Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

(1)

PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK

(Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004

Oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara

Oleh : ERLITA SINAGA

110903057

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini diajukan untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :

Nama : Erlita Sinaga NIM : 110903057

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak

(Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

Medan,

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si Drs. Rasudyn Ginting, M.Si

NIP 081361247616 NIP. 195908141986011002

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Baddaruddin, M.Si NIP. 196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PENGESAHAN

Sripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Oleh :

Nama : Erlita Sinaga NIM : 110903057

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak

(Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara

Yang dilaksanakan pada :

Hari :

Tanggal : Pukul : Tempat :

Panitia Penguji

Ketua Penguji : Drs. Rasudyn Ginting, M.Si (...……….)

Anggota I : Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si (...……….)


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, yang sudah memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat memulai dan menyelesaikan skripsi ini.

Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, dan pengetahuan, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat berjalan lancar, tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Bapak Drs. Rasudyn Ginting, M.Si.

3. Kepada Ibu Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

4. Bapak Drs.Burhanuddin Harahap, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. 5. Bapak Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang sangat berharga bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak/Ibu Staf Pengajar di FISIP USU yang telah berjasa dalam memberikan ilmu, nasehat, serta arahan kepada penulis selama menimba ilmu di Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

7. Staff administrasi di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, khusus untuk Kak Mega dan Kak Dian yang telah banyak membantu penulis dalam urusan administrasi.


(5)

8. Ibu Emmy Suryana Lubis, S.H.,M.H, selaku Kepala Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Ibu Widya dan para staff pada Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu, Kak Rina Melati Sitompul selaku koordinator P2TP2A Provsu dan pihak Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) yang telah memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi penulisan skripsi ini.

9. Untuk kedua orang tua saya, bapak dan mama tersayang Timbul Sinaga dan Naomi Samosir atas kasih sayang, doa, dorongan, serta dukungan melalui materil yang diberikan selama perkuliahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10.Saudara-saudara saya tersayang, abang saya yang baik Tino Doni Sinaga, kakak saya yang cerewet Debora Sinaga, adik saya yang ganteng Boy Tulus Sinaga. 11.Teman-teman saya tersayang, mereka yang menjadikan masa-masa kuliah saya

menjadi suatu masa yang layak untuk dikenang dengan senyuman. Peluk paling hangat untuk wanita-wanita tangguh : Novita Olivia Sinaga, Clara Ivone Kristina Manalu, Rouli Rebekka Simanjuntak, Monica Caroline Lubis, Arnimi Sari Juliana Ambaritha dan Iin Theresia Purba.

12.Teman yang selalu ada dan yang sudah jauh di seberang sana Santo Elman Putra Hura, teman seperjuangan skripsi Clara Morashita Silalahi, teman yang memperkenalkan gunung, sang suami idaman Karim Boy Kirana Bancin dan juga teman-teman seperkuliahan Elvan Simatupang, Wandi Siagian, Wandi Napitupulu, Andre Hutagalung, Jordan, Martin, Felix, Andrianus, Hartoko, Fanny juga yang lainnya.


(6)

13.Ikatan Mahasiswa Departemen Ilmu Adminstrasi Negara (IMDIAN) periode kepengurusan 2013-2014, secara khusus untuk adik-adik junior 2012 di Bidang Kajian dan Penalaran (Diklar).

14.Kakak alumni Ade Auristha Manurung yang sudah membagikan pengetahuan dan pengalamannya yang sangat berarti bagi pengerjaan skirpsi ini, juga kak Ira Ria Purba dan kak Susanti Lona Silalahi.

15.Orang yang membuat hari saya berwarna dan yang dengan caranya sendiri mendukung dan menyemangati saya dalam proses penyelesaian skripsi ini.

16.Semua teman-teman AN 2011. Sukses buat stambuk 2011 “AN Satu AN Jaya”.

Medan, Juli 2015

Penulis,


(7)

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... ABSTRAK ... BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Sistematika Penulisan ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kebijakan Publik ... 9

2.1.1 Proses Kebijakan Publik ... 10

2.1.3 Implementasi Kebijakan Publik ... 15

2.1.4 Model Implementasi yang digunakan ... 23

2.2 Perdagangan Orang ... 25

2.3 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Upaya Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak ... 27

2.4 Definisi Konsep ... 28

2.5 Definisi Operasional ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 31

3.2 Lokasi Penelitian ... 32


(8)

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.5 Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 38

4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara ... 38

4.1.1 Sejarah Provinsi Sumatera Utara ... 38

4.1.2 Kondisi Umum Provinsi Sumatera Utara ... 39

4.1.3 Visi dan Misi Provinsi Sumatera Utara ... 40

4.14 Struktur Organisasi Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara ... 41

4.2 Gambaran Umum Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu ... 44

4.2.1 Sejarah Singkat berdirinya Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Setdaprovsu ... 45

4.2.2 Tupoksi ... 46

4.3.3 Visi dan Misi ... 47

4.3.4 Struktur Organisasi ... 48

BAB V PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 49

5.1 Komunikasi ... 49

5.2 Struktur Birokrasi ... 56

5.3 Sumber Daya... 65

5.4 Disposisi ... 69

BAB VI PENUTUP... 71

6.1 Simpulan ... 70

6.2 Saran ... 72


(9)

DAFTAR TABEL


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagan Data Trafficking Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB Setda Provsu Kasus Perdagangan Orang

Gambar 2.1 Tiga Elemen Sistem Kebijakan Menurut Thomas R. Dye Gambar 2.2 Proses Kebijakan Publik Menurut Easton

Gambar 2.3 Proses Kebijakan Publik Menurut Anderson, dkk Gambar 2.4 Proses Kebijakan Publik Menurut Dye

Gambar 2.5 Model Analisis Kebijakan Dunn

Gambar 2.6. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn

Gambar 2.7 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut Merilee S. Grindle

Gambar 2.8 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier

Gambar 2.9 Model Implementasi yang digunakan Gambar 3.1 Kantor Gubernur Sumatera Utara

Gambar 3.2 Teknik analisis data model Interaktif Miles dan Huberman Gambar 4.1 Gambar Struktur Organisasi Biro Pemberdayaan Anak dan

Keluarga Berencana

Gambar 5.1 Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 53 Tahun 2010 tentang Rencana Aksi Provinsi Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Gambar 5.2 Prosedur Standar Operasional Pelayanan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak di Provinsi Sumatera Utara

Gambar 5.3 Alur Pelayanan Secara Umum

Gambar 5.4 Alur Pelayanan Di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Provinsi Sumatera Utara Gambar 5.5 Pemangku Tanggung Jawab Alur Pelayanan Terhadap Korban


(11)

Gambar 5.6 Dokumen Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 54 Tahun 2010 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Provinsi Sumatera Utara Gambar 5.7 Pusat Informasi Pusat Informasi Perempuan, Anak dan


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Pengajuan Judul 2. Surat Permohonan Judul

3. Surat Permohonan Pra Penelitian

4. Surat Izin Pra Penelitian Penelitian ke Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencena

5. Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing 6. Surat Undangan Seminar Proposal 7. Daftar Hadir Seminar Prposal 8. Berita Acara Seminar

9. Pedoman Wawancara Penelitian

10. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak

11. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 53 tahun 2010 tentang Rencana Aksi Provinsi Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

12. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 54 Tahun 2010 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Provinsi Sumatera Utara

13. Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 20 Tahun 2012 tentang Prosedur Standar Operasional Pelayanan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak di Provinsi Sumatera Utara

14. Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor : 260/464.K/Tahun 2007 tentang Peembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan (P2TP2) Provinsi Sumatera Utara


(13)

ABSTRAK

Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak

(Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat

Daerah Provinsi Sumatera Utara)

Nama : Erlita Sinaga

NIM : 110903057

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dosen Pembimbing : Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si

Perdagangan Orang (Human Trafficking) adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin tahun jumlahnya mengalami peningkatan. Sumatera Utara sampai saat ini merupakan salah satu Provinsi yang telah terindikasi sebagai daerah suplayer atau pengirim, daerah tujuan dan daerah transit perdagangan orang. Terkait dengan fenomena ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai pelaksana.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses proses implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Penelitian ini juga memberikan beberapa saran dan rekomendasi yang bermanfaat bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara khususnya para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Perda.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanasi dengan analisis data kualitatif dengan menggunakan 4 (empat) variabel implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward III, yaitu komunikasi, struktur birokrasi, sumber daya, dan disposisi, dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif serta teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Wawancara mendalam kepada Kepala Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan dan pegawai, Koordinator P2TP2A Provsu dan LSM terkait.

