HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Bahan Semikonduktor Dari Selulosa Mikrobial Menggunakan Media Produksi Limbah Tahu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PERSIAPAN BAHAN BAKU 1. Pemurnian Selulosa Mikrobial

Selulosa mikrobial nata de soya yang dihasilkan dari fermentasi 5 ; 7 ; 10 dan 15 hari mempunyai sifat kekenyalan dan ketebalan tertentu. Rata-rata nata yang dihasilkan mempunyai ketebalan 0,5 – 1,0 cm, berwarna putih kekuningan, lalu dimurnikan dengan cara dicuci berulang-ulang dengan air, sehingga warnanya berubah menjadi putih Gambar 15. Menurut Meshitsuka dan Isogai 1996 pemurnian bahan selulosa dilakukan untuk mendapatkan kandungan selulosa 1 α yang tinggi. Selulosa 1 α adalah satu unit sel triklinat satu rantai yang mengandung selulosa 60 . Selulosa mikrobial murni diperlukan agar tidak mempengaruhi hasil tipe semikonduktor pada waktu proses doping.. Gambar 15. Selulosa mikrobial sebelum dikeringkan Nata yang dihasilkan kemudian dipress dengan press hidraulik dengan gaya 3 Kilo Newton, sehingga ketebalan nata menjadi sekitar 1-5 mm. Setelah dipress nata diletakkan diatas kaca, dipanaskan dalam oven pada temperatur 100 O C sehingga diperoleh ketebalan nata sekitar 0,1 - 0,3 mm. Nata kemudian berbentuk lembaran tipis berupa nata kering gambar 16. Gambar 16. Selulosa Mikrobial setelah dikeringkan

2. Analisa Kuat Tarik Sebelum di doping

Nata yang diperoleh mempunyai ketebalan sekitar 0,1 – 0,3 mm. Pengujian analisis kuat tarik dilakukan di Balai Besar Kertas dan Kemasan BBKK, Pasar Rebo Jakarta Timur, menggunakan metode ASTM American Society for Testing and Material D- 638-00. Gambar 17 menunjukkan kuat tarik selulosa mikrobial dari berbagai lama waktu fermentasi. Indentifikasi kuat tarik merupakan faktor yang penting dari suatu bahan, karena dapat menentukan berapa gaya yang dibutuhkan untuk menarik suatu bahan dan seberapa panjang bahan tersebut memanjang elongasi sebelum putus. Suatu bahan dengan elongasi rendah, kuat tarik tinggi maka cendrung bersifat mudah patah rapuh. Dari gambar 17, terlihat bahwa kuat tarik selulosa mikrobial makin lama fermentasi nilai kuat tarik bertambah dan maksimum terjadi pada waktu fermentasi 10 hari, kemudian nilai kuat tarik mengalami penurunan kembali. Hal ini disebabkan pada waktu fermentasi 5 hari merupakan fase adaptasi. Menurut Gumbira Said,1987 selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya suatu perubahan jumlah sel. Pada fermentasi 7 hari merupakan fase pertumbuhan dan fermentasi 10 hari merupakan fase pertumbuhan yang seimbang dan mantap dan laju pertumbuhan spesifik µ konstan. Sedangkan pada fermentasi 15 hari pertumbuhan pelikel agak lambat,hal ini dimungkin jumlah nutrisi yang tersedia bagi bakteri berkurang dan ada kemungkinan terjadi kontaminasi atau nutrien pengotor pada waktu pembentukan nata, sehingga pertumbuhan dari mikroba tidak dapat berkembang dengan baik. Menurut Kamide et al. 1989 Acetobacter xylinium memiliki kurva pertumbuhan menyerupai kurva pertumbuhan bakteri pada umumnya yaitu terdiri dari 4 fase ; fase awal, fase logaritma, fase stasioner dan fase kematian gambar 18. Pembentukan selulosa mulai terjadi pada awal fase stasioner. Sedangkan menurut Yamanaka et al., 1989, pelikel yang dihasilkan oleh A. Aceti pada media ekstrak ragi yeast extract akan semakin tebal dengan semakin lama fermentasi. Walaupun ketebalan pelikel terus bertambah namun kandungan selulosa hanya meningkat sampai hari ke 10 dan setelah itu kandungan selulosa tidak berubah. Menurut Alaban, 1962 ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pada pembuatan selulosa mikrobial. Faktor- faktor tersebut antara lain sumber gula, suhu fermentasi, tingkat keasaman media, lama fermentasi yang dilakukan Hasil analisis statistika terhadap nilai kuat tarik menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata akibat lamanya waktu fermentasi.lampiran 5. 100 200 300 400 500 Kuat tarik kgfcm2 1 2 3 4 Lama fermentasi hari 5 7 10 15 Gambar 17 Diagram kuat tarik selulosa mikrobial hasil fermentasi selama 5, 7, 10 dan 15 hari 2.2 2.25 2.3 2.35 2.4 2.45 2.5 2.55 2.6 2.65 2.7 2 4 6 8 10 12 14 16 hari lo g m a ssa se l e f g d h c b a a – b Fase Lag b – d Fase Log e – f Fase Stasioner g – h Fase Kematian Gambar 18. Kurva pertumbuhan selulosa mikrobial nata de soya.

