75
BAB V ANALISIS DATA
Pada bab ini akan disajikan analisis dari data-data yang telah diperoleh peneliti selama penelitian berlangsung. Dalam penelitian ini pengumpulan data
dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap informan dan data sekunder diperoleh
dokumen-dokumen lain yang diperoleh di lapangan. Dokumen-dokumen tersebut dapat berupa data tertulis, foto, kebijakan-kebijakan lain yang dapat mendukung
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Analisis dilakukan berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam
menghubungkan fakta, data, dan informasi. Seluruh data akan dianalisis berdasarkan variabel-variabel yang digunakan oleh peneliti untuk melihat proses
implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan.
V.1 Analisis Data Primer V.1.1 Standar dan sasaran kebijakan
Suatu kebijakan pada dasarnya dibuat dengan harapan dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan publik yang ada. Kebijakan yang
dibuat diharapkan dapat menjadi solusi terbaik dari berbagai alternatif yang ada. Oleh karena itu sudah seharusnya sebuah kebijakan memuat standar dan sasaran
Universitas Sumatera Utara
76 yang tepat agar di kemudian hari tidak menimbulkan interpretasi yang salah di
dalam pelaksanaannya.
Perda Nomor 6 Tahun 2004 dibuat dengan harapan dapat menghapus praktek perdagangan orang atau trafiking di Sumatera Utara pada umumnya. Di
dalam Perda telah dimuat hal-hal penting yang merupakan sasaran kebijakan yaitu berupa tujuan yang ingin dicapai. Diantaranya adalah pencegahan, rehabilitasi dan
reintegrasi. Untuk pengefektifan pelaksanaan kebijakan tersebut terdapat poin yang menyatakan diperlukannya pembentukan gugus tugas sebagai pelaksana
kebijakan. Di Kota Medan sendiri telah dikeluarkannya Keputusan Walikota Medan Nomor 463670.KIV2013 tentang pembentukan Gugus Tugas
Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Pencegahan sebagai salah satu tujuan dikeluarkannya Perda Nomor 6 Tahun 2004 merupakan langkah yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan
dan keinginan semua pihak akan penghapusan praktek trafiking. Hal ini karena trafiking merupakan permasalahan yang sangat massive karena dapat disebabkan
oleh berbagai faktor yang sangat kompleks dan saling berkaitan seperti faktpr lingkungan tempat tinggal, keadaan ekonomi, sosial budaya dan sebagainya
sehingga upaya penghapusan trafiking akan sangat tepat apabila dimulai dari
upaya pencegahan.
Selain sebagai upaya pencegahan, kebijakan Perda Nomor 6 Tahun 2004 juga dibuat untuk memayungi setiap langkah-langkah penanganan yang dilakukan
untuk menyelesaikan kasus trafiking yang terjadi. Penanganan yang dilakukan
Universitas Sumatera Utara
77 oleh implementor termasuk dengan penyediaan rumah aman bagi korban yang
tidak memiliki keluarga yang dapat melindungi. Perlu diketahui bahwa korban trafiking di Kota Medan mayoritas berasal dari luar daerah sehingga banyak yang
tidak memiliki tempat untuk berlindung. Dengan demikian keberadaan rumah aman sangat membantu korban sebagai tempat berlindung dan mendapatkan
perawatan sampai kasus dapat diselesaikan.
Berdasarkan analisis peneliti, Perda Nomor 6 Tahun 2004 sudah memuat tujuan-tujuan yang sangat mendasar yang dibutuhkan untuk menghapus tindak
trafiking di Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan pada khususnya yaitu pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi atau pemulangan korban kembali
kepada keluarganya. Hal tersebut sudah dicantumkan jelas di dalam kebijakan.
Bila diperhatikan lebih lanjut lagi, isi dari kebijakan juga sudah menjamin kesempatan bagi masyarakat luas untuk ikut serta dalam membantu upaya
pencegahan dan penghapusan trafiking. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa trafiking merupakan tindak kejahatan dan pelanggaran hak asasi manusia yang
disebabkan oleh banyak faktor eksternal yang membutuhkan banyak dukungan dari semua pihak dalam upaya penghapusannya. Karena itu keterlibatan
masyarakat luas juga sangat penting dalam hal ini. V.1.2 Disposisi Implementor
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti didapat hasil bahwa informan sangat memahami isi dari kebijakan yang dimaksud dimana dalam hal
ini adalah Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004
Universitas Sumatera Utara
78 Tentang Penghapusan Perdagangan Trafiking Perempuan dan Anak di Kota
Medan. Informan dapat menjelaskan tentang dasar dibentuknya kebijakan karena informan yang juga sebagai aktivis perlindungan perempuan dan anak dan banyak
melakukan kegiatan-kegiatan bersama LSM turut serta dalam merancang kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut digagas karena kasus trafiking di Sumut
yang sudah dalam tahap mengkhawatirkan sehingga para aktivis perlindungan perempuan dan anak pada saat itu merasa perlu dibuatnya sebuah kebijakan yang
dapat melindungi korban kekerasan pada perempuan dan anak.