Dari hasil analisis data diperoleh beberapa kesimpulan penting dalam penelitian ini. Bahwa implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak belum terlaksana dengan baik . Kordinasi antar instansi dalam penanganan korban belum berjalan optimal. Perangkat kebijakan yang lengkap tidak dibarengi dengan dukungan sumber dana serta dilaksanakan oleh unit organisasi yang terlalu luas. Dalam hal ini Biro PPAKAB sebagai leading sector belum mampu merangsang komitmen instansi lain terutama SKPD terkait dalam menangani korban trafficking.


(14)

ABSTRAK

Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak

(Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat

Daerah Provinsi Sumatera Utara)

Nama : Erlita Sinaga

NIM : 110903057

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dosen Pembimbing : Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si

Perdagangan Orang (Human Trafficking) adalah salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak yang semakin tahun jumlahnya mengalami peningkatan. Sumatera Utara sampai saat ini merupakan salah satu Provinsi yang telah terindikasi sebagai daerah suplayer atau pengirim, daerah tujuan dan daerah transit perdagangan orang. Terkait dengan fenomena ini Pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak dengan Biro Pemberdayaan Perempuan Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara sebagai pelaksana.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses proses implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak. Penelitian ini juga memberikan beberapa saran dan rekomendasi yang bermanfaat bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara khususnya para pihak yang terkait dalam pelaksanaan Perda.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksplanasi dengan analisis data kualitatif dengan menggunakan 4 (empat) variabel implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh George C. Edward III, yaitu komunikasi, struktur birokrasi, sumber daya, dan disposisi, dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif serta teknik pengumpulan data melalui wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Wawancara mendalam kepada Kepala Bagian Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan dan pegawai, Koordinator P2TP2A Provsu dan LSM terkait.

Dari hasil analisis data diperoleh beberapa kesimpulan penting dalam penelitian ini. Bahwa implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak belum terlaksana dengan baik . Kordinasi antar instansi dalam penanganan korban belum berjalan optimal. Perangkat kebijakan yang lengkap tidak dibarengi dengan dukungan sumber dana serta dilaksanakan oleh unit organisasi yang terlalu luas. Dalam hal ini Biro PPAKAB sebagai leading sector belum mampu merangsang komitmen instansi lain terutama SKPD terkait dalam menangani korban trafficking.


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang masalah

Negara mempunyai tugas untuk melindungi segenap warga negaranya, hal itu tercantum pada pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ditambah dengan isi Pancasila pasal kelima yang mengkehendaki keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Usaha pemerintah untuk terlibat dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan penegakan hak asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Againts Women) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 yang berarti Indonesia telah menyatakan sikap untuk ikut aktif dalam usaha pengahpusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Selain itu Ratifikasi Konvensi Hak Anak PBB tahun 1989 dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996 merupakan usaha pemerintah untuk mengeliminasi kekerasan terhadap anak.

Kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtP/A) adalah salah satu gejala yang ada di masyarakat yang semakin lama semakin serius. Perdagangan orang adalah salah satu jenis kejahatan terhadap kemanusiaan yang mana perempuan dan anak-anak perempuan jauh lebih mungkin menjadi korban perdagangan orang. Perdagangan orang (Human Trafficking) dikategorikan sebagai tindak kekerasan karena ada unsur-unsur pemaksaan dan eksploitasi baik ekonomi dan/atau seksual yang mendatangkan kerugian bagi korban sehingga dalam hal ini korban trafficking sepantasnya mendapatkan perlindungan.

Khusus untuk perdagangan orang, masyarakat internasional telah memiliki Protokol PBB untuk mencegah, menindak dan menghukum perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak (United Nations Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially Women and Children) yang dirumuskan pada tahun 2000 atau dikenal juga sebagai Protokol Palermo. Protokol ini sifatnya melengkapi The United Nations


(16)

Convention against Transnational Organized Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi). Protokol Palermo ini mulai berlaku sejak tanggal 25 Desember 2003 dan dirancang untuk memperkokoh dan meningkatkan kerjasama internasional guna mencegah dan memerangi perdagangan orang. Selain itu, Protokol ini juga dipromosikan untuk memperbaiki perlindungan dan bantuan bagi para korban (Hidayati, Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, Vo.1, No.3 Maret 2012 : 168).

Masalah perdagangan orang bukan lagi hal yang baru, tetapi sudah menjadi masalah nasional dan internasional yang berlarut-larut, yang sampai saat ini belum dapat diatasi secara tepat, baik oleh pemerintah setiap dan organisasi-organisasi swadaya, baik di lingkup domestik maupun internasional. Perdagangan orang merupakan kejahatan terorganisir yang saat ini memerlukan tindakan khusus atau luar biasa dalam upaya pemberantasannya.

Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk memberantas kasus perdagangan orang adalah dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang. Bukan hanya mengatur larangan tindak pidana orang tetapi juga melalui kebijakan ini pemerintah menyatakan bahwa korban perdagangan orang berhak mendapatkan pelayanan khusus melalui penyelenggaraan layanan yang didakan oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota.

Kasus perdagangan orang di terjadi di lingkup domestik menjadikan Sumatera Utara menjadi salah satu daerah tujuan dari perdagangan orang yang mana kasus beberapa warga asal provinsi lain Jawa Barat, Jawa Tengah dan NTT yang dieksploitasi sebagai pembantu rumah tangga dan pekerja buruh di Medan.

Gambar 1.1 Bagan Data Trafficking Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan KB Setda Provsu Kasus Perdagangan Orang


(17)

(Sumber : Biro PP, Anak dan KB Setda Provsu)

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa kasus perdagangan orang yang ditangani lembaga pengada layanan di Sumatera Utara meningkat dari tahun 2009-2013. Kasus perdagangan orang bahkan mengalami kenaikan 75 % pada tahun 2013. ( http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/07/13/40141/2013-kasus-trafficking-meningkat-75persen/, akses 21 Maret 2015). Faktanya Provinsi Sumatera Utara telah terindikasi sebagai daerah yang memiliki jumlah kasus perdagangan perempuan dan anak. Sumatera Utara diidentifikasi sebagai daerah suplayer atau pengirim, daerah tujuan dan daerah transit.

Untuk merespon isu perdagangan orang, Pemerintah Sumatera Utara telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Orang (Trafickking) Perempuan dan Anak. Kebijakan ini sudah dikeluarkan bahkan sebelum dihasilkan kebijakan nasional terkait perdagangan orang. Namun kenyataannya kasus perdagangan orang tidak menunjukkan perubahan jumlah yang berarti sejak kebijakan ini dikeluarkan hingga sekarang. Selain itu dengan banyaknya korban perdagangan orang yang ditemukan telah dieksploitasi di Sumatera Utara tentu pemerintah Provsu harus bekerja sedemikian rupa dalam memberikan perlindungan bagi para korban ini. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui sudah sejauh mana upaya pemerintah dalam menghapus fenomena perdagangan


(18)

orang dengan melakukan penelitian yang berjudul “Penghapusan perdagangan perempuan dan anak melalui implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah adalah hal yang sangat penting pada setiap penelitian yang bertujuan untuk membuat batasan masalah sehingga menjadi fokus dan jelas ke arah mana penelitian akan dituju. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

“Bagaimanakah proses implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian dalam format apapun tentu memiliki capaian yang hendak diperoleh sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan di awal. Sama halnya dengan penelitian ini, adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan sebelumnya adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara nomor 6 tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak Dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara.