3. Analisa Resistivitas Listrik Sebelum di doping

Analisis Resistivitas Listrik dengan menggunakan Four Point Probe atau metode empat titik di lakukan di Laboratorium Instrumentasi Fisika UI Depok. Penentuan harga resistivitas listrik disini sangat penting untuk menentukan sifat kelistrikan suatu material. Dari gambar 19 terlihat bahwa nilai resistivitas listrik dari selulosa mikrobial sebelum didoping dengan waktu fermentasi yang semakin lama, mengalami kenaikan dan maksimum pada fermentasi 10 hari setelah itu nilai resistivitas listrik turun kembali. Nilai resistivitas listrik yang didapat berkisar antara 6,28 Ω-m sampai dengan 20,47 Ω-m dan ini berada di daerah semikonduktor 10 -4 ρ 10 8 Ω-m. Bardasarkan data pada tabel 4 semikonduktor selulosa mikrobial yang diperoleh mendekati harga resistivitas silikon. Berdasarkan hasil analisis statistika resistivitas listrik ada perbedaan nyata terhadap lamanya waktu fermentasi lampiran 5. 5 10 15 20 25 Resistivitas listrik ohm- m 1 2 3 4 Lama fermentasi hari 5 7 10 15 Gambar 19 Diagram nilai resistivitas listrik selulosa mikrobial hasil fermentasi 5, 7, 10 dan 15 hari

4. Analisa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial FTIR sebelum di doping

Dengan menggunakan Spectrometric Indentification of Organic Compounds.Dari gambar 20 didapatkan hasil analisis spektrum transmisi FTIR selulosa mikrobial nata de soya menunjukkan bahwa ada gugus OH, pada daerah bilangan gelombang 3464,1cm -1 , gugus hidrogen pada daerah bilangan gelombang 2895,8 cm -1 , gugus C-H alkana pada daerah bilangan gelombang 1644,6 cm -1 , gugus ikatan C-O eter pada daerah bilangan gelombang 1352cm -1 dan gugus alkohol pada daerah bilangan gelombang 1026,9 cm -1 . Dari hasil lima waktu fermentasi yang berbeda pada pembuatan selulosa mikrobial tersebut tidak terlihat adanya pergeseran bilangan gelombang spektrum transmisi pada FTIR. Keadaan ini menunjukkan bahwa struktur ikatan pada selulosa mikrobial yang dihasikan tidak mengalami perubahan walaupun ada perbedaan lama waktu fermentasi. Tinggi rendahnya spektrum transmisi FTIR pada suatu bilangan gelombang tertentu menunjukkan kwantitas dari selulosa mikrobial. Pengukuran intensitas spektrum transmisi disini menggunakan selulosa mikrobial murni tanpa campuran sehingga perbedaan tinggi rendahnya spektrum transmisi yang didapat dikarenakan adanya perbedaan ketebalan sampel. Spektrum ini memberikan hasil yang mirip dengan spektrum yang ditunjukkan oleh Nata de Coco Gambar 21. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selulosa mikrobial yang dihasilkan nata de soya memberikan hasil FTIR yang mirip dengan Nata de Coco, walaupun penggunaan dari bahan bakunya berbeda. CH OH CH C-O C-OH fermentasi 5 hari fermentasi 7 hari fermentasi 10 hari fermentasi 15 hari Gambar 20 Spektrum transmisi FTIR dari selulosa mikrobial hasil fermentasi selama 5 , 7, 10 dan 15 hari Gambar 21 Spektrum Transmisi FTIR dari Nata de Coco Science and Technology Policy ISTECS Journal Vol.IV2003. 71-78

