Selain itu, vegetasi pada bantaran banjir dapat mengurangi angkutan sedimen di sungai. Hal ini sesuai dengan penelitian Irawan 2008 bahwa vegetasi
pada riparian adalah salah satu cara untuk mengendalikan erosi tebing sungai. Demikian pula dengan uraian Sandercock et al. 2007 bahwa vegetasi pada
bantaran sungai berpengaruh terhadap proses pengendapan dan pencegahan terhadap erosi. Sebagai sumber air, sungai sangat bermanfaat dalam kehidupan
manusia. Olehnya itu, maka sungai harus dikelola dengan baik demi menjaga keberlangsungan fungsinya berdasarkan karakteristik keteraturan dan
kompleksitasnya.
2.3. Banjir
Banjir adalah alirangenangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan menyebabkan kehilangan jiwa Asdak, 2007. Pada Peraturan Pemerintah
No. 38 Tahun 2011 tentang Sungai diuraikan bahwa banjir adalah peristiwa meluapnya air sungai melebihi palung sungai. Alirangenangan air yang terjadi
karena adanya luapan-luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran yang lewat
Sudjarwadi, 1987. Dengan demikian, kejadian banjir pada sungai menunjukkan adanya luapan di kiri dan kanan sungai dan dapat menimbulkan kerugian bagi
masyarakat. Banjir terjadi ketika curah hujan dan limpasan melebihi kapasitas alur sungai
untuk mengangkut debit aliran yang meningkat Chech, 2005 Selanjutnya
Debit aliran yang meningkat disebabkan oleh tingginya intensitas curah hujan. Selain itu limpasan permukaan juga meningkat akibat kapasitas infiltrasi
yang lebih kecil dibandingkan dengan curah hujan yang terjadi. Olehnya terjadinya banjir sangat terkait dengan intensitas curah hujan, infiltrasi dan
limpasan permukaan. Olehnya itu, maka dalam menentukan debit banjir Arsyad
2006 menguraikan bahwa banjir yang menggenangi lahan-lahan di perkotaan dan pedesaan atau pertanian pada musim hujan terjadi sebagai akibat tidak
tertampungnya aliran permukaan yaitu air yang mengalir di permukaan tanah, oleh sungai dan saluran air lainnya.
DAERAH PENGUASAAN SUNGAI
DATARAN BANJIR DATARAN BANJIR
SUNGAI
Garis Sempadan GS GS
BANJIR BANJIR
DEBIT 50 TAHUNAN
diperlukan data curah hujan yang dianalisis menjadi intensitas curah hujan. Gambaran kejadian banjir pada sungai disajikan pada Gambar 7
Gambar 7. Kejadian banjir di sungai Nahak et al. 2008 yang mengkaji tentang penyebab utama terjadinya
genangan pada Sungai Muke di NTT serta alternatif pengendalian banjir dengan menganalisis kapasitas tampang hidraulis sungai dalam mengalirkan debit banjir
kala ulang 10 tahun. Hasil kajiannya adalah banjir terjadi akibat rendahnya kapasitas tampang maksimum bank full capacity sungai. Sedang penanganan
terhadap genangan banjir yang direkomendasikan adalah dengan membuat storage area.
Kondisi bankfull capacity yang kecil terjadi karena tingginya sedimentasi disepanjang alur sungai akibat erosi alur dan longsoran tebing sungai. Selain itu,
banjir sungai juga dapat dipengaruhi oleh kondisi pasang. Hal ini sesuai dengan penelitian Nanlohy et al. 2008 yang mengkaji ruas-ruas kritis banjir pada Sungai
Tondano. Hasil penelitiannnya menunjukkan bahwa banjir di Sungai Tondano diakibatkan oleh bankfull capacity yang kecil serta pengaruh backwater akibat
pasang naik dan lateral inflow. Alternatif terbaik yang disarankan dalam penanggulangan banjir adalah pembangunan tanggul sungai
Karakteristik daerah aliran sungai juga mempengaruhi kondisi banjir yang terjadi. Untuk daerah hulu dengan alur sungai yang relatif curam dan bukit yang
terjal, maka banjir dengan waktu datang sangat singkat sering terjadi. Namun di daerah ini banjir akan datang dengan waktu yang singkat, demikian pula dengan
waktu berakhirnya, karena elevasi daerah yang relatif lebih tinggi sehingga air banjir dengan mudah mencari alur keluar.