1.4Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diberikan setelah terlaksananya penelitian ini adalah sebagai berikut :


(19)

a. Secara Ilmiah, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi peneliti dalam melatih kemampuan menulis karya ilmiah dan menambah pengetahuan penulis sesuai dengan bidang studi Ilmu Administrasi Negara.

b. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi instansi terkait.

c. Secara akademis, hasil penelitian ini juga diharapkan mampu menambah khasanah dan literatur maupun memberikan kontribusi bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. 1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan penelitian ini ditulis dalam 6 (enam) bab, yang terdiri dari :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari kerangka teori, defenisi konsep dan defenisi operasional

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, , informan penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan gambaran umum mengenai karakteristik lokasi penelitian.


(20)

Bab ini menguraikan tentang hasil data-data yang diperoleh di lapangan serta analisis data-data yang diperoleh saat penelitian dilakukan dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran-saran yang dianggap perlu sebagai rekomendasi kebijakan.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003:1) bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Sedangkan menurut Woll (Tangkilisan, 2003:2) kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah dimasyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Anderson dalam Abidin (2004:21) mendefenisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu. Mirip dengan George C. Edwards III dan Ira Sharkansky dalam Suwitri (2008: 10) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “suatu tindakan pemerintah yang berupa program-program pemerintah untuk pencapaian sasaran atau tujuan”.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dilihat bahwa munculnya kebijakan publik muncul didahului dengan adanya masalah yang terjadi di masyarakat yang mendapat tanggapan dari pemerintah. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik muncul karena adanya masalah yang menyangkut kebutuhan orang banyak yang perlu diatur oleh pemerintah. Sehingga melalui kebijakan publik diharapakan masalah tersebut dapat


(22)

ditangani dengan mengerahkan sejumlah sumber daya dalam mewujudkan tujuan dikeluarkannya kebijakan tersebut.

2.1.1 Proses Kebijakan Publik

Bila kebijakan dipandang sebagai sebuah sistem, maka kebijakan memiliki elemen-elemen pembentuknya. Menurut Thomas R. Dye dalam Dunn (2000: 110) terdapat tiga elemen kebijakan yang membentuk sistem kebijakan. Dye menggambarkan ketiga elemen kebijakan tersebut sebagai kebijakan publik (public policy), pelaku kebijakan (policystakeholders), dan lingkungan kebijakan (policy environment).

Gambar 2.1. Tiga Elemen Sistem Kebijakan Menurut Thomas R. Dye

Sumber: Thomas R. Dye dalam Dunn (2000:110)

Ketiga elemen ini saling memiliki andil, dan saling mempengaruhi. Sebagai contoh, pelaku kebijakan dapat mempunyai andil dalam kebijakan, namun mereka juga dapat pula dipengaruhi oleh keputusan pemerintah. Lingkungan kebijakan juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pembuat kebijakan dan kebijakan publik itu sendiri. Dunn (2000: 111) menyatakan, “Oleh karena itu, sistem kebijakan berisi proses yang dialektis, yang berarti bahwa dimensi obyektif dan subyektif dari pembuat kebijakan tidak tepisahkan di dalam prakteknya”. Jika kebijakan dapat dipandang sebagai suatu sistem, maka kebijakan juga dapat dipandang sebagai proses. Dilihat dari proses kebijakan, Nugroho menyebutkan bahwa teori proses kebijakan paling klasik dikemukakan oleh David Easton.


(23)

Gambar 2.2. Proses Kebijakan Publik Menurut Easton

Sumber: David Easton dalam Nugroho (2008: 383)

Model proses kebijakan publik dari Easton mengasumsikan proses kebijakan publik dalam sistem politik dengan mengandalkan input yang berupa tuntutan (demand) dan dukungan (support). Model Easton ini kemudian dikembangkan oleh para akademisi lain. Menurut James A. Anderson, dkk. dalam Tilaar dan Nugroho (2008:186) proses kebijakan melalui tahap-tahap (stages) sebagai berikut:

Gambar 2.3. Proses Kebijakan Publik Menurut Anderson, dkk

Sumber: James A. Anderson, dkk. dalam Tilaar dan Nugroho (2008: 186) Dijelaskan bahwa tahap-tahap tersebut sebagai berikut :

1. Penyusunan Agenda (Policy Agenda)

Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas. Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan sebanyak mungkin untuk diseleksi. Pada tahap ini beberapa masalah dimasukkan dalam agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh sama sekali.

Masing-Policy Evaluation Policy

Implementat ion Policy

Adoption Policy

Formulation Policy


(24)

masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda memiliki argumentasi masing-masing. Pihak-pihak yang terlibat dalam tahap penyusunan agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan yang tepat.

2. Formulasi kebijakan (Policy Formulation)

Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan.

3. Adopsi kebijakan (Policy Adoption)

Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Tahap ini sering disebut juga dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan yang telah mendapatkan legitimasi. Masalah yang telah dijadikan sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.

4. Implementasi kebijakan (Policy Implementation)

Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan. Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan keberhasilan dalam implementasi


(25)

kebijakan, maka kendala-kendala yang dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.

5. Evaluasi kebijakan (Policy Evaluation)

Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi, untuk dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah atau tidak. Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang diinginkan. Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi dari kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan perubahan terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti semula, diubah atau dihilangkan sama sekali.

Pakar lain, Dye mengemukakan tahap proses kebijakan yang hampir mirip dengan model Anderson, dkk. tersebut. Menurut Thomas R. Dye dalam Tilaar dan Nugroho (2008:189) proses kebijakan publik adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4 Proses Kebijakan Publik Menurut Dye

Sumber: Thomas R. Dye dalam Tilaar dan Nugroho (2008: 189)

Selain teori proses kebijakan dari Anderson, dkk. dan Dye terdapat teori lain seperti dari William N. Dunn dan Patton & Savicky yang digambarkan tiap tahap proses kebijakan sebagai berikut.

Gambar 2.5. Model Analisis Kebijakan Dunn

Policy Formula tion Policy Legitima tion Policy Impleme ntation Policy Evaluati on Identific ation of Policy Problem Agenda setting Perumusan Masalah


(26)

Sumber : Dunn (2000 : 25)

2.1.2 Implementasi kebijakan

Dari teori-teori proses kebijakan kita dapat melihat tiga kata kunci yakni “formulasi, “implementasi”, dan “kinerja”. Setelah sebuah kebijakan diformulasikan, langkah selanjutnya tentu saja mengimplementasikan kebijakan tersebut. Mengenai implementasi kebijakan, Nugroho (2008: 501) menyatakan :

Rencana adalah 20% keberhasilan, implementasi adalah 60% sisanya, 20% sisanya adalah bagaimana kita mengendalikan implementasi. Implementasi kebijakan adalah hal yang paling berat, karena di sini masalah-masalah yang kadang tidak dijumpai dalam konsep, muncul di lapangan. Selain itu, ancaman utama, adalah konsistensi implementasi.

Melihat bahwa implementasi merupakan tugas yang memakan sumber daya paling besar, maka tugas implementasi kebijakan juga sepatutnya mendapatkan perhatian lebih. Terkadang dalam praktik proses kebijakan publik, terdapat pandangan bahwa implementasi akan bisa berjalan secara otomatis setelah formulasi kebijakan berhasil dilakukan. Nugroho (2008: 484) menyatakan implementation myopia yang sering terjadi di Indonesia salah satunya adalah “Selama ini kita anggap kalau kebijakan sudah dibuat, implementasi akan

Peramalan

Rekomendasi

Pemantauan


(27)

“jalan dengan sendirinya””. Terkadang sumber daya sebagian besar dihabiskan untuk membuat perencanaan padahal justru tahap implementasi kebijakan yang seharusnya memakan sumber daya paling besar, bukan sebaliknya.

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang-undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keptusan Kepala Dinas, dll (Nugroho, 2008: 158-160).