5. Analisa Struktur Selulosa Mikrobial XRD

Menurut Brown, 2004 selulosa mikrobial mempunyai fasa amorf dan fasa kristal sebagai komponen penyusunnya dengan kemurnian dan derajat kristalinitas yang tinggi. Hasil analisis difraksi sinar-X untuk berbagai waktu fermentasi pada gambar 22 dapat dijelaskan sebagai berikut: Fermentasi 5 hari menunjukkan bahwa selulosa mikrobial memperlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 14,18 O ; 20,42 O dan 37,96 O dengan persentasi kristalin 31,71 . Untuk fermentasi 7 hari selulosa mikrobial memprlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 14,48 O ; 22,74 O dan 38,34 O dengan persentasi kristalin 33,16 . Sedangkan untuk fermentasi 10 hari selulosa mikrobial memperlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 14,82 O ; 23,00 O dan 38,78 O dengan persentasi kristalin 45,00 . Untuk fermentasi 15 hari selulosa mikrobial memperlihatkan tiga puncak terkuat yaitu pada 14,82 O ; 23,38 O dan 39,02 O dengan persentasi kristalin 27,95 . Sebagai pembanding adalah difraksi sinar-X dari Nata de Coco Gambar 23 yang memperlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 14,12 O ; 16,50 O dan 22,36 O dengan persentasi kristalin 44,42 . Tabel 6. Tabulasi data spektrum difraksi sinar-X selulosa mikrobial dan nata de coco. Sampel Lama fermentasi hari Sudut difraksi 2 θ kristalin Nata de Soya Nata de Soya Nata de Soya Nata de Soya Nata de Coco 5 7 10 15 - 14,18 O ; 20,42 O ; 37,96 O 14,48 O ; 22,74 O ; 38,34 O 14,82 O ; 23,00 O ; 38,78 O 14,82 O ; 23,38 O ; 39,02 O 14,12 O ; 16,50 O ; 22,36 O 31,71 33,16 45,00 27,95 44,42 Nilai persentasi kristalin dari pola difraksi sinar-X Nata de Soya memperlihatkan terjadi kenaikan dengan bertambahnya waktu fermentasi dan maksimum terjadi pada fermentasi 10 hari kemudian terlihat menurun pada fermentasi 15 hari. Pada fermentasi 10 hari dari nata de soya mempunyai nilai persentasi kristalin yang hampir sama dengan Nata de Coco. Terjadinya penurunan nilai persentasi kristalin pada fermentsai 15 hari dimungkinan karena sudah berkurangnya nutrisi untuk mikroba, sehingga perkembangan pelikel terhambat. Selulosa mikrobial dari whey mempunyai struktur berbentuk kristalin. Hasil pola difraksi sinar X yang dicocokan dengan ICDD International Center Diffraction Data menunjukkan selulosa mikrobial ini mempunyai struktur triklinat CAS Number 9004-34-6 dan merupakan selulosa 1 α satu unit sel triklinat mengandung satu rantai selulosa. Makin lama fermentasi terlihat struktur kristalnya makin padat. Hal ini dapat dilihat dengan terjadinya pergeseran sudut difraksi pada pola difraksi sinar X yang membesar. Menurut hukum Bragg, membesarnya sudut difraksi ini disebabkan karena jarak antar bidang kisi pada material selulosa mikrobial mengecil. -1000 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 10 20 30 40 50 2 theta derajat In te n s it a s c p s fermentasi 5 hari fermentasi 10 hari fermentasi 7 hari fermentasi 15 hari Gambar 22 Pola Difraksi Sinar-X Selulosa Mikrobial hasil fermentasi 5, 7, 10 dan 15hari Gambar 23 XRD Nata de Coco Science and Technology Policy ISTECS Journal Vol. IV2003. 71-78.