Pemahaman yang baik oleh informan selain karena keterlibatan langsung dalam mengajukan kebijakan juga dapat disebabkan oleh latar belakang
pengalaman informan yang banyak menangani kasus seputar kekerasan terhadap perempuan dan anak. Informan juga dapat menjelaskan tujuan utama dibuatnya
kebijakan yaitu untuk mengutamakan pencegahan terjadinya trafiking di masa- masa yang akan datang. Pemahaman mendalam dari informan ini merupakan
dasar yang sangat baik dalam melaksanakan sebuah kebijakan karena hal ini berarti informan yang dalam hal ini adalah juga sebagai implementor sudah
mengerti apa yang akan dilakukannya dan akan memberikan kemudahan dalam tindakan teknis. Selain itu juga dapat mencegah terjadinya kesalahpahaman antar
badan pelaksana yang disebabkan oleh interpretasi yang berbeda-beda.
Sikap dan respon informan terhadap kebijakan ini juga sangat karena seperti yang sudah dijelaskan peneliti di awal bahwa informan juga merupakan
aktivis yang ikut menggagas terbentuknya kebijakan ini. Informan tentu saja
Universitas Sumatera Utara
79 berharap dengan adanya kebijakan ini dapat menyelesaikan permasalahan
trafiking yang ada.
Berdasarkan analisis yang dilakukan peneliti, pemahaman, respon dan sikap yang baik dari informan ini sangat berhubungan dengan profesi dan latar
belakang masing-masing informan. Informan yang aktif bekerja di LSM yang peduli tentang perlindungan perempuan dan anak sudah pasti memiliki kepekaan
yang tinggi dan sikap yang sangat terbuka terhadap upaya-upaya yang mendukung perlindungan perempuan dan anak. Sikap yang terbuka demikian akan sangat
membantu implementor dalam melaksanakan kebijakan. V.1.3 Komunikasi antar badan pelaksana
Implementasi kebijakan yang efektif juga didukung oleh komunikasi yang baik antar badan pelaksana. Komunikasi yang baik akan menciptakan keselarasan
dalam pelaksanaan kebijakan dan mencegah timbulnya perselisihan yang
disebabkan oleh kesalahpahaman di antara badan pelaksana.
Wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan menunjukkan komunikasi yang masih sangat standar di antar badan pelaksana kebijakan Perda
Nomor 6 Tahun 2004. Komunikasi yang dilakukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota
Medan dilakukan hanya ketika diadakannya rapat pada saat ada kasus yang ditangani, artinya ketika tidak ada kasus maka tidak ada rapat yang dilakukan.
Diluar dari rapat tersebut komunikasi sangat jarang dilakukan, bahkan ketika rapat berlangsung juga tidak tercipta komunikasi dua arah yang baik. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
80 disampaikan oleh Muhammad Mitra dari Yayasan Pusaka Indonesia yang
menyatakan bahwa pada saat rapat berlangsung pihak BPPKB Kota Medan
cenderung bersikap pasif.
Berdasarkan jawaban informan dari Yayasan Pusaka Indonesia ketika ditanyakan penyebab minimnya komunikasi yang dilakukan dengan BPPKB,
diketahui bahwa BPPKB cenderung lambat dalam merespon atau menanggapi pengaduan kasus yang sedang ditangani oleh Yayasan Pusaka Indonesia. Hal ini
menyebabkan Yayasan Pusaka Indonesia lebih banyak melakukan komunikasi dengan pihak di Provinsi sekalipun kasus yang sedang ditangani berada di
wilayah kota Medan. Keadaan yang demikian menunjukkan komunikasi yang tidak harmonis antara Yayasan Pusaka Indonesia dengan BPPKB Kota Medan.
Komunikasi yang tidak harmonis akan menghambat keberhasilan implementasi
kebijakan di Kota Medan.
Selain komunikasi antar badan pelaksana kebijakan, komunikasi terhadap masyarakat juga dilakukan melalui sosialisasi. Sosialisasi tersebut dilakukan baik
oleh BPPKB Kota Medan dan Yayasan Pusaka Indonesia. Pelaksanaan sosialisasi dipahami sebagai upaya pencegahan tindak perdagangan orang di Kota Medan.