Untuk menyimpulkan pengertian dari implementasi kebijakan penulis memilih pendapat dari Agus Purwanto yang mengemukakan bahwa implementasi intinya adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan diharapkan akan muncul manakala keluaran kebijakan (policy output) dapat diterima dan dimanfaatkan dengan baik oleh kelompok sasaran sehingga dalam waktu jangka panjang hasil kebijakan akan mampu diwujudkan (Purwanto, 2012:21). Oleh karena itu, sebuah program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

2.1.3 Model-Model Implementasi Kebijakan

Seperti yang diketahui kebijakan publik dihasilkan oleh proses politik dan dijalankan melalui badan-badan pemerintah. Implementasi dapat melibatkan banyak faktor bukan hanya dari aktornya saja. Dalam literatur ilmu kebijakan terdapat beberapa model implementasi


(28)

kebijakan publik yang dihasikan para teorisi yang lazim digunakan seperti: George C. Edwards III, Merilee S. Grindle, Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier, Donald Van Meter dan Carl Van Horn. Masing-masing model memiliki variabel tersendiri meski ada beberapa kesaamaan. Berikut beberapa model implementasi kebijakan tersebut.

a. Model George Edwards III

George C Edwards III (dikutip Subarsono, 2005: 90), menyebutkan implementasi kebijakan dipengaruhi oleh 4 variabel, yaitu:

a. Komunikasi (Communication)

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasaran kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran maka akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

b. Sumber Daya (Resources)

Walupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial.

b. Disposisi atau Sikap-Sikap (Disposition)

Adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.


(29)

c. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)

Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur standar operasional (Standart Operating Procedure = SOP). SOP menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. SOP merupakan respon yang timbul dari implementor untuk menjawab tuntutan-tuntutan pekerjaan karena kurangnya waktu dan sumber daya serta kemauan adanya keseragaman dalam operasi organisasi yang kompleks. SOP ini sering kita jumpai dalam pelayanan masyarakat pada organisasi-organisasi pelayanan publik. Sedangkan fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab dari suatu kebijakan pada beberapa unit organisasi sehingga menyangkut bagaimana pelaksanaan tanggungjawab yang dilaksanakan oleh tiap-tiap unit dan hubungan di antaranya.

Mengamati model implementasi George C Edwards III, tentang kontens dan konteks kebijakan, bahwa isi kebijakan harus disesuaikan dengan konteksnya yakni siapa sumber daya manusia yang dituju, bagaimana persepsi dan tanggapan yang diberikan dan bagaimana sikap dan tanggapan yang diberikan birokratnya dalam mencapai kesepahaman dalam implementasi kebijakan yang ada sehingga akan mencapai hasil yang maksimal. Tujuan yang hendak dicapai merupakan target akhir dari implementasi, dan persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa pelaksana keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Model implementasi kebijakan tersebut menggambarkan, bahwa proses implementasi kebijakan dapat dilaksanakan secara efektif bila dipengaruhi oleh beberapa variabel.


(30)

Menurut Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005: 99) terdapat lima variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan yaitu : “(1) standar dan sasaran kebijakan; (2) sumberdaya; (3) komunikasi antarorganisasi dan penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana; dan (5) kondisi sosial, ekonomi dan politik ...”.

Gambar 2.6. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut Van Meter dan Van Horn

Sumber: Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2005: 99)

Selanjutnya variabel-variabel yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn tersebut dijelaskan (Subarsono, 2005: 99):

(1 ) Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

(2) Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resources).

(3) Hubungan antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

(4) Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

(5) Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana


(31)

sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

(6) Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni: (a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untu melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

c. Model Grindle

Menurut Merilee S. Grindle (Subarsono, 2005: 93) terdapat dua variabel besar yang mempengaruhi implementasi kebijakan, yaitu isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Masing-masing variabel tersebut masih dipecah lagi menjadi beberapa item. Disebutkan oleh Subarsono (2005: 93).

Variabel isi kebijakan ini mencakup (1) sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan; (2) jenis manfaat yang diterima oleh target group...; (3) sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan...; (4) apakah letak sebuah program sudah tepat; (5) apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci; (6) apakah sebuah program didukung oleh sumber daya yang memadai.

Sedangkan variabel lingkungan kebijakan mencakup: (1) seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan; (2) karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa; (3) tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Keunikan model Grindle terletak pada pemahaman yang komprehensif akan konteks kebijakan khususnya yang menyangkut implementor, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi serta sumber daya yang akan diperlukan selama proses implementasi.

Gambar 2.7 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut Merilee S. Grindle

Implementasi kebijakan dipengaruhi A. Isi kebijakan

1. Kepentingan kelompok sasaran 2. Tipe manfaat

3. Derajat perubahan yang diinginkan

4. Letak pengambilan keputusan 5. Pelaksanaan program 6. Sumber daya yg dilibatkan B. Lingkungan Implementasi

1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yg terlibat 2. Karakteristik lembaga dan

penguasa

Hasil kebijakan a.Dampak pada

masyarakat, individu dan kelompok b.Perubahan dan

penerimaan masyarakat Tujuan Tujuan yang dicapai ?


(32)

Sumber: Grindle dalam Subarsono (2005: 93) d. Model Mazmanian dan Sabatier

Menurut Mazmanian dan Sabatier, ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi keberhasilan implementasi :

a. Mudah tidaknya masalah dikendalikan (tractability of the problem).

Kategori tractability of the problem mencakup variabel-variabel yang disebutkan oleh Subarsono (2005: 95-96): “(1) Tingkat kesulitan teknis dari masalah yang bersangkutan(2) Tingkat kemajemukan kelompok sasaran(3) Proporsi kelompok sasaran terhadap total populasi (4) Cakupan perubahan perilaku yang diharapkan ”.

b. Kemampuan kebijakan untuk menstrukturisasikan proses implementasi (ability of statute to structure implementation)

Kategori ability of statute to structure implementation mencakup variabel-variabel yang disebutkan oleh Subarsono (2005: 97-98).

(1) Kejelasan isi kebijakan ... (2) Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki dukungan teoretis ... (3) Besarnya alokasi sumberdaya finansial terhadap kebijakan tersebut ... (4) Seberapa besar adanya keterpautan dan dukungan antar instansi pelaksana ... (5)

Kejelasan dan konsistensi aturan yang ada pada badan pelaksana ... (6) Tingkat komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan ... (7) Seberapa luas akses kelompok-kelompok luar untuk berpartisipasi dalam implementasi kebijakan ...

Variabel di luar kebijakan / variabel lingkungan (nonstatutory variables affecting implementation) mencakup variabel-variabel yang disebutkan oleh Subarsono (2005: 98-99) ”(1) Kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kemajuan teknologi, (2) Dukungan publik

Program aksi dan proyek individu ang didesain dan didanai

Mengukur keberhasilan

Program yang dilaksanakan sesuai rencana


(33)

terhadap kebijakan, (3) Sikap dari kelompok pemilih (constituent groups), (4) Tingkat komitmen dan keterampilan dari aparat dan implementor “

Gambar 2.8 Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut Mazmanian dan Sabatier

2.1.4 Model Kebijakan yang Digunakan

Dari berbagai model yang telah dipaparkan di atas terdapat varibael-variabel yang dapat digunakan untuk menentukan suatu kebijakan sudah berhasil diimplementasikan atau belum. Untuk melihat proses implementasi Perda Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak melalui Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Setdaprovsu penulis menggunakan varibel-variabel sebagai berikut

1. Komunikasi

Untuk menjamin terlakasananya implementasi kebijakan dengan baik, dikatakan faktor komunikasi menjadi hal yang penting yang berpengaruh terhadap proses implementasi. Kejelasan isi dari suatu kebijakan akan mempengaruhi bagaimana kecakapan badan pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan. Dalam hal ini, kebijakan harus mampu

Tractability of the problem

1. Availability of valid technical theory and technology 2. Diversity of target-group behavior 3. Target group as a percentage of the population

4. Extent of behavioral change required

Ability of statute to structure implementation

1. Clear and consistent objectives 2. Incorporation of adequate causal theory 3. Financial resources

4. Hierarchical integration with and among implementing agencies

5. Decision-rules of implementing agencies 6. Recruitment of implementing officials 7. Formal access by outsiders

Nonstatutory variables affecting implementation

1. Socioeconomic condition and technology 2. Media attention to the problem

3. Public support

4. Attitudes and resources of constituency groups 5. Support from sovereigns

6. Commitment and leadership skill of implementing officials

Stages (dependent variables) in the implementation process Policy outputs of

implementing agencies Compliance with policy outputs by target groups Actual impacts of policy outputs Perceived impacts of policy outputs Major revision in statute


(34)

menginstruksikan proses implementasi untuk mencapai tujuan dengan jelas sehingga mampu dipahami oleh implementor. Kejelasan isi atau tujuan-tujuan kebijakan ini juga berarti bahwa isi kebijakan akan semakin mudah diimplementasikan karena implementor mudah memahami dan menterjemahkan dalam tindakan nyata. Sebaliknya, ketidakjelasan isi kebijakan merupakan potensi lahirnya distorsi atau penolakan dalam implementasi kebijakan. Selanjutnya isi tujuan kebijakan disampaikan atau disosialisasikan kepada penerima program kebijakan/kelompok sasaran (target group). Melalui variabel ini peneliti akan mengetahui bagaimana kejelasan dari kebijakan perda sehingga dapat dipahami oleh implementor dan disampaikan kepada kelompok sasarannya.

