Iklim KEADAAN UMUM DAERAH KAJIAN

12 Grafik Curah Hujan DAS Cicatih tahun 2000 5 10 15 20 25 30 35 40 45 1 17 33 49 65 81 97 113 129 145 161 177 193 209 225 241 257 273 289 305 321 337 353 julian day je lu k h u ja n m m Gambar 11. Grafik curah hujan wilayah tahun 2000 Sub DAS Cicatih.

V.2. Pendugaan Curah Hujan

Simulasi debit sungai dengan menggunakan metode H2U memerlukan data hujan sesaat, sedangkan ketersediaan data yang ada sangat terbatas dalam jangka waktu pengamatan dan kelengkapan data. Di Sub DAS Cicatih tidak terdapat alat perekam data curah hujan sesaat, sehingga penulis melakukan pendugaan curah hujan sesaat dari curah hujan wilayah harian di Sub DAS Cicatih dengan asumsi pola hujan jam-jaman di kecamatan Ciemas sama dengan pola hujan di Sub DAS Cicatih. Pada penelitian seblumnya Jonsen,2006 pemilihan episode hujan untuk simulasi berdasarkan dari hujan tunggal yang menghasilkan hidrograf aliran dengan puncak tunggal dan tinggi hujan harian lebih dari 20 mm. Tetapi ketika dipakai untuk mensimulasi debit sungai di Sub DAS Cicatih tahun 2000, simulasi yang dihasilkan sangat menyimpang dari data observasi. Oleh karena itu berdasarkan pengecekan data curah hujan dan debit sungai hasil observasi di ketahui bahwa setiap curah hujan yang tingginya lebih dari 16 mm menyebabkan kenaikan debit yang cukup besar. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 12. Oleh karena itu di asumsikan bahwa tinggi hujan yang dapat menghasilkan limpasan adalah tinggi hujan lebih dari 16 mm. Curah hujan dibawah 16 mm akan terintersepsi, evaporasi dan terinfiltrasi ke dalam tanah. Grafik Pemilihan Kejadian Hujan 20 40 60 80 100 120 22 28 19 17 18 28 12 4 1 7 6 28 25 17 17 Curah Hujan mm D e b it m 3 s Gambar 12. Plot Curah hujan DAS dan debit sungai Sub DAS Cicatih untuk penentuan kejadian hujan terpilih. Pendugaan curah hujan tersebut menggunakan metode disagregasi empirik. Curah hujan yang memenuhi kriteria sebagai input model H2U adalah curah hujan dengan intensitas lebih dari 16 mm. Berdasarkan asumsi tersebut terdapat 22 kejadian hujan yang diduga dapat menghasilkan limpasan. Dari curah hujan tersebut ditentukan curah hujan netto atau curah hujan efektif dengan cara mengalikan nilai curah hujan brutto dengan koefisien limpasan. Curah hujan netto adalah curah hujan yang akan menjadi limpasan. Sedangkan curah hujan brutto adalah curah 13 hujan yang jatuh ke permukaan sebelum terjadi intersepsi, infiltrasi dan evaporasi. Nilai koefisien aliran permukaan dan kejadian hujan yang memenuhi asumsi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Koefisien aliran permukaan dari CH 16 mmhari No Kejadian hujan Jjeluk hujan mm Kr koefisien limpasan 1 7 Januari 22 0.12 2 8 Januari 22 0.15 3 16 Januari 27 0.31 4 17 Januari 33 0.21 5 9 Maret 30 0.22 6 13 Maret 24 0.33 7 24 Maret 28 0.21 8 26 Maret 17 0.3 9 18 April 24 0.15 10 26 April 17 0.39 11 11 Juni 17 0.16 12 21 Juni 19 0.17 13 23 Juni 40 0.09 15 27 September 26 0.12 16 16 Oktober 26 0.14 17 14 November 18 0.28 18 18 November 31 0.47 19 25 November 26 0.2 20 26 November 27 0.27 21 28 November 17 0.17 22 26 Desember 22 0.2 Koefisien limpasan adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan antara besarnya limpasan terhadap besarnya curah hujan. Pada Tabel 7. terlihat bahwa pada jeluk yang sama nilai koefisien limpasan berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa air yang terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi berbeda-beda walaupun curah hujan yang jatuh intensitasnya sama. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh keadaan cuaca pada saat itu, seperti radiasi matahari, suhu dan kelembaban udara. V.3. Simulasi Aliran Permukaan Menggunakan Model H2U. Simulasi debit sungai di Sub DAS Cicatih ini menggunakan dua cara. Pertama, jika terjadi hujan debit sungai ditentukan dengan menggunakan model H2U. Debit sungai diperoleh dengan mengalikan luas das dengan hasil dari konvolusi antara pdf DAS dan curah hujan netto. Kurva pdf DAS menunjukkan waktu yang diperlukan butir hujan yang jatuh di titik terjauh permukaan DAS untuk mencapai outlet sungai atau waktu yang dibutuhkan SubDAS Cicatih untuk merespon input hujan dan mengkonversinya menjadi limpasan. Titik puncak kurva terjadi saat waktu mencapai tiga jam. Dengan asumsi bahwa curah hujan yang menjadi limpasan adalah hujan dengan nilai lebih besar dari 16 mm, diperoleh grafik simulasi debit sungai sebagai berikut: Perbandingan Direct Run Off Sub DAS Cicatih 8 Januari 2000 10 20 30 40 50 60 70 80 5 10 15 20 25 30 Waktu jam D e b it m 3 s Qobservasi Qsimulasi F=0.9 Perbandingan Direct Run Off Sub DAS Cicatih 7 Januari 2000 10 20 30 40 50 60 5 10 15 20 25 30 Waktu jam D e b it m 3 s Qobservasi Qsimulasi F=0.9