Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang Membeli Makanan Kaleng Kedaluwarsa Di Pasar Swalayan

(1)

ABSTRAK

Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang Membeli Makanan Kaleng Kedaluwarsa Di Pasar Swalayan

Oleh

Ghea Eliana Abrar

Saat ini masih ada makanan kemasan atau makanan kaleng kedaluwarsa yang beredar baik di pasar tradisional maupun di pasar modern. Salah satu bentuk kejahatan bisnis yang dilakukan oleh sebagian pengusaha yang tidak bertanggung jawab adalah memproduksi, mengedarkan, menawarkan produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan manusia (konsumen). Penelitian ini mengkaji mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen yang membeli makanan kaleng kedaluwarsa di pasar swalayan. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, Pertama, hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen.

Kedua, tanggung jawab atas beredarnya makanan kaleng yang kedaluwarsa di pasar swalayan. Ketiga, pengawasan terhadap produk-produk makanan yang terdapat di pasar swalayan oleh BPOM.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif-empiris, dengan tipe penelitian deskriptif. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengolahan data dilakukan dengan cara seleksi data, pemeriksaan data, klasifikasi data dan penyusunan data. Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara analisis deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan adalah sebagai berikut: Pertama, hubungan hukum antara konsumen dan pelaku usaha dibuktikan dengan adanya hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam UUPK. Hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen adalah hak bagi pelaku usaha. Hubungan hukum tersebut akan berakhir ketika konsumen menerima barang atau jasa dengan baik dan pelaku usaha telah menerima pembayaran atas barang atau jasa dari konsumen. Kedua, tanggung jawab atas beredarnya makanan yang kedaluwarsa di pasar swalayan dibebankan kepada pelaku usaha. Tanggungjawab pelaku usaha terhadap kerugian konsumen didasarkan pada prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum. Prinsip ini dapat diterima karena adil bagi produsen yang berbuat


(2)

salah untuk mengganti kerugian yang diderita oleh konsumen. Hal ini memberikan perlindungan kepada konsumen yang dalam kenyataannya menempati posisi ekonomi yang lebih rendah disbanding pelaku usaha. Disamping itu pembebanan tanggung jawab kepada pelaku usaha dapat menumbuhkan kesadaran atas produk yang dihasilkan dan dipasarkannya. Ketiga, Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM dalam rangka mengawasi peredaran makanan terdiri dari tiga sistem pengawasan, yaitu sub sistem pengawasan produsen, sub sistem pengawasan pemerintah dan subsistem pengawasan konsumen.

Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Makanan Kedaluwarsa, Perlindungan Konsumen


(3)

(4)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MEMBELI MAKANAN KALENG KEDALUWARSA DI PASAR SWALAYAN

(Skripsi)

Oleh :

GHEA ELIANA ABRAR

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

MOTO

Life isn’t about finding yourself.

Life is about creating yourself.

(George Bernard Shaw)

Wise man speak because they have something to say,

Fools because they have to say something.


(8)

PERSEMBAHAN

Teriring Do’a dan Rasa Syukur Kehadirat Allah SWT Atas Rahmat dan Hidayah

-Nya Serta Junjungan Tinggi Rasulullah Muhammad SAW

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Papa tercinta M. Abrar Tuntalanai S.Ik S.H. M.H.

dan

Mama tercinta Diah Ayu Sulistyanti

Sebagai orang tua penulis tercinta yang telah mendidik, membesarkan dan

membimbing penulis menjadi sedemikian rupa yang selalu memberikan kasih

sayang yang tulus dan memberikan doa

yang selalu memberikan semangat dan harapan.

Adik ku tersayang Atahillah Tuah Abrar

yang menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Keluarga besarku atas semangat dan dukungannya

untuk keberhasilanku

untuk yang terkasih Ibnu Sina Fathurrahman

yang selalu memberikan support selama ini.

Almamaterku tercinta

Universitas Lampung


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Ghea Eliana Abrar, penulis dilahirkan di Temanggung pada tanggal 18 Agustus 1992, merupakan putri pertama dari dua bersaudara, buah hati pasangan Bapak M. Abrar Tuntalanai, S.IK., S.H., M.H. dan Ibu Diah Ayu Sulistyanti.

Pendidikan yang telah di selesaikan penulis adalah sebagai berikut: 1. Taman Kanak-Kanak di TK Cor Jesu Temanggung, lulus pada tahun 1999.

2. Sekolah Dasar di SD Pangudi Utami Temanggung, lulus pada tahun 2004. 3. Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Kudus, lulus pada tahun 2007.

4. Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Bandar Lampung, lulus pada tahun 2010.

Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui jalur Mandiri pada tahun 2010. Selama kuliah penulis mengikuti dan aktif dalam Himpunan Mahasiswa Hukum Perdata Unila, selain itu penulis juga mengikuti Kuliah Kerja Nyata pada tanggal 17 Januari 2013 sampai dengan 26 Februari 2013 yang di laksanakan di Desa Tanjung Inten Kecamatan Purbolinggo Kabupaten Lampung Timur Provinsi Lampung.


