
Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Medan Tahun 2012
Lampiran 18 Standard Operational Procedures (SOP) Yayasan Pusaka Indonesia
(12)
ABSTRAK
Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan Dan Anak
Di Kota Medan Nama : Ade Auristha Manurung Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas :Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, MS
Perdagangan manusia (trafiking) adalah salah satu persoalan yang melanggar keberadaan hak asasi manusia. Trafiking dilakukan dengan cara yang tidak layak yaitu pemaksaan, penyelundupan, perekrutan yang illegal dan lain-lain dengan tujuan yang tidak layak pula yaitu eksploitasi manusia. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada kenyataannya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Perda tersebut dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan bagi korban-korban perdagangan manusia yang semakin marak di Sumatera Utara dan juga sebagai upaya untuk menghapuskan perdagangan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses implementasi dari kebijakan tersebut di kota Medan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi yang didapat selama penelitian berlangsung. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan, sebagai informan utama adalah Yayasan Pusaka Indonesia Medan dan sebagai informan tambahan adalah Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 sebenarnya sudah dijalankan di kota Medan. Secara umum pelaksanaan kebijakan tersebut di kota Medan masih mengalami kekurangan terutama pada komunikasi dan koordinasi antar badan pelaksana yang tidak berjalan baik dan harmonis. Selain itu dana yang kurang mencukupi juga menghambat kelancaran dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Perlu ditingkatkannya koordinasi antar semua pihak yang terkait agar pelaksanaan kebijakan tersebut dapat maksimal.
Kata Kunci (Keywords): Implementasi Kebijakan, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004, Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
(13)
ABSTRAK
Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan Dan Anak
Di Kota Medan Nama : Ade Auristha Manurung Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas :Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, MS
Perdagangan manusia (trafiking) adalah salah satu persoalan yang melanggar keberadaan hak asasi manusia. Trafiking dilakukan dengan cara yang tidak layak yaitu pemaksaan, penyelundupan, perekrutan yang illegal dan lain-lain dengan tujuan yang tidak layak pula yaitu eksploitasi manusia. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada kenyataannya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Perda tersebut dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan bagi korban-korban perdagangan manusia yang semakin marak di Sumatera Utara dan juga sebagai upaya untuk menghapuskan perdagangan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses implementasi dari kebijakan tersebut di kota Medan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi yang didapat selama penelitian berlangsung. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan, sebagai informan utama adalah Yayasan Pusaka Indonesia Medan dan sebagai informan tambahan adalah Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 sebenarnya sudah dijalankan di kota Medan. Secara umum pelaksanaan kebijakan tersebut di kota Medan masih mengalami kekurangan terutama pada komunikasi dan koordinasi antar badan pelaksana yang tidak berjalan baik dan harmonis. Selain itu dana yang kurang mencukupi juga menghambat kelancaran dari pelaksanaan kebijakan tersebut. Perlu ditingkatkannya koordinasi antar semua pihak yang terkait agar pelaksanaan kebijakan tersebut dapat maksimal.
Kata Kunci (Keywords): Implementasi Kebijakan, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004, Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
(14)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Negara sebagai organisasi yang paling besar dengan jumlah anggota yang banyak yaitu warga negaranya memiliki banyak kewajiban yang harus dilakukan. Memenuhi kesejahteraan warga negaranya, pengakuan atas hak-hak warga negara, dan bahkan perlindungan terhadap hak-hak tersebut.Selain hak yang diperoleh sebagai warga negara, manusia juga memiliki hak asasi yaitu hak yang diperoleh dikarenakan kodratnya sebagai manusia seperti hak untuk hidup yang layak, hak untuk bebas dari rasa takut, hak berkeyakinan dan sebagainya. Hak asasi yang melekat dalam diri setiap manusia adalah sama karena itu tidak ada pembedaan berdasarkan apapun dan dengan demikian pengakuan dan perlindungan yang diberikan oleh negara adalah sama.
Indonesia sebagai salah satu negara yang ada di dunia telah memuat pengakuan dan perlindungan hak asasi warga negara dalam berbagai peraturan perundang-undangan seperti dalam Pembukaan UUD 1945, Batang Tubuh UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Indonesia sudah selayaknya melindungi segenap hak yang dimiliki oleh tiap-tiap warga egara sesuai dengan tugasnya sebagai suatu negara dari setiap pelanggaran akan hak asasi manusia yang mengancam warganya.
(15)
Perdagangan manusia (trafiking) adalah salah satu persoalan yang melanggar keberadaan hak asasi manusia. Trafiking dilakukan dengan cara yang tidak layak yaitu pemaksaan, penyelundupan, perekrutan yang illegal dan lain-lain dengan tujuan yang tidak layak pula yaitu eksploitasi manusia. Trafiking merampas hak asasi manusia yaitu bebas dari rasa takut, hak atas perlakuan yang layak karena banyak dari korban trafiking yang diperlakukan secara tidak manusiawi.
Trafiking adalah persoalan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di banyak negara di dunia tak terkecuali Indonesia.Para korban trafiking banyak yang dijadikan sebagai objek eksploitasi seksual dan eksploitasi tenaga kerja.Eksploitasi tenaga kerja ini menjerumuskan para tenaga kerja pada sistem kerja tanpa upah yang jelas, tanpa ada syarat-syarat kerja, tanpa perlindungan kerja dan sebagainya layaknya kerja paksa.
Data Markas Besar Kepolisian Republik Indonesa dalam kurun waktu 2011-2013 saat ini 450 kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang(TPPO) telah dilaporkan. Jumlah korban yaitu: 375 perempuan, 119 laki-laki dan 189 anak-anak (sumber: http://aji.or.id, diakses pada 8 Februari 2014). Data tersebut merupakan hal yang mengejutkan bila melihat Indonesia sudah memiliki UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Indonesia bahkan telah ikut meratifikasi Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 105 Tahun 1957 Tentang Penghapusan Kerja Paksa (Abolition of Forced Labour Convention) dan menuangkannya dalam
(16)
Undang-Sumatera Utara sebagai bagian dari kesatuan Indonesia juga tidak luput dari praktek trafiking tersebut.Penyebab utama maraknya kasus perdagangan manusia di Sumatera Utara adalah karena perekonomian yang sulit.Kebanyakan korban diiming-imingi tawaran pekerjaan dengan penghasilan yang cukup tinggi tiap bulannya sebagai pembantu rumah tangga, perawat bayi, perawat orang tua dan sebagainya.Sumatera Utara merupakan daerah transit yang diminati oleh pelaku trafiking (trafiker) dikarenakan letak geografis yang cukup strategis yang berdekatan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, Vietnam dan lain-lain.
Kota Medan sebagai ibukota provinsi di Sumatera Utara merupakan kota di Sumut dengan tindakan trafiking terbesar. Kota Medan bukan saja sebagai daerah transit namun juga daerah tujuan tindakan trafiking artinya banyak pihak-pihak di Kota Medan yang merupakan konsumen dari korban trafiking tersebut. Salah satu artikel di media berita online bahkan menyatakan bahwa pada tahun 2013, jumlah kasus trafiking di Medan meningkat sebanyak 75 % ( sumber: dari Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kota Medan juga menunjukkan angka kasus yang meningkat yaitu pada tahun 2012 kasus yang ditangani oleh BPPKB Kota Medan sebanyak 4 kasus dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 35 kasus.