2. Struktur Birokrasi

Mengutip teori dari Edward bahwa struktur birokrasi terdiri dari standard operational procedure (SOP) dan fragmentasi. Sedangkan fragmentasi berkaitan dengan penyebaran tanggung jawab dari suatu kebijakan pada beberapa unit organisasi. Melalui variabel ini, peneliti akan mengetahui apakah ada SOP yang digunakan terkait dengan dalam upaya penanganan. Fragmentasi merupakan penyebaran tanggung jawab dari suatu kebijakan pada beberapa unit organisasi. Menurut teori Edward menjelaskan bahwa setiap penyebaran tanggungjawab suatu kebijakan kepada beberapa badan/staf memerlukan koordinasi. Melalui variabel ini peneliti akan keberadaaan SOP dan pelaksanaannya serta bagaimana koordinasi terkait fragamentasi pada organisasi yang terlibat dalam penghapusan trafficking.

3. Sumber daya

Variabel sumber daya adalah hal penting dalam proses implementasi. Tanpa sumber daya, kebijakan berakhir di kertas saja. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, sumberdaya finansial (anggaran) dan fasilitas.


(35)

Variabel disposisi implementor digunakan untuk mengetahui sikap dan implementor dalam mengimplementasikan kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

Gambar 2.9 Model Implementasi yang digunakan

2.2 Perdagangan Orang (Human Trafficking)

Pengertian perdagangan orang (human trafficking) yang pada umumnya paling banyak dipakai adalah pengertian yang diambil dari Protokol PBB yaitu perekrutan, pengiriman, pemindahan, penmapungan, penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi atau menerima bayaran

Komunikasi

Struktur Organisasi

Disposisi

Sumber daya

Implementasi Perda Nomor 6


(36)

atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain untuk tujuan eksploitasi. Ekploitasi bisa meliputi atau setidaknya, eksploitasi prostitusi orang lain atau bentuk-bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa atau layanan, perbudakan atau praktek-praktek yang mirip perbudakan atau diambilnya organ tubuh. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah, Menanggulangi dan Menghukum Trafiking terhadap Manusia, khususnya perempuan dan anak-anak, Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Negara)

Tiga unsur yang saling terkait yang harus ada secara kumulatif agar perdagangan orang dapat dikatakan telah terjadi, yaitu proses, cara dan tujuan. Dengan kata lain, kegiatan harus tercapai melalui cara dan keduanya harus saling terkait guna mencapai tujuan eksploitatif. Proses, diartikan sebagai pengerahan, pengangkutan, pengiriman, penyembunyian atau penerimaan orang. Dalam hal ini tidak semua unsur harus dipenuhi. Salah satu dari proses tersebut sudah terjadi maka dapat dikatakan telah terjadi perdagangan orang Cara, diartikan sebagai tindakan dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari paksaan, penculikan, kecurangan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi kerentanan atau penerimaan atau penerimaan pembayaran-pembayaran atau keuntungan-keuntungan untuk mencapai persetujuan dari seseorang yang memiliki kekuasaan atas orang lain. Tujuan, yaitu untuk tujuan eksploitasi. Dimana dalam definisi ini, eksploitasi mencakup namun tidak terbatas pada eksploitasi seksual. Melainkan juga eksploitasi tenaga untuk bekerja atau pelayanan-pelayanan paksa, perbudakan, atau praktek-praktek lain yang mirip dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh manusia. (sumber)

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya perdagangan orang. Faktor yang paling dominan adalah kemiskinan. korban perdagangan orang paling sering berasal


(37)

dari keluarga atau komunitas yang paling miskin dan terpinggirkan. Selain itu faktor keluarga, kurangnya kesempatan memperoleh pendidikan dan akses terhadap informasi.

2.3 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Upaya Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak

Dalam perda disebutkan dengan jelas bahwa Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak adalah tindak pidana atau perbuatan yang memenuhi salah satu atau lebih unsur-unsur perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan perempuan atau anak dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan atau penjeratan hutang untuk tujuan dan atau berakibat mengeksploitasi perempuan dan anak.

Upaya penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak merupakan kegiatan perlindungan perempuan dan Anak yang dilakukan agar terjamin hak-haknya sehingga terhindar dari kekerasan dan diskriminasi sehingga penghapusan perdagangan (trafficiking) perempuan dan anak dilakukan berasaskan penghormatan dan pengakuan atas hak-hak dan martabat kemanusian yang sama dan perlindungan hak-hak asasi perempuan dan anak.

Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Peraturan Daerah ini bertujuan untuk pencegahan, rehabilitasi dan reintegrasi perempuan dan anak korban perdagangan orang.

Secara garis besar perda ini meliputi hal-hal yang penting diantaranya: 1. Pencegahan traffiking

Meliputi tatacara administratf yang menjadi syarat bagi para perempuan yang akan bekerja di luar wilayah desa/keluarahannya yakni Surat Izin Bekerja Perempuan


(38)

(SIBP)Pemberian Surat Jalan Dan Surat Pindah yang harus dipantau oleh pemerintah setempat.

2. Pembentukan gugustugas

Guna mengevektifkan dan menjamin pelaksanaan pencegahan Trafiking perlu dibentuk gugus tugas tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A). Anggotanya terdiri dari pihak pemerintah dan masyarakat.

3. Adanya kerjasama dalam pencegahan dan perlindungan

Untuk melaksanakan pencegahan dan perlindungan Perdagangan Perempuan dan Anak Pemerintah Daerah bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten/ Kota serta masyarakat.

4. Hak – hak korban/saksi diantaranya

Layanan dan fasilitas rehabilitasi meliputi layanan konseling, psikologis, medis, pendampingan hukum dan pendidikan keterampilan keahlian atau pendidikan alternatif, rehabilitasi dan reintegrasi.

5. Pembiayaan pelaksanaan Peraturan daerah ini pelaksanaan disediakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

2.4 Definsi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti.1 Adapun definisi konsep yang digunakan untuk mendapatkan batasan yang jelas dari penelitian ini adalah:

1. Kebijakan Publik menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan (2003:1) bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan Daerah


(39)

Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Upaya Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak

2.

Implementasi Kebijakan Publik menurut Agus Purwanto (2012) yang mengemukakan bahwa implementasi intinya adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliver policy output) yang dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan

3.

Perdagangan orang adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penmapungan,

penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain untuk tujuan eksploitasi

2.5Definisi Operasional

Defenisi operasional merupakan uraian dari konsep yang sudah dirumuskan dalam bentuk indikator-indikator agar lebih memudahkan dalam operasional dari sudut penelitian

1. Komunikasi

a. Kejelasan isi kebijakan b. Tujuan dan sasaran kebijakan

c. Sosialisasi dengan kelompok sasaran 2. Struktur Organisasi

a.

Prosedur standar operasional (Standart Operating Procedure)

b.

Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan kebijakan

c.

Pembagian peran dan tugas

d.

Koordinasi yang terbentuk 3. Sumber daya


(40)

a. Sumber daya manusia b. Sumber daya finansial

c. Fasilitas (sarana dan prasarana) 4. Disposisi

a. Pemahaman pelaksana terhadap kebijakan. b. Respon pelaksana terhadap pelaksanaan kebijakan


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian, secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Metode deskriptif kualitatif digunakan sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yang ingin mengungkapkan data, fakta, keadaan, fenomena terkait pada implementasi perda pada Biro Pemberdayaan Perempuan SetdaProvsu.