Untuk daerah tengah banjir yang terjadi datangnya tidak secepat pada daerah hulu, demikian pula air banjir biasanya masih mudah untuk diatuskan
keluar daerah dengan gaya beratnya sendiri. Pada daerah hilir, kemiringan dasar sungai maupun kemiringan tanah di kawasan ini biasanya sangat kecil dan relatif
datar. Biasanya waktu datang banjir cukup lama, namun pengatusan air genangan juga mengalami kesulitan. Hal ini biasanya disebabkan oleh energi air yang sudah
kecil, sehingga air genangan tidak mungkin diatuskan dengan gaya berat. Jika kondisi ini dibarengi dengan pasang surut air laut pada kondisi tinggi, maka
pengatusan air tanpa bantuan pompa, hampir tidak mungkin. Pada daerah ini, penanganan banjir harus menginteraksikan pengaruh aliran banjir di sungai
dengan hidrodinamika gerakan pasang surut di laut. Dalam pengelolaan banjir debit sungai merupakan parameter penentu yaitu
besarnya volume aliran di sungai. Besarnya debit atau limpasan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu elemen meteorologi dan sifat fisik daerah pengaliran. Elemen
meteorologi menyangkut jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya curah hujan, distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran, arah pergerakan curah
hujan, curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah. Sedang elemen daerah pengaliran mencakup kondisi penggunaan tanah landuse, daerah pengaliran,
kondisi topografi dalam daerah pengaliran, jenis tanah dan beberapa faktor lain Sosrodarsono dan Takeda, 2006.
Data curah hujan terlebih dahulu harus dihitung probabilitasnya sehingga memenuhi standar dengan tingkat ketelitian yang dapat diterima. Probabilitas
curah hujan dihitung dengan Metode Gumbel dan Metode Log Pearson Type III serta Uji Chi Square.
Metode Gumbell adalah metode distribusi eksponensial yang sekaligus telah menggunakan kurva asimetris kerapatan dan dihitung dengan persamaan
sebagai berikut: = X + S . K…………………………………………………………………1
K = Yt – YnSn…………………………………………………………… 2 Keterangan:
= Harga rata-rata dari data curah hujan mm X = Besarnya curah hujan rata-rata rencana mm
S = Simpangan baku K = Faktor frekuensi
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data n Sn = Reduced standart deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data n
Yt = Reduced variate Metode Log Pearson Type III menggunakan parameter harga rata-rata,
standar deviasi dan koefisien kepencengan. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Harga rata – rata :
………………………………………………3 Standar Deviasi :
………………………………… ……4 Koefisien kepencengan :
…………………………………………5 Keterangan:
Log X = Logaritma data yang dicari = Logaritma rata-rata data
Log Xi = Logaritma data tahun ke-i K
= Konstanta Log Pearson Type III, berdasarkan Cs S
= Simpangan baku Cs
= Koefisien kepencengan n
= Jumlah data Uji kesesuaian Chi Square
…………………………………………………6 Keterangan:
= Harga uji statistik Ei
= Frekuensi yang diharapkan Oi
= Frekuensi pengamatan
Besarnya intensitas hujan dapat ditentukan dengan rumus empiris Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan Metode Van Breen, Metode Bell Tanimoto
Soemarto : 1986 yang diuraikan sebagai berikut: Metode Van Breen menggunakan persamaan sebagai berikut:
……………………………………………7 Keterangan
= Intensitas Hujan mmjam pada PUH T pada waktu konsentrasi tc Tc
= Waktu konsentrasi menit R
T
Metode Bell Tanimoto menggunakan persamaan : = Curah hujan harian maksimum PUH T mmjam
………………………………………….………8 Keterangan
R = Curah hujan mm
T = Periode ulang Tahun
T = durasi hujan menit
R
1
R = besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 1 menurut Tanimoto
2
Persamaan Talbot: = besarnya curah hujan pada distribusi jam ke 2 menurut Tanimoto
b t
a I
+ =
………………………………………………………………9
2 2
2 2
. .
II I
n I
t I
I t
I a
∑ −
∑ ∑
∑ −
∑ ∑
= …………………………………….10
2 2
2
. .
II I
n t
I n
t I
I b
∑ −
∑ ∑
− ∑
∑ =
……………………………………………11 Persamaan Sherman:
n
t a
I =
…………………………………………………………………12
[ ]
[ ]
2 2
log .
log .
. log
. log
. .
log .
log .
log log
t t
n t
I t
t I
a −
− =
………………………13
[ ]
[ ]
2 2
log .
log .
. log
. .
log .
log .
log t
t n
I t
n t
I n
− −
= ………………………………..14
Persamaan Ishiguro: b
t a
I +
= ……………………………………………………..……15
2 2
5 .
2 2
5 .
. .
I I
n I
t I
I t
I a
− −
= ………………………………………16
2 2
5 .
2 5
. 2
. .
. .
I I
n t
I n
t I
I b
− −
= ……………………..…………………..17
Keterangan: I = Intensitas hujan mmjam
t = waktu durasi hujan menit a,b = konstanta
= jumlah angka-angka dari tiap suku. Curah hujan efektif merupakan parameter curah hujan yang dipengaruhi
oleh koefisien limpasankoefisien pengaliran. Koefisien tersebut merupakan perbandingan antara banyaknya limpasan dengan banyaknya curah hujan.