Pada Februari 2014 lalu, warga kota Medan bahkan dikejutkan dengan terungkapnya kasus penyekapan terhadap 26 perempuan asal NTT (diantaranya 5
(17)
sarang burung walet di salah satu kawasan di Kota Medan. Mereka telah bekerja selama 3 – 4 tahun, tidak pernah keluar dari gedung /pabrik sarang burung walet tersebut artinya terisolir dari lingkungan sosialnya, gaji jauh dibawah UMR bahkan tidak pernah dibayar oleh majikan, pengabaian hak atas terbukti dengan pemberian makanan yang hanya berupa nasi putih, ikan asin dan kerupuk dan tindakan kekerasan fisik dan psikologis lainnya (sumber: Summary Situasi Trafiking Di Sumatera Utara oleh Yayasan Pusaka Indonesia Medan).
Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada kenyataannya telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.Perda tersebut dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan bagi korban-korban perdagangan manusia yang semakin marak di Sumatera Utara dan juga sebagai upaya untuk menghapuskan perdagangan manusia.Di samping itu juga telah diterbitkan Peraturan Gubernur No. 24 tahun 2005 tentang Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak serta Pembentukan Gugus Tugas Provinsi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Sampai saat ini, sudah terbentuk 12 Gugus Tugas di kabupaten/kota yang menjadi daerah perdagangan orang di Sumut yaitu Kota Medan, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Simalungun, Binjai, Pematang Siantar, Asahan, Batubara, Tanjung Balai, Langkat, Tebing Tinggi dan Labuhan Batu.
Keberadaan Perda tersebut ternyata belum membawa hasil yang memuaskan karena pada kenyataannya kasus perdagangan manusia di Sumatera Utara masih terus saja bertambah. Berdasarkan fakta tersebut maka penulis
(18)
Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan“
I.2 Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut dapat dibuat rumusan masalah yaitu: “Bagaimana Proses Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak di Kota Medan.“
I.3 Fokus Masalah
Fokus masalah pada penelitian ini adalah pada bagian kelembagaan dari pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak di Kota Medan.
I.4 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses implementasi dari Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 mengenai Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak di kota Medan
(19)
I.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang dimaksud mencakup hal-hal sebagai berikut: 1. Manfaat Secara Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah dan sistematis dan dapat mengembangkan kemampuan menulis berdasarkan kajian teori yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.
2. Manfaat Secara Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan informasi mengenai implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara mengenai penghapusan perdagangan perempuan dan anak.
3. Manfaat Secara Akademis
Untuk memperkaya khasanah ilmiah dan memberikan kontribusi secara langsung dalam penelitian-penelitian sosial khususnya bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara
(20)
I.6 Kerangka Teori
I.6.1 Kebijakan Publik
Kebijakan Publik merupakan suatu aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah dan merupakan bagian dari keputusan politik untuk mengatasi berbagai persoalan dan isu-isu yang ada dan berkembang di masyarakat. Kebijakan publik juga merupakan keputusan yang dibuat oleh pemerintah untuk melakukan pilihan tindakan tertentu untuk tidak melakukan sesuatu maupun untuk melakukan tidakan tertentu.
Dalam kehidupan masyarakat yang ada di wilayah hukum suatu negara sering terjadi berbagai permasalahan.Negara yang memengang penuh tanggung jawab pada kehidupan rakyatnya harus mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut. Kebijakan publik yang dibuat dan dikeluarkan oleh negara diharapkan dapat menjadi solusi akan permasalahan-permasalahan tersebut.
Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang tidak dilakukan maupun yang dilakukan oleh pemerintah (Winarno, 2002). Pengertian yang diberikan Thomas R. Dye ini memiliki ruang lingkup yang sangat luas.Selain itu, kajiannya yang hanya terfokus pada negara sebagai pokok kajian.
Carl Friedrich mendefinisikan kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam
(21)
rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu (Winarno, 2002).
James E. Anderson mendefinisikan kebijakan publik adalah kebijakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, di mana implikasi dari kebijakan tersebut adalah: 1) kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; 2) kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah; 3) kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan; 4) kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; 5) kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa (Winarno, 2002). I.6.1.1 Proses-proses Pembuatan Kebijakan
Menurut Dunn (1998), proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas dalam proses kegiatan yang bersifat politis. Aktivitas politis tersebut diartikan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling tergantung, yaitu:
1. Penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik.Pada akhirnya beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para
(22)
perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain pembahasan untuk masalah tersebut ditunda untuk waktu yang lama.
2. Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan.Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.Pemecahan masalah tersebut berbagai dari berbagai alternatif yang ada.
3. Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
4. Implementasi Kebijakan
Program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana, namun nenerapa yang lain mungkin akan ditentang.
5. Penilaian Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang telah dibuat mampu memecahkan
(23)
masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan.Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat.Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang manjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.
I.6.2 Implementasi Kebijakan Publik
Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Menurut Webster to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu (Webster dalam
Definisi lain juga diutarakan oleh Daniel Mazmanian dan Paul Sabatier yang menjelaskan makna implementasi dengan mengatakan bahwa hakikat utama implementasi kebijakan adalah memahami apa yang seharusnya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan. Pemahaman tersebut mencakup usaha-usaha untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.
Wahab, 2006). Pengertian implementasi selain menurut Webster tersebut dijelaskan juga menurut Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.
(24)
Berdasarkan beberapa definisi yang disampaikan para ahli di atas, disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan itu sendiri.
I.6.2.1 Model Implementasi Kebijakan
Untuk mengkaji lebih baik suatu implementasi kebijakan publik maka perlu diketahui variabel dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.Untuk itu, diperlukan suatu model kebijakan guna menyederhanakan pemahaman konsep suatu implementasi kebijakan.Terdapat banyak model yang dapat dipakai untuk menganalisis sebuah implementasi kebijakan. Pada bagian ini akan dijelaskan model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh George Edward III, model implementasi Van Meter dan Van Horn dan model implementasi kebijakan Merilee S. Grindle.
I.6.2.1.1 Model Implementasi Kebijakan George Edward III
Edward melihat implementasi kebijakan sebagai suatu proses yang dinamis, dimana terdapat banyak faktor yang saling berinteraksi dan mempengaruhi implementasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut perlu ditampilkan guna mengetahui bagaimana pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap implementasi. Oleh karena itu, Edward menegaskan bahwa dalam studi implementasi terlebih dahulu harus diajukan dua pertanyaan pokok yaitu:
(25)
2) Apakah yang menjadi faktor utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan?
Guna menjawab pertanyaan tersebut, Edward mengajukan empat faktor yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan implementasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan yaitu faktor communication, resources, disposition, dan bureucratic structure (Winarno, 2002).
Gambar I.1 Model kebijakan George Edward III
Sumber: www.kertyawitaradya.wordpress.com, diakses pada 24 Juni 2014
a. Komunikasi (Communication)
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Sementara itu, komunikasi kebijakan berarti merupakan proses penyampaian informasi kebijakan dari pembuat kebijakan (policy makers) kepada pelaksana kebijakan (policy implementors).
(26)
Informasi perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar pelaku kebijakan dapat memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran (target group) kebijakan, sehingga pelaku kebijakan dapat mempersiapkan hal-hal apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan kebijakan, agar proses implementasi kebijakan bisa berjalan dengan efektif serta sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.