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil ’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, sebab hanya dengan kehendaknya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen yang Membeli Makanan Kaleng Kedaluwarsa Di Pasar Swalayan” , sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama proses penyusunan sampai dengan terselesaikannya skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.Hum., sebagai Pembimbing I yang penuh dengan kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(11)

4. Ibu Lindati Dwiatin, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing II yang penuh dengan kesabaran memberikan bimbingan, motivasi, jalan, saran dan juga kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak Dr. Hamzah, S.H., M.H., selaku Pembahas I, masukan dan saran yang diberikan selama proses skripsi ini.

6. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H., selaku Pembahas II, masukan dan saran yang diberikan selama proses skripsi ini.

7. Ibu Firganefi, S.H., M.H,. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan dukungan selama ini.

8. Seluruh dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh studi.

9. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh studi.

10.Untuk Sahabat-sahabatku: Andrew Carlos Alamanzo, Erwin Andri Yusta, Lirta Amalia, Junisa Harahap, Raisya Andayu, Dahliana, Bella Mutia, Linda Susilawati, Bernadetha, Nisa Yustiana, Sylvia Widya.

11.Untuk Teman-teman seperjuangan : Heryansyah, Faiz Nadyansyah, Zevina Zora, Evryanto, Ocktaria Triranti, Rizella Ananda, Diah Ayu, Devy Citra, Triana Rahmadani, Windy Astria, Aisha Andiarina, dan Vega Sarlita.


(12)

Penulis berdoa semoga semua kebaikan dan amal baik yang telah diberikan akan mendapatkan balasan pahala dari sisi Allah SWT, dan akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Juli 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK JUDUL DALAM

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP

PERSEMBAHAN MOTO

SANWACANA DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perlindungan Hukum ... 9

B. Macam-macam Perlindungan Hukum ... 10

C. Pertanggungjawaban Hukum ... 12

D. Hukum Perlindungan Konsumen ... 13

E. Hak dan Kewajiban Konsumen ... 15

F. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha ... 17

G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha ... 19


(14)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah ... 25

B. Jenis Penelitian ... 26

C. Tipe Penelitian ... 26

D. Data dan Sumber Data ... 27

E. Pengumpulan Data ... 28

F. Pengolahan Data ... 29

G. Analisis Data Perlindungan Konsumen ... 29

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hubungan Hukum Antara Pelaku Usaha dan Konsumen ... 30

B. Pihak yang Bertanggung Jawab Atas Beredarnya Makanan Kaleng yang Kedaluwarsa Di Pasar Swalayan ... 37

C. Pengawasan Terhadap Produk-Produk Makanan yang Terdapat Di Pasar Swalayan Oleh BPOM ... 53

V. PENUTUP Kesimpulan ... 68


(15)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan perekonomian yang pesat, telah menghasilkan beragam jenis dan variasi barang dan jasa. Berkat dukungan teknologi dan informasi, perluasan ruang, gerak dan arus transaksi barang dan jasa telah melintasi batas batas wilayah Negara, konsumen pada akhirnya dihadapkan pada berbagai pilihan jenis barang dan jasa yang ditawarkan secara variatif.1

Kondisi seperti itu, pada satu sisi menguntungkan konsumen, karena kebutuhan hidup terhadap barang dan jasa yang diinginkan dapat terpenuhi dengan berbagai pilihan. Namun pada sisi lain, fenomena tersebut menempatkan kedudukan konsumen terhadap produsen menjadi tidak seimbang, dimana konsumen berada pada posisi lemah. Konsumen menjadi objek aktivitas bisnis untuk meraup keuntungan yang besar melalui kiat promosi dan cara penjualan yang merugikan konsumen.2

1

Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013),

hlm 1 2

Gunawan Widjaja. Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Gramedia, 2003), hlm


(16)

2

Perlindungan konsumen merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Di dalam bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah.3

Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama lain yang berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen dalam pergaulan hidup.4

Semakin berkembangnya zaman dan bertambah majunya perekonomian seharusnya dapat menjamin peningkatan kesejahteraan, kenyamanan dan keamanan masyarakat terhadap barang dan jasa. Perlu kita ketahui bahwa sampai pada saat ini masih banyak makanan kemasan atau makanan kaleng kedaluwarsa yang beredar baik di pasar tradisional maupun di pasar swalayan.

Salah satu bentuk kejahatan bisnis yang dilakukan oleh sebagian pengusaha yang tidak bertanggung jawab adalah memproduksi, mengedarkan, menawarkan produk- produk yang berbahaya bagi kesehatan manusia (konsumen). Ulah para pengusaha yang hanya mementingkan profit tanpa memperhatikan akibat bagi konsumen telah

3

Ahmadi Miru. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm 1 4

A.Z. Nasution, Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada


(17)

3

menelan korban. Sebagai contoh adalah ditemukannya beberapa pabrik makanan (biskuit) yang ternyata tidak memiliki laboratorium.5

Kurangnya kehati-hatian konsumen dalam membeli makanan kemasan atau makanan kaleng dapat berakibat buruk apabila ternyata yang mereka beli adalah makanan kemasan atau makanan kaleng yang sudah kedaluwarsa. Kurangnya kehati-hatian masyarakat tersebut menyebabkan masyarakat berada dalam posisi yang lemah. Kewajiban untuk menjamin keamanan suatu produk agar tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dibebankan kepada produsen dan pelaku usaha, karena pihak produsen dan pelaku usahalah yang mengetahui komposisi dan masalah-masalah yang menyangkut keamanan suatu produk tertentu dan keselamatan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Kerugian-kerugian yang diderita oleh konsumen merupakan akibat kurangnya tanggung jawab pelaku usaha terhadap konsumen.