Hal ini sejalan dengan pendapat Bodgan dan Taylor yang menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati (Moleong, 2002: 3). Dalam penelitian kualitatif peneliti tidak menggunakan jumlah, frekuensi tetapi menggunakan dirinya sendiri sebagai perangkat penelitian, mengupayakan kedekatan dengan obyek atau subjek penelitiannya dimana peneliti melakukan kontak langsung dengan subjek di lapangan sehingga studi dilakukan dalam konteks alamiah subjek (naturalistic inquiry). Penelitian kualitatif mengarahkan peneliti kepada pemahaman dan penafsiran makna menurut apa yang dikonstruksi subjek penelitian.


(42)

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan, penelitian dilakukan di Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara di kompleks Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara Jalan. P.Diponegoro 30 Lt.VI, Medan.

Gambar 3.1 Kantor Gubernur Sumatera Utara

(Sumber : Dokumentasi Lapangan, 12 Januari 2015) 3.3 Informan penelitian

Sesuai dengan penjelasan sebelumnya bentuk penelititan ini adalah deskriptif kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subjek penelitian atau yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja atau bertujuan. Subjek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses penelitian. Informan penelitian menurut Suyanto (2005: 172) terdiri dari beberapa macam, yaitu :

a. Informan Kunci yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.

b. Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.


(43)

c. Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Informan kunci, yaitu : Kepala Bagian Perlindungan Perempuan dan Kualitas Hidup Perempuan Sekreatriat Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2. Informan utama adalah P2TP2A Provinsi Sumatera Utara dan LSM terkait yakni Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA).

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Data adalah rekaman atau gambaran atau keterangan suatu hal atau fakta. Kemampuan memilih metode pengumpulan data sangat diperlukan dalam melakukan penelitian. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa data primer maupun data sekunder.

1. Teknik pengumpulan data primer

Data primer adalah data yang diperoleh si peneliti langsung dari objek yang diteliti. Adapun pengumpulan data primer dilakukan dengan instrumen sebagai berikut :

a. Wawancara

Wawancara ialah proses komunikasi atau interaksi untuk mengumpulkan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian.


(44)

Pengamatan atau observasi adalah pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung terhadap subjek penelitian di mana sehari-hari mereka berada dan biasa melakukan aktivitasnya.

2. Teknik pengumpulan data sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen, publikasi yang sudah dalam bentuk jadi. Data sekunder diperoleh melalui :

a. Studi Literatur / kepustakaan

Studi literatur adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan literatur-literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel, makalah, peraturan-peraturan, struktur organisasi, jadwal, waktu, petunjuk pelaksana, petunjuk teknis, dan lain-lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

b. Dokumentasi

Dokumentasi adalah yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau foto-foto yang ada di lokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2008: 90) dalam penelitian kualitatif proses analisis data berlangsung sebelum peneliti ke lapangan, kemudian selama di lapangan dan setelah di lapangan. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Analisis data menurut Bodgan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moleong, 2011: 274).

Menurut Miles dan Huberman aktivitas dalam analisis data pada penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya


(45)

sudah jenuh. Aktivitas analisis data sebagaimana yang diungkapkan tersebut meliputi tiga unsur yaitu reduksi data, penyjaian data, penarikan kesimpulan. Ketiga unsur dimaksud dapat diungkapkan dalam gambar sebagai berikut :

Gambar 3.2 Teknik analisis data model Interaktif Miles dan Huberman

(Sumber : Sugiyono, 2005)

a. Reduksi data (Data Reduction)

Reduksi data merupakan langkah awal dalam menganalisa data dalam penelitian ini. Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung secara terus menerus sejalan pelaksanaan penelitian berlangsung. Tentu saja proses reduksi data ini tidak harus menunggu data terkumpul semuanya dahulu baru melaksanakan analisis namun dapat dilakukan sejak data masih sedikit sehingga selain meringankan kerja peneliti juga memudahkan peneliti dalam melakukan kategorisasi data yang telah ada. Jika hal tersebut telah dilakukan data akan secara mudah dimasukkan dalam kelompok-kelompok yang telah dibuat oleh peneliti. Dalam artian reduksi data adalah merangkum dan memfokuskan hal-hal yang penting dalam penelitian


(46)

dengan mencari tema dan pola hingga memberikan gambaran jelas, dan mempermudah peneliti untuk mencari data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

b. Penyajian Data (Data Display)

Display data bermakna sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Kegiatan reduksi data dan proses penyajian data adalah aktivitas-aktivitas yang terkait dengan proses analisis data model interaktif. Dengan demikian kedua proses ini berlangsung selama proses penelitian berlangsung dan belum berakhir sebelum laporan hasil akhir penelitian disusun. Penyajian data dilakukan untuk mempermudah peneliti memahami data yang diperoleh selama penelitian memahami data yang diperoleh selama penelitian dibuat dalam bentuk uraian atau teks yang bersifat naratif, bagan atau bentuk tabel.

c. Penarikan Kesimpulan (Conclusion drawing/verfication)

Penarikan kesimpulan dan verifikasi adalah bagian ketiga dan merupakan unsur penting dalam teknik analisa data pada penelitian kualitatif sebagaimana model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Bungin, 2003: 69). Kesimpulan-kesimpulan yang ada diverifikasi selama penelitian ini berlangsung. Verifikasi ini berupa pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran peneliti selama masa penulisan (penyusunan dan pengolahan data), tinjauan ulang pada catatan-catatan selama masa penelitian (di lapangan), tinjauan kembali dengan seksama berupa tukar pikiran dengan para ahli (pembimbing) untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif. Dengan demikian reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan merupakan satu kesatuan dari unsur-unsur penting dalam analisis hasil penelitian kualitatif.


(47)

(48)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara 4.1.1 Sejarah Provinsi Sumatera Utara

Pada jaman pemerintahan Belanda, Sumatera Utara merupakan suatu pemerintahan yang bernama Governement Van Sumatera yang meliputi seluruh Sumatera yang dikepalai seorang Gubernur yang berkedudukan di kota Medan. Sumatera Utara terdiri dari daerah-daerah yang dinamakan keresidenan. Pada sidang I Komite Nasional Daerah (KND) Provinsi Sumatera Utara diputuskan untuk dibagi menjadi 3 sub Provinsi yaitu sub Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari Keresidenan Aceh, Keresidenan Sumatera Timur dan Keresidena n Tapanuli), sub Provinsi Sumatera Tengah fan sub Provinsi Sumatera Selatan.

Melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1948 tanggal 15 April 1948 pemerintah menetapkan Sumatera Utara menjadi 3 Provinsi yang masing-masing berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya yaitu Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan dan pada tanggal 15 selanjutnya ditetapkan menjadi hari jadi Provinsi Sumatera Utara. Awal tahun 1949 diadakan reorganisasi pemerintahan di Sumatera. Dengan keputusan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 MEI 1949 Nomor 22/Pem/PDRI jabatan Gubernur Sumatera Utara ditiadakan, selnjutnya dengan ketetapan Pemerintah Darurat RI tanggal 17 Desember 1949 dibentuk Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli/Sumatera Timur yang kemudian dengan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950, ketetapan ini dicabut dan kembali dibentuk Provinsi Sumatera Utara. Tanggal 7 Desember 1956 diundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang PembentukN


(49)

Daerah Otonom Provinsi Sumatera Utara yang intinya Provinsi Sumatera Utara wilayahnya dikurangi dengan bagian-bagian yang terbentuk sebagai Daerah Otonomi Provinsi Aceh. 4.1.2 Kondisi Umum Sumatera Utara

a. Letak Geografis

Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1 – 4 Lintang Utara dan 98 – 100 Bujur Timur, yang pada tahun 2011 memiliki 25 Kabupaten dan 8 kota, dan terdiri dari 325 kecamatan, secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara mempunyai 5.456 desa dan kelurahan.

Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 72, 981,23 km, Sumatera Utara tersohor karena luas perkebunanaya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi komoditas utama dari hasil perkebunan. Selain itu Sumatera Utara adalah provinsi penghasil karet, cokelat, cengkeh, kelapa, kayu manis dan tembakau. Perkebunan tersebut tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhanbatu, dan Tapanuli Selatan.