Pada sosialisasi tersebut diberikan pemahaman agar masyarakat sadar dan waspada terhadap modus-modus perdagangan orang yang kian beragam agar
masyarakat tidak terlibat di dalamnya. Sosialisasi yang dilakukan oleh badan pelaksana kebijakan merupakan
langkah yang cukup efektif sebagai upaya pencegahan, walaupun masih saja
Universitas Sumatera Utara
81 mengalami kendala dari segi biaya. Tidak adanya dana yang dimiliki oleh BPPKB
Kota Medan membuat badan tersebut kesulitan untuk melakukan sosialisasi yang rutin. Selama ini sosialisasi dilakukan hanya jika ada undangan dari pihak
kelurahan. Sosialisasi yang dilakukan juga tidak kepada seluruh masyarakat di kelurahan tersebut tetapi kepada sebagian pihak saja seperti kelompok ibu-ibu
PKK. Pencegahan yang dilakukan melalui kegiatan sosialisasi akan sangat
efektif apabila ditujukan kepada kelompok masyarakat yang rentan menjadi korban perdagangan orang seperti perempuan atau remaja yang masuk ke dalam
kelompok usia tenaga kerja karena praktek perdagangan orang selama ini banyak ditujukan untuk eksploitasi tenaga kerja. Namun faktor kekurangan biaya
menyebabkan sulitnya melakukan sosialisasi yang lebih menjangkau masyarakat lebih luas lagi.
V.1.4 Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan. Mereka tidak hanya berada dalam
struktur pemerintah tetapi juga dalam organisasi-organisasi swasta yang lain bahkan di institusi-institusi pendidikan Edward dalam Winarno, 2002. Struktur
birokrasi yang baik akan mendukung keberhasilan implementasi kebijakan. Dalam penelitian ini peneliti menilai struktur birokrasi pelaksana kebijakan dilihat
dari keberadaan Standard Operational Procedures SOP dan koordinasi yang terjalin di antara badan pelaksana.
Universitas Sumatera Utara
82 •
Standard Operational Procedures SOP
Berdasarkan hasil wawancara dan data sekunder yang didapat peneliti selama penelitian berlangsung, diketahui bahwa masing-masing
badan pelaksana yang menjadi informan dalam penelitian ini memiliki SOP masing-masing. Masing-masing SOP tersebut akan dijadikan
petunjuk pelaksanaan kebijakan. Yayasan Pusaka Indonesia memiliki SOP yang sudah dibukukan
sehingga memudahkan teknis pelaksanaan. SOP tersebut menjadi guideline yang menyelaraskan pekerjaan tiap-tiap pelaksana. Dalam SOP
tersebut dijelaskan dengan rinci alur teknis yang harus dilakukan dalam penanganan kasus untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran. SOP
yang dimiliki oleh Yayasan Pusaka Indonesia sudah tersusun rapi dan sangat terstruktur sehingga memudahkan teknis pelaksanaan yang
dilakukan. Sementara untuk P2TP2A Provinsi, SOP yang dimiliki tidak
berupa buku pedoman namun hanya berupa pemahaman alur-alur penanganan kasus yang dilakukan oleh tiap-tiap pelaksana. Dalam alur-
alur tersebut juga terdapat kode etik yang harus diperhatikan oleh pelaksana seperti tidak membocorkan keberadaan korban dan tidak
memperbolehkan pihak lain diluar tim investigasi untuk datang mengunjungi korban selama korban berada dalam shelter rumah aman
yang disediakan. SOP yang dimiliki oleh P2TP2A tergolong sederhana
Universitas Sumatera Utara
83 karena tugas P2TP2A yang hanya menyediakan layanan yang dibutuhkan
oleh korban saja. Petunjuk pelaksana yang dimiliki oleh BPPKB Kota Medan yaitu
berupa Keputusan Walikota Medan Nomor 463670.KIV2013 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan
Orang dan Keputusan Walikota Medan Nomor 4631084.K tentang Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak P2TP2A Kota Medan Tahun 2012. Informasi tersebut diperoleh dari hasil wawancara di lapangan. Selain itu ketika melakukan penelitian
diperoleh data sekunder berupa buku Rencana Strategis Renstra Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Medan Tahun
2011-2015 yang juga merupakan petunjuk pelaksanaan program-program yang dilakukan agar lebih terarah.