Koefisien limpasan ditetapkan berdasarkan tabel koefisien limpasan yang disajikan pada Tabel 2. Besarnya curah hujan efektif adalah hasil perkalian antara
intensitas hujan dengan koefisien limpasan permukaan. Tabel 2. Koefisien limpasan
Kondisi daerah pengaliran dan sungai f
Daerah pegunungan yang curam 0.75 – 0.90
Daerah pegunungan tersier 0.70 – 0.80
Tanah bergelombang dan hutan 0.50 – 0.75
Tanah dataran yang ditanami 0.45 – 0.60
Persawahan yang diairi 0.70 – 0,80
Sungai di daerah pegunungan 0.75 – 0.85
Sungai kecil di dataran 0.45 – 0.75
Sungai besar yang lebih dari setengah daerah pengalirannya terdiri dari dataran
0.50 – 0.75 Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 2006.
Selanjutnya untuk menggambarkan variasi debit atau permukaan air menurut waktu dibuat hidrograf satuan. Hidrograf satuan adalah hidrograf
limpasan langsung yang dihasilkan oleh hujan efektif merata di DAS dengan intensitas tetap diambil 1 mmjam dalam satu satuan waktu yang ditetapkan
diambil 1 jam. Hidrograf satuan ini dianggap tetap selama faktor fisik DAS tidak mengalami perubahan. Upaya ini bisa digunakan untuk menghitung debit
sungai Priyantoro, 2009. Diagram ini dapat dibuat berdasarkan hasil pembacaan di lapangan. Namun jika data tersebut tidak tersedia, maka dapat dibuat hidrograf
sintetik antara lain dalam bentuk hidrograf Nakayashu. Hidrograf Nakayasu digunakan untuk menganalisis debit banjir yaitu
berdasarkan Gambar 8.
Gambar 8. Hidrograf Nakayashu Besarnya debit puncak dihitung dengan persamaan:
Qp = 3
. 6
. 3
.
3 .
T Tp
R CA
+ …………………………………………18
Keterangan: Q
p
= Besarnya debit puncak banjir m
3
CA = Catchment Area = Luas daerah aliran km dt
2
R Tp = Waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir jam
= Curah hujan satuan 1 mm
T
0.3
= Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit dari debit puncak sampai menjadi 30 dari debit puncak jam.
Untuk menghitung Tp dan T
0.3
Tp = Tg + 0.8 Tr ………………………………………………19 digunakan rumus:
T
0,3
Tr = 0.75 . Tg …………………………………………………..21 =
α . Tg ……………………………………………………...20
a. Jika panjang sungai 15 km : Tg = 0.4 + 0.058 L ………………………………………22
b. Jika panjang sungai 15 km : Tg = 0.21 . L
0.7
Keterangan: ………………………………….………….23
Tg = Time lag, yaitu waktu antara permulaan hujan sampai puncak banjir jam Tr = Satuan waktu hujan jam
α = Parameter hidrograf L = Panjang alur sungai km.
Bagian lengkung Model Nak
ayasu
mempunyai persamaan sebagai berikut: Waktu naik : 0
≤ t Tp
Q
n
= Q
p
4 .
2
Tp t
. ……………………………………………24
Waktu turun : Tp
≤ t Tp + T
0.3
Q :
t
−
. 3
.
3 .
T T
t
p
= Qp . ……………………………………25
Tp + T
0.3
≤ t Tp + T
0.3
+ 1.5 T
0.3
Q
t
= Q
p
− +
−
3 .
3 .
5 ,
1 5
.
3 .
T T
Tp t
. ……………………………………26
t Tp + T
0.3
+ 1.5 T
0.3
Q
t
= Q
p
+ −
3 .
3 .
2 5
. 1
3 .
T T
Tp t
. …………………….………………27
Penentuan terjadinya banjir didasarkan pada perbedaan tinggi muka air banjir dengan tinggi tanggul. Tinggi muka air banjir dihitung berdasarkan
persamaan hidrolika. Karakteristik tersebut adalah kekasaran saluran, debit sungai Q dan tinggi muka air banjir h. Parameter tersebut diperoleh berdasarkan
persamaan sebagai berikut Maryono, 2005: Perhitungan drag koefisien berdasarkan kecepatan air dan ketinggian air
aktual.
…………………………………………….28 Keterangan:
λ = drag koefisien Vm = kecepatan aktual lapangan ms
h = ketinggian air m I
E
Persamaan 1 √λ dan RK
= garis energi
s
diperoleh dengan memasukkan nilai Ks duga secara berulang hingga diperoleh beberapa nilai 1
√λ yang pada persamaan:
………………………………29 Keterangan:
R = jari-jari hidrolis saluran Jari –jari hidrolis saluran diperoleh dengan rumus:
R = PA……………………………………………………….30 Keterangan:
P = Keliling basah saluran m A = Luas penampang basah m
2
Persamaan kecepatan air:
………………………………..………31 Keterangan :
V = kecepatan air ms
Persamaan debit:
VxA Q
=
……………………………………..………..32 Keterangan:
Q = debit aliran m
3
A = luas penampang basah m s
2
2.4. Pengelolaan Sungai