6. Analisa Morfologi Selulosa Mikrobial SEM

Selulosa mikrobial adalah selulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter Xylinum, berupa polimer linier glukosa yang terikat pada ikatan β 1- 4 glikosida. Acetobacter Xylinum adalah bakteri Gram negatif yang dapat menghasilkan serat-serat selulosa membentuk jaringan tipis antara antara udara dan air yang disebut pelikel. Dari hasil SEM selulosa mikrobial fermentasi 10 hari dengan pembesaran 750 X gambar 24 terlihat saling terikatnya sel-sel yang ada sehingga membentuk suatu ikatan panjang yang saling terjalin antara satu sel dengan sel lainnya dan bercabang-cabang sangat kuat. Hal ini dimungkinan karena pada fermentasi 10 hari dihasilkan nata yang lebih kenyal, alot dan tahan terhadap gaya untuk merentangkan. Hasil SEM selulosa mikrobial Nata de Soya pada gambar 25 mirip dengan hasil SEM yang ditunjukkan oleh bacterial cellulose pada gambar 24. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa selulosa mikrobial yang di dapat merupakan selulosa mikrobial murni. Hal ini terlihat juga pada analisa FTIR dan XRD . Gambar 24 Morfologi selulosa mikrobial , fermentasi10 hari, 750X Gambar 25 Morfologi Bacterial Cellulose Hugh O’Neill., at al,2002

B. PERSIAPAN DOPING DENGAN IODIUM

Lembaran nata kering dipotong-potong kecil lalu digerus dengan mortal kemudian diayak dengan ukuran 50 mesh. Hasil ayakan berupa bubuk berwarna putih kekuning-kuningan dilarutkan dalam berbagai konsentrasi iodium yaitu 0,5; 0,75 ; 1,0 dan 1,25 ww. Larutan diaduk dengan magnetic stirer selama 2 jam, kemudian dicetak diatas stainlessteel lalu dipanaskan pada temperatur 100 O C selama 5 jam lampiran 6. Hasil selulosa kering setelah mengalami doping iodium terlihat pada gambar 26. Gambar 26 Selulosa mikrobial dengan fermentasi 10 hari, didoping I 2 1,25ww

1. Analisa Resistivitas Listrik

Dari gambar 27 terlihat nilai resistivitas listrik selulosa mikrobial untuk fermentasi 10 hari yang didoping dengan iodium berkisar antara 601,45 Ω-m sampai 1273,28 Ω-m dan ini mendekati nilai resistivitas silikon. Keadaan ini memperlihatkan bahwa iodium menyusup kedalam kristal yang menyebabkan terjadinya dislokasi struktur kristal sehingga terjadi perubahan resistivitas listrik dari material. Unsur iodin berada pada golongan VIIA dalam sistem periodik sehingga apabila unsur ini masuk ke dalam struktur ikatan selulosa akan menyebabkan kekurangan elektron yang menyebabkan harga resistivitas material tersebut naik. Harga resistivitas listrik suatu meterial berbanding terbalik dengan harga koduktivitas listriknya. Suatu bahan semikonduktor mempunyai energi gap yang kecil energi termal sehingga pada temperatur ruang material akan bersifat konduktor. Sebagai pembanding polimer sentetik yang bersifat semikonduktor yaitu polipirola dan poliftalosianinasiloksana yang juga di doping dengan Iodium menghasilkan resistivitas listrik 1 Ω-m dan 70 Ω-m. Selulosa mikrobial termasuk bioselulosa yang berbeda dengan selulosa yang terdapat pada tumbuhan, karena selulosa mikrobial melalui suatu fermentasi. Hal ini yang kemungkinan membuat adanya perbedaan nilai resistivitas pada keduanya. Hasil analisis statatistika terhadap nilai resistivitas listrik untuk selulosa mikrobial hasil fermentasi 10 hari yang didoping iodium pada konsentrasi berbeda-beda menunjukkan adanya perbedaan nyata lampiran 5. 200 400 600 800 1000 1200 1400 Resistivitas listrik ohm-m 1 2 3 4 Konsentrasi I2 ww Gambar 27 Diagram resistivitas listrik selulosa mikrobial fermentasi 10 hari yang didoping iodium dengan konsentrasi 0,50ww ; 0,75 ww ; 1,00ww dan 1,25 ww.