Komunikasi dalam implementasi kebijakan mencakup beberapa dimensi penting yaitu tranformasi informasi (transimisi), kejelasan informasi (clarity) dan konsistensi informasi (consistency). Dimensi tranformasi menghendaki agar informasi tidak hanya disampaikan kepada pelaksana kebijakan tetapi juga kepada kelompok sasaran dan pihak yang terkait. Dimensi kejelasan menghendaki agar informasi yang jelas dan mudah dipahami, selain itu untuk menghindari kesalahan interpretasi dari pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak yang terkait dalam implementasi kebijakan. Sedangkan dimensi konsistensi menghendaki agar informasi yang disampaikan harus konsisten sehingga tidak menimbulkan kebingungan pelaksana kebijakan, kelompok sasaran maupun pihak terkait.
b. Sumber Daya (Resources)
Sumber daya memiliki peranan penting dalam implementasi kebijakan.Edward III mengemukakan bahwa:bagaimanapun jelas dan konsistensinya ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan tersebut, jika para
(27)
pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melaksanakan kebijakan secara efektif maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif.
Sumber daya di sini berkaitan dengan segala sumber yang dapat digunakan untuk mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya ini mencakup sumber daya manusia, anggaran, fasilitas, informasi dan kewenangan yang dijelaskan sebagai berikut :
1) Sumber Daya Manusia (Staff)
Implementasi kebijakan tidak akan berhasil tanpa adanya dukungan dari sumber daya manusia yang cukup kualitas dan kuantitasnya. Kualitas sumber daya manusia berkaitan dengan keterampilan, dedikas, profesionalitas, dan kompetensi di bidangnya, sedangkan kuatitas berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia apakah sudah cukup untuk melingkupi seluruh kelompok sasaran. Sumber daya manusia sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi, sebab tanpa sumber daya manusia yang kehandalan sumber daya manusia, implementasi kebijakan akan berjalan lambat.
2) Anggaran (Budgetary)
Dalam implementasi kebijakan, anggaran berkaitan dengan kecukupan modal atau investasi atas suatu program atau kebijakan untuk menjamin terlaksananya kebijakan, sebab tanpa dukungan anggaran yang memadahi,
(28)
kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif dalam mencapai tujuan dan sasaran.
3) Fasilitas (Facility)
Fasilitas atau sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Pengadaan fasilitas yang layak, seperti gedung, tanah dan peralatan perkantoran akan menunjang dalam keberhasilan implementasi suatu program atau kebijakan.
4) Informasi dan Kewenangan (Information and Authority)
Informasi juga menjadi faktor penting dalam implementasi kebijakan, terutama informasi yang relevan dan cukup terkait bagaimana mengimplementasikan suatu kebijakan.Sementara wewenang berperan penting terutama untuk meyakinkan dan menjamin bahwa kebijakan yang dilaksanakan sesuai dengan yang dikehendaki.
c. Disposisi (Disposition)
Kecenderungan perilaku atau karakteristik dari pelaksana kebijakan berperan penting untuk mewujudkan implementasi kebijakan yang sesuai dengan tujuan atau sasaran. Karakter penting yang harus dimiliki oleh pelaksana kebijakan misalnya kejujuran dan komitmen yang tinggi. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada dalam asa program yang telah digariskan, sedangkan komitmen yang tinggi dari pelaksana kebijakn akan membuat mereka selalu antusias dalam melaksanakan tugas, wewenang, fungsi, dan tanggung jawab sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan
(29)
Sikap dari pelaksana kebijakan akan sangat berpengaruh dalam implementasi kebijakan. Apabila implementator memiliki sikap yang baik maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan, sebaliknya apabila sikapnya tidak mendukung maka implementasi tidak akan terlaksana dengan baik.
d. Struktur Birokrasi (Bureucratic Structure)
Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur organisasi ini melingkupi dua hal yaitu mekanisme dan struktur birokrasi itu sendiri. Aspek pertama adalah mekanisme, dalam implementasi kebijakan biasanya sudah dibuat standard operational procedures (SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak agar dalam pelaksanaan kebijakan tidak melenceng dari tujuan dan sasaran kebijakan. Aspek kedua adalah struktur birokrasi, struktur birokrasi yang terlalu panjang dan terfragmentasi akan cenderung melemahkan pengawasan dan menyebabkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks yang selanjutnya akan menyebabkan aktivitas organisasi menjadi tidak fleksibel.
(30)
I.6.2.1.2 Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Van Horn
Model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan (Dwiyanto, 2009). Beberapa variabel yang terdapat dalam model Van Meter dan Van Horn adalah sebagai berikut:
a. Standar dan sasaran kebijakan, standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang berwujud maupun tidak, jangka pendek, menengah atau panjang. Kejelasan dan sasaran kebijakan harus dapat dilihat secara spesifik sehingga di akhir program dapat diketahui keberhasilan atau kegagalan dari kebijakan atau program yang dilaksanakan.
b. Kinerja kebijakan merupakan penilaian terhadap pencapaian standard dan sasaran kebijakan yang telah ditetapkan di awal.
c. Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan. Hal sulit yang terjadi adalah berapa nilai sumber daya (baik finansial maupun manusia) untuk menghasilkan implementasi kebijakan dengan kinerja baik. Evaluasi program/kebijakan seharusnya dapat menjelaskan nilai yang efisien.
d. Komunikasi antar badan pelaksana, menunjuk kepada mekanisme prosedur yang dicanangkan untuk mencapai sasaran dan tujuan program. Komunikasi ini harus ditetapkan sebagai acuan, misalnya: seberapa sering rapat rutin akan diadakan, tempat dan waktu. Komunikasi antar organisasi
(31)
juga menunjuk adanya tuntutan saling dukung antar institusi yang berkaitan dengan program/kebijakan.
e. Karakteristik badan pelaksana, menunjuk seberapa besar daya dukung struktur organisasi, nilai-nilai yang berkembang, hubungan dan komunikasi yang terjadi di internal birokrasi.
f. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik, menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi itu sendiri.
g. Sikap pelaksana, menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam implementasi kebijakan. Seberapa demokratis, antusias dan responsif terhadap kelompok sasaran dan lingkungan dapat menjadi bagian dari sikap pelaksana ini.
