PENGARUH KONSENTRASI GARAM DAN LAMA FERMENTASI SPONTAN TERHADAP PEMBENGKAKAN GRANULA, KELARUTAN, NILAI REHIDRASI, KONSENTRASI TERBENTUKNYA GEL, WARNA, DAN AROMA TEPUNG UBI JALAR PUTIH

(1)

ABSTRACT

The Effects of Salt Concentration and the Length of Spontaneous Fermentation on the Swelling Power, Solubility, Rehydration Value,

Concentration of Gel Formation, Color, and Aroma of White Sweet Potato Flour

By

ARLINDA PRATIWI

This study was aimed to determine the effect of salt concentration, fermentation length, and interaction of salt concentration and fermentation length on swelling power, solubility, rehydration value, concentration of gel formation, color, and aroma of fermented white sweet potato flour. The 2-factorial experiment was arranged in a complete randomized design with 3 replications. The first factor was the concentration of salt: 1%, 3%, and 5%. The second factor was the length of fermentation time 0 day, 2 days, 4 days, 6 days, and 8 days. The results showed that at any salt concentration the pH values of 0-day fermented flour were between 5,7 and 5,8. Whereas those of 8-day fermented flour were between 3,51 and 3,64. Those values were not different from those of in 4, and 6-days fermented flour, except in 2-day fermented which was 3,5-3,8. The swelling power value of fermented white sweet potato flour measured at 60oC, 70oC, and 80oC were in the range of 3,08 to 4,24 g/g, 3,89 to 5,93 g/g, and 4,5 to 6,96 g/g


(2)

Arlinda Pratiwi

respectively. The solubility values of fermented white sweet potato flour fermented at 60°C were ranged from 8,65 to 26,2%, and at 70°C were from 3,23 to 10,29%, meanwhile at temperature of 80oC were 2,28 to 10,15%. The rehydration values of white sweet potato flour were between 229,76 and 292,58%. The result also revealed that flour produced from 0 day as well as 2-day fermentation did not form gel inspite of the salt concentration used, whereas those of fermented flour 4, 6, and 8 days could form gel at concentration 10%. The scores of ther color were between 2,02 (yellowish-white) to 3,48 (creamy-white), and the scores of the aroma were between 2,32 (slightly acid) to 4,17 (slightly typical sweet potato).

Keywords: fermented white sweet potato flour, salt concentration, swelling power, solubility, the length fermentation.


(3)

ABSTRAK

Pengaruh Konsentrasi Garam Dan Lama Fermentasi Spontan Terhadap Pembengkakan Granula, Kelarutan, Nilai Rehidrasi,

Konsentrasi Terbentuknya Gel, Warna, dan Aroma Tepung Ubi Jalar Putih

Oleh

ARLINDA PRATIWI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam, lama fermentasi dan kombinasi keduanya terhadap pembengkakan granula, kelarutan, nilai rehidrasi, konsentrasi terbentuknya gel, warna, dan aroma tepung ubi jalar putih terfermentasi. Percobaan 2 faktorial disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 3 kali ulangan, terdiri dari dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah konsentrasi garam dengan tiga taraf yaitu 1%, 3%, dan 5%. Faktor kedua adalah lama fermentasi dengan lima taraf yaitu 0 hari, 2 hari, 4 hari, 6 hari, dan 8 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk semua perlakuan konsentrasi garam nilai pH ubi jalar pada hari ke-0 berkisar antara 5,7-5,8, sedangkan pada hari ke-8 berkisar antara 3,51-3,64. Nilai pH hampir serupa pada hari ke-4, ke-6, dan ke-8 namun berbeda pada hari ke-2. Nilai pH pada hari ke-2 berkisar antara 3,5-3,8. Pembengkakan granula tepung ubi jalar putih terfermentasi pada suhu 60oC berkisar antara 3,08-4,24 g/g. Pada suhu 70oC


(4)

Arlinda Pratiwi

berkisar antara 3,89-5,93 g/g. Pada suhu 80oC berkisar antara 4,50-6,96 g/g. Kelarutan tepung ubi jalar putih terfermentasi pada suhu 60oC berkisar antara 8,65-26,20%. Pada suhu 70oC berkisar antara 3,23-10,29%. Pada suhu 80oC berkisar antara 2,28-10,15%. Tepung yang diproduksi melalui fermentasi selama 0 dan 2 hari tidak dapat membentuk gel, akan tetapi tepung yang dilakukan fermentasi 4, 6 dan 8 hari dapat membentuk gel pada konsentrasi 10%. Skor warna tepung ubi jalar putih terfermentasi berkisar antara 2,02 (putih kekuningan) sampai 3,48 (putih krem). Skor aroma tepung ubi jalar putih terfermentasi berkisar antara mendekati 2,32 (agak asam) sampai 4,17 (agak khas ubi jalar).

Kata kunci : tepung ubi jalar putih terfermentasi, konsentrasi garam, pembengkakan granula, lama fermentasi


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 3 Januari 1991, sebagai anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Warim dan Ibu Casirah.

Pendidikan penulis diawali di Taman Kanak-kanak di TK Jangkar Emas Indramayu, yang diselesaikan pada tahun 1997, kemudian dilanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri 1 Kandanghaur, yang diselesaikan tahun 2003, melanjutkan Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Kandanghaur, diselesaikan pada tahun 2006, dan Sekolah Menengah Atas di SMK Negeri 1 Losarang yang diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Penulis pernah menjadi Anggota Biro BBQ periode 2010-2011 dan Anggota Bidang Dana dan Usaha Forum Studi Islam Fakultas Pertanian pada periode 2011-2012. Pada awal tahun 2012 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Coca-Cola Amatil Indonesia, Sumedang. Pada pertengahan tahun 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Lampung.


(10)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat dan kuasa-Nya penulis dapat menyelesaikan skrips ini.

Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung;

2. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas izin penelitian yang diberikan; 3. Ibu Ir. Neti Yuliana, M.Si., Ph.D. selaku pembimbing satu skripsi yang telah

banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini;

4. Ibu Ir. Siti Nurdjanah, M.Sc., Ph.D. selaku pembimbing dua yang telah banyak memberikan pengarahan, saran dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini;

5. Bapak Ir. Sutikno, M.Sc., Ph.D. selaku penguji yang telah memberikan saran-saran guna terselesaikanya skripsi ini;

6. Bapak Dr. Ir. Murhadi, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan selama ini;

7. Bapak Dr. Caswita, M.Si dan Bapak Sapingi, S.Pd yang selalu memberikan saran dan dukungan serta telah memberikan bantuan secara materi selama ini;


(11)

xiii

8. Mimi yang selalu menjadi penopang hidupku, motivasiku agar bisa hidup layak dan sejahtera, semangatku untuk tetap bertahan dalam segala hal, serta ibu yang selalu ku banggakan, papa, aa Ade, adik-adik (Nila, Puput, Azis, Gina, dan Rizki), serta saudara-saudara (Yayu Muna, Yayu eni, Yayu Tati, Yayu Mami, aa Nanang, kang Warsan, Uwa Casnia, Dan Uwa Casina) yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan kasih sayang yang selalu menyertai penulis dalam doa dan pendampingan;

9. Sahabat-sahabat tercinta Rafma, Nevy, Mba Selvi, Mba Eva, dan Mba Astri yang selalu menyertai penulis selama kuliah, selalu berbagi dalam suka dan duka, dan terimakasih telah menjadi bagian dari hidupku selama ini;

10.Teman-teman angkatan 2009 THP yang selalu memberikan dukungan serta adik-adik dan kakak-kakak THP FP Unila atas kebersamaan yang luar biasa; 11. Adik-adik di asrama Annisa I terimakasih telah menyertai penulis selama

menyelesaikan skripsi ini dan atas persahabatan yang luar biasa;

12. Seluruh pihak yang telah membantu penulis selama ini hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka dan semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Oktober 2014 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Kerangka Pemikiran ... 4

1.4. Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Ubi Jalar ... 8

2.2. Tepung Ubi Jalar ... 10

2.3. Sifat Fisiko Kimia Tepung ... 13

2.3. 1. Pembentukan Gel ... 13

2.3. 2. Swelling Power ... 14

2.3. 3. Kelarutan ... 15

2.3. 4. Rehidrasi ... 16

2.3. 5. Viskositas ... 17

2.3. 6. Warna dan Aroma ... 17

2.3. 7. Gelatinisasi ... 19

2.3. 8. Kandungan Pati dan Rasio Amilosa-Amilopektin ... 20

2.4. Fermentasi Asam Laktat ... 22

2.4.1. Konsentrasi Garam ... 24

2.4.2. Lama Fermentasi ... 26


(13)

ii

III. BAHAN DAN METODE ... 29

3.1. Tempat dan Waktu ... 29

3.2. Bahan dan Alat ... 29

3.3. Metode Penelitian ... 30

3.4. Pelaksanaan Penelitian ... 30

3.4.1. Persiapan Larutan Garam ... 30

3.4.2. Fermentasi Spontan Ubi Jalar ... 31

3.4.3. Pembuatan Tepung ... 31

3.5. Pengamatan ... 33

3.5.1. Kelarutan dan Pembengkakan Granula (Swelling Power) .. 33

3.5.2. Penentuan Nilai Rehidrasi ... 34

3.5.3. Konsentrasi Terbentuknya Gel ……… 35

3.5.4. Uji Organoleptik ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1. Derajat Keasaman (pH) Selama Fermentasi ... 37