Berdasarkan analisis akan informasi yang telah diperoleh oleh peneliti, tiap-tiap badan pelaksana sudah memiliki petunjuk
pelaksanaanpetunjuk teknis yang baik dan jelas terutama untuk badan pelaksana yang banyak melakukan kegiatan teknis seperti Yayasan Pusaka
Indonesia dan P2TP2A. Sementara BPPKB Medan memiliki petunjuk pelaksanaan yang lebih normatif disebabkan posisi BPPKB Medan sebagai
leading sector atau pusat koordinasi yang sedikit melakukan teknis penanganan kasus.
Universitas Sumatera Utara
84 •
Koordinasi antar badan pelaksana
Koordinasi merupakan pendukung yang sangat penting dalam keberhasilan sebuah kebijakan karena koordinasi berkaitan dengan teknis
pelaksanaan untuk merealisasikan tujuan kebijakan yan telah ditetapkan sebelumnya. Koordinasi yang buruk akan menjadi kendala yang serius
dalam pelaksanaan kebijakan yang pada akhirnya menghambat tercapainya tujuan dan sasaran kebijakan tersebut.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada informan diperoleh keterangan bahwa koordinasi antar badan pelaksana kebijakan
Perda Nomor 6 Tahun 2004 di kota Medan tidak berjalan baik. Yayasan Pusaka Indonesia jarang melakukan koordinasi dengan BPPKB Medan
dan lebih sering berkoordinasi dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Provinsi dalam menangani kasus trafiking di kota Medan. Hal ini karena
penilaian akan kinerja BPPKB Medan yang dinilai lambat dan kurang responsif. P2TP2A Medan juga dinilai tidak banyak terlibat dalam
penanganan kasus. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kesepahaman antara badan
pelaksana akan tugas masing-masing. Yayasan Pusaka Indonesia selama ini merasa tanggung jawab mereka akan penanganan kasus lebih besar
dibandingkan dengan BPPKB Medan. Menurut mereka seharusnya LSM hanya sebagai pelengkap kinerja pemerintah apabila memiliki kendala atau
kebutuhan yang tidak terpenuhi. Sementara menurut BPPKB Medan tugas mereka hanya sebagai pusat koordinasi apabila badan pelaksana lain
Universitas Sumatera Utara
85 membutuhkan rujukan kepada SKPD yang berkaitan dengan penanganan
kasus. Yayasan Pusaka Indonesia dan BPPKB Kota Medan sebagai
pelaksana kebijakan sesuai Keputusan Walikota Medan Nomor 463670.KIV2013 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penghapusan
Tindak Pidana Perdagangan Orang di kota Medan seharusnya menjalin koordinasi yang baik agak terdapat keseimbangan dan keselarasan peran
dalam melaksanakan kebijakan. Namun pada kenyataannya Yayasan Pusaka Indonesia lebih banyak berkoordinasi dengan Biro Pemberdayaan
Perempuan di tingkat Provinsi. Hal ini menunjukkan koordinasi antar badan pelaksana di kota Medan berjalan tidak maksimal. Untuk mengatasi
hal yang demikian diperlukan pemahaman yang sama yang dapat diperoleh melalui pertemuan-pertemuan yang rutin dan sikap saling
percaya dan saling mendukung antar badan pelaksana.
V.1.5 Sumber Daya
Sumber daya yang memadai di dalam menjalankan sebuah kebijakan menjadi salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan implementasinya.
Ketersediaan sumber daya yang memadai tersebut dapat berupa sumber daya
manusia, sumber daya finansial anggaran dan fasilitas yang tersedia.
•
Sumber Daya Manusia
Bila dilihat dari segi jumlah sumber daya manusia yang menjadi pelaksana kebijakan Perda Nomor 6 Tahun 2004 berdasarkan gugus tugas
Universitas Sumatera Utara
86 yang telah dibentuk untuk kota Medan, maka jumlahnya cukup memadai.
Dari tingkat kualitas dapat dilihat bahwa anggota gugus tugas tersebut merupakan kepala dari tiap-tiap SKPD di Kota Medan sehingga
merupakan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing. Dari segi jumlah sumber daya manusia yang ada dapat
dilihat bahwa dalam menjalankan Perda Nomor 6 Tahun 2004 tidak kekurangan personil pelaksana. Namun banyaknya jumlah sumber daya
manusia tersebut tidak lantas menjadikan pelaksanaan kebijakan menjadi maksimal karena berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
untuk teknis pelaksanaan banyak dilakukan oleh LSM yang termasuk dalam anggota gugus tugas.