Gambar I.2 Model kebijakan Van Meter dan Van Horn
Sumber: www.kertyawitaradya.wordpress.com, diakses pada 24 Juni 2014
(32)
Model dari Van Meter dan Van Horn ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan merupakan model yang sangat kompleks, dimana satu variabel dapat mempengaruhi variabel yang lain seperti:
• Variabel sumber daya dapat mempengaruhi lingkungan sosial, ekonomi dan politik
• Variabel sumber daya juga dapat mempengaruhi komunikasi antar badan pelaksana
• Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi karakteristik badan pelaksana
• Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi sikap badan pelaksana
• Variabel lingkungan sosial, ekonomi dan politik dapat mempengaruhi kinerja kebijakan
• Komunikasi antar badan pelaksana memiliki hubungan yang saling mempengaruhi dengan karakteristik badan pelaksana
• Komunikasi antar badan pelaksana dapat mempengaruhi sikap pelaksana • Karakteristik badan pelaksana dapat mempengaruhi sikap pelaksana
• Karakteristik badan pelaksana juga dapat mempengaruhi kinerja kebijakan secara langsung
(33)
I.6.2.1.3 Model Implementasi Merilee S. Grindle
Keberhasilan implementasi menurut Merilee S. Grindle dipengaruhi dua variabel besar, yakni :
1. variabel isi kebijakan (content of policy) mencakup:
• sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan
• jenis manfaat yang diterima oleh target group
• sejauh mana perubahan yang diinginkan dari suatu kebijakan • apakah letak suatu program sudah tepat
• apakah suatu kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci
• apakah suatu program didukung oleh sumber daya yang memadai 2. variabel lingkungan kebijakan mencakup:
• seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para actor yang terlibat dalam implementsi kebijakan
• karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa
• tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran (Subarsono, 2005)
(34)
Gambar I.3 Model kebijakan Merillee S.Grindle
Sumber: www.kertyawitaradya.wordpress.com, diakses pada 24 Juni 2014
I.6.2.2 Model implementasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini Dari berbagai model yang dikemukakan oleh para ahli diatas terdapat
variabel-variabel yang dapat digunakan untuk menentukan suatu kebijakan sudah berhasil diimplementasikan atau belum. Dalam penelitian ini peneliti melihat proses implementasi kebijakan dengan menggunakan lima variabel yaitu standar dan sasaran kebijakan, disposisi implementor, komunikasi, struktur birokrasi, dan sumber daya. Peneliti merasa kelima variabel tersebut akan mampu menjawab permasalahan yang ingin diketahui oleh peneliti terkait dengan bagian kelembagaan dalam pelaksanaan kebijakan.
(35)
1. Standar dan sasaran kebijakan
Peneliti menggunakan variabel standar dan sasaran kebijakan untuk mengetahui tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan. Hal ini penting karena suatu kebijakan haruslah memiliki tujuan-tujuan yang jelas yang memungkinkan untuk dicapai dan mampu menjawab kebutuhan dari kelompok sasaran. Selain itu dengan adanya kejelasan standar dan sasaran kebijakan akan memudahkan implementor untuk melakukan tindakan yang lebih bersifat teknis dalam implementasi kebijakan.
2. Disposisi implementor
Variabel disposisi implementor digunakan untuk mengetahui sikap dan pemahaman implementor itu sendiri terhadap kebijakan yang ada. Sikap yang berkomitmen dan mendukung tujuan-tujuan kebijakan serta pemahaman yang baik terhadap tujuan-tujuan tersebut akan dapat mempengaruhi jalannya sebuah kebijakan dengan baik.
3. Komunikasi
Variabel komunikasi digunakan untuk mengetahui komunikasi antar badan pelaksana dan juga komunikasi terhadap kelompok sasaran kebijakan. Bentuk komunikasi yang baik dan dilakukan secara intensif akan memperlancar pelaksanaan kebijakan karena akan mengurangi masalah-masalah yang timbul yang disebabkan perbedaan pemahaman dan intepretasi tiap-tiap implementor.
(36)
4. Struktur birokrasi
Variabel struktur birokrasi digunakan untuk mengetahui standard operational procedures (SOP) yang digunakan oleh pelaksana kebijakan dan koordinasi yang terjalin antara pihak-pihak yang saling terkait dalam pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini penting karena struktur yang terlalu besar yang dimiliki oleh suatu lembaga akan dapat mempengaruhi lambat atau tidaknya pelaksanaan kebijakan bila tidak menggunakan pedoman teknis berupa SOP. Selain itu koordinasi yang baik juga harus dilaksanakan agar pelaksanaan kebijakan berjalan maksimal.
5. Sumber daya
Variabel sumber daya digunakan untuk mengetahui ketersediaan sumber daya di lingkungan implementor yang dapat mendukung pelaksanaan kebijakan. Sumber daya tersebut berupa sumber daya manusia, sumber daya finansial (anggaran) dan fasilitas pendukung.
Hubungan kelima variabel tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar I.4 Model kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini
Standar dan sasaran kebijakan
Struktur
birokrasi Komunika
(37)
I.6.3 Perdagangan Manusia (Trafiking)
Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 49/166 mendefinisikan istilah trafiking sebagai: suatu perkumpulan gelap oleh beberapa orang di lintas nasional dan perbatasan internasional, sebagian besar berasal dari negara-negara yang berkembang dengan perubahan ekonominya, dengan tujuan akhir memaksa wanita dan anak-anak perempuan bekerja di bidang seksual dan penindasan ekonomis dan dalam keadaan eksploitasi untuk kepentingan agen, penyalur, dan sindikat kejahatan, sebagaimana kejahatan ilegal lainnya yang berhubungan dengan perdagangan seperti pembantu rumah tangga, perkawinan palsu, pekerjaan gelap, dan adopsi.
Global Alliance Against Traffic in Women (GAATW) mendefinisikan istilah trafiking sebagai: semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk penggunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atas lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.
Trafiking juga diartikan sebagai kegiatan mencari, mengirim, memindahkan, menampung atau menerima tenaga kerja dengan ancaman, kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan cara menipu,
(38)
menyalahgunakan kekuasaan/wewenang atau memanfaatkan ketidaktahuan, keingintahuan, ketidakberdayaan, kepolosan dan tidak adanya perlindungan terhadap korban, atau dengan memberikan atau menerima pembayaran atau imbalan untuk mendapat izin/persetujuan dari orang tua, wali, atau orang lain yang mempunyai wewenang atas diri korban dengan tujuan untuk mengisap atau memeras tenaga (mengeksploitasi) korban (Irwanto, 2001).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan:
a. Pengertian trafiking mencakup kegiatan pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang dari lingkungan tempat tinggalnya atau sanak keluarga. Tetapi pengiriman tenaga kerja yang dimaksud disini tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.
b. Meskipun trafiking dilakukan atas izin tenaga kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafiking tersebut) apabila terjadi penyalahgunaan atau apabila korban berada dalam posisi tidak berdaya (misalnya karena terjerat hutang), terdesak oleh kebutuhan ekonomi (misalnya membiayai orangtua yang sakit), dibuat percaya bahwa dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan trafiking adalah eksploitasi, terutama eksploitasi tenaga kerja (dengan memeras habis-habisan tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi seksual (dengan memanfaatkan atau menjual kemudaan, kemolekan tubuh,
(39)
serta daya tarik seks yang dimiliki tenaga kerja yang bersangkutan dalam transaksi seks).
Trafiking manusia untuk berbagai tujuan, telah berlangsung cukup lama sejak dahulu kala hingga sekarang, dari kerajaan Jawa yang membentuk landasan bagi perkembangan perdagangan perempuan dengan meletakkan mereka sebagai barang dagangan untuk memenuhi nafsu lelaki dengan menunjukkan adanya kekuasaan dan kemakmuran.Kegiatan ini berkembang menjadi lebih terorganisir pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.Bahkan kini kegiatan tersebut tidak semakin menyurut justru semakin marak.
Tujuan trafiking di Indonesia adalah perdagangan antardaerah/antarpulau dan antarnegara. Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai ribuan pulau-pulau dan bermacam suku-suku, sehingga sangat memudahkan terjadinya trafiking dalam lingkup domestik, dari beberapa provinsi dimana kasus trafiking domestik terjadi, tempat-tempat wisata yang berbatasan dengan negara lain seperti Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Jakarta, Bali, dan Jawa Timur sebagai tujuan.