Beberapa jenis produk pangan pada dasarnya bukanlah produk yang membahayakan, tetapi mudah tercemar atau mengandung racun, yang apabila lalai atau tidak berhati-hati dalam proses pembuatannya, tetap mengedarkan, atau sengaja tidak menarik produk pangan yang sudah kedaluwarsa. Kelalaian tersebut erat kaitannya dengan kemajuan di bidang industri yang menggunakan proses produksi dan distribusi barang yang semakin kompleks. Dalam sistem yang demikian, produk yang bukan tergolong produk berbahaya, dapat saja membahayakan keselamatan dan kesehatan konsumen,

5

John Pieris dan Wiwik Sri Widiarty, Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen, (Jakarta:


(18)

4

sehingga diperlukan instrumen yang membuat standar perlindungan hukum yang tinggi dalam proses dan distribusi produk.6

Menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 kewajiban produsen adalah menjamin mutu barang dan/ atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/ atau jasa yang berlaku.

Faktor utama yang menjadi kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran dari konsumen akan hak-haknya. Hal inilah yang sering dijadikan oleh para produsen ataupun pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Oleh karena itu, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimaksudkan agar menjadi landasan hukum yang kuat bagi masyarakat agar dapat melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen. Dengan demikian, Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertujuan untuk menjamin kepastian dan perlindungan terhadap konsumen dan pelaku usaha, khususnya terhadap pelaku usaha agar menjalankan usahanya dengan jujur agar konsumen tidak mengalami kerugian atas barang dan/atau jasa yang dikonsumsi oleh konsumen.

Produk-produk makanan yang merugikan dan membahayakan konsumen bukan hanya produk makanan yang sudah kedaluwarsa saja, produk makanan yang sudah terkontaminasi racun pun ada yang beredar baik di pasar swalayan, pasar tradisional

6

Yusuf Sofie, Perlindungan Konsumen dan instrumen-instrumennya,(Jakarta:Pelangi


(19)

5

maupun di kios-kios kecil. Produk-produk kemasan seperti ini dapat terkontaminasi racun karena kesalahan-kesalahan dari pedagang atau penjual dalam menyimpan ataupun memajangbarang dagangannya. Contohnya, banyak pedagang yang menaruh botol aqua yang dijualnya di tempat yang terkena sinar matahari langsung padahal botol aqua tidak boleh diletakan di tempat-tempat yang terkena sinar matahari langsung, hal ini dapat menyebabkan produk minuman kemasan ini menjadi rusak sehingga tidak baik untuk dikonsumsi.

Contoh lainnya, beberapa waktu lalu terdapat kasus minuman kaleng yang terkena kencing tikus. Hal ini dapat terjadi karena pedagang atau penjual menyimpan barang dagangan di gudang toko yang kebersihannya tidak terjaga sehingga dapat terjadi kasus seperti ini. Selain kesalahan dari penjual, konsumen pun kurang berhati-hati dalam mengkonsumsi minuman ini. Seharusnya, konsumen membersihkan dulu kaleng minuman yang diminumnya menggunakan tissue atau apabila ingin lebih aman konsumen dapat menuangkan minuman kaleng ke dalam gelas.

Selain makanan yang sudah terkontaminasi racun karena kesalahan dalam penyimpanan maupun dalam memajang, banyak juga makanan yang beracun karena kedaluwarsa. Adapun, ciri-ciri dari produk makanan yang sudah kedaluwarsa adalah sebagai berikut:

a. Kalengnya sudah mengembung


(20)

6

c. Rasanya tidak seperti yang dipromosikan di kaleng7

Pengawasan terhadap makanan-makanan kedaluwarsa dirasakan masih belum maksimal dilihat dari adanya keluhan masyarakat tentang peredaran produk pangan yang membahayakan, seperti temuan dari Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukan razia menjelang Natal dan Tahun Baru, ada makanan yang tidak layak konsumsi di Supermarket Mall Plaza Ramayana Kotabumi.8 Ternyata hal itu bukan pertamakalinya makanan kedaluwarsa tersebut beredar di Supermarket tersebut. Meskipun sudah sering dirazia nampaknya Ramayana Kotabumi masih saja membandel. Produk-produk makanan yang sudah kedaluwarsa itupun langsung disita oleh petugas tim pemeriksa, beberapa di antaranya adalah saos sambal merek

Nasional yang masa berlakunya sudah habis sejak bulan Juni 2013, mie instan merek

Sedap, minuman kaleng sebanyak tujuh jenis, susu kental manis kalengan cap Bendera, dan beberapa produk pangan lainnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen yang Membeli Makanan Kaleng Kedaluwarsa di Pasar Swalayan”

7

Meti Puspitasari, Kenali Saat Makanan Kedaluwarsa,

<http://mediaindo.co.id/mediaanda/default.asp?page=371>, diakses tanggal 10 Juni 2014, pukul 20.13 8

< http://www.detiklampung.com/berita-874-hatohati-di-mall-ramayana-kotabumi-banyak-barang-kedaluwarsa.html>, diakses tanggal 10 Juni 2014, pukul 20.20


(21)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan perumusan masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen?

b. Siapa yang bertanggung jawab atas beredarnya makanan kaleng yang kedaluwarsa di pasar swalayan?

c. Bagaimana pengawasan terhadap produk-produk makanan yang terdapat di pasar swalayan oleh BPOM?