2. Analissa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial FTIR

Hasil analisis spektrum transmisi FTIR pada selulosa mikrobial yang di doping iodium dengan konsentrasi berbeda-beda Gambar 28 menunjukkan bahwa ada gugus OH, gugus ikatan hidrogen, gugus C-H alkana, gugus C-O eter dan gugus alkohol. Doping dengan iodium 0,5 ww gugus-gugus tersebut terletak pada bilangan gelombang, 3378,3cm -1 ; 3014,0cm -1 ; 1543,0cm -1 ; 1236,1cm -1 dan 1033,1cm -1 ; doping dengan iodium 0,75ww terletak pada bilangan gelombang 3303,4cm -1 ; 3096,3cm -1 ; 15277,1cm -1 ; 1327,1cm -1 dan 1040,2cm -1 . Doping dengan iodium 1,00ww pada bilangan gelombang, 3288,4cm -1 ; 3070,2cm 1 ; 1522,9cm -1 ; 1321,0cm -1 dan 1080,3cm -1 . Sedangkan doping dengan iodium 1,25ww pada bilangan gelombang, 3325,3cm -1 ; 3069cm -1 , 1637,4cm 1 ; 1319,7cm -1 dan 1033,8cm -1 . 1,25 1,00 0,75 0,50 Dibanding dengan selulosa murni maka selulosa yang didoping iodium mengalami pergeseran bilangan gelombang spektrum transmisi yaitu pada gugus OH dan gugus C-H yang berarti terjadi perubahan energi vibrasi pada gugus tersebut. Pergeseran bilangan gelombang spektrum transmisi disini dikarenakan adanya penyusupan atau penggantian iodium ke dalam gugus OH dan gugus C-H pada selulosa. Iodium 0,00 ww Iodium 0,50 ww Iodium 0,75 ww Iodium 1,00 ww Iodium 1,25 ww Gambar 28. Spektrum transmisi FTIR selulosa mikrobial didoping iodium dengan konsentrasi 0,00ww ; 0,50ww ; 0,75ww ; 1,00ww dan 1,25ww

3. Analisa Struktur Molekul Selulosa Mikrobial XRD

Difraktometer sinar-X digunakan untuk mengetahui derajat kristalinitas dan struktur kristal dari selulosa mikrobial yang didoping iodium pada konsentrasi berbeda. Dari hasil pengukuran dengan difraktometer sinar-X diketahui selain terdapat fase amorf, selulosa mikrobial yang didoping iodium juga mengandung fase kristal dengan derajat kristalinitas yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari munculnya puncak-puncak spesifik pada 2 θ Gambar 29. Dari gambar 29 ditunjukkan selulosa mikrobial yang didoping iodium dengan konsentrasi 0,5ww memperlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 14,22 O ; 16,80 O dan 22,64 O dengan persentasi kristalin 28,65. Iodium dengan konsentrasi 0,75ww memperlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 15,18 O ; 18,06 O dan 23,44 O dengan persentasi kristalin 33,35 . Untuk Iodium dengan konsentrasi 1,00 ww memperlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 14,40 O ; 17,14 O dan 22,80 O dengan persentasi kristalin 29,73. Sedangkan untuk Iodium dengan konsentrasi 1,25 ww memperlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 14,38 O ; 17,08 O dan 22,82 O dengan persentasi kristalin 29,51. Sebagai pembanding dilakukan juga analisis difraksi sinar-X untuk bubuk selulosa mikrobial dengan waktu fermentasi 10 hari. Pada bubuk selulosa mikrobial memperlihatkan tiga puncak terkuat 2 θ yaitu 14,26 O ; 16,56 O ; 20,36 O dengan persentasi kristalin 29,57. Tabel 7 Pengaruh konsentrasi Iodium terhadap sudut difraksi dan kristalinitas dari selulosa mikrobial Konsentarsi Iodium ww Sudut difraksi 2 θ kristalin 0,5 0,75 1,00 1,25 0,00 14,22 O ; 16,80 O ; 22,64 O 15,18 O ; 18,06 O ; 23,44 O 14,40 O ; 17,14 O ; 22,80 O 14,38 O ; 17,08 O ; 22,82 O 14,26 O ; 16,56 O ; 20,36 O 28,65 33,35 29,73 29,51 29,57 Dari gambar 29 terlihat terdapat pergeseran puncak pola difraksi dan perubahan intensitas dengan nilai yang berbeda. Kelima pola difraksi tersebut memiliki struktur yang sama namun terdapat perbedaan parameter kisi. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya pergeseran harga sudut difraksi. Pada selulosa mikrobial yang telah mengalami doping iodium terlihat terjadi perubahan sudut difraksi membesar dan maksimum pada konsentrasi iodium 0,75 ww. Pergeseran puncak sudut difraksi terjadi karena adanya distorsi di dalam struktur kristal akibat ukuran atom yang berbeda dibandingkan dengan ruang yang tersedia dalam kristal. Hal ini menyebabkan kristal memiliki jarak antar bidang yang lebih besar atau lebih kecil. Jika jarak antar bidang lebih kecil puncak bergeser ke kanan dan berlaku sebaliknya. 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 10 20 30 40 2 theta derajat in te n s it as cps 50 0,00 ww 0,50 ww 0,75 ww 1,00 ww 1,25 ww Gambar 29 Pola difraksi sinar X dari selulosa mikrobial yang didoping pada Berbagai konsentrasi iodium