4.2. Karakteristik Tepung Ubi Jalar Putih Terfermentasi ... 39

4.2.1. Pembengkakan Granula (Swelling Power) ... 39

4.2.2. Kelarutan ... 43

4.2.3. Nilai Rehidrasi ... ... 46

4.2.4. Konsentrasi Terbentuknya Gel ……… ... 48

4.2.5. Uji Organoleptik ... 51

4.2.5.1. Uji Organoleptik Warna ... 52

4.2.5.2. Uji Organoleptik Aroma ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

5.1. Kesimpulan ... 58

5.2. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59


(14)

iii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kandungan gizi pada ubi jalar per 100 gram ... 9

2. Contoh kuesioner yang digunakan ... 36

3. Konsentrasi 10% terhadap terbentuknya gel tepung ubi jalar putih terfermentasi ... 49

4. Aroma yang tidak disukai panelis ... 57

5. Data perhitungan pembengkakan granula (g/g) suhu 60oC ... 68

6. Data perhitungan pembengkakan granula (g/g) suhu 70oC ... 69

7. Data perhitungan pembengkakan granula (g/g) suhu 80oC ... 70

8. Data perhitungan kelarutan (%) suhu 60oC... 71

9. Data perhitungan kelarutan (%) suhu 70oC... 72

10. Data perhitungan kelarutan (%) suhu 80oC... 73

11. Data perhitungan nilai rehidrasi (%) ... 74

12. Data perhitungan pH ubi jalar putih selama fermentasi sebelum transformasi menggunakan inverse square ... 75

13. Data perhitungan pH ubi jalar putih selama fermentasi setelah fermentasi menggunakan inverse square ... 75

14. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) pH ubi jalar putih selama fermentasi ... 76

15. Uji keaditifan data (Tukey’s test) pH ubi jalar putih selama fermentasi ... 77

16. Analisis Ragam pH ubi jalar putih selama fermentasi ... 78

17. Uji Beda Jarak Nyata Duncan pH ubi jalar putih terfermentasi pada perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi berbeda ... 79

18. Uji beda jarak nyata duncan 5% pH ubi jalar fermentasi terhadap interaksi KH ... 80


(15)

iv

19. Uji beda jarak nyata duncan 5% pH ubi jalar terfermentasi

terhadap faktor K dan H ... 80 20. Data perhitungan persentase pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 60oC tepung ubi jalar putih terfermentasi ... 81 21. Uji kehomogenan (keasaman) ragam (Barlett’s test) pembengkakan

granula (g/g) pada suhu 60oC tepung ubi jalar terfermentasi... 82 22. Uji Keaditifan Data (Tukey's Test) pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 60oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 83 23. Analisis sidik ragam persentase pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 60oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 84 24. Uji beda jarak nyata duncan pembengkakan granula suhu 60oC

tepung ubi jalar putih terfermentasi pada konsentrasi garam

dan lama fermentasi berbeda ... 85 25. Uji beda jarak nyata duncan 5% pembengkakan granula suhu 60oC

tepung ubi jalar fermentasi terhadap interaksi KH ... 86 26. Uji beda jarak nyata duncan 5% pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 60oC tepung ubi jalar terfermentasi terhadap faktor

K dan H ... 86 27. Data perhitungan persentase pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 70oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 87 28. Uji kehomogenan (keasaman) ragam (Barlett’s test) pembengkakan

granula (g/g) pada suhu 70oC tepung ubi jalar terfermentasi... 88 29. Uji keadititifan data (Tukey’s Test) pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 70oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 89 30. Analisis sidik ragam persentase pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 70oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 90 31. Uji beda jarak nyata duncan pembengkakan granula suhu 70oC

tepung ubi jalar putih terfermentasi pada perlakuan konsentrasi

garam dan lama fermentasi berbeda... 91 32. Uji beda jarak nyata duncan 5% pembengkakan granula suhu 70oC


(16)

v

33. Uji beda jarak nyata duncan 5% pembengkakan granula (g/g) pada suhu 70oC tepung ubi jalar terfermentasi terhadap faktor

K dan H ... 92 34. Data perhitungan persentase pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 80oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 93 35. Uji kehomogenan (keasaman) ragam (Barlett’s test) pembengkakan

granula (g/g) pada suhu 80oC tepung ubi jalar terfermentasi... 94 36. Uji keaditifan data (Tukey's Test) pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 80oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 95 37. Analisis sidik ragam persentase pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 80oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 96 38. Uji beda jarak nyata duncan pembengkakan granula suhu 80oC

tepung ubi jalar putih terfermentasi pada perlakuan konsentrasi

garam dan lama fermentasi berbeda ... 97 39. Uji beda jarak nyata duncan 5% pembengkakan granula suhu 80oC

tepung ubi jalar fermentasi terhadap interaksi KH ... 98 40. Uji beda jarak nyata duncan 5% pembengkakan granula (g/g)

pada suhu 80oC tepung ubi jalar terfermentasi terhadap faktor

K dan H ... 98 41. Data perhitungan persentase kelarutan (%) pada suhu 60oC

tepung ubi jalar terfermentasi ... 99 42. Uji kehomogenan (keasaman) ragam (Barlett’s test) kelarutan (%)

pada suhu 60oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 100 43. Uji keaditifan data (Tukey’s Test) Kelarutan (%) Pada Suhu 60oC

Tepung Ubi Jalar Terfermentasi ... 101 44. Analisis sidik ragam persentase kelarutan (%) pada suhu 60oC

tepung ubi jalar terfermentasi ... 102 45. Uji beda jarak nyata duncan kelarutan suhu 60oC tepung ubi jalar

putih terfermentasi pada perlakuan konsentrasi garam dan lama

fermentasi berbeda ... 103 46. Uji beda jarak nyata duncan 5% kelarutan suhu 60oC tepung ubi


(17)

vi

47. Uji beda jarak nyata duncan 5% kelarutan (%) pada suhu 60oC

tepung ubi jalar terfermentasi terhadap faktor K dan H... 104 48. Data perhitungan persentase kelarutan (%) pada suhu 70oC

tepung ubi jalar terfermentasi ... 105 49. Uji kehomogenan (keasaman) ragam (Barlett’s test) kelarutan (%)

pada suhu 70oC tepung ubi jalar terfermentasi ... 106 50. Uji keaditifan data (Tukey’s Test) kelarutan (%) pada suhu 70oC

tepung ubi jalar terfermentasi ... 107 51. Analisis sidik ragam persentase kelarutan (%) pada suhu 70oC

tepung ubi jalar terfermentasi ... 108 52. Uji beda jarak nyata duncan kelarutan suhu 70oC tepung ubi jalar

putih terfermentasi pada perlakuan konsentrasi garam dan

lama fermentasi berbeda ... 109 53. Uji beda jarak nyata duncan 5% kelarutan suhu 70oC tepung ubi

jalar putih fermentasi terhadap interaksi KH ... 110 54. Uji beda jarak nyata duncan 5% kelarutan (%) pada suhu 70oC

tepung ubi jalar terfermentasi terhadap faktor K dan H... 110 55. Data perhitungan persentase kelarutan (%) pada suhu 80oC

tepung ubi jalar terfermentasi ... 111 56. Uji kehomogenan (keasaman) ragam (Barlett’s Test) kelarutan (%)

pada suhu 80oc tepung ubi jalar terfermentasi ... 112 57. Uji keaditifan data (Tukey,s Test) kelarutan (%) pada suhu 80oC

tepung ubi jalar terfermentasi ... 113 58. Analisis sidik ragam persentase kelarutan (%) pada suhu 80oC

tepung ubi jalar terfermentasi ... 114 59. Uji beda jarak nyata duncan kelarutan suhu 80oC tepung ubi jalar

putih terfermentasi pada perlakuan konsentrasi garam dan

lama fermentasi berbeda ... 115 60. Uji beda jarak nyata duncan 5% kelarutan suhu 80oC tepung ubi

jalar putih fermentasi terhadap interaksi KH ... 116 61. Uji beda jarak nyata duncan 5% kelarutan (%) pada suhu 80oC


(18)

vii

62. Data perhitungan persentase nilai rehidrasi (%) tepung ubi jalar

putih terfermentasi ... 117 63. Uji kehomogenan (keasaman) ragam (Barlett’s test) nilai

rehidrasi (%) tepung ubi jalar putih terfermentasi ... 118 64. Uji keaditifan data (Tukey’s Test) nilai rehidrasi (%) tepung ubi

putih jalar terfermentasi ... 119 65. Analisis sidik ragam persentase nilai rehidrasi (%) tepung ubi

jalar putih terfermentasi ... 120 66. Uji beda jarak nyata duncan nilai rehidrasi tepung ubi jalar putih

terfermentasi pada perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi

berbeda ... 121 67. Uji beda jarak nyata duncan 5% nilai rehidrasi tepung ubi jalar

putih fermentasi terhadap interaksi KH ... 122 68. Uji beda jarak nyata duncan 5% nilai rehidrasi (%) tepung ubi

jalar putih terfermentasi terhadap faktor K dan H ... 122 69. Data perhitungan persentase skor warna tepung ubi jalar

putih terfermentasi ... 123 70. Uji kehomogenan (kesamaan) ragam (Bartlett's test) skor warna

tepung ubi jalar putih terfermentasi ... 124 71. Uji keaditifan data (Tukey’s Test) skor warna tepung ubi jalar

terfermentasi ... 125 72. Analisis sidik ragam persentase skor warna tepung ubi jalar

Putih terfermentasi ... 126 73. Uji beda jarak nyata duncan skor warna tepung ubi jalar putih

terfermentasi pada perlakuan konsentrasi garam dan lama

fermentasi berbeda ... 127 74. Uji beda jarak nyata duncan 5% skor warna tepung ubi jalar

fermentasi terhadap interaksi KH ... 128 75. Uji beda jarak nyata duncan 5% skor warna tepung ubi jalar

Putih terfermentasi terhadap faktor K dan H ... 128 76. Data perhitungan persentase skor aroma tepung ubi jalar putih