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dan pembahasan skripsi ini dibatasi pada kajian hukum perdata khususnya hukum perlindungan konsumen dalam aspek penjualan makanan kaleng yang sudah kedaluwarsa.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara jelas tentang: a. Hubungan hukum antara pelaku usaha dan konsumen

b. Tanggung jawab atas beredarnya makanan kaleng yang kedaluwarsa di pasar swalayan


(22)

8

c. Pengawasan terhadap produk-produk makanan yang terdapat di pasar swalayan oleh BPOM

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis:

a. Secara teoritis, kegunaan penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan kemampuan berkarya ilmiah, daya nalar dan acuan yang sesuai dengan disiplin ilmu yang dimiliki, juga untuk memperluas cakrawala pandang bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

b. Secara praktis, menjadi bahan masukan bagi kalangan praktisi hukum, khususnya yang bergerak dalam bidang hukum perlindungan konsumen serta dapat menjadi bahan masukan bagi Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI) dan khususnya pemerintah sebagai bahan pertimbangan di dalam menentukan kebijakkan dan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan hukum yang baik terhadap konsumen yang berkaitan dengan makanan kadaluarsa di Indonesia, juga bagi produsen, serta masyarakat umum mengenai berbagai problema praktis yang dihadapi dalam menegakkan hak dari konsumen dalam memperoleh informasi produk.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

a. Pengertian Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum terdiri dari dua suku kata yaitu Perlindungan dan Hukum. Artinya, perlindungan menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Perlindungan hukum, adalah sesuatu yang diberikan kepada tersangka atau terdakwa yang diduga melakukan suatu pelanggaran.

Perlindungan hukum bila dijelaskan harafiah dapat menimbulkan banyak persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai pengertian-pengertian yang dapat timbul dari penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain


(24)

10

perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Perlindungan Hukum Preventif merupakan bentuk perlindungan hukum dimana rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Perlindungan Hukum

Represif merupakan bentuk perlindungan hukum yang lebih ditujukan dalam bentuk penyelesaian sengketa.

Secara umum perlindungan hukum diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang bersangkutan bersinggungan dengan peristiwa hukum. Pada hakihatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir setiap hubungan hukum harus mendapatkan perlindungan hukum salah satunya adalah perlindungan konsumen yang diatur dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

b. Macam-Macam Perlindungan Hukum

Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum.

Dari sekian banyak jenis perlindungan hukum, terdapat beberapa diantaranya yang cukup populer dan telah akrab di telinga kita, seperti perlindungan hukum terhadap


(25)

11

konsumen. Perlindungan hukum terhadap konsumen ini telah diatur dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen yang pengaturannya mencakup segala hal yang menjadi hak dan kewajiban antara produsen dan konsumen.

Selain itu, terdapat juga perlindungan hukum yang diberikan kepada hak atas kekayaan intelektual (HaKI). Pengaturan mengenai hak atas kekayaan intelektual meliputi, hak cipta dan hak atas kekayaan industri. Pengaturan mengenai hak atas kekayaan intelektual tersebut telah dituangkan dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman, Undang-Undang No.31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan lain sebagainya.

Perlindungan hukum di bidang desain industri diatur dalam Undang-Undang No.31 Tahun 2000 tentang Desain Industri di dalam undang-undang tersebut didalamnya mengatur tentang desain industri yang akan mendapatkan perlindungan haknya yang di jabarkan pada pasal 2 yaitu hak desain industri dapat di berikan kepada desain industri yang di anggap baru.


(26)

12

C. Pertanggungjawaban Hukum

Arti tanggung jawab secara kebahasaan adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (apabila terjadi apa apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya). Dalam bahasa Inggris kata tanggung jawab digunakan dalam beberapa padanan kata, yaitu liability, responsibility, dan accountability.28

Tanggungjawab hukum merupakan kewajiban menanggung suatu akibat menurut ketentuan hukum yang berlaku. Disini ada norma atau peraturan hukum yang mengatur tentang tanggung jawab. Ketika ada perbuatan yang melanggar norma hukum itu maka pelakunya dapat dimintai pertanggungjawaban sesuai dengan norma hukum yang dilanggarnya.29

Agar si pelanggar hukum dapat dimintai pertanggungjawaban, diperlukan persyaratan tertentu. Dalam hukum perdata diatur tentang perbuatan melawan hukum, yaitu pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) yang menentukan bahwa: “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.” Unsur-unsur dari ketentuan pasal tersebut adalah:

1. Adanya perbuatan melawan hukum 2. Harus ada kesalahan

3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan

28

Wahyu Sasongko, Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandar

Lampung: Penerbit Universitas Lampung, 2007), hlm 95 29Ibid,


(27)

13

4. Ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian30

Dalam konteks itu, istilah tanggung jawab hukum lebih tepat digunakan, karena menunjukan adanya perbuatan yang dapat dimintai tanggung jawab melalui prosedur hukum dengan mengajukan tuntutan pidana atau gugatan perdata.