Komoditas tersebut telah diekspor ke berbagai negara dan memberikan sumbangan devisa yang sangat besar bagi Indonesia.

Selain perekbunan, Sumatera Utara juga dikenal sebagai penghasil komoditas holtikultura (sayur-mayur dan buah-buhan), misalnya Jeruk Medan, Jambu Deli, serta jenis sayur dan buah-buahan lain yang dihasilkan dari Kabupaten Karo, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Tapanuli Utara. Produk tersebut telah diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia dan Sinagpura.

Pemerintah provinsi (Pemprov) Sumatera Utara sudah membangun berbagai sarana prasarana dan infrastruktur untuk memperlancar perdagangan baik antar Kabupaten di Sumatera Utara maupun antara Sumatera Utara dengan Provinsi lain baik darat, laut maupun udara. Bandara udara internasional Kuala Namu di kabupaten Deli Serdang yang diresmikan


(50)

pada tahun 2014 merupakan salah satu bandara internasional terbesar di Indonesia yang menggantikan Bandara Polonia.

b. Kependudukan

Sumatera Utara menjadi provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya di Indonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Menurut Badan Pusat Statistik Sumatera Utara pada tahun 2013 penduduk Sumatera Utara berjumlah 13.326.307 dimana rincian jumlah penduduk laki-laki adalah 63.6298 jiwa, perempuan 6.678.117 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk 186 jiwa/km dengan kota Medan sebagai daerah kabupaten/kota yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi yakni 8.009 jiwa/km

4.1.3 Visi dan Misi Provinsi Sumatera Utara

Adapun Visi dan Misi Provinsi Sumatera Utara 2014-2018 adalah : “Menjadi provinsi yang berdaya saing menuju Sumatera Utara sejahtera”

Sejalan dengan visi, maka untuk mewujudkannya disusunlah misi Provinsi Sumatera Utaras sebagai berikut :

- Membangun sumber daya manusia yang memiliki integritas dalam berbangsa dan bernegara, religus dan berkompetensi tinggi.

- Membangun dan meningkatkan kualitas infrastruktur daerah untuk menunjang kegiatan ekonomi melalui kerjasama antar daerah, swasta, regional dan internasional.

- Meningkatkan kualitas standar hidup layak, kesetaraan dan keadilan serta mengurangi ketimpangan antar wilayah.

- Membangun dan mengembangkan ekonomi daerah melalui pengolaan sumber daya alam lestari berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

- Reformasi birokrasi berkelanjutan guna mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik dan bersih (good governance dan clean governance).


(51)

4.1.4 Struktur Organisasi Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara

Tabel 4.1 Struktur Organisasi Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara

Gubernur H. Gatot Pujo Nugroho, S.T., M.Si.

Wakil Gubernur Ir. H. Tengku Erry Nuradi, M.Si.

Sekretaris Daerah

Dr. Ir. Hj. R. Sabrina, M.Si. (Pelaksana Harian)

Asisten

Asisten Administrasi Umum dan Aset Drs. H. Mhd Fitriyus, S.H., M.S.P

Asisten Kesejahteraan Sosial H. Zulkarnain, S.H., M.Si.

Asisten Pemerintahan Asisten Perekonomian dan Pembangunan

Hasiholan Silaen, S.H. Dr. Ir. Hj. R. Sabrina, M.Si

Staf Ahli Gubernur

Bid. Ekonomi, SDA dan Keuangan


(52)

Bid. Hukum dan Pemerintahan Ferlin H. Nainggolan

Bid. Kesehatan dan Pendidikan Ir. H. Aspan Sofian, M.M.

Bid. Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Kemiskinan

Dr. H. Asren Nasution, M.A.

Bid. Pertanahan dan Asset Drs. Robertson

Sekretariat Dewan dan Sekretariat Daerah

Biro Administrasi Pembangunan

Ir. Ibnu Sri Hutomo

Biro Bina Kemasyarakatan dan Sosial Drs. H. Muhammad Yusuf, M.M.

Biro Hukum H. Sulaiman Hasibuan, S.H., M.Si.

Biro Keuangan Drs. H. Ahmad Fuad, M.Si

Biro Organisasi Drs. Onechesi Zega

Biro Otonomi Daerah dan Kerjasama Drs. Jimmy Parajohan Pasaribu, M.A.P.


(53)

dan KB

Biro Pemerintahan Umum Nouval Makhyar

Biro Perekonomian Drs. Bondaharo Siregar

Biro Perlengkapan dan Pengelolaan Aset

Syahfruddin, S.H., M.Hum.

Biro Umum Drs. A. Gani Manurung

Sekretariat DPRD SU Drs. Randiman Tarigan, M.A.P.

Lembaga Teknis dan Lembaga lain

Badan Kepegawaian Daerah Pandapotan, S.H.

Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat

Drs. Eddy Syofian, M.A.P.

Badan Ketahanan Pangan Ir. Suyono, M.M.

Badan Lingkungan Hidup Dr. Ir. Hidayati


(54)

Pemerintah Desa

Badan Penanaman Modal dan Promosi Ir. H. Purnama Dewi, M.M.

Badan Pendidikan dan Pelatihan Prof. Dr. Zainuddin, S.T., M.Pd

Badan Penelitian dan Pengembangan Ir. Alwin Sitorus

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Dr. Drs. Arsyad, M.M.

Badan Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi

Hasangapan Tambunan, S.Pd., M.Si.

Inspektorat H. Ahmad Fuad, S.H. ( Pelaksana Tugas )

Kantor Penghubung Drs. Nursalim Affan Hasibuan, M.Si.

Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Chandra Syafei, Sp.OG

Satuan Polisi Pamong Praja Drs. Zulkifli Taufik, S.H., M.Hum.

Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Ir. Bonar Sirait, M.Si.

Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Dr. Sarmadan Hasibuan, S.H., M.M.


(55)

Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Hj. Nurlela, S.H Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia

Daerah

R. A. Krishartanto, S.H.

Dinas-dinas Daerah

Dinas Bina Marga Ir. H. M. Armand Effendy Pohan, M.Si.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Drs. Elisa Marbun

Dinas Kehutanan Ir. Halen, M.M.

Dinas Kelautan dan Perikanan Zonny Waldi, S.Sos., M.M.

Dinas Kesehatan Dr. R. Roro Siti Hatati Surjantini, M.Kes.

Dinas Kesejahteraan dan Sosial Dr. H. Asren Nasution, M.A. (Pelaksana Tugas)

Dinas Komunikasi dan Informatika Drs. Jumsadi Damanik, S.H., M.Hum.

Dinas Koperasi & Usaha Kecil Menengah

Drs. Muhammad Zein, M.Si.


(56)

Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Dr. Ir. Binsar Situmorang, M.Si.

Dinas Pendapatan Rajali, S.Sos., M.S.P.

Dinas Pendidikan Drs. Masri, M.Si.

Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

Ir. Dinsyah, M.M.

Dinas Perhubungan Anthony Siahaan, S.E., Atd., M.T.

Dinas Perindustrian dan Perdagangan H. Bidar Alamsyah

Dinas Perkebunan Ir. Herawaty N., M.M.A.

Dinas Pertambangan dan Energi Ir. Eddy Sahputra Salim, M.Si.

Dinas Pertanian Ir. Moh Roem, M.Si.

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Drh. Parmohonan Lubis

Dinas Tenaga Kerja & Transmigrasi Drs. Bukit Tambunan

4.2Gambaran umum tentang Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara


(57)

Cikal bakal pembentukan Biro Pemberdayaan Perempuan di Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara sudah ada sejak lama. Biro ini pada awalnya berasal dari Sub Bagian Peranan Wanita yang terdapat dalam Biro Bina Sosial, sampai akhirnya diberlakukan Undang-Undang Otonomi Daerah pada tahun 2001. Pembentukannya berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara. Otonomi daerah memberi peluang kepada pemerintahan daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk struktur organisasi pemerintahannya, sesuai dengan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Demikianlah Sub Bagian Peranan Wanita ini berubah menjadi Biro Pemberdayaan Perempuan.

Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana merupakan unsur Staf Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara yang dipimpin oleh seorang Kepala Biro, yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara melalui Asisten Kesejahteraan Sosial. Pembentukan biro ini berdasarkan pada Peraturan Daerah No.7/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara.

4.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi

Adapun tugas pokok dari Biro Pemberdayaan Perempuan dan Anak yaitu :

Membantu menyususun konsep kebijakan Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pembinaan, fasilitasi, monitoring, evaluasi, koordinasi dan pengendalian urusan pemerintahan dan atau kewenangan otonomi provinsi di bidang Pengarusutamaan Gender, Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan, Perlindungan dan Kualitas Hidup Perempuan, Perlindungan dan Kesejahteraan Anak, Keluarga Sejahtera dan Keluarga Berencana.

Sedangkan fungsi dari Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana adalah :


(1)

BAB VI

PENUTUP

6.1SIMPULAN

Pada bab ini peneliti akan menyampaikan kesimpulan penelitian serta rekomendasi atau saran-saran atas Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 tentang Upaya Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak sehingga diharapkan saran-saran tersebut dapat menjadi solusi atas tindakan-tindakan implementasi di masa yang akan datang. Kesimpulan merupakan inti pokok yang ditarik oleh peneliti dari hasil interpretasi dan analisis yang telah disajikan dalam bab sebelumnya. Bagian kesimpulan dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang terdapat dalam perumusan masalah, bagian kesimpulan juga harus selaras dan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disebutkan peneliti pada bagian sebelumnya.

Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak adalah produk kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah provinsi Sumatera Utara dalam menanggapi kebijakan pemerintah pusat dalam upaya penghapusan kasus perdagangan orang. Perda ini meliputi upaya pencegahan perdagangan perempuan dan anak serta upaya penanganan terhadap perempuan dan anak yang menjadi korban. Berdasarkan hasil penyajian dan analisis data implementasi Perda melalui Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana belum berjalan secara maksimal.


(2)

1. Komunikasi

Jika dillihat dari aspek komunikasi, perda sendiri telah diperlengkapi dengan beberapa aturan pelengkap yang mempertajam dan memperjelas dalam pelaksanaan teknis kepada pihak implementor. Upaya untuk mensosialisasikan tujuan kebijakan untuk mencegah perdagangan perempuan dan anak kepada masyarakat oleh Biro PPAKB terhadap kelompok sasaran dinailai sudah cukup baik.

2. Struktur Organisasi

Untuk mengimplementasikan perda Biro PPAKB sendiri sudah menggunakan SOP dalam memberikan pelayanan terhadap korban. Penyebaran tanggung jawab dalam gugus tugas juga sudah jelas, namun Biro PPAKB belum mampu merangsang komitmen instansi pemerintah terkait, sehingga pelakasanaan koordinasi melalui rapat tidak berjalan efektif, pada akhirnya pihak LSM lebih banyak bergerak dalam menangani kasus. Sehingga tentu saja fungsi-fungsi pelayanan yang diberikan kepada SKPD terkait belum terlaksana dengan baik. Mengingat kasus perdagangan adalah masalah yang kompleks sehingga diperlukan koordinasi dan kerjasama untuk mencapai hasil maksimal.

3. Sumber daya

Dari aspek sumber daya, dibagi menjadi 3 (tiga) yakni sumber daya manusia, fasilitas, dan finansial. Terkait dengan kualitas sumber daya dalam mengimplementasikan perda, pegawai dibekali dengan pengetahuan tentang gender, HAM dan trafficking melalui pembekalan dan pelatihan. Tetapi di lapangan keterbatasan anggaran dan fasilitas menjadi penghambat dalam mengimplementasikan perda. Beberapa sarana dan prasana untuk memenuhi kebutuhan layanan sudah disediakan melalui P2TP2A Provsu dan Pusat Informasi di Biro PPAKAB, namun sosialisasi keberadaan P2TP2A ke masyarakat masih kurang,


(3)

sehingga petugas harus berusaha sendiri dalam mencari bantuan dana untuk memenuhi kebutuhann di shelter ditambah keterbatasan jangka waktu shelter dalam menampung korban. Dengan begitu variabel sumber daya belum terpenuhi dengan baik.

4. Disposisi

Secara pemerintah provinsi sudah memiliki perhatian terkait masalah traffcking. Pihak Biro PPAKAB sendiri juga sudah memiliki pemahaman yang baik terhadap kebijakan. Namun tanggungjawab Biro PPAKB untuk menyamakan persepsi yang sama dalam menanganani traffiking terhadap instansi pemerintah lain belum berhasil. Sehingga dalam hal ini disposisi para implementor belum maksimal.

6.2 SARAN

Adapun beberapa hal yang ingin disarankan oleh peneliti terhadap implementasi Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak oleh Biro Pemberdayaan Perempuan Setdaprovsu dari hasil penelitian ini, antara lain:

1. Lemahnya dukungan sumber daya ditemukan menjadi faktor penghambat implementasi. Perlu adanya pengalokasian dana khsusus untuk penanganan kasus traffiking pada instansi-intansi pemerintah terkait.

2. Trafficking adalah kegiatan yang teroganisir oleh pelaku, sehingga dalam upaya penanggulangannya pemerintah dalam hal ini pihak Biro PPAKAB sebagai leading sector harus membuat sistem koordinasi yang jelas dan tegas serta konsisten untuk merangsang komitmen instansi lain terutama SKPD terkait dalam menangani korban trafficking.

3. Dalam usaha pemberian pelayanan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang khususnya perempuan dan anak, pemerintah sebaiknya


(4)

memaksimalkan fungsi dari Pusat Pelayan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak sebagai wahana perlindungan dan pemberdayaan, disertai sosialisasi secara luas tentang keberadaan P2TP2A.

4. Perlu adanya sistem pemantauan dan evaluasi yang tegas atas pelaksanaan perda.

5. Tindakan pencegahan trafficking perlu dibarengi dengan upaya pengurangan angka kemiskinan khususnya di daerah pedesaan melalui upaya pemberdayaan ekonomi dan kesempatan untuk akses informasi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Solichin Wahab. 2004. Analisis Kebijakan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta : Bumi Aksara.

Abidin, Said Zainal. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Penerbit Pancur Siwah.

Agus Purwanto, Erwan. 2012. Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta : Gava Media.

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosofis dan Metodelogis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo.

Dunn, William N. 2000. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjahmada University Press.

Moelong, Lexy.J. 2002. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Moelong. Lexy.J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Nugroho, Riant. 2008. Public Policy: Teori Kebijakan – Analisis Kebijakan – Proses.

Jakarta: Elex Media Komputindo.

Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta :

Prenada Media.

Suwitri, Sri. 2008. Konsep Dasar Kebijakan Publik. Universitas Diponegoro: Semarang. Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebijakan

publik transformasi pikiran George Edwards Hessel Nogi S. Tangkilisan,. Yogyakarta: Lukman Offset YPAPI.


(6)

Tilaar, H.A.R dan Riant Nugroho. 2008. Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Perundang-Undangan

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Anak Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Layanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Penghapusan Perdagangan (Trafiking) Perempuan dan Anak.

Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 24 Tahun 2005 Tentang RAP Penghapusan Perdagangan(Trafiking) Perempuan dan Anak

Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 54 Tahun 2010 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Provinsi Sumatera Utara

Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 20 Tahun 2012 tentang Prosedural Standart Operasional Pelayanan Terhadap Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak di Provsu.

Jurnal

Hidayati , Maslihati Nur, Upaya Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Orang Melalui Hukum Internasional dan Hukum Positif di Indonesia, Jurnal Al Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial, Vo.1, No.3 (Maret, 2012), 168.


Dokumen yang terkait

Pengaturan Ketentuan Sanksi Pidana Dalam Peraturan Daerah

11 124 202

Peranan Anggota Legislatif Perempuan Dalam Pengawasan Implementasi Perda No. 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan Dan Anak (Studi Kasus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara)

0 41 92

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 64 115

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 12

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 1 1

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 33

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 4

Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak di Kota Medan

0 0 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik - Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provins

0 0 20

Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (Studi Implementasi Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 6 Tahun 2004 oleh Biro Pemberdayaan Perempuan, Anak, Keluarga Berencana Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 13