I.6.3.1 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Perdagangan Manusia
Banyak faktor yang mendorong orang terlibat dalam perdagangan manusia, diantaranya adalah:
a. Trafiking merupakan bisnis yang menguntungkan. Dari industri seks diperkirakan Imdonesia menerima 1,2 – 3,3 milyar USD tiap tahunnya.
(40)
Hal ini menyebabkan kejahatan internasional terorganisir menjadi prostitusi internasional dan jaringan perdagangan manusia sebagai focus utama kegiatannya.
b. Kemiskinan telah mendorong anak-anak tidak sekolah sehingga kesempatan untuk memiliki keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup. Kemiskinan pula yang mendorong anak dan ibu sebagai tenaga kerja wanita, yang dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga berisiko menjadi korban.
c. Keinginan untuk hidup lebih layak, tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.
d. Konsumerisme merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak remaja, sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. Akibat konsumerisme, berkembanglah kebutuhan untuk mencari uang banyak dengan cara mudah.
e. Pengaruh sosial budaya seperti pernikahan muda yang rentan perceraian, yang mendorong anak untuk memasuki eksploitasi seksual komersial. Adanya kepercayaan bahwa hubungan seks dengan anak-anak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis
(41)
seseorang atau membuat awet muda, telah membuat masyarakat melegitimasi kekerasan seksual dan bahkan memperkuatnya.
f. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut, mudah diatur dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya permintaan terhadap pekerja anak (pekerja jermal di Sumatera Utara, buruh pabrik/industri di kota-kota besar, di perkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan, dan perusahaan penangkap ikan). Seringkali anak-anak bekerja dalam situasi yang tidak aman dan rawan kecelakaan.
g. Perubahan struktur sosial yang diiringi oleh cepatnya industrialisasi/komersialisasi, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah, sehingga meningkatkan kebutuhan akan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga.
h. Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia yang juga menawarkan pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan perempuan dan anak-anak untuk bisnis tersebut (Chairul Bariah, 2005).
I.6.4 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak
Dalam Perda ini bahwa perdagangan perempuan dan anak merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia dan melanggar hak asasi manusia, dan mempunyai jaringan yang luas sehingga merupakan ancaman terhadap masyarakat, bangsa, dan Negara, serta terhadap norma-norma
(42)
nasional maupun internasional, perempuan adalah penerus generasi bangsa yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa, untuk itu perlu dilindungi harga diri dan martabatnya, serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah dan kodratnya, karena itu segala bentuk perlakuan yang menggangu dan merusak hak-hak dasarnya dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi yang tidak berperikemanusiaan harus segera dihentikan.
Hal-hal yang penting dalam Perda Nomor 6 Tahun 2004 yaitu:
1. Pasal 3 yaitu perda bertujuan untuk pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi perempuan dan anak korban perdagangan (trafiking).
2. Pasal 4 yaitu: perempuan yang akan bekerja di luar wilayah desa/kelurahan wajib memiliki Surat Izin Bekerja Perempuan (SIBP) yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau Lurah dan diadministrasikan oleh Camat setempat.
3. Pasal 11 yaitu: untuk pengefektifan dan menjamin pelaksanaan pencegahan perlu dibentuk gugus tugas Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak (RAN P3A). 4. Pasal 17 yaitu: masyarakat berhak memperoleh kesempatan seluas-luasnya
untuk berperan serta membantu upaya pencegahan dan penghapusan perdagangan (trafiking) perempuan dan anak (Chairul Bariah, 2005).
(43)
I.7 Definisi Konsep
Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak: kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Konsep teoritis diajukan untuk menjawab permasalahan yang diteliti, maka perlu diadakan definisi konsep. Adapun konsep penelitian ini adalah:
1. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan adalah usaha untuk mengaplikasikan atau melaksanakan kebijakan yang telah dirumuskan dan ditetapkan oleh pembuat kebijakan. Proses implementasi kebijakan dapat dilihat dari berbagai variabel. Pada penelitian ini variabel yang digunakan oleh peneliti adalah variabel standar dan sasaran kebijakan, disposisi implementor komunikasi, struktur birokrasi dan sumber daya.
Variabel standar dan sasaran kebijakan digunakan untuk mengetahui tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Variabel disposisi digunakan untuk mengetahui pemahaman dan respon implementor terhadap kebijakan yang dibuat. Variabel komunikasi yang dimaksud adalah variabel yang digunakan untuk mengetahui proses penyampaian pesan berupa tujuan kebijakan kepada kelompok sasaran. Variabel struktur birokrasi adalah variabel yang digunakan untuk mengetahui keadaan di tubuh pelaksana kebijakan itu sendiri yaitu ditinjau dari keberadaan SOP dan koordinasi yang terjalin diantar pihak-pihak yang terkait. Variabel
(44)
sumber daya yaitu variabel yang digunakan untuk mengetahui ketersediaan sumber daya manusia, finansial dan fasilitas.
2. Perdagangan Perempuan dan Anak (Trafiking)
Perdagangan perempuan dan anak adalah kegiatan yang melanggar hak asasi manusia dengan merekrut atau memperjualbelikan dan mempekerjakan manusia oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan mengambil perempuan dan anak sebagai korban untuk tujuan eksploitasi demi membawa keuntungan bagi pihak-pihak tertentu.
I.8 Definisi Operasional
Definisi operasional berisi batasan-batasan atau indikator-indikator dari konsep yang telah ditetapkan. Indikator yang digunakan dalam penelitian implementasi kebijakan ini adalah:
1. Standar dan sasaran kebijakan
• Latar belakang dibuatnya kebijakan • Tujuan yang ingin dicapai
• Sejauh mana isi kebijakan dapat menjawab kebutuhan kelompok sasaran
2. Disposisi Implementor
• Sikap implementor terhadap kebijakan • Respon implementor terhadap kebijakan • Pemahaman implementor terhadap kebijakan
(45)
3. Komunikasi
• Bentuk komunikasi antar badan pelaksana • Pelaksanaan rapat rutin
• Pihak yang terkait dengan proses penyampaian pesan atau sosialisasi yang dilakukan dalam upaya penghapusan trafiking di kota Medan
• Bentuk sosialisasi yang dilakukan • Kelompok sasaran dari sosialisasi • Isi sosialisasi yang diberikan
• Respon kelompok sasaran terhadap sosialisasi 4. Struktur Birokrasi
• Standard Operational Procedures (SOP) yang ditetapkan oleh pelaksana kebijakan
• Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan • Bentuk koordinasi yang terjalin antar pihak-pihak tersebut • Pembagian peran atau tugas
5. Sumber Daya
• Ketersediaan sumber daya manusia
• Ketersediaan sumber daya finansial (dana) • Ketersediaan fasilitas pendukung
(46)
I.9 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan keseluruhan hasil penelitian ini secara singkat dapat diketahui sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memuat gambaran umum tentang lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, kedudukan, tugas dan fungsi.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat penyajian data yang diperoleh selama penelitian berlangsung. BAB V : ANALISA DATA
Bab ini memuat pembahasan dan analisa dari data-data yang telah diperoleh selama penelitian berlangsung.
BAB VI : PENUTUP
(47)
BAB II
METODE PENELITIAN
II.1 Bentuk Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk membuat suatu penjelasan, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta fenomena yang diselidiki. Analisis dilakukan terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi.