D. Hukum Perlindungan Konsumen

Sesungguhnya peranan hukum dalam konteks ekonomi adalah menciptakan ekonomi dan pasar yang kompetitif. Terkain dalam hal ini bahwa tidak ada pelaku usaha atau produsen tunggal yang mampu mendominasi pasar selama konsumen memiliki hak untuk memilih produk mana yang menawarkan nilai yang terbaik, baik dalam harga maupun mutu.31

Perlindungan konsumen tidak saja hanya pada barang barang yang berkualitas rendah, akan tetapi juga terhadap barang barang yang dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Menurut Business English Dictionary, perlindungan konsumen adalah protecting consumers against unfair or illegal traders.32

Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dari usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang merugikan konsumen itu sendiri.

30Ibid, hlm 97 31

Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group,

2013), hlm 21 32


(28)

14

Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyatakan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Perlindungan konsumen mempunyai cakupan yang luas, meliputi perlindungan konsumen terhadap barang dan jasa yang berawal dari tahap kegiatan untuk mendapatkan barang dan jasa hingga akibat-akibat dari pemakaian barang dan jasa tersebut.33

Cakupan perlindungan konsumen dapat dibedakan menjadi dua aspek yaitu:

1. Perlindungan hukum terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada konsumenn tidak sesuai dengan apa yang disepakati;

2. Perlindungan hukum terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak adil kepada konsumen34

Tegasnya, hukum perlindungan konsumen merupakan keseluruhan peraturan perundang undangan, baik undang-undang maupun peraturan perundang undangan lainnyaserta putusan hakim yang substansinya mengatur mengenai kepentingan konsumen.35

33

Ibid. hlm 22 34

Adrianus Meliala, Praktik Bisnis Curang, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), hlm 152 35

Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Kencana Prenada Media Group,


(29)

15

E. Hak dan Kewajiban Konsumen

J.F. Kennedy mengemukakan empat hak konsumen yang harus dilindungi, yaitu: a. Hak memperoleh keamanan

b. Hak memilih

c. Hak mendapat informasi d. Hak untuk didengar

YLKI menambahkan satu hak dasar lagi sebagai pelengkap empat hak konsumen yang dikemukakan oleh J.F. Kennedy yaitu hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sehingga keseluruhannya dikenal sebagai Panca Hak Konsumen.36

Menurut Hans. W. Micklitz, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang bersifat komplementer dan yang kedua adalah kebijakan kompensatoris.37

Konsumen tidak cukup dilindungi menggunakan kebijakan komplementer saja tetapi juga harus menggunakan kebijakan kompensatoris guna meminimalisasi resiko yang ditanggung oleh konsumen. Misalnya, dengan mencegah produk berbahaya untuk tidak mencapai pasar sebelum lulus pengujian.

Indonesia melalui Undang-Undang Perlindungan Konsumen menetapkan hak-hak konsumen sebagai berikut:

36

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Penerbit P.T. Grasindo, 2000), hlm 16

37


(30)

16

1. Hak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang/atau jasa.

2. Hak untuk memilih barang/atau jasa serta mendapatkan barang/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/ atau jasa.

4. Hak untuk didengar pendapat atu keluhannya atas barang dan jasa yang digunakannya.

5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perliindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen

7. Hak untuk diperlakuan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak diskriminatif.

8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan penggantian, apabila barang dan jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya. 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang undangan lainnya38

Sedangkan kewajiban konsumen sesuai yang sudah dicantumkan dalam UUPK adalah:

1. Membaca atau mengikuti prosedur petunjuk pemakaian atau pemanfaatan baran dan jasa demi keselamatan dan keamanan

2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan jasa

38


(31)

17

3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati

4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut39

F. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Pengaturan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha dapat bersumber pada peraturan perundangan yang bersifat umum dan juga perjanjian/kontrak yang bersifat khusus.

Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:

1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

2. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;

3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;

4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;

39


(32)

18

Kewajiban-kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:

1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;

3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;

5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;

7. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian;

Bila diperhatikan dengan saksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha. Bila


(33)

19

dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik, karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha. Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha.

G. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Pasal 19 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menerangkan bahwa:

1. Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atsa kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.