(19)

viii

77. Uji kehomogenan (keasaman) ragam (Bartlett's Test)

skor aroma tepung ubi jalar putih terfermentasi ... 130 78. Uji keaditifan data (Tukey’s Test) skor aroma tepung ubi jalar

terfermentasi ... 131 79. Analisis sidik ragam persentase skor aroma tepung ubi jalar

Putih terfermentasi ... 132 80. Uji beda jarak nyata duncan skor aroma tepung ubi jalar putih

terfermentasi pada perlakuan konsentrasi garam dan lama

fermentasi berbeda ... 133 81. Uji beda jarak nyata duncan 5% skor aroma tepung ubi jalar

fermentasi terhadap interaksi KH ... 134 82. Uji beda jarak nyata duncan 5% skor aroma tepung ubi jalar

putih terfermentasi terhadap faktor K dan H ... 134 83. Rekapitulasi pengamatan karakteristik tepung ubi jalar putih

terfermentasi ... 135 84. Rekapitulasi pengamatan uji organoleptik tepung ubi jalar putih

terfermentasi ... 136 85. Rendemen tepung ubi jalar putih terfermentasi ... 137


(20)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pati yang mengalami proses gelatinisasi ... 20 2. Diagram alir pembuatan ubi jalar fermentasi ... 32 3. Diagram alir pembuatan tepung ... 33 4. Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap

nilai pH ubi jalar putih selama fermentasi ... 37 5. Pengaruh lama fermentasi terhadap pembengkakan granula

pada suhu 60oC, 70oC dan 80oC ... 40 6. Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap

pembengkakan granula pada suhu 60oC ... 40 7. Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap

pembengkakan granula pada suhu 70oC ... 41 8. Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap

pembengkakan granula pada suhu 80oC ... 41 9. Pengaruh lama fermentasi terhadap kelarutan tepung

pada suhu 60oC 70oC, dan 80oC ... 44 10.Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap

kelarutan tepung pada suhu 60oC ... 44 11.Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap

kelarutan tepung pada suhu 70oC ... 45 12.Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap

kelarutan tepung pada suhu 80oC ... 45 13.Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap


(21)

x

14.Konsentrasi terbentuknya gel tepung ubi jalar putih

terfermentasi selama fermentasi 0-8 hari ... 50

15.Tepung ubi jalar putih terfermentasi ... 51

16.Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap skor warna tepung ... 53

17.Pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap skor aroma tepung ... 55

18.Rendemen tepung ubi jalar putih terfermentasi ... 137

19.Ubi Jalar Putih ... 138

20.Fermentasi Ubi Jalar … ... 138

21.Penimbangan Ubi Jalar Setelah Fermentasi…... 138

22.Pengovenan Ubi Ubi Jalar Setelah Fermentasi … ... 138

23.Ubi jalar fermentasi kering yang siap ditepungkan …... 138

24.Proses penepungan menggunakan hummer mill… ... 138

25.. Tepung ubi jalar putih terfermentasi … ... 139

26.Uji pembengkakan granula tepung …... 139

27.Uji kelarutan tepung … ... 139

28.Uji rehidrasi tepung … ... 139

29.Konsentrasi terbentuk gel… ... 139


(22)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C, B1, dan B2), mineral (Fe, P, dan Ca), protein, lemak, dan serat kasar. Kandungan ubi jalar tersebut terdiri atas air (71,1%), pati (22,4%), protein (1,4%), lemak (0,2%), vitamin A (0,01-0,69/100g), dan sumber mineral yang cukup memadai (Bradbury, 1988). Berdasarkan kandungan ubi jalar tersebut, ubi jalar berpotensi untuk dikembangkan menjadi tepung yang kemudian digunakan sebagai bahan baku industri makanan seperti roti, kue tradisional (talam, risoles), kue modern (cake, tart, pizza, kue kering, biskuit), gorengan, mie (kering dan basah), pengental saos tomat, dan stabilizer pada pembuatan es krim (Suprapti, 2003).

Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memberikan keuntungan antara lain meningkatkan daya guna dan nilai ekonomis ubi jalar, bersifat stabil, tahan lama, praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan. Selain itu pengolahan ubi jalar menjadi tepung dapat dimanfaatkan sebagai substitusi tepung terigu pada pembuatan produk roti dan mie sehingga dapat mengurangi konsumsi tepung terigu dan mengurangi impor.


(23)

2

Ginting dan Suprapto (2004), melaporkan bahwa tingkat substitusi pati ubi jalar sampai 40% menghasikan roti manis dengan sifat fisik dan sifat sensoris relatif sama seperti roti manis yang diolah dari 100% tepung terigu, cukup disukai oleh panelis, dan telah memenuhi SNI (1995). Namun pada tingkat substitusi pati ubi jalar sebanyak 50% menghasilkan warna roti yang lebih gelap, aroma yang tidak disukai, tekstur yang agak keras, rasa yang tidak disukai, dan penurunan kadar protein. Dengan demikian, meningkatnya substitusi pati ubi jalar menyebabkan penurunan kadar protein dan sifat sensoris roti manis. Ali dan Fortuna (2009), melaporkan bahwa mie kering dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar sampai 20% secara keseluruhan telah memenuhi standar mutu mie kering (SII 0178-90) tetapi aroma dan rasa mie masih kurang disukai. Sugiyono dkk (2011), melaporkan bahwa mie kering yang dibuat dari pati ubi jalar menghasilkan mie dengan kualitas baik namun warna mie yang dihasilkan lebih gelap dan tekstur mie yang dihasilkan lunak dan cenderung lengket. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka perlu dilakukan modifikasi proses pengolahan terhadap ubi jalar supaya menghasilkan tepung ubi jalar yang lebih baik jika diaplikasikan menjadi produk seperti roti dan mie.

Modifikasi proses pengolahan ubi jalar dapat dilakukan dengan fermentasi dengan memanfaatkan bakteri asam laktat (BAL) seperti pada ubi kayu yang disebut MOCAF (Modified Cassava Flour). Subagio et al (2008), melaporkan bahwa pada saat fermentasi, ubi kayu mengalami perubahan sifat tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, kemudahan melarut, dan aroma serta rasa yang disukai konsumen. Dengan dasar modifikasi


(24)

3

pada ubi kayu ini maka modifikasi pada ubi jalar diduga akan didapat hasil yang sama.

Modifikasi pada tepung ubi kayu telah dilakukan dan dimanfaatkan sebagai bahan baku industri makanan. Namun modifikasi pada tepung ubi jalar secara fermentasi spontan masih belum banyak diketahui hasilnya. Fermentasi spontan adalah fermentasi yang tidak ditambahkan inokulum atau starter dari luar. Fermentasi secara spontan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi garam dan lama fermentasi. Dalam hal ini, masalah utama yang dihadapi adalah belum diketahui pengaruh konsentrasi garam dan lama fermentasi terhadap karakteristik tepung ubi jalar fermentasi yang dihasilkan. Data yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi informasi jika tepung ubi jalar ini diaplikasi untuk produk roti dan mie, dan menghasilkan karakteristik yang lebih baik dibandingkan tanpa fermentasi.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi garam terhadap pembengkakan granula, kelarutan, nilai rehidrasi, konsentrasi terbentuknya gel, warna, dan aroma tepung ubi jalar putih terfermentasi.

2. Mengetahui pengaruh lama fermentasi terhadap pembengkakan granula, kelarutan, nilai rehidrasi, konsentrasi terbentuknya gel, warna, dan aroma tepung ubi jalar putih terfermentasi.

3. Mengetahui pengaruh interaksi keduanya (konsentrasi garam dan lama fermentasi) yaitu mengetahui apakah pengaruh konsentrasi garam terhadap karakteristik tepung bergantung pada lama fermentasi.


(25)

4

1.3. Kerangka Pemikiran

Penambahan konsentrasi garam dalam fermentasi pikel ubi jalar dapat mempengaruhi karakteristik pikel ubi jalar yang dihasilkan. Garam berperan sebagai penyeleksi mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh yaitu bakteri pengkonversi karbohidrat menjadi asam laktat tetapi menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk (Desroisier, 1988). Perbedaan penambahan konsentrasi garam berpengaruh pada kecepatan tumbuh bakteri asam laktat sehingga akan berpengaruh pada asam organik, enzim amilase yang dihasilkan, perbedaan hidrolisis amilosa dan amilopektin dan produksi enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel ubi yang difermentasi.

Konsentrasi garam sangat mempengaruhi hasil fermentasi pada fermentasi spontan, selain sebagai media fermentasi, penambahan garam akan menyebabkan pengeluaran air dan zat-zat gizi dari jaringan yang akan melengkapi subtrat untuk pertumbuhan bakteri asam laktat (Sinaga et al., 1995). Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Konsentrasi garam yang rendah (sampai 6%) berpengaruh pada mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan pembentuk spora. Pada konsentrasi garam 3%-10% dalam kondisi anaerobik, organisme-organisme pembentuk asam laktat berkembang menyebabkan terhambatnya organisme-organisme pembusuk pada jangka waktu tertentu (Buckle et al., 1987). Hasil penelitian Octarini (2010) menunjukkan bahwa konsentrasi garam sebesar 5%-6% selama 12 hari menghasilkan pikel ubi jalar ungu dengan sifat organoleptik terbaik, sedangkan pada hasil penelitian Setiawan (2012) penggunaan konsentrasi garam 3% selama 12 hari menghasilkan karakteristik mikrobiologi dan kimia pikel ubi jalar ungu


(26)

5

terbaik. Penelitian oleh Wulan (2004), Subagia (1996), dan Palgunadi (1996) menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi garam menyebabkan penurunan pH, kenaikan total asam, penurunan total mikroba (termasuk total BAL dan total mikroba pencemar).