Menurut Lexy J. Moleong (2005), penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Dilakukan dengan cara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang khusus dan alamiah serta dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
II.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan pada kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan di Jl. Ibus Raya no. 131 (Petisah) Medan. II.3 Informan Penelitian
(48)
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan informan kunci, informan utama, dan informan tambahan. Informan dalam penelitian ini, yaitu :
1 Informan kunci, yaitu Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan
2 Informan utama, yaitu Yayasan Pusaka Indonesia Medan
3 Informan tambahan, yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara
II.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari lapangan yang diperoleh melalui wawancara, yaitu teknik penguumpulan data dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka kepada informan kunci atau pihak yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh tidak langsung dari subjek penelitian. Data sekunder diperoleh melalui:
a. Studi kepustakaan,yaitu pengumpulan data yang di peroleh dari buku-buku, karya ilmiah, pendapat para ahliyang memiliki hubungan dengan masalah yang di teliti
b. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulandatayang di peroleh berupa catatan-catatan tertulis, foto/gambar, video yang ada di lokasi
(49)
penelitian serta sumber-sumber lain yang menyangkut masalah yang di teliti dengan instansi terkait.
II.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah teknis analisis data kualitatif. Menurut Moleong teknik analisa data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, menyusun dalam satu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya dan memeriksa keabsahan dan serta menafsirkannya dengan analisis dengan kemampuan nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian.Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2009), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam melakukan analisis data, ada langkah-langkah yang dilakukan menurut Miles dan Huberman, yaitu:
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
(50)
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.
3. Penarikan kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis, dan bila didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.
(51)
BAB III
DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
III.1 Gambaran Umum Kota Medan
III.1.1 Letak Geografis
Kota Medan terletak di bagian utara Pulau Sumatera dengan posisi koordinat 3°35′LU dan 98°40′BT. Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah barat, timur, dan utara. Luas Kota Medan adalah sekitar 26.510 hektar atau setara dengan 265,10 km². Dengan kata lain, Kota Medan memiliki wilayah 3,6% dari keseluruhan Sumatera Utara. Kota Medan jika diperlihatkan secara topografinya cenderung miring ke utara. Kota ini berada pada 2,5 hingga 3,5 meter di atas permukaan laut.
Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain. Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk) kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
(52)
III.1.2 Pemerintahan
Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Secara garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar III.1 Bagan Organisasi Pemerintah Kota Medan
Sumber : Website Pemerintah Kota Medan (www.pemkomedan.go.id) diakses pada 24 Juni 2014
Administrasi pemerintahan Kota Medan pada saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam 2001 lingkungan. Fungsi
(53)
(1) Pemberian pelayanan,
(2) Fungsi pengaturan (penetapan perda), (3) Fungsi pembangunan,
(4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi /Pusat),
(5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan yaitu :
(1) Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Dinas-dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan
(2) Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari:
• Kewenangan mengatur yang diselengarakan bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif Kota.
• Kewenangan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang diselenggarakan oleh Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi Badan Eksekutif Kota.
Berdasarkan fungsi dan kewenangan tersebut, Walikota Medan membawahi (pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.
(54)
III.1.3 Demografi
Penduduk Kota Medan tergolong masyarakat plural yang meliputi unsur agama, suku etnis, budaya dan keragaman adat istiadat. Hal ini memunculkan karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara demografi, Kota Medan sedang mengalami masa transisi demografi. Pada tahun 2011, penduduk kota Medan mencapai 2.117.224 jiwa. Dibanding hasil Sensus Penduduk 2010, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.614 jiwa (0,94%). Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km2, kepadatan penduduk mencapai 7.987 jiwa/km2.
Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa berusia produktif, (15-59 tahun). Selanjutnya dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai 10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup, yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan, maupun industri manufaktur.
Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun 2000-2004 cenderung mengalami peningkatan—tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 adalah 0,09% dan menjadi 0,63% pada tahun 2004. Sedangkan tingkat kapadatan penduduk mengalami peningkatan dari 7.183 jiwa per km² pada tahun 2004. Jumlah penduduk paling banyak ada di Kecamatan Medan Deli, disusul Medan Helvetia dan Medan Tembung. Jumlah penduduk yang paling sedikit, terdapat di Kecamatan Medan Baru, Medan Maimun, dan Medan Polonia. Tingkat kepadatan Penduduk tertinggi ada di kecamatan Medan Perjuangan, Medan Area, dan Medan
(55)
Timur. Pada tahun 2004, angka harapan hidup bagi laki-laki adalah 69 tahun sedangkan bagi wanita adalah 71 tahun.
Mayoritas penduduk kota Medan sekarang ialah Suku Jawa dan Batak Toba. Adapun etnis asli kota Medan adalah Melayu dan Karo. Di Medan banyak pula orang keturunan India dan Tionghoa. Medan salah satu kota di Indonesia yang memiliki populasi orang Tionghoa cukup banyak.
Keanekaragaman etnis di Medan terlihat dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh kota. Daerah di sekitar Jl. Zainul Arifin dikenal sebagai Kampung Keling, yang merupakan daerah pemukiman orang keturunan India.
Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya.
Program kependudukan di kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya yaitu pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan. Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai
(56)
dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural, menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi, termasuk arus ulang alik, akan mempengaruhi kebijakan kependudukan yang diterapkan.
III.2 Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan
III.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana merupakan unsur pendukung tugas Kepala Daerah yang dipimpin oleh Kepala Badan yang berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana mempunyai tugas melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan urusan pemerintah daerah di bidang Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana.
Dalam melaksanakan tugasnya Badan Permberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana.
(57)
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak dan keluarga berencana.
c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pemberdayaan perempuan, perlindunan anak dan keluarga berencana.
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.