(34)

20

4. Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

5. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Setiap pelaku usaha dibebani tanggung jawab atas perilaku yang tidak baik yang dapat merugikan konsumen. Pengenaan tanggung jawab terhadap pelaku usaha digantungkan pada jenis usaha atau bisnis yang digeluti. Bentuk tanggung jawab yang paling utama adalah ganti kerugian yang dapat berupa pengembalian uang, atau penggantian barang/jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan.40

Setiap subjek hukum diberi tanggung jawab menurut hukum, yang dalam hal hal tertentu dapat dimintakan pertanggung jawaban di muka hukum dan pengadilan, bagi siapapun yang melanggar ketentuan larangan dalam UUPK. Penegakan sanksi dalam UUPK dapat dilakukan melalui dua cara utama, ialah nonlitigasi dan litigasi.41

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Doharni Bunga Raya di Kota Pematang Siantar Sumatera Utara, dia menarik kesimpulan bahwa pelaku usaha ternyata selalu bersedia mengganti kerugian kepada konsumen jika benar benar produk makanan berkemasan kaleng telah merugikan konsumen. Tanggung jawab tersebut berada pada

40

Wahyu Sasongko, Op. Cit., hlm 93 41Ibid,


(35)

21

pihak pelaku usaha yaitu pihak pengecer karena pihak pengecer yang mempunyai hubungan langsung kepada konsumen dan member penggantian kerugian kepada konsumen yang akhirnya memperoleh dari pihak distributor atau pihak pabrik.42

H. Sengketa dan Cara Penyelesaiannya

a. Pengertian Sengketa

Sengketa tidak lepas dari suatu konflik, dimana ada sengketa pasti hal tersebut di latar belakangi oleh sebuah konflik. Banyak konflik yang terjadi pada kehidupan sehari-hari maupun antar individu maupun atar badan hukum, dari mulai konflik ringan hingga konflik besar. Hal ini bisa di alami oleh semua kalangan, hal tersebut tergantung bagaimana cara menyikapi konflik tersebut. Dengan cara apakah konflik yang terjadi tersebut diselesaikan.

Pengertian dari sengketa menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah sebuah pertentangan atau konflik, konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.

Sementara itu menurut Ali Achmad sengketa adalah masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya

42

M. Sadar, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, ( Jakarta Barat: Penerbit Akademia,


(36)

22

yang kemudian menimbulkan suatu sengketa dan subjeknya tidak hanya satu, namun lebih dari satu, entah antar individu, kelompok, organisasi, bahkan lembaga besar sekalipun.43

b. Cara-Cara Penyelesaian Sengketa

Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai macam suku dan budaya, setiap suku dan budaya memiliki cara yang berbeda-beda dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi diantara mereka, secara garis besar masyarakat Indonesia pada umumnya menyelesaikan sengketa melalui musyawarah sebagai cara untuk menyelesaikan sengketa yang ada, dan seiring perkembangan zaman penyelesaian sengketa masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh negara Belanda yang sempat menjajah Indonesia dengan waktu yang cukup lama, sehingga penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui jalur pengadilan.

Dari sejarah di atas maka pada umumnya penyelesaian sengketa dapat dibedakan menjadi dua jalur yaitu jalur litigasi atau melalui pengadilan dan proses hukum atau dengan jalur nonlitigasi yaitu diluar pengadilan, masing-masing cara memiliki keunggulan dan kelemahan sebagai berikut.44

1) Penyelesaian sengketa melalui litigasi dapat dikatakan sebagai penyelesaian sengketa yang memaksa salah satu pihak untuk menyelesaikan sengketa

43

Fika Amalia, Pengertian Sengketa, <http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/12/ pengertian-sengketa/>, diakses tanggal 26 Febuari 2014

44

Jimmy Joses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan (Visi Media:


(37)

23

dengan perantaraan pengadilan, sedangkan penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi dilakukan dengan berdasarkan kehendak dan itikad baik dari para pihak untuk menyelesaikan sengketa.

2) Penyelesaian sengketa melalui litigasi memiliki sifat eksekutorial dalam arti pelaksanaan terhadap putusan dapat dipaksakan oleh lembaga yang berwenang. Sedangkan dalam menyelesaikan sengketa melalui nonlitigasi tidak dapat dipaksakan pelaksanaanya sebab bergantung pada kehendak dan itikad baik para pihak.

3) Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umumnya dilakukan dengan menyewa jasa dari advokat sehingga biaya yang harus dikeluarkan tentunya besar.

4) Penyelesaian sengketa melalui litigasi tentu harus mengikuti persyaratan-persyaratan dan prosedur-prosedur formal di pengadilan dan sebagai akibatnya jangka waktu untuk menyelesaikan suatu sengketa menjadi lebih lama. Sedangkan, penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi tidak mempunyai prosedur-prosedur atau persyaratan-persyaratan formal sebab bentuk dan tata cara penyelesaian sengketa diserahkan sepenuhnya kepada para pihak.

5) Penyelesaian sengketa pada proses litigasi yang bersifat terbuka mengandung makna bahwa siapa saja dapat menyaksikan jalannya persidangan, terkecuali untuk perkara tertentu, misalnya perkara asusila. Sedangkan, sifat rahasia dari penyelesaian sengketa melalui nonlitigasi berarti hanya pihak-pihak yang


(38)

24

bersengketa yang dapat menghadiri persidangan yang bersifat tertutup untuk umum sehingga hal yang diungkapkan pada pemeriksaan tidak dapat diketahui oleh khalayak ramai dengan maksud menjaga reputasi dari para pihak yang bersengketa.