Selain konsentrasi garam, faktor yang mempengaruhi hasil fermentasi adalah lama fermentasi. Perbedaan lama fermentasi pada ubi jalar diduga akan menentukan tingkat degradasi granula pati yang akan mempengaruhi karakteristik tepung yang dihasilkan. Selama fermentasi, bakteri asam laktat akan tumbuh dan menghasilkan asam-asam organik terutama asam laktat. Asam laktat akan berpengaruh terhadap total asam, pH, total bakteri, rasa, tekstur, aroma, dan warna pikel ubi jalar (Octarini, 2010), (Setiawan, 2012), (Yuliana et al., 2013) dan (Yuliana et al., 2014). Pertumbuhan dan aktivitas bakteri asam laktat akan berbeda seiring lama fermentasi sehingga lama fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap total asam tertitrasi, pH, total bakteri, rasa, tekstur, aroma, dan warna. Semakin lama fermentasi maka konsentrasi asam meningkat terutama asam laktat sehingga pH turun (Adriani, 1995).Hasil penelitian Widyasaputra et al (2013), melaporkan bahwa selama fermentasi terjadi penurunan pH tepung ubi jalar putih sehingga menimbulkan aroma asam. Aroma asam akan bercampur dengan tepung sehingga ketika tepung diolah akan menghasilkan aroma dan citarasa khas yang dapat menutupi aroma dan citarasa ubi segar (Subagio, 2007).

Selama fermentasi, enzim amilase akan menghidrolisis pati pada bagian amorf yang terdiri dari amilosa rantai pendek dan cabang amilopektin rantai pendek sehingga akan menyisakan amilopektin rantai panjang. Menurut Jane dan Chen


(27)

6

(1992) amilopektin rantai panjang akan menghasilkan gel yang kuat. Dengan demikian fermentasi dapat meningkatkan elastisitas gel sehingga gel lebih kuat. Amilosa akan dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak dan terjadi penurunan viskositas, sedangkan amilopektin akan dihidrolisis oleh enzim amilase menjadi glukosa, maltosa, dan menyisakan ikatan α-1,6 glikosidik (Winarno, 2002).

Hasil penelitian Subagio (2007) menunjukkan bahwa selama fermentasi terjadi perubahan-perubahan karakteristik tepung seperti pembengkakan granula pati, kelarutan, nilai rehidrasi, aroma, dan warna seperti yang terjadi pada tepung ubi kayu termodifikasi (MOCAF). Semakin lama fermentasi berlangsung maka nilai pembengkakan granula pati, kelarutan dan nilai rehidrasi meningkat. Hal ini terjadi karena granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi bagian amorf pada granula pati dapat menyerap air sampai 30% sehingga terjadi pembengkakan granula, selain itu juga terjadi pemecahan granula pati oleh enzim amilase sehingga ketika dipanaskan tepung bersifat porous dan mudah menyerap air saat rehidrasi. Proses pemanasan suspensi akan menyebabkan granula semakin membengkak karena terjadi penyerapan air semakin banyak. Pengembangan granula pati disebabkan masuknya air kedalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul penyusun pati sehingga tepung akan mudah mengembang (Zubaidah dan Irawati, 2011).

Bakteri asam laktat (BAL) yang tumbuh selain mampu mendegradasi pati yang terkandung dalam media pertumbuhannya menjadi gula sederhana, BAL juga dapat mendegradasi protein menjadi asam amino (Buckle et al., 1987). Degradasi


(28)

7

protein menyebabkan penurunan kadar protein ubi yang dapat mengakibatkan warna kecoklatan saat pengeringan, sehingga warna tepung yang dihasilkan lebih putih dibandingkan warna tepung tanpa fermentasi. Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Sobawale (2007) dan Zubaidah dan Irawati (2011) bahwa pada tepung hasil fermentasi reaksi pencoklatan non enzimatis (Maillard) dapat dikurangi. Reaksi pencoklatan non enzimatis (Maillard) terjadi bila gula pereduksi bereaksi dengan senyawa-senyawa yang mempunyai gugus NH2 seperti protein, asam amino, peptida, dan ammonium(Fardiaz, 1992).

Berdasarkan uraian di atas, maka pada penelitian ini akan digunakan fermentasi spontan menggunakan konsentrasi garam (1%, 3%, dan 5%) dan lama fermentasi (0, 2, 4,6, dan 8 hari). Kombinasi perlakuan konsentrasi garam dan lama fermentasi pada tepung ubi jalar terfermentasi, diharapkan memiliki karakteristik yang dapat digunakan sebagai substitusi pada produk roti dan mie.

1.4. Hipotesis

1. Konsentrasi garam 5% menghasilkan pembengkakan granula, kelarutan, nilai rehidrasi, konsentrasi terbentuknya gel, aroma, dan warna yang meningkat dibandingkan dengan konsentrasi garam 1% dan 3%.

2. Lama fermentasi 8 hari menghasilkan peningkatan pembengkakan granula, nilai rehidrasi, konsentrasi terbentuknya gel, aroma, dan warna yang lebih tinggi dari 0, 2, 4, dan 6 hari.

3. Kombinasi konsentrasi garam dan lama fermentasi yang tepat menghasilkan konsentrasi terbentuknya gel yang kuat, warna dan aroma yang disukai panelis.


(29)

8

II. TINJUAN PUSTAKA

2.1 Ubi Jalar

2.1.1 Komposisi Kimia Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomea batatas) merupakan komoditas sumber karbohidrat utama setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Ubi jalar mempunyai peranan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri maupun pakan ternak (Zuraida dan Suprapti, 2001). Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C, B1, dan B2), mineral (Fe, P, dan Ca), protein, lemak, dan serat kasar. Kandungan ubi jalar tersebut terdiri atas air (71,1%), pati (22,4%), protein (1,4%), lemak (0,2%), vitamin A (0,01-0,69/100g), dan sumber mineral yang cukup memadai (Bradbury, 1988).

Ubi jalar memiliki kandungan air yang tinggi sehingga bahan kering yang terkandung relatif rendah. Kandungan rata-rata bahan kering ubi jalar sebesar 30% dan sangat bervariasi tergantung pada beberapa faktor yaitu kultivar, lokasi, iklim, tipe tanah, serangan hama dan penyakit, dan cara menanamnya (Lingga et al., 1986). Ubi jalar dikonsumsi sebagai bahan makanan tambahan atau sampingan kecuali Irian Jaya dan Maluku digunakan sebagai makanan pokok. Kandungan gizi ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 1.


(30)

9

Tabel 1. Kandungan gizi pada ubi jalar per 100 gram

Kandungan Gizi Nilai Satuan

Energi 136 Kal

Protein 1,1 G

Lemak 0,4 G

Karbohidrat 32,3 G

Kalsium 57,0 G

Vitamin A 900,0 SI

Vitamin B1 0,10 Mg

Vitamin C 35,0 Mg

Air 68,5 G

Serat Kasar 1,4 G

Abu 0,3 G

Kadar Gula 0,3 G

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1993)

Beberapa enzim yang terdapat dalam ubi jalar yaitu α-amilase, β-amilase, dan fosforilase yang terdistribusi dalam jaringan umbi ubi jalar (Hagenimana et al., 1992). Ubi jalar mempunyai jenis yang bermacam-macam pada bentuk, ukuran, warna daging umbi, warna kulit, daya simpan, komposisi kimia, sifat pengolahan dan umur panen (Rozi dan Krisdiana, 2005). Bentuk ubi biasanya bulat sampai lonjong dengan permukaan rata sampai tidak rata. Berdasarkan warna daging umbi, ubi jalar dibedakan menjadi tiga golongan yaitu ubi jalar putih (yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna putih), ubi jalar kuning (yakni ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna kuning muda) dan ubi jalar ungu (yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna ungu muda) (Soemartono, 1984).

Pada umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar yang berumbi lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras banyak mengandung pati (Lingga et al., 1986). Penggunaan ubi jalar di Indonesia


(31)

10

biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar yaitu dibuat menjadi makanan kecil seperti ubi rebus, ubi kukus, ubi panggang, ubi goreng, keripik ubi, dan kolak ubi. Di beberapa daerah Irian Jaya dan Maluku, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok pengganti nasi karena memiliki sumber kalori yang efisien. Ubi jalar mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia. Pemanfaatan ubi jalar untuk menganekaragamkan olahan lainnya adalah diolah menjadi tepung.

2.2 Tepung Ubi Jalar

Penggunaan ubi jalar di Indonesia biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar yaitu dibuat menjadi makanan kecil seperti ubi rebus, ubi kukus, ubi panggang, ubi goreng, keripik ubi, dan kolak ubi. Di beberapa daerah Irian Jaya dan Maluku, ubi jalar digunakan sebagai makanan pokok pengganti nasi. Pemanfaatan ubi jalar untuk menganekaragamkan olahan lainnya adalah diolah menjadi tepung. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung memiliki kelebihan yaitu tepung yang dihasilkan lebih luwes, lebih tahan lama, dapat digunakan sebagai bahan baku industri dan sebagai bahan substitusi terigu, dalam pengolahan berbagai produk kue kering maupun basah (Murwati, 2005), roti, gorengan, mie kering dan mie basah, pengental saos tomat, dan stabilizer pada pembuatan es krim (Suprapti, 2003), memberikan nilai tambah dan menciptakan industri kecil, serta meningkatkan mutu produk (Darmadjati etal., 1996).

Pembuatan tepung ubi jalar dapat dilakukan dengan mudah menggunakan peralatan dan teknologi yang sederhana dan dapat dilakukan dalam skala industri rumah tangga ataupun industri kecil (Heriyanto, 2001). Cara pembuatan tepung


(32)

11

ubi jalar dapat dilakukan dengan cara biasa dan modifikasi. Cara pembuatan tepung ubi jalar dengan cara biasa dapat dilakukan dengan mengupas dan mencuci ubi jalar sampai hilang semua kotoran yang melekat pada bahan, selanjutnya dilakukan tahap pemotongan dengan menggunakan pisau membentuk chips.