III.2.2 Struktur Organisasi
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan dipimpin oleh Kepala Badan dengan membawahi:
a. Sekretariat
Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas badan lingkup sekretariat yang meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program. Membawahi:
• Sub Bagian Umum • Sub Bagian Keuangan
• Sub Bagian Penyusun Program
Dalam melaksanakan tugas pokok, Sekretaris menyelenggarakan fungsi:
(58)
• Pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan Badan yang meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan, dan kerumahtanggaan Badan
• Pengelolaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pengembangan organisasi dan ketatalaksanaan
• Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas Badan • Pelaksanaan pembinaan, pengawasan dan pengendalian bidang
kesekretariatan
• Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan kesekretariatan
• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya
b. Bidang Pemberdayaan Perempuan
Bidang Pemberdayaan Perempuan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas badan lingkup pengarusutamaan gender, kualitas hidup, perlindungan perempuan dan anak. Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan membawahi:
• Sub Bidang Pengarusutamaan Gender
• Sub Bidang Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan dan Anak
(59)
Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Pemberdayaan Perempuan menyelenggarakan fungsi:
• Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Pemberdayaan Perempuan
• Pelaksanaan kebijakan pengarusutamaan gender • Penyiapan kelembagaan pengarusutamaan gender • Pelaksanaan pengarusutamaan gender
• Penyiapan kebijakan kualitas hidup perempuan • Peintegrasian kebijakan hidup perempuan
• Pengorganisasian pelaksanaan kebijakan kualitas hidup perempuan
• Penyiapan kebijakan perlindungan perempuan • Pengintegrasian kebijakan perlindungan perempuan
• Pengorganisasian pelaksanaan kebijakan perlindungan perempuan
• Penyiapan kebijakan kesejahteraan dan perlindungan anak • Pengintegrasian hak-hak anak dalam kebijakan dan program
pembangunan
• Pengorganisasian pelaksanaan kesejahteraan dan perlindungan anak
• Penguatan kelembagaan/organisasi masyarakat dan dunia usaha untuk melaksanakan pengarusutamaan gender dan peningkatan
(60)
• Pengembangan dan penguatan jaringan kerja lembaga masyarakat dan dunia usaha untuk pelaksanaan pengarusutamaan gender, kesejahteraan dan perlindungan anak • Penyiapan data terpilih menurut jenis kelamin dari setiap
bidang terkait
• Penyiapan data dan informasi gender dan anak
• Pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
• Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang Pemberdayaan Perempuan
• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya
c. Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas badan lingkup Pengembangan Pelayanan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi membawahi:
• Sub Bidang Pengembangan Pelayanan Keluarga Berencana • Sub Bidang Kesehatan Reproduksi
Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi menyelenggarakan fungsi:
(61)
• Penyusunan rencana, program dan kegiatan Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
• Penetapan kebijakan dan pelaksanaan jaminan dan pelayanan Keluarga Berencana, peningkatan partisipasi pria, penanggulangan masalah kesehatan reproduksi serta kelangsungan hidup ibu, bayi dan anak
• Penetapan kebijakan dan pelaksanaan kesehatan reproduksi remaja dan perlindungan hak-hak reproduksi
• Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi
• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya
d. Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga
Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Badan Lingkup Pengembangan Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga. Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga membawahi:
• Sub Bidang Pengembangan Ketahanan Keluarga • Sub Bidang Pemberdayaan Keluarga
Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga menyelenggarakan fungsi:
(62)
• Penyusunan rencana, program, dan kegiatan bidang ketahanan dan pemberdayaan keluarga
• Penyiapan kebijakan dan pelaksanaan pengembangan ketahanan dan pemberdayaan keluarga
• Penyiapan kebijakan dan pelaksanaan penguatan kelembagaan keluarga kecil berkualitas dan jejaring program
• Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan pelaporan lingkup bidang ketahanan dan pemberdayaan keluarga
• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya
e. Bidang Data dan Informasi
Bidang Data dan Informasi mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Badan Lingkup Data dan Informasi . Kepala Bidang Data dan Informasi membawahi:
• Sub Bidang Data • Sub Bidang Informasi
Dalam melaksanakan tugas pokok Bidang Data dan Informasi menyelenggarakan fungsi:
• Penyusunan rencana, program dan kegiatan bidang data dan informasi
(63)
• Penyiapan kebijakan dan pelaksanaan data mikro kependudukan dan keluarga
• Penyiapan kebijakan dan pelaksanaan advokasi dan KIE
• Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang data dan informasi
• Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya
f. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok jabatan fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas badan sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.
• Kelompok jabatan fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
• Setiap kelompok jabatan fungsional dipimpin oleh tenaga fungsional senior
• Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja
• Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan
(64)
III.2.3 Susunan Kepegawaian
Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan didukung aparatur sebanyak 189 pegawai dengan komposisi sebagai berikut:
Tabel III.1 Komposisi pegawai berdasarkan jabatan/eselon
Jabatan/Eselon Jumlah
Kepala Badan/Eselon II 1 orang Kepala Bidang/Sekretaris/Eselon III 4 orang Kepala Subbid, Subbag/Eselon IV 11 orang Jabatan Fungsional/Non Jabatan/Staf 115/58 orang
Sumber: Rencana strategis Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun 2011-2015
Tabel III.2 Komposisi pegawai berdasarkan golongan kepangkatan
Golongan Kepangkatan Jumlah
Golongan IV 16 orang
Golongan III 158 orang
Golongan II 15 orang
Sumber: Rencana strategis Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun 2011-2015
(65)
III.2.4 Visi
Dengan berpedoman pada visi RPJMD Kota Medan 2011-2015 dan memperhatikan tugas pokok dan fungsi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan dalam mendukung pencapaian tujuan dan sasaran Pembangunan tahun 2011-2015, maka visi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun 2011-2015 ditetapkan sebagai berikut:
“TERWUJUDNYA KESETARAAN GENDER DAN PERLINDUNGAN ANAK SERTA DUA ANAK LEBIH BAIK MENUJU KELUARGA SEJAHTERA.”
Kesetaraan gender bermakna setara dan seimbang dan sederajat dalam hubungan peran, kedudukan, fungsi hak dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Berarti sederajat dalam perbedaan dan keikutsertaan laki-laki dan perempuan di seluruh bidang kehidupan (public private).
Perlindungan Anak bermakna terlaksananya hak-hak anak
Dua Anak Lebih Baik bermakna kelahiran anak yang direncanakan akan labih baik
Menuju Keluarga Sejahtera bermakna keluarga dan rumah tangga yang harmonis, terpenuhi dan terfasilitasi seluruh kebutuhan dasar keluarga yang terencana, kebutuhan pendidikan, kesehatan, sandang, pangan, lingkungan
(66)
perumahan, kehidupan keagamaan, serta peningkatan pendapatan untuk kehidupan keluarga yang layak dan sejahtera.
III.2.5 Misi
Dengan memperhatikan visi tersebut, maka misi Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun 2011-2015 ditetapkan sebagai berikut:
a. Meningkatkan kesetaraan gender dan kualitas hidup perempuan dan anak
b. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan keluarga berencana, kesehatan reproduksi dalam membangun keluarga sejahtera
(67)
BAB IV
PENYAJIAN DATA
Setelah melakukan penelitian dan pengumpulan data di lapangan, maka diperoleh data yang berkaitan dengan Implementasi Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara yang dilakukan terhadap informan yang dianggap paling mengetahui tentang pelaksanaan kebijakan yang dimaksud dan juga data sekunder yang diperoleh selama penelitian berlangsung.
Pada awal penyusunan penelitian, peneliti menetapkan informan dalam penelitian ini ada tiga yaitu Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan di Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan, Kepala Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan dan Koordinator Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak di Yayasan Pusaka Indonesia Kota Medan. Namun ketika peneliti melakukan kunjungan wawancara ke Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, informan yang dimaksud menolak untuk memberikan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dengan alasan bahwa yang lebih mengerti tentang kebijakan yang dimaksud adalah pihak lain yaitu Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Agar lebih menggali informasi yang dibutuhkan, maka peneliti menetapkan satu lagi informan yaitu Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara.
(68)
IV.1 Identitas Informan
Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan kunci dan informan utama. Informan kunci adalah Ibu Dra. Yuslinar selaku Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan di Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana. Informan utama adalah Muhammad Mitra selaku Koordinator Divisi Perlindungan Perempuan dan Anak di Yayasan Pusaka Indonesia dan Rina Sitompul selaku Koordinator Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak Provinsi Sumatera Utara.
IV.2 Penyajian Data Primer Tentang Implementasi Peraturan Daerah Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan
Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan dan Kantor Yayasan Pusaka Indonesia. Informasi diperoleh melalui wawancara dengan informan yang dianggap mengetahui permasalahan yang diteliti oleh peneliti. Berikut ini adalah hasil wawancara yang dilakukan peneliti berdasarkan variabel yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui proses implementasi kebijakan dalam penelitian ini: IV.2.1 Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh program atau kebijakan, baik yang berwujud maupun tidak, jangka
(69)
pendek, menengah atau panjang. Hal ini dapat juga dikatakan sebagai tujuan dari sebuah kebijakan.