4. Analisa Morfologi Molekul Selulosa Mikrobial SEM

Analisis dengan SEM dilakukan untuk mengetahui bentuk kristal dari selulosa mikrobial yang didoping iodium. Gambar 30 dan 31 menunjukkan morfologi permukaan selulosa mikrobial yang didoping dengan iodium dengan konsentrasi 1 dan 1,25 ww. Pada pembesaran 1000 X baik itu untuk konsentrasi 1,00wt atau 1,25ww belum terlihat secara jelas bentuk butir- butir kristal. Pada pembesaran 3500 X baik itu untuk konsentrasi 1,00ww dan 1,25ww, dapat diperkirakan bentuk butir-butir kristal selulosa mikrobial yang didoping dengan iodium berupa bentuk yang menyerupai seperti batang, relatif beraturan dan tekstur permukaan rata. Hal ini menunjukkan bahwa butir-butir kristal telah relatif homogen, dan ini menguatkan hasil uji kristal menggunakan XRD. A. Pembesaran 1000X B. Pembesaran 3500 X Gambar 30 Fermentasi 10 hari yang didoping dengan iodium 1 w A. Pembesaran 1000 X B. Pembesaran 3500 X Gambar 31 Fermentasi 10 hari yang didoping dengan iodium 1,25 ww

5. Analisa Tipe Semikonduktor

Dalam pembuatan suatu semikonduktor agar dapat dipergunakan untuk peralatan perlu diketahui tipe dari semikonduktor yaitu tipe-n atau tipe-p yang merupakan sifat elementer. Pembawa mayoritas yang terdapat dalam semikonduktor tipe-p dan tipe-n masing-masing adalah hole dan elektron. Dalam semikonduktror tipe-p hole sebagai pembawa mayoritas dan elektron sebagai pembawa minoritas. Pada suatu keadaan tidak dapat dibedakan antara pembawa minoritas dan mayoritas karena konsentrasi elektron dan hole sama. Untuk mengetahui suatu bahan semikonduktor bertipe-n atau tipe-p dapat dianalisis dengan alat yang disebut two point probe. Hasil analisis dari two point probe pada selulosa mikrobial yang didoping iodium ditunjukkan oleh Galvanometer yang bernilai negatif. Pada probe yang dipanaskan akan terjadi pelepasan elektron dan akan mengalir ke probe yang dingin melalui Galvanometer. Terjadinya aliran elektron disini disebabkan pada ujung probe yang dingin terdapat hole yang berarti selulosa mikrobial yang didoping dengan iodium mempunyai tipe p dan ini sesuai dengan literatur bahwa suatu bahan polimer yang didoping iodium akan mempunyai type semikonduktor bertipe-p. http:nina.ecse.rpishuradvacednotenotespdforganic18.pdf

V. KESIMPULAN DAN SARAN