(39)

III. METODE PENELITIAN

Penelitian Hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan Masalah pada penelitian ini adalah pendekatan normatif-terapan. Dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi pokok bahasan, subpokok bahasan berdasarkan rumusan masalah;

2. Atas dasar setiap subpokok bahasan yang sudah teridentifikasi tersebut, diinventarisasi pula ketentuan-ketentuan hukum normatif yang menjadi tolak ukur terapan;

3. Implementasi tolak ukur terapan tersebut pada peristiwa hukum pemberian saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah;


(40)

26

4. Hasil Implementasi, yaitu kesesuaian pemberian saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah terhadap Peraturan Perundang-undangan mengenai Perlindungan Konsumen.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah Normatif-Empiris. Penelitian Hukum Normatif-empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.28

C. Tipe penilitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk mengambarkan secara rinci, jelas dan sistematis mengenai perlindungan konsumen, macam-macam pelanggaran mengenai perlindungan konsumen, serta penyelesaian jika terjadi sengketa perlindungan konsumen.

28

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum. (PT. Citra Aditya Bakti: Bandung,


(41)

27

D. Data dan Sumber Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitina ini maka jenis data yang digunakan dalam penellitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan melalui wawancara dengan berbagai pihak yang mengetahui tentang penyelesaian masalah terhadap pasar swalayan yang menjual makanan kaleng kedaluwarsa.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahan-bahan hukum, jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, terdapat dalam peraturan perundang-undangan.:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

b) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

2) Bahan Hukum sekunder. Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan baku primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami


(42)

28

bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi, petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Media Massa, Artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang barkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

E. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan dua cara sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan (Liberary Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulisan dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, media masa, dan bahan tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengancara wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan


(43)

29

secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis dengan narasumber staf BPOM Bandar Lampung.

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan dan wawancara selanjutnya diolah dengan mengunakan metode;

a. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat kekurangan serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan.

b. Klasifikasi data, yaitu proses pengelompokan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.

c. Sistematisi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistemasi sehingga memudahkan pembahasan.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yang artinya hasil penelitian ini di interprestasikan sesuai dengan teori dan ketentuan hukum perlindungan konsumen


(44)

V. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hubungan hukum antara pasar swalayan sebagai penjual dan konsumen sebagai pembeli terjadi ketika penjual menjual barang dagangannya dengan baik dan tidak rusak dimana ini adalah kewajiban pelaku usaha untuk melakukan pengecekan bahwa barang dagangannya layak dijual dan penjual menerima haknya yaitu pembayaran dari pembeli atas barang dagangannya

2. Tanggung jawab atas beredarnya makanan kedaluwarsa ke tangan konsumen adalah tanggung jawab pelaku usaha, dimana pelaku usaha yang dimaksudkan disini adalah pasar swalayan karena pasar swalayan berkewajiban untuk melakukan pengecekan rutin atas barang-barang yang dijualnya, dan apabila terdapat barang dagangannya yang sudah kedaluwarsa maka pihak pasar swalayan harus menurunkan barang dagangan yang surah kedaluwarsa tersebut dari etalase swalayannya. Sanksi hukum yang dapat diberikan kepada pelaku usaha dapat


(45)

69

berupa dua macam sanksi, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana, dimana sanksi ini sudah di atur dalam Pasal 60 dan Pasal 62 UUPK.

3. Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM dalam rangka mengawasi peredaran makanan terdiri dari tiga sistem pengawasan yaitu sub sistem pengawasan produsen, sub sistem pengawasan pemerintah dan subsistem pengawasan konsumen


(46)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku-buku

Meliala, Adrianus. Praktik Bisnis Curang. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 1993. Miru, Ahmadi. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

M., Sadar. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta Barat: Aneka, 2012. Nasution, A.Z., Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada

Perlindungan Konsumen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Pieris, John dan Wiwik Sri Widiarty, Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen,

Jakarta: Pelangi Cendika, 2007.

Sasongko, Wahyu. Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen,

Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2007.

Sembiring, Jimmy Joses. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Ciganjur: Visi Media, 2011.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2000.

Sofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan instrumen-instrumennya, Jakarta: Pelangi Cendika, 2007.

Widjaja, Gunawan. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia, 2003. Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,


(47)

2. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

UU No.8 Th 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3. Lain-Lain

Wawancara dengan Amin, Staf bagian SERLI Badan pengawas Obat dan Makanan Bandar Lampung

Meti Puspitasari, Kenali Saat Makanan Kedaluwarsa, http:// mediaindo.co.id/ mediaanda/ default.asp?page=371

Fika Amalia, Pengertian Sengketa, http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/12/ pengertian-sengketa

http://www.detiklampung.com/berita-874-hatohati-di-mall-ramayana-kotabumi-banyak-barang-kedaluwarsa.html


(1)

bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

3) Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi, petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Media Massa, Artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang barkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

E. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan dua cara sebagai berikut:

a. Studi Kepustakaan (Liberary Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulisan dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca, mencatat, dan mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan, buku-buku, media masa, dan bahan tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengancara wawancara (interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan pertanyaan


(2)

29

secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan secara tertulis dengan narasumber staf BPOM Bandar Lampung.

