2.3. Mengisi sendok cunam. 2.4. Menilai hasil pemasangan hasil cunarn.
2.5. Ekstraksi cunam pcrcobaan. 2.6. Ekstraksi cunam definitif.
2.7. Membuka dan melepaskan scndok cunam.
EKSTRAKSI VAKUM
No. Dokumen No. Revisi
Halaman 44
PROSEDUR TETAP
Tanggal terbit
Unit Terkait 1. Unit Rawat Inap
TINDAKAN OPERATIF
DALAM KALA URI
No. Dokumen No. Revisi
Halaman ¼
PROSEDUR TETAP
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur
Pengertian
Suatu tindakan yang bertujuan untuk segera melahirkan mengeluarkan plasenta
dari rongga rahim.
Tujuan
Segera melahirkanmengeluarkan plasenta dari rongga rahim sehingga dapat menyelamatkan jiwa ibu.
Kebijakan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
Prosedur 1. PERASAT
CREDE’ 1.1.
Perasat crede‘ bermaksud melahirkan plasenta yang belum lahir secara ekspresi.
2. Syarat 2.1. Uterus berkontraksi balk dan veksika urinaria kosong.
3. Pelaksanaan
3.1. Fundus uteri dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu jari terletak pada permukaan depan
uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan permukaan belakang. Bila ibu gemuk hal ini tidak bisa
dilaksanakan dan sebaiknya dilaksanakan secara manual. Setelah uterus dengan rangsangan tangan
berkontraksi baik, maka uterus ditekan ke jalan lahir. Gerakkan jari jari s
eperti rnenreras jeruk. Perasat crede‘ tidak boleh dilalukan pada uterus yang tidak
berkontraksi karena dapat menimbulkan inversio uteri.
TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI
No. Dokumen No. Revisi
1 Halaman
24
PROSEDUR TETAP
Tanggal terbit
3.2. Perasat crede‘ memang banyak menimbulkan kontroversi. Ada
beberapa alili yang berpendapat bahwa perasat ini berbahaya karena menimbulkan karena menimbulkan tromboplastin atau fibrinolis okinase yang mengakibatkan koagulopati. Kalangan lain mengatakan baliwa
hal tersebut tidak mengatakan bahwa hal tersebut tidak terbukti dan menganggap perasat crede‘ yang dilakukan secara artis artinya tanpa paksaan tetap berguna.
3.3. Perasat crede‘ dapat dicoba sebelum meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.
4. PELEPASAN PLASENTA SECARA MANUAL 4.1. Indikasi
4.1.1. Retensio plasenta dan pendaralian banyak pada kala uri yang tidak dapat diberhentikan dengan uterotonika dan masase.
4.2. Pelaksanaan 4.2.1. Sebaiknya pelepasan plasenta secara manual dilakukan dalam narkose, karena relaksasi otot
mernudahkan pelaksanaannya. Sebaiknya juga dipasang infus garam fisiologik sebelum tindakan dilakukan. Setelah disinfeksi tangan dan vulva, termasuk daerah sekitarnya maka daerah labia dibeberkan
dengan tangan kiri sedangkan tangan kanan dimasukkann secara obsterik ke dalam vagina.
4.2.2. Tangan kiri sekarang menahan fundus untuk mencegah kolpaporeksis tangan kanan dengan gerakan mernutar-rnutar menuju ostium uteri dan terus ke lokasi plasenta, tangan dalam ini menyusuri tali
pusat agar tidak terjadi false route. 4.2.3. Supaya tali pusat mudah teraba, dapat diregangkan oleh asisten. Setelah tangan dalam sampai ke
plasenta maka tangan tersebut pergi ke pinggir plasenta dan mencari bagian plasenta yang sudah lepas untuk menentukan bidang pelepasan yang tetap. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking
plasenta dilepaskan pada bidang antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding ralrim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding
rasSetelah seluruh plasenta terlepas, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar
TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI
No. Dokumen 01MED17
No. Revisi 1
Halaman ¾
PROSEDUR TETAP
Tanggal terbit 2 Agustus 2008
Walaupun orang takut bahwa pelepasan plasenta meningkatkan insidensi infeksi tidak boleh dilupakan bahwa perasat ini justru bermaksud menghemat darah dan menangguhkan kejadian melahirkan plasenta
paling lama 30 menit setelah anak lahir. 4.2.4. Kesulitan yang mungkin dijumpai waktu pelepasan plasenta secara manual ialah adanya lingkaran
konstriksi, yang hanya dapat dilalui dengan diatasi oleh tangan dalam secara perlahan-lahan dan dalam narkosis yang dalam. Lokasi plasenta pada dinding depan rahim juga sedikit lebih sukar dilepaskan
daripada lokasi pada dinding belakang. Ada kalanya plasenta tidak dapat dilepaskan secara manual seperti halnya pada plasenta akreta.
4.2.5. Plascnta akreta ditanggulangi dengan histerektomi. Setelah pelepasan plasenta secara manual sebaiknya pasien diberi antibiotika apalagi kalau kehilangan darah banyak.