Chips direndam dalam larutan Natrium Metabisulfit kemudian chips dijemur atau dioven pada suhu 60oC selama 18 jam (Heriyanto, 2001). Cara pembuatan tepung dengan menggunakan modifikasi prinsipnya sama seperti cara biasa, tetapi dilakukan proses modifikasi yaitu secara kimia, fisik, dan mikrobiologi atau fermentasi.

Tepung ubi jalar yang dimodifikasi secara fermentasi adalah tepung yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi secara fermentasi oleh bakteri asam laktat (BAL) yang mendominasi selama berlangsungnya fermentasi tersebut. Mikroba yang tumbuh menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik yang dapat merusak dinding sel ubi sehingga terjadi pembebasan granula yang menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut (Zubaidah dan Irawati, 2013). Pada proses pengolahan dengan fermentasi, semakin lama fermentasi maka kadar pati semakin menurun, hal ini disebabkan karena pada proses fermentasi terjadi pemecahan pati oleh aktivitas mikroorganisme menjadi gula-gula sederhana Anggraeni et al (2014). Selama fermentasi juga terdapat aktivitas mikroba yang menyebabkan terjadinya degradasi pati disertai pembentukan gula-gula sederhana yang digunakan untuk energi dalam pertumbuhan dan aktivitasnya.


(33)

12

Karakteristik tepung ubi jalar dapat dipengaruhi oleh varietas, proses pengolahan, umur tanaman, dan lama penyimpanan setelah panen. Kadar pati tepung ubi jalar fermentasi yang diperoleh berkisar antara 16,37%-23,55 %. Semakin lama fermentasi tingkat kecerahan, nilai indeks penyerapan air dan indeks kelarutan air tepung ubi jalar terfermentasi semakin meningkat. Kadar air tepung ubi jalar yang diproses secara biasa berkisar 6,77–10,99%, kadar lemak rata-rata mencapai 0,75%, kandungan abu rata-rata mencapai 4,17%, dengan kisaran antara 2,58– 5,31%, kadar protein rata-rata mencapai 3,18% dengan kisaran antara 2,11–4,46% (Ambarsari et al., 2009).

Daya serap air dan kelarutan tepung ubi jalar ditunjukkan sebagai indeks penyerapan air (IPA) dan indeks kelarutan air (IKA). Indeks penyerapan air tepung ubi jalar berkisar antara 2,89-7,90 sedangkan indeks kelarutan air berkisar antara 0,01-0,05 g/mL tergantung pada ada tidaknya proses perlakuan awal dan metode pengeringan yang dilakukan (Honestin, 2007). Menurut Gujska dan Khan (1991) indeks penyerapan air dipengaruhi oleh adanya denaturasi protein, gelatinisasi pati, dan pembengkakan serat kasar yang terjadi selama pengolahan menjadi tepung. Sedangkan menurut Gomez dan Aguilera (1983), indeks penyerapan air tergantung pada ketersediaan grup hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel dari makromolekul yaitu pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinasi. Semakin banyak pati yang tergelatinisasi dan terdekstrinisasi, semakin besar kemampuan produk menyerapair.


(34)

13

2.3 Sifat Fisiko Kimia Tepung

2.3.1 Pembentukan Gel

Pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Selanjutnya jala ini menangkap atau mengimobilisasikan air didalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari satu jenis hidrokoloid ke jenis lain, tergantung pada jenisnya. Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan (Samsuari, 2006). Konsentrasi terbentuknya gel dipengaruhi oleh kandungan amilosa, besarnya kandungan lemak, gula, protein, garam dan mineral tepung.

Pembentukan gel diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Pati mentah yang dimasukkan kedalam air dingin, granulanya akan menyerap air dan mulai membengkak namun terbatas sekitar 30% dari berat tepung. Jika dilanjutkan dengan proses pemanasan akan menyebabkan granula semakin membengkak karena penyerapan air semakin banyak. Selanjutnya pengembangan granula pati juga disebabkan karena air di granula terperangkap pada susunan molekul-molekul penyusun pati (Widjanarko, 2008). Peningkatan volume granula pati terjadi di dalam air pada suhu 55oC- 65oC dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali ke kondisi semula.


(35)

14

2.3.2 Swelling Power

Swelling power merupakan suatu sifat yang mencirikan daya kembang suatu bahan, dalam hal ini kekuatan tepung untuk mengembang (Miller et al., 1997).

Swelling power terjadi pertambahan volume dan berat maksimum yang dialami pati dalam air (Balagopalan et al., 1988). Swelling power terjadi karena adanya ikatan non kovalen antara molekul-molekul pati. Granula pati dipanaskan dalam air maka granula tersebut mulai mengembang (swelling). Swelling terjadi pada daerah amorf granula pati. Ikatan hidrogen yang lemah antar molekul pati pada daerah amorf akan terputus saat pemanasan sehingga terjadi hidrasi air oleh granula pati. Granula pati akan terus mengembang sehingga viskositas meningkat hingga volume hidrasi maksimal yang dapat dicapaioleh granula pati (Swinkels, 1985). Faktor-faktor yang mempengaruhi Swelling power antara lain perbandingan amilosa-amilopektin, panjang rantai dan distribusi berat molekul (Be Miller et al., 1997). Kadar amilosa lebih tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung menyerap air banyak (higroskopik). Besarnya

swelling power untuk setiap tepung berbeda, karena swelling power sangat menentukan sifat dan kegunaan dari tepung tersebut.

Swelling power dapat diukur pada kisaran suhu terbentuknya pasta pati, yaitu 50-95oC dengan interval 5oC (Swinkels, 1985). Pengukuran swelling power dapat dilakukan dengan membuat suspensi pati dalam botol sentrifuse kemudian dipanaskan selama 30 menit pada suhu pengukuran yang ditentukan. Supernatan yang dihasilkan dipisahkan dari endapan. Swelling power diukur sebagai berat pati yang mengembang (endapan) per berat pati kering. (Balagopalan et al.,


(36)

15

1988). Pati ubi jalar memiliki derajat pembengkakan 20-27 mL/g dan tergelatinisasi pada suhu 75-88oC untuk granula berukuran kecil (Moorthy, 2000).

Swelling power tepung ubi jalar ungu yang diproses pada berbagai tingkat lama pemanasan mengalami peningkatan seiring penggunaan suhu pengukuran yaitu dari suhu 60ºC-90ºC. Nilai swelling power yang dihasilkan berkisar antara 4,45-15,95% (Hernanto, 2014). Peningkatan persentase swelling power diduga disebabkan oleh sifat hidrofilik pada granula pati, sehingga mampu berikatan dengan hidrogen pada molekul air. Semakin lama pemanasan semakin tinggi sifat hidrofilik pada granula pati.

2.3.3 Kelarutan

Kelarutan merupakan indikator banyaknya amilosa yang keluar dari granula pati. Ketika pati dipanaskan dalam air, sebagian amilosa akan keluar dari granula pati dan larut dalam air. Persentase pati yang larut dalam air ini dapat diukur dengan mengeringkan supernatan yang dihasilkan saat swelling power. Ketika molekul pati sudah terhidrasi, molekul-molekul tersebut mulai menyebar ke media yang diluar dan yang pertama keeluar adalah molekul-molekul amilosa yang memiliki rantai pendek. Semakin tinggi suhu maka semakin banyak molekul pati yang akan keluar dari granula pati. Selama pemanasan akan terjadi pemecahan granula pati sehingga pati dengan kadar amilosa yang lebih tinggi, granula akan lebih banyak mengeluarkan amilosa. Kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu (Pomeranz, 1991). Pati ubi jalar memiliki kelarutan 15-35% tergelatinisasi pada suhu 75-88oC untuk granula berukuran kecil (Moorthy, 2000).


(37)

16

Hasil penelitian Widyasaputra (2013), menunjukkan nilai kelarutan pada tepung ubi jalar fermentasi dengan lama fermentasi yang dilakukan cenderung berubah-ubah, hal ini terjadi karena semakin lama fermentasi maka semakin banyak molekul pati yang dihidrolisis menjadi gula sederhana kemudian dihidrolisis kembali menjadi asam-asam organik. Nilai kelarutan tepung ubi jalar pada lama fermentasi 12 jam sebesar 0,018 g/mL, pada 24 jam sebesar 0,019 g/mL, dan 36 jam sebesar 0,010 g/mL.

Kelarutan tepung ubi jalar ungu yang diproses pada berbagai tingkat lama pemanasan mengalami peningkatan seiring penggunaan suhu pengukuran yaitu dari suhu 60ºC-90ºC. Nilai kelarutan tepung ubi jalar ungu berkisar antara 22,325%-41,10% (Hernanto, 2014). Peningkatan terjadi disebabkan oleh panas yang dapat menyebabkan granula pati pecah, sehingga amilosa akan keluar. Semakin tinggi suhu pengukuran yang digunakan maka akan semakin banyak jumlah amilosa yang keluar dan amilosa akan larut dalam air.

2.3.4 Rehidrasi

Rehidrasi tepung menunjukkan kemampuan tepung dalam menyerap air (Suarni, 2009). Rehidrasi merupakan berat endapan yang diperoleh dari satu gram produk kering sesudah dilarutkan dalam air, disentrifuse, dan dituang supernatannya (Hui, 1992). Hasil penelitian Widyasaputra (2013), rehidrasi pada tepung ubi jalar berkisar antara 1,26-1,66 g/g pada ketebalan chips 1 mm, sedangkan pada ketebalan chips 3 mm kisaran antara 1,66-1,75 g/g. Nilai rehidrasi tertinggi pada ketebalan chips 1 mm terdapat pada lama fermentasi 36 jam, sedangkan nilai terendah terdapat pada lama fermentasi 24 jam. Nilai rehidrasi tertinggi pada


(38)

17

ketebalan chips 3 mm terdapat pada lama fermentasi 24 jam, sedangkan nilai terendah terdapat pada lama fermentasi 36 jam.