Pembuatan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 dilatarbelakangi oleh kasus trafiking di Sumatera Utara yang sudah dalam kondisi mengkhawatirkan begitu juga di Medan. Hal demikianlah yang mendasari para aktivis perempuan dan anak pada saat itu untuk mengajukan dibuatnya suatu kebijakan kepada Pemerintah Provinsi untuk melindungi perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan. Hasil kerja keras para aktivis yang juga bekerja sama dengan Biro Pemberdayaan Perempuan akhirnya melahirkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak.
Pada penelitian ini yang menjadi tujuan dari Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 adalah untuk pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi perempuan dan anak korban perdagangan (trafiking). Hal demikian juga disampaikan oleh informan ketika ditanyakan tentang tujuan awal dibentuknya Perda yaitu untuk mencegah semakin banyaknya kasus trafiking di Sumatera Utara pada umumnya dengan cara meningkatkan pemahaman masyarakat agar semakin berhati-hati dengan modus trafiking melalui tawaran-tawaran pekerjaan karena kebanyakan korban banyak dijanjikan akan pekerjaan oleh si pelaku. Trafiking merupakan permasalahan yang sangat besar yang penyebabnya bisa berasal dari berbagai faktor dan memerlukan upaya penghapusan yang tidak mudah sehingga pencegahan yang dimaksud diharapkan dapat mengurangi angka kasus trafiking
(70)
IV.2.2 Disposisi implementor
Disposisi menunjuk kepada kecenderungan sikap dan juga kognisi (pemahaman) implementor terhadap sebuah kebijakan. Hal ini sangat penting agar implementor memahami dan menjiwai perannya sebagai pelaksana dari sebuah kebijakan.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada para informan menunjukkan bahwa informan sebagai implementor sangat mendukung dibuatnya Perda Nomor 6 Tahun 2004. Perda tersebut diharapkan dapat menjadi solusi dari permasalahan trafiking yang ada dan mampu melindungi korban terutama perempuan dan anak. Pemahaman informan sebagai implementor dari Perda tersebut juga sangat baik yang berarti implementor sangat mengerti tujuan dan alasan dibuatnya Perda tersebut. Hal demikian karena informan yang juga sebagai aktivis di bidang perlindungan perempuan dan anak dan aktif terlibat dalam Yayasan yang bergelut di bidang yang sama turut serta dalam proses perencanaan hingga lahirnya Perda tersebut sehingga kognisi atau pemahaman informan sangat baik menyangkut Perda dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai.
IV.2.3 Komunikasi antar badan pelaksana
Komunikasi merupakan faktor yang penting dalam menjalankan sebuah kebijakan. Dalam komunikasilah pesan-pesan disampaikan dan juga berbagai informasi terkait pelaksanaan dari suatu kebijakan. Komunikasi yang tidak baik dapat menimbulkan kesalahpahaman yang menimbulkan pelaksanaan kebijakan tidak berjalan baik. Komunikasi dilakukan antar sesama implementor atau badan
(1)
membentuk gugus tugas sebagai pelaksana kebijakan. Tujuan yang ditetapkan juga merupakan tujuan yang dapat direalisasikan dan dapat menjawab permasalahan yang ada.
2. Disposisi implementor kebijakan juga sudah baik dilihat dari sikap dan pemahaman yang baik dari pelaksana kebijakan. Pelaksana mampu menjelaskan latar belakang dibuatnya Perda tersebut dan telah mengerti tentang tujuan yang ingin dicapai.
3. Komunikasi antar badan pelaksana kebijakan tidak berjalan baik ditunjukkan dari banyaknya informasi yang tidak sama yang diberikan oleh badan pelaksana dan tidak adanya pemahaman yang sama tentang tugas dan peran masing-masing badan pelaksana. Komunikasi yang dilakukan dengan kelompok sasaran melalui sosialisasi juga tidak berjalan maksimal karena masih memiliki kendala terutama pada kekurangan biaya.
4. Struktur birokrasi di badan pelaksana telah dicantumkan dengan jelas pada Keputusan Walikota Medan Nomor 463/670.K/IV/2013 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Keputusan Walikota Medan Nomor 463/1084.K tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Permberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Medan Tahun 2012 yang memuat posisi, tugas dan peranan masing-masing badan pelaksana. SOP yang tersedia juga mudah dipahami dan sangat membantu dalam pelaksanaan teknis dari kebijakan. Namun koordinasi yang terjadi di lapangan tidak berjalan maksimal karena
(2)
98
komunikasi yang tidak harmonis antara badan pelaksana yang satu dengan yang lainnya.
5. Sumber daya manusia yang melaksanakan Perda tersebut sudah memadai walaupun tidak semua mendapat beban tugas yang sama. Sumber daya finansial atau anggaran masih belum memadai yang membuat hal demikian menjadi kendala yang cukup menghambat pelaksanaan kebijakan. Sementara penyediaan fasilitas di kota Medan berupa shelter (rumah aman) masih harus berkoordinasi dengan SKPD karena belum adanya fasilitas yang memadai.
VI.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang disampaikan oleh peneliti yaitu:
1. Badan pelaksana Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak di kota Medan sebaiknya membentuk pola komunikasi yang baik dengan menciptakan hubungan saling mendukung dan saling percaya di antara masing-masing badan pelaksana. Hal demikian bisa dimulai dari pengadaan rapat rutin untuk membahas masalah yang ada di lingkungan internal agar sesama badan pelaksana saling memahami posisi dan peran masing-masing.
2. Lembaga pemerintah maupun non pemerintah sebaiknya bekerja sama dengan baik dalam pelaksanaan teknis kebijakan maupun penggunaan
(3)
anggaran yang ada untuk kepentingan bersama. Hal ini agar terciptanya keseimbangan beban tugas di tiap-tiap badan pelaksana sehingga koordinasi dapat berjalan harmonis.
(4)
100
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Buhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Dunn, William, 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy Analysis. Yogyakarta: Gava Media
Irwanto, dkk. 2001. Perdagangan Anak di Indonesia. Jakarta: Kantor Perburuhan Internasional Program Internasional Penghapusan Perburuhan Anak Kerjasama Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UI
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mozasa, Chairul Bariah. 2005. Aturan-aturan Hukum Trafiking (Perdagangan Perempuan dan Anak). Medan: USU Press
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : CV. Alfabeta
Wahab, Solichin Abdul. 2006. Analisis Kebijaksanaan; Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Sinar Grafika.
Winarno, Budi. 2002. Kebijakan Publik: Teori & Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
Sumber Internet
Aliansi Jurnalis Independen. 2013. Training Jurnalistik Sensitif Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. www.aj.or.id. Diakses pada 8 Februari 2014.
(5)
Medan Bisnis, 17 Oktober 2012. Bisnis Illegal Trafficking Menggiurkan. Diakses pada 4 Februari 2014.
Medan Bisnis, 13 Juli 2013. 2013, Kasus Trafficking Meningkat 75%. Diakses pada 4 Februari 2014.
Tribun Medan, 4 Februari 2014. Sumut Pelopor dan Pendorong Penanganan Traficking Anak. Diakses pada 4 Februari 2014.
Sumber Perundang-undangan
UU No 19 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO (Konvensi ILO Mengenai Penghapusan Kerja Paksa)
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
Peraturan Gubernur No. 24 tahun 2005 Tentang Rencana Aksi Provinsi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak serta Pembentukan Gugus Tugas Provinsi Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak
(6)
i