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan dan wawancara selanjutnya diolah dengan mengunakan metode;

a. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat kekurangan serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan.

b. Klasifikasi data, yaitu proses pengelompokan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar memudahkan dalam menganalisa data.

c. Sistematisi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada tiap pokok bahasan secara sistemasi sehingga memudahkan pembahasan.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yang artinya hasil penelitian ini di interprestasikan sesuai dengan teori dan ketentuan hukum perlindungan konsumen


(3)

V. PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hubungan hukum antara pasar swalayan sebagai penjual dan konsumen sebagai pembeli terjadi ketika penjual menjual barang dagangannya dengan baik dan tidak rusak dimana ini adalah kewajiban pelaku usaha untuk melakukan pengecekan bahwa barang dagangannya layak dijual dan penjual menerima haknya yaitu pembayaran dari pembeli atas barang dagangannya

2. Tanggung jawab atas beredarnya makanan kedaluwarsa ke tangan konsumen adalah tanggung jawab pelaku usaha, dimana pelaku usaha yang dimaksudkan disini adalah pasar swalayan karena pasar swalayan berkewajiban untuk melakukan pengecekan rutin atas barang-barang yang dijualnya, dan apabila terdapat barang dagangannya yang sudah kedaluwarsa maka pihak pasar swalayan harus menurunkan barang dagangan yang surah kedaluwarsa tersebut dari etalase swalayannya. Sanksi hukum yang dapat diberikan kepada pelaku usaha dapat


(4)

69

berupa dua macam sanksi, yaitu sanksi administratif dan sanksi pidana, dimana sanksi ini sudah di atur dalam Pasal 60 dan Pasal 62 UUPK.

3. Pengawasan yang dilakukan oleh BPOM dalam rangka mengawasi peredaran makanan terdiri dari tiga sistem pengawasan yaitu sub sistem pengawasan produsen, sub sistem pengawasan pemerintah dan subsistem pengawasan konsumen


(5)

1. Buku-buku

Meliala, Adrianus. Praktik Bisnis Curang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993. Miru, Ahmadi. Prinsip-prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Di Indonesia.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004.

M., Sadar. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta Barat: Aneka, 2012. Nasution, A.Z., Konsumen dan Hukum : Tinjauan Sosial Ekonomi dan Hukum Pada

Perlindungan Konsumen. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Pieris, John dan Wiwik Sri Widiarty, Negara Hukum dan Perlindungan Konsumen, Jakarta: Pelangi Cendika, 2007.

Sasongko, Wahyu. Ketentuan-ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2007.

Sembiring, Jimmy Joses. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Ciganjur: Visi Media, 2011.

Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2000.

Sofie, Yusuf. Perlindungan Konsumen dan instrumen-instrumennya, Jakarta: Pelangi Cendika, 2007.

Widjaja, Gunawan. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Gramedia, 2003. Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,


(6)

2. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

UU No.8 Th 1999 tentang Perlindungan Konsumen

3. Lain-Lain

Wawancara dengan Amin, Staf bagian SERLI Badan pengawas Obat dan Makanan Bandar Lampung

Meti Puspitasari, Kenali Saat Makanan Kedaluwarsa, http:// mediaindo.co.id/ mediaanda/ default.asp?page=371

Fika Amalia, Pengertian Sengketa, http://fikaamalia.wordpress.com/2011/04/12/ pengertian-sengketa

http://www.detiklampung.com/berita-874-hatohati-di-mall-ramayana-kotabumi-banyak-barang-kedaluwarsa.html


Dokumen yang terkait

Preferensi Konsumen Terhadap Produk Ikan Kaleng (Canned Fish) Di Pasar Swalayan Hero Bogor

0 6 8

SKRIPSI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA MAKANAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PADA MAKANAN YANG MENGANDUNG FORMALIN DAN BORAKS DI KABUPATEN SLEMAN.

0 2 11

KONSUMEN DAN BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Konsumen Dan Bahan Tambahan Makanan (Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Jajanan Pasar Disurakarta).

0 1 14

KONSUMEN DAN BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Konsumen Dan Bahan Tambahan Makanan (Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Jajanan Pasar Disurakarta).

0 2 18

Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Makanan Dan Minuman Kedaluwarsa (Studi Kasus Pada UD. Diamond Swalayan Medan)

0 1 11

Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Makanan Dan Minuman Kedaluwarsa (Studi Kasus Pada UD. Diamond Swalayan Medan)

0 0 1

Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Makanan Dan Minuman Kedaluwarsa (Studi Kasus Pada UD. Diamond Swalayan Medan)

0 0 19

Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Makanan Dan Minuman Kedaluwarsa (Studi Kasus Pada UD. Diamond Swalayan Medan)

0 0 39

Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Makanan Dan Minuman Kedaluwarsa (Studi Kasus Pada UD. Diamond Swalayan Medan) Chapter III V

0 1 62

Tinjauan Yuridis Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Makanan Dan Minuman Kedaluwarsa (Studi Kasus Pada UD. Diamond Swalayan Medan)

0 0 4