2.3.5 Viskositas

Viskositas merupakan resistensi atau ketidakmauan bahan mengalir. Viskositas panas merupakan viskositas yang diukur pada saat pasta mengalami gelatinisasi. Viskositas panas diukur pada suhu 70-80oC. Viskositas dingin merupakan viskositas yang diukur pada saat pati telah mengalami gelatinisasi dan berada pada suhu ruang. Viskositas dingin dingin diukur pada saat pasta mencapai suhu 27-30oC. Viskositas panas dan dingin diukur untuk mengetahui profil kekentalan pasta tepung setelah mengalami fermentasi. Berdasarkan hasil penelitian Widyasaputra (2013), viskositas panas dan dingin mengalami peningkatan disebabkan karena pati kehilangan sebagian amilosa. Hal ini terjadi granula pati yang semakin meningkat volume awalnya selama fermentasi 12 jam dan 36 jam. Viskositas panas yang dihasilkan sebesar 1153-4147 cP pada ketebalan chips 1 mm, sedangkan pada ketebalan chips 3 mm sebesar 1153-1753 cP. Peningkatan volume awal mengakibatkan pembengkakan yang semakin besar selama gelatinisasi, pembengkakan ini mengakibatkan viskositas yang semakin besar. Menurut Hegenbart (1996), granula pati yang besar cenderung membuat viskositas yang lebih besar serta pembengkakan granula yang lebih cepat.

2.3.6 Warna dan Aroma

Warna adalah atribut kualitas paling penting seperti tekstur dan rasa. Warna berperan dalam penentuan tingkat penerimaan suatu makanan. Warna merupakan


(39)

18

salah satu profil visual yang menjadi kesan pertama konsumen dalam menilai bahan makanan (Kartika, 1997). Hasil penelitian Widyasaputra (2013), menyatakan bahwa semakin lama fermentasi maka derajat kecerahan cenderung meningkat. Kenaikan tingkat kecerahan dan penurunan derajat kuning tepung disebabkan hilangnya pigmen warna kuning selama fermentasi. Warna tepung ubi jalar pada fermentasi 12 jam dengan ketebalan chips 1 mm panelis menyatakan tidak menyukai dengan skor 3,70. Namun pada tepung ubi jalar fermentasi 36 jam dengan ketebalan chips 3 mm panelis menyatakan menyukai dengan skor 2,45 dan menghasilkan tepung dengan tingkat kecerahan yang baik.

Aroma dianggap penting karena dapat memberikan hasil penilaian terhadap produk. Timbulnya aroma ini dikarenakan zat tersebut volatil (mudah menguap). Hasil penelitian Widyasaputra (2013), menyatakan bahwa semakin lama fermentasi dan ketebalan chips nilai aroma yang diberikan panelis cenderung meningkat. Peningkatan ini menunjukkan bahwa tepung ubi jalar semakin tidak disukai oleh panelis. Hal ini terjadi karena selama fermentasi, aroma yang dihasilkan semakin asam. Meningkatnya produksi asam dan penurunan pH selama fermentasi bakteri asam laktat dapat meningkatkan keasaman produk (Mc feeters, 2004). Fermentasi selama 12 jam menghasilkan asam-asam organik yang tidak terlalu banyak sehingga masih memenuhi batas kewajaran aroma tepung sehingga panelis masih menyukai aroma tersebut. Namun pada fermentasi 24 dan 36 jam panelis menyatakan tidak menyukai aroma asam tersebut.


(40)

19

2.3.7 Gelatinisasi

Gelatinisasi merupakan proses pembengkakan granula pati ketika dipanaskan dalam media air. Granula pati tidak tidak larut dalam air dingin, namun granula pati dapat mengembang dalam air panas. Naiknya suhu pemanasan akan meningkatkan pembengkakan granula pati. Pembengkakan granula pati menyebabkan terjadinya penekanan antara granula pati dengan lainnya. Mula-mula pembengkakan granula pati bersifat reversible (dapat kembali ke bentuk awal), namun ketika suhu tertentu sudah terlewati pembengkakan granula pati menjadi irreversible (tidak dapat kembali ke bentuk awal). Kondisi pembengkakan granula pati yang bersifat irreversible ini disebut gelatinisasi (Pomeranz, 1991).

Gelatinisasi merupakan fenomena kompleks yang tergantung pada ukuran granula, persentase amilosa, bobot molekul, dan derajat kristalisasi dari molekul pati didalam granula. Proses gelatinisasi melibatkan hidrasi dan pengembangan granula, hilangnya sifat birefringent, peningkatan kejernihan, peningkatan konsistensi dan pencapaian viskositas puncak, pemutusan molekul-molekul linier dan penyebaran dari granula yang telah pecah (Pomeranz, 1991). Suhu gelatinisasi tergantung pada konsentrasi dan pH larutan pati. Makin kental larutan, suhu gelatinisasi makin sulit tercapai. Pada pH terlalu tinggi pembentukan gel semakin cepat tercapai tetapi cepat turun. Pembentukan gel optimum pada pH 4-7. Penambahan gula berpengaruh terhadap kekentalan gel yang terbentuk. Hal ini terjadi karena gula akan menurunkan kekentalan, karena gula dapat mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati menjadi lebih lambat maka suhu gelatinisasi yang tercapai semakin tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel


(41)

20

lebih tahan terhadap kerusakan mekanik (Winarno, 2002). Proses gelatinisasi pada pati dapat dilihat pada gambar berikut (Apnin, 2008).

Gambar 1. Pati yang mengalami proses gelatinisasi

2.3.8 Kandungan Pati dan Rasio Amilosa-Amilopektin

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Pati terdiri dari butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Kedua fraksi tersebut adalah amilosa dan amilopektin. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi yang tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno, 2002). Amilosa memiliki struktur lurus yang terdiri dari molekul-molekul glukosa yang berikatan α-1,4-D-glukosa. Panjang polimer dipengaruhi oleh sumber pati dan akan mempengaruhi berat molekul amilosa.

Pada umumnya amilosa dari umbi-umbian mempunyai berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan berat molekul amilosa serealia, dengan rantai polimer lebih panjang dari pada rantai polimer amilosa serealia (Moorthy, 2004). Menurut Taggart (2004), amilosa memilki kemampuan membentuk kristal karena struktur


(42)

21

rantai polimernya yang sederhana. Strukturnya yang sederhana ini dapat membentuk interaksi molekular yang kuat. Interaksi ini terjadi pada gugus hidroksil molekul amilosa. Pembentukan ikatan hidrogen ini lebih mudah terjadi pada amilosa dari pada amilopektin. Pada dasarnya, amilopektin sama seperti amilosa dapat membentuk kristal tetapi tidak sereaktif amilosa. Perbedaannya ada pada tingkat percabangan yang tinggi dengan ikatan α-(1,6)-D-glukosa dan bobot molekul yang besar. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya kristal (Taggart, 2004).

Granula pati tidak larut dalam air dingin, namun pati dapat terlarut sempurna pada pemanasan dengan tekanan pada suhu 120-150oC. Kelarutan pati semakin tinggi dengan meningkatnya suhu. Setiap jenis pati memiliki kecepatan peningkatan kelarutan tertentu. Apabila granula pati dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya, granula akan membentuk pasta pati yang kental. Pasta pati bukan berupa larutan melainkan berupa granula pati bengkak tak terlarut yang memiliki sifat seperti partikel gel elastis. Besarnya viskositas tergantung pada jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi viskositas yang dihasilkan (Pommeranz,1991).

Pemberian air pada pati akan terjadi gelatinisasi. Mekanisme gelatinisasi pati terdiri atas tiga tahapan. Tahap pertama, air berpenetrasi secara bolak balik kedalam granula. Tahap kedua, granula- granula akan mengembang dengan cepat, dan tahap ketiga temperatur naik maka molekul-molekul pati akan terdifusi dari granula. Pati ubi jalar memiliki sifat (viskositas dan karakteristik lain) diantara pati kentang dan pati jagung atau pati tapioka. Granula pati ubi jalar


(43)

22

berdiameter 2-25μm. Granula pati ubi jalar berbentuk polygonal dengan kandungan amilosa dan amilopektin berturut-turut adalah 20% dan 80% (Swinkels, 1985).

2.4 Fermentasi Asam Laktat

Fermentasi merupakan perubahan kimiawi material organik menjadi senyawa yang lebih sederhana akibat reaksi enzimatis, katalis organik yang kompleks yang diproduksi oleh mikroorganisme seperti jamur, khamir atau bakteri. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba penyebab fermentasi pada substrat yang sesuai (Hidayat et al., 2006). Salah satu mikroba yang berperan pada fermentasi adalah bakteri asam laktat (BAL).

Fermentasi asam laktat merupakan proses fermentasi yang berlangsung dalam keadaan anaerob. Fermentasi ini melibatkan bakteri asam laktat yang dicirikan oleh akumulasi asam-asam organik terutama asam laktat dan asetat, dengan penurunan pH. Bakteri asam laktat bersifat gram positif, tidak membentuk spora dan dapat berbentuk koki, kokobasili atau batang. Bakteri asam laktat membutuhkan karbohidrat yang dapat difermentasi untuk pertumbuhannya (Jenie, 1996). Karbohidrat merupakan sumber energi penting yang dibutuhkan oleh bakteri asam laktat dalam melakukan proses fermentasi. Bakteri asam laktat umumnya mendapatkan energi dari glukosa walaupun beberapa spesies juga menggunakan gula lain seperti laktosa, sukrosa dan xilosa (Sneel, 1952). Dalam fermentasi, bakteri asam laktat akan memfermentasikan bahan pangan untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan dan terbentuknya asam laktat. Asam laktat tersebut akan menurunkan pH dari lingkungan pertumbuhannya dan


(44)

23

menimbulkan rasa asam. Hal ini akan berakibat menghambat pertumbuhan beberapa jenis mikroorganisme patogen lainnya (Daulay dan Rahman, 1992). Enzim yang berperan selama fermentasi asam laktat yaitu enzim protease, pektinolitik, dan amilolitik yang diproduksi oleh bakteri asam laktat. Enzim amilolitik mempunyai kemampuan untuk memecah molekul-molekul pati dan glikogen. Molekul pati yang merupakan polimer dari α-D-glikopiranosa akan dipecah oleh enzim pada ikatan α-1,4- dan α-1,6-glikosida. Secara umum, enzim amilolitik dibedakan menjadi tiga berdasarkan hasil pemecahan dan letak ikatan yang dipecah, yaitu α-amilase, β-amilase dan glukoamilase (Machovic and Janecek, 2008). Enzim glukoamilase menghidrolisis ikatan glikosida α-1,4, tetapi hasilnya β-glukosa yang mempunyai konfigurasi berlawanan dengan hasil hidrolisis enzim α-amilase. Selain itu, enzim ini dapat pula menghidrolisis ikatan glikosida α-1,6 dan α-1,3 dengan laju yang lebih lambat dibandingkan dengan hidrolisis ikatan glikosida α-1,4 (Judoamidjojo et al., 1990). Jenis enzim penghasil amilolitik adalah Lactobacillus (L) manihotivorans ((Morlon-Guyot et al., 1998). Lactobacillus plantarum , Lactobacillus fermentum, Lactobacillus perolans dan Lactobacillus brevis (Lacerda et al., 2005)

Enzim protease merupakan enzim yang berfungsi untuk memecah protein dengan cara menghidrolisis ikatan peptida kemudian untuk menghasilkan asam-asam amino dan monomer peptida yang lain. Enzim dapat dihasilkan oleh mikroba atau sudah terdapat pada bahan pangan. Mikroorganisme yang menghasilkan protease antara lain bakteri, fungi, yeast, dan Actinomycetes (Madan et al, 2002). Jenis


(45)

24

enzim penghasil enzim protease adalah Staphyllococcus sp (Fatoni et al., 2008),

Lactobacillus acidopillus (Putranto, 2006).

Enzim pektinolitik atau pectinase merupakan sekumpulan enzim yang menghidrolisis pektin. Enzim ini merupakan enzim yang penting dalam perluasan dinding sel dan pelunakan beberapa jaringan tanaman selama fermentasi. Jenis bakteri asam laktat adalah penghasil enzim pektinolitik adalah Enterobactericeae, Bacillus cereus, Bacillus lichonifermis dan Bacillus brevis (Susanti, 2011). Beberapa faktor dapat mempengaruhi fermentasi asam laktat diantaranya konsentrasi garam, lama fermentasi, dan jenis bakteri asam laktat.

2.4.1 Konsentrasi Garam

Garam memegang peranan penting dalam fermentasi asam laktat karena dapat menghambat bakteri proteolitik dan pektinolitik, serta merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat. Air dan padatan terlarut seperti karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin yang terdapat dalam bahan ditarik keluar oleh garam. Zat-zat nutrisi ini digunakan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat. Jumlah dan jenis bakteri yang tumbuh tergantung dari konsentrasi garam yang digunakan (Buckle et al., 1987).

Konsentrasi garam berperan penting dalam proses fermentasi spontan seperti menyeleksi mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh dan menghambat mikroorganisme yang tidak diinginkan. Selain sebagai media fermentasi, penambahan garam akan menyebabkan pengeluaran air dan zat-zat gizi dari bahan yang akan digunakan mikroorganisme sebagai pelengkap subtrat untuk


(46)

25

pertumbuhan bakteri asam laktat (Sinaga et al., 1995). Garam dan asam dari hasil fermentasi akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, dan menunda pelunakan jaringan yang disebabkan oleh enzim (Buckle et al., 1987). Konsentrasi garam sangat mempengaruhi hasil fermentasi. Penambahan garam 3% sampai 10% dalam kondisi anaerob akan merangsang pertumbuhan bakteri asam laktat (Buckle et al., 1987). Penambahan garam 2-2,5% pada fermentasi menyebabkan bakteri proteolitik dan bakteri pembusuk tidak toleran terhadap media (Winarno dan Fardiaz, 1984). Konsentrasi garam 2-2,5% dapat menghambat dan memungkinkan pertumbuhan berikutnya dari penghasil asam utama seperti Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cerevisiae, Lactobacillus brevis, dan Lactobacillus plantarum (Buckle et al., 2009). Penambahan garam 6% dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk dan pembentuk spora, sedangkan penambahan garam 10-12% dapat menghambat pertumbuhan mikroba patogen seperti Clostridium Botulinum. Konsentrasi garam yang terlalu rendah juga dapat menyebabkan mikroorganisme yang tidak diinginkan dapat tumbuh, menyebabkan kerusakan seperti menyebabkan warna menjadi gelap dan bau tidak enak. Konsentrasi garam yang terlalu tinggi dapat membunuh bakteri asam laktat (Vaughn, 1982).

Garam menarik keluar cairan sel jaringan yang mengandung sakarida-sakarida sehingga amilosa dan amilopektin dalam jaringan ubi dapat tereduksi yang menyebabkan rantai pati menjadi lebih pendek dan mudah menyerap air. Perendaman garam dapat meningkatkan kelarutan. Hal ini terjadi karena mikroba yang tumbuh selama fermentasi menghasilkan enzim pektinolitik dan selulolitik


(47)

26

yang dapat menghancurkan dinding sel ubi, sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati yang menyebabkan granula pati menjadi molekul-molekul yang lebih kecil sehingga kelarutan semakin besar (Subagio, 2005).

2.4.2 Lama Fermentasi

Lama fermentasi berpengaruh terhadap total asam dan pH akhir yang dihasilkan, semakin lama difermentasi maka konsentrasi asam meningkat terutama asam laktat sehingga pH rendah atau turun (Wulan, 2004, Subagia, 1996 dan Palgunadi 1996). Jika fermentasi terlalu cepat dapat menyebabkan ubi mengapung dan jika fermentasi telalu lama dapat menyebabkan ubi menjadi berkerut atau kisut. Semakin lama fermentasi maka kadar pati semakin menurun, hal ini disebabkan karena selama fermentasi terjadi pemecahan pati oleh aktivitas mikroorganisme menjadi gula-gula sederhana. Selama fermentasi terdapat aktivitas mikroba yang menyebabkan terjadinya degradasi pati disertai dengan pembentukan gula-gula sederhana yang digunakan untuk energi dalam pertumbuhan dan aktivitasnya, degradasi pati tersebut menyebabkan turunnya kadar pati. Selain kadar pati yang menurun semakin lama fermentasi maka kadar air tepung ubi jalar juga semakin menurun, hal ini menyebabkan turunnya kemampuan bahan dalam mempertahankan air. Pada proses fermentasi, semakin lama waktu fermentasi maka aktivitas enzim dalam mendegradasi pati dalam bahan semakin meningkat sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori maka menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan. Dengan demikian kadar air akan semakin menurun dalam jangka pengeringan yang sama (Anggraeni et al., 2014). Proses fermentasi dengan


(48)

27

lama fermentasi tertentu dapat memberikan pengaruh terhadap sifat fisiko kimia bahan yang difermentasi. Hasil penelitian Aini (2010) menyatakan bahwa fermentasi grits jagung selama 30 jam dapat menurunkan suhu gelatinisasi.

2.4.3 Jenis Bakteri Asam Laktat ( BAL )

Bakteri asam laktat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan hasil fermentasinya yaitu bakteri homofermentatif dan bakteri heterofermentatif. Bakteri homofermentatif adalah glukosa difermentasi menghasilkan asam laktat sebagai satu-satunya produk, sedangkan bakteri heterofermentatif adalah glukosa difermentasikan selain menghasilkan asam laktat juga memproduksi senyawa-senyawa lainnya seperti etanol, asam asetat, dan CO2. Menurut Salminen dan Wright (1993) yang termasuk bakteri asam laktat adalah Lactobacillus, Leuconostoc, Pediococcus dan Streptococcus. Bakteri yang tergolong ke dalam kelompok bakteri homofermentatif adalah Leuconostoc plantarum, Pediococcus cereviseae, sedangkan bakteri yang tergolong ke dalam kelompok bakteri heterofermentatif adalah Leuconostoc mesentriodes dan Laktobacillus brevis

(Singleton, 1978). Lactobacillus termasuk dalam kedua kelompok tersebut (Axelsson, 1998).

Bakteri asam laktat memiliki peranan yaitu asam laktat yang dihasilkan memberikan aroma dan flavor, dan mampu berperan sebagai diversifikasi pengolah pangan sebab bakteri asam laktat memiliki kemampuan mendegradasi gula yang terkandung dalam media pertumbuhannya menjadi gula sederhana, serta mendegradasi protein dan peptida menjadi asam amino. Bakteri asam laktat aman untuk pangan, tidak menghasilkan toksik pada makanan, sehingga sering


(49)

28

disebut sebagai mikroorganisme yang meningkatkan nilai makanan (food grade microorganism), bakteri asam laktat berperan pula sebagai pengawetkan pangan. Kemampuan untuk mengubah berbagai senyawa yang terdapat pada media menjadi senyawa lain yang lebih sederhana, memberikan flavor dan aroma yang khas pada makanan maka BAL akan memiliki kemampuan untuk meningkatkan rasa dan nilai penerimaan produk pangan fermentasi (Buckle et al., 1987).