•
Sumber Daya Finansial
Sumber daya finansial atau dana yang tidak mencukupi seringkali menjadi penghambat dalam implementasi sebuah kebijakan. Oleh karena
itu dana merupakan faktor yang harus dimiliki dalam menjalankan sebuah kebijakan. Dalam Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004
dan juga Keputusan Walikota Medan Nomor 463670.KIV2013 dan Nomor 4631084.K dicantumkan bahwa seluruh anggaran akan
pelaksanaan kebijakan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Namun ketika hal ini dikonfirmasi kepada informan ditemukan
kenyataan yang berbeda.
Universitas Sumatera Utara
87 Melalui wawancara dengan informan di BPPKB Kota Medan
diperoleh informasi bahwa BPPKB tidak memiliki dana dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Mereka tetap harus mengajukan
permohonan dana dan permohonan tersebut belum tentu terealisasi. Kekurangan dana inilah yang menyebabkan BPPKB kesulitan dalam
melakukan sosialisasi yang rutin sebagai upaya pencegahan tindak perdagangan orang di kota Medan.
Yayasan Pusaka Indonesia Medan sebagai sebuah LSM yang juga menjadi pelaksana Perda Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004
di kota Medan menjalin kerjasama dengan donator dari luar untuk memperoleh dana operasional. Sesekali Yayasan Pusaka Indonesia
pernah menerima dana dari pemerintah namun tidak rutin. P2TP2A Provinsi sebagai salah satu badan pelaksana yang juga
membutuhkan dana menyatakan bahwa dana selama ini hanya untuk kebutuhan rumah aman korban. Untuk reintegrasi korban atau
pemulangan kembali korban ke daerah asalnya P2TP2A sering kekurangan dana yang menjadikan P2TP2A harus mencari dana kepada
donator yang mau membantu. Selama melakukan proses pengumpulan data peneliti mendapat
informasi bahwa dana menjadi salah satu kendala yang sangat berarti dalam pelaksanaan kebijakan. Sosialisasi yang seharusnya menjadi upaya
pencegahan yang paling efektif menjadi tidak maksimal karena kekurangan dana. P2TP2A juga mengungkapkan bahwa banyak korban
Universitas Sumatera Utara
88 yang mengalami kesulitan untuk dipulangkan ke daerah asal ataupun
dijemput oleh pihak dari daerah asalnya karena kekurangan dana. Hal ini menyebabkan penanganan yang tidak maksimal oleh badan pelaksana itu
sendiri. Pemerintah daerah yang mengeluarkan kebijakan yang memayungi
segala kegiatan operasional yang dilakukan seharusnya menyediakan dana yang cukup untuk menjalankan kebijakan tersebut. Namun
kenyataan yang ditemukan peneliti selama melakukan pengumpulan data mengungkapkan bahwa poin di dalam kebijakan yang mencantumkan
adanya sumber dana untuk pelaksanaan kebijakan tidak berjalan lancar.
•
Fasilitas
Fasilitas di lingkungan badan pelaksana kebijakan juga merupakan sumber daya yang mendukung kelancaran pelaksanaan kebijakan.
Ketersediaan fasilitas terutama penting dalam kegiatan teknis yang telah ditentukan dalam merealisasikan sasaran-sasaran yang ditetapkan dalam
kebijakan. Fasilitas yang ada dalam pelaksanaan kebijakan Perda Provinsi
Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 terutama dalam program rehabilitasi korban trafiking adalah shelter atau rumah aman yang
disediakan oleh P2TP2A. Rumah aman yang disediakan selain memberikan tempat tinggal sementara untuk korban juga memberikan
layanan lain yang dibutuhkan misalnya layanan kesehatan, layanan
Universitas Sumatera Utara
89 perlindungan hukum. Dalam hal ini P2TP2A berkoordinasi dengan pihak
yang berwenang untuk memberikan rujukan kepada SKPD yang terkait dengan jenis layanan yang ingin diberikan. Di Kota Medan badan yang
berwenang tersebut adalah BPPKB. Provinsi Sumatera Utara telah memiliki rumah aman yang
dimaksud yang disediakan oleh P2TP2A Provinsi. Sementara P2TP2A Medan belum memiliki rumah aman sehingga untuk mengamankan
korban trafiking yang ada di Medan sering berkoordinasi dengan Dinas Sosial Medan. Badan pelaksana kebijakan di kota Medan sebaiknya
menyediakan rumah aman yang tetap untuk korban trafiking untuk mencegah kemungkinan korban menjadi terlantar karena fasilitas yang
belum memadai.
V.2 Analisis Data Sekunder