4.2.6. Post tindakan dapat dilakukan eksplorasi uterovaginal, dengan inspeculo dilihat portio uteri, fornix posterior, anterior dan lateral, kemudian dilihat dinding vagina.
. 5. EKSPLORASI RONGGA RAHIM
5.1. Indikasi 5.1.1. Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta plasenta lahir tidak lengkap, setelah operasi vaginal
yang sulit seperti ekstraksi cunam yang sulit, dekapitasi, versi, dan ekstraksi, perforasi dan lain-lain, untuk menentukan apakah ada ruptura uteri eksplorasi juga dilakukan pada pasien yang pernah
mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan pervaginam.
TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI
No. Dokumen No. Revisi
Halaman 44
PROSEDUR TETAP
Tanggal terbit
5.2. Penatalaksanaan 5.2.1. Tangan masuk secara obstetrik seperti pada pelepasan plasenta secara manual dan mencari sisa
plasenta yang seterusnya dilepaskan atau meraba apakah ada kerusakan dinding uterus. Untuk menentukan robekan dinding rahim eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil
melepaskan plasenta secara manual
Unit Terkait
1. Unit Rawat Inap
PENCEGAHAN PENDARAHAN
PADA KALA NIFAS DINI
No. Dokumen No. Revisi
Halaman ½
PROSEDUR TETAP
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur .
Pengertian
Mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala nifas dini yaitu perdaralran lebilr dari 500 cc setelah plasenta
lahir sampai 24 jam pertarna setelah persalinan.
Tujuan
Untuk mencegah terjadinya perdarahan yang patologis pada kala nifas dini yaitu perdaralran lebih dari 500 cc setelah plasenta lahir
sampai 24 jam pertama setelah persalinan.
Kebijakan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
Prosedur 1. INDIKASI
1.1. Terjadi perdarahan kala nifas lebih atau diduga lebih 500 cc sejak plasenta lahir.
2. Petunjuk : 2.1 Perhitungan secara visual sulit karena sering sudah menggumpal atau meresap dalam kain
2.2 Atau dengan monitoring tanda vital dan menghitung dalam formula Giesecke
3. Penatalaksanaan 3.1. Pemasangan infus ukuran besar apabila belum terpasang, bila pendarahan banyak dan syok berat
sebaiknya dipasang lebih dari satu saluran infus.
3.2. Pemberian cairan pengganti RLPZ sesuai dengan formula Giesecke. 3.3. Pemasangan kateter tetap den mengukur produksi urine secara berkala.
3.4. Monitor tanda vital secara intensif selarna pertolongan diberikan. 3.5. Massage uterus atau kompresi bimanual.
PENCEGAHAN PENDARAHAN PADA KALA NIFAS DINI
No. Dokumen No. Revisi
Halaman 22
PROSEDUR TETAP
Tanggal terbit
3.6. Pernberian uterotonika kalau perlu secara kontinyu melalui drip, dengan 20 – 30 unit oksitosis
dalam 1000 cc cairan kristaloid dengan kecepatan 200 ccjam Quilligan menganjurkan pemberian oksitosin 10
– 20 unit RL 5000 ccjam disertai massege bimanual kemudian intermitten fundal massege selama 10
– 20 merit dilakukan selama beberapa jam sampai kontraksi uterus cukup keras tanpa stimuli. 3.7. Apabila setelah pemberian oksitosis dalam 1000 cc cairan tidak berhasil dapat diberikan derifat
ergot atau prostagladin. 3.8. Penggunaan tampon uterus mungkin berhasil untuk menghentikan perdarahan karena atonia yang
gagal dengan obat-obatan: Pernasangan tampon harus secara hati-hati den secara padat. Bahaya adalah memberi rasa aman yang semu sehingga menunda tindakan definitif yang perlu. Tampon yang padat
menyerap darah sampai 1000 cc. Untuk mencegah infeksi sebaiknya diberikan antibiotika dan diangkat dalam 24 jam.
3.9. Apabila usaha di atas juga gagal maka dapat dipertimbangkan tindakan operatif yang ligasi arteria hypogastrika pada wanita yang masih ingin anak atau histerektomi bila sudah tidak menginginkan.
Unit Terkait
1. Unit Rawat Inap
PENJAHITAN ROBEKAN PERINEUM
No. Dokumen No. Revisi
Halaman ½
PROSEDUR TETAP
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur
Pengertian
Memperbaiki robekan perineum dengan jalan menjahir lapis demi lapis.
Tujuan
Sebagai pedoman agar robekan pada perineum baik, yang terjadi akibat luka episiotomi maupun ruptur perineum spontan dapat
dijahit dengan benar.
Kebijakan
Agar pasien mendapatkan pelayanan yang optimal
Prosedur 1. ETIOLOGI
Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana : 1.1. Kepala janin terlalu cepat lahir
1.2. Persalinan tidak dipimpim sebagaimana mestinya 1.3. Sebelumnya pada perineum terdapat banyak jaringan parut
1.4. Pada persalinan dengan distoksia bahu
2. JENISTINGKAT 2.1. Robelan perineum dapat dibagi atas 3 tingkat :