Wujud Penanda Referensial Referensi dalam Dialek Banyumas

2.2.1.3.2 Referensi dengan Kata Ganti

Referensi dengan kata ganti atau pronominalisasi juga digunakan untuk menegaskan bahwa topik atau subjeknya masih sama Mulyana 2005:18. Selain itu, referensi dengan kata ganti ini juga sering dipakai untuk meletakkan tingkat fokus yang lebih tinggi pada topik yang dimaksud. Apabila topik yang bicarakan adalah orang, maka pronominalisasinya dipresentasikan dengan pronomina persona, baik pronomina persona I, II, atau III, baik tunggal maupun jamak. Sedangkan apabila topiknya bukan berupa orang atau benda mati, maka pronominalisasinya dapat diwujudkan dengan kata ganti penunjuk seperti ini, itu, di sana, di situ, dan sebagainya.

2.2.1.3.3 Referensi dengan Pelesapan

Referensi dengan pelesapan merupakan penghilangan bagian-bagian tertentu dalam suatu kalimat yang bertujuan untuk menunjukkan bahwa masih adanya pengacuan bentuk dan makna yang terdapat di dalam kalimat lainnya. Fungsi dari referensi dengan pelesapan salah satunya adalah untuk mendapatkan efek efisiensi bahasa Mulyana 2005:19. Hal tersebut membuat kalimat tidak terkesan berbelit-belit.

2.2.2 Wujud Penanda Referensial

Wujud penanda referensial terbagi dalam beberapa bentuk, yaitu bentuk pengacuan persona, bentuk penunjukan, dan bentuk pembanding. Selanjutnya, wujud penanda referensial dalam bentuk pengacuan persona terbagi lagi menjadi tiga, yakni pronomina persona pertama yaitu aku „saya‟, kula „saya‟, -ku „-ku‟, kita „kita‟; pronomina persona kedua yaitu kowe „kamu‟, awakmu „kamu‟, kono „kamu‟, sira „kamu‟, sliramu „kamu‟, slirane „kamu‟, samang „kamu‟, sampeyan „kamu‟, riku „kamu‟, panjenengan „kamu‟, dika „kamu‟, nandalem „kamu‟, paduka „kamu‟, panjenengan dalem „kamu‟, sampeyan dalem „kamu‟, pakenira „kamu‟; pronomina persona ketiga yaitu dheweke „dia‟, dheknene „dia‟, dhekne „dia‟, kana „dia‟, panjenengane „dia‟, penjenenganipun „dia‟, piyambakipun „dia‟, dan rika „dia‟Wedhawati 2006:268. Wujud penanda referensial dalam bentuk penunjukan dibagi dua, yakni penunjukan waktu meliputi saiki „sekarang‟, mengko „nanti‟, mau „tadi‟, wingi „kemarin‟, dhisik „dulu‟, sesuk „besok‟, sesuke „lusa‟, sekemben „nanti yang akan datang‟, mbesuk „besok‟, sukmbene „nanti yang akan datang‟, dan penunjukan tempat mencakup iki „ini‟, kiyi „ini‟, niki „niki‟, menika „ini‟, kuwi „itu, iku „itu‟, kae „itu‟, nikamenika „itu‟, kono „situ‟, kene „sini‟, dan kana „sana‟ Wedhawati 2006:270-273. Wujud penanda yang terakhir adalah wujud penanda referensial dalam bentuk pembanding, yang diwujudkan dalam kata seperti kaya „seperti‟, upama „seperti‟, diibaratake „diibaratkan‟, diupamakake „diumpamakan‟, semono uga „demikian juga‟.

2.2.3 Referensi dalam Dialek Banyumas

Pada dialek yang ada di daerah karesidenan Banyumas, yang mencakup Barlingmascakeb atau Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas, Cilacap, dan Kebumen, wujud pengacuan atau referensi sedikit berbeda dengan wujud referensi dalam bahasa Jawa baku. Pada pronomina persona pertama adalah seperti aku „saya‟, inyong „saya‟, nyong „saya‟, dhewek „kita‟; pronomina persona kedua yakni kowe „kamu‟, ko „kamu‟, rika „kamu‟, sampeyan „kamu‟, panjenengan „kamu‟, njenengan „kamu‟; dan pronomina persona ketiga yakni dheweke „dia. Pada penunjukan pronomina meliputi siki „sekarang‟, wingi „kemarin‟, biyen „dulu‟, mengko „nanti‟, ngesuk „besok‟, ngesuke „lusa‟, ngemben „nanti yang akan datang‟, kae „itu‟, ngeneh „ke sini‟, kana „situ‟, kene „sini‟, ngonoh „ke sana‟; dan penunjukan adverbia mencakup kuwe „itu‟, kiye „ini‟, mau „tadi‟ dan dalam bentuk pembanding diwujudkan dalam kata kaya „seperti‟.

2.2.4 Wacana Lisan