(50)

29

III. BAHAN DAN METEODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Hasil Pertanian, Pengolahan Hasil Pertanian, Kimia dan Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Mei 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar putih dengan kulit berwarna merah. Ubi jalar tersebut didapatkan dari Pasar Bambu Kuning, garam merek Refina, gula putih merek Gulaku, dan aquades. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah timbangan, spatula, pisau stainless steel, toples kaca, tabung reaksi (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), talenan, hot plate (Cimerec 3),loyang, pH meter (lovibond senso direct), termometer, cawan porselen, kuvet sentrifuse, neraca analitik (Shimadzu), vortex, Erlenmeyer (Pyrex), oven (Memmert), sentrifuse (Thermo Electron Corporation), waterbath, dan shaker waterbath


(51)

30

3.3. Metode Penelitian

Penelitian disusun dalam Rancangan Faktorial Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi garam (K) dengan tiga taraf yaitu 1% (K1), 3% (K3), dan 5% (K5). Faktor kedua adalah lama fermentasi dengan lima taraf yaitu 0 hari (H0), 2 hari (H2), 4 hari (H4), 6 hari (H6), dan 8 hari (H8). Data yang diperoleh diuji kesamaan ragamnya dengan uji Bartlett dan kemenambahan model diuji dengan uji Tuckey. Analisis sidik ragam digunakan untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikasi untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan antar perlakuan. Seluruh data diolah lebih lanjut dengan uji Beda Jarak Nyata Duncan.

3.4. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ada beberapa tahapan yaitu persiapan larutan garam, fermentasi spontan ubi jalar, dan pembuatan tepung.

3.4.1 Persiapan Larutan Garam

Garam ditimbang sebanyak 1% (2,5 gram), 3% (7,5 gram), dan 5% (12,5 gram) dari volume aquades yang digunakan (250 mL) dan ditambahkan gula sebanyak 1% (2,5 gram) untuk setiap konsentrasi garam. Garam dan gula tersebut kemudian dilarutkan dalam aquades dengan suhu ± 80oC-90oC dan didiamkan selama ± 10 menit dalam toples kaca berukuran 300 mL hingga suhunya mencapai 35oC dan larutan garam siap digunakan.


(52)

31

3.4.2 Fermentasi Spontan Ubi Jalar

Proses pembuatan ubi jalar fermentasi terdiri atas pencucian ubi jalar putihyang masih berkulit, kemudian ubi jalar bersih dikupas dari kulitnya dan dicuci kembali. Tahap selanjutnya adalah ubi jalar dipotong bentuk dadu dengan ukuran 1x1x1 cm, dan ditimbang sebanyak 375 gram. Ubi jalar putih kemudian dimasukkan dalam toples kaca berukuran 300 mL yang sudah berisi larutan garam yang telah disiapkan sebanyak 250 mL dengan konsentrasi garam (1%, 3%, dan 5%) atau (2,5 gram; 7,5 gram; dan 12,5 gram) dan gula 1% (2,5 gram). Tahapan terakhir adalah melakukan proses fermentasi potongan ubi jalar tersebut selama 0, 2, 4, 6, dan 8 hari pada suhu ruang (28-30oC). Proses fermentasi ubi jalar secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 2.

3.4.3 Pembuatan Tepung

Proses pembuatan tepung mengikuti Widyasaputra (2013). Potongan ubi jalar hasil fermentasi spontan (pikel) dicuci dengan air mengalir kemudian ditiriskan dan dikeringkan dalam oven pada suhu 65oC selama 24 jam. Ubi yang telah dioven tersebut lalu digiling menggunakan Hummer mill dan diayak menggunakan ayakan 80 mesh. Tepung halus kemudian dikemas dalam plastik dengan rapat untuk dilakukan pengujian lebih lanjut. Tepung halus tersebut dilakukan pengujian kadar air dan rendemen. Kadar air tepung ubi jalar putih terfermentasi berkisar antara 5˗6% (Tabel 99). Rendemen tepung ubi jalar putih terfermentasi berkisar antara 23,96-30,28% (Tabel 98). Proses pembuatan tepung secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 3.


(53)

32

Gambar 2. Diagram alir pembuatan ubi jalar fermentasi Pemasukan garam dan gula

dalam toples

Pencucian ubi berkulit

Pengupasan kulit dan pencucian kemudian pemotongan ubi

bentuk dadu (1x1x1 cm) dan dicuci

Penimbangan potongan ubi sebanyak 375 gram

per toples Penimbangan gula 2,5 gram, dan

garam (2,5; 7,5; dan 12,5 gram)

Pemasukan air mendidih dalam toples dan dilakukan pengadukan

sampai homogen

Larutan garam dan gula siap digunakan

Penutupan toples yang berisi larutan garam dan

gula serta potongan ubi

Fermentasi 0, 2, 4, 6, dan 8 hari


(54)

33

Gambar 3. Diagram alir pembuatan tepung

3.5 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan meliputi pembengkakan granula, kelarutan, nilai rehidrasi, konsentrasi terbentuknya gel, dan uji organoleptik (warna dan aroma).

3.5.1 Kelarutan dan Pembengkakan granula (Swelling Power)

Pengujian terhadap kelarutan (Solubility) dan daya pembengkakan (swelling power) dilakukan dengan metode yang telah dikembangkan oleh Torruco-Uco dan Betancur-Ancona (2007) dengan sedikit modifikasi pada jumlah sampel yang

Pemotongan ubi jalar hasil fermentasi

Pencucian dengan menggunakan air mengalir dan ditiriskan

Pengeringan dalam oven pada suhu 65oC selama 24 jam

Penggilingan potongan ubikering menggunakan Hummer mill dan diayak menggunakan ayakan

Pengemasan dalam plastik dengan rapat dan dilakukan pengujian kadar air

Tepung ubi jalar fermentasi dengan kadar air 5-6%


(55)

34

dilarutkan dalam air. Suspensi tepung (1% b/v) sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam 15 ml tabung sentrifuse yang telah diketahui berat kosongnya. Kemudian tabung beserta isinya dipanaskan pada suhu 60 dan 80oC dalam shaker waterbath

masing-masing selama 30 menit. Suspensi kemudian disentrifuse pada 3000 rpm selama 15 menit, supernatan dipisahkan dan granula yang membengkak lalu ditimbang. Supernatan sebanyak 5 ml dituangkan kedalam cawan petri untuk dikeringkan dalam oven konvensional pada suhu 105oC selama 4 jam sampai berat konstan. Persentasi kelarutan dan swelling power dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kelarutan (%)

Swelling Power (%)

3.5.2 Penentuan Nilai Rehidrasi

Penentuan nilai rehidrasi mengacu pada metode Waryoko dan Sukardi (2004). Sampel ditimbang sebanyak 3 gram dan dimasukkan kedalam tabung sentrifius, kemudian ditambahkan air sebanyak 30 mL dan dikocok menggunakan vorteks selama ± 1 menit. Sampel disentrifius dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Supernatan ditampung dalam cawan yang telah ditimbang, selanjutnya supernatan diuapkan pada suhu 105oC sampai air menguap. Supernatan kering didinginkan dalam desikator dan ditimbang setelah dingin. Nilai rehidrasi dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan :

A : Berat padatan yang larut air B : Berat contoh


(56)

35

3.5.3 Konsentrasi terbentuknya gel

Pengujian konsentrasi terbentuknya gel tepung dilakukan dengan cara pembuatan suspensi tepung dengan konsentrasi 2%-20% dalam 10 mL aquades. Tepung ditimbang sebanyak 0,2 gram sampai 2 gram kemudian tepung dilarutkan dalam 10 ml aquades yang dibuat didalam tabung reaksi, kemudian tabung reaksi tersebut dipanaskan selama 1 jam dalam waterbath mendidih dan didinginkan dibawah air dingin atau es. Tahap selanjutnya tabung reaksi tersebut dimasukkan dalam kulkas selama 2 jam dan tabung reaksi yang berisi gel dibalik untuk mengetahui gel tersebut jatuh atau tidak (Adeleke dan Odedeji, 2010).

Hasil dari pengujian terbentuknya gel terpilih dari konsentrasi 2%-20% kemudian dilakukan pengujian lanjutan yaitu dilakukan pencetakan. Pencetakan dilakukan dengan cara membuat suspensi 10% tepung ubi jalar terfermentasi dengan 50 mL air. Penggunaan konsentrasi 10% didapatkan dari konsentrasi terpilih pada pengujian awal. Suspensi tepung tersebut dipanaskan sampai mendidih kemudian dicetak dalam cup plastik. Setelah dilakukan pencetakan didiamkan sampai dingin kemudian disimpan dalam kulkas dengan suhu ± 10oC selama 1 hari, lalu diamati secara visual terbentuk atau tidak terbentuknya gel.

3.5.4 Uji organoleptik

Penilaian organoleptik yang dilakukan meliputi warna, dan aroma menggunakan uji skoring. Uji organoleptik dilakukan oleh 20 panelis. Penilaian dilakukan melalui pengisian kuesioner. Contoh kuesioner yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.


(1)

Ginting, E dan Suprapto. 2004. Pemanfaatan Pati Ubi Jalar Sebagai Substitusi Terigu Pada Pembuatan Roti Manis. Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian. Universitas Brawijaya. Malang.

Gomez, M. H dan J. M. Aguilera. 1983. Changes In The Starch Fraction during Extruction Cooking of Corn. Journal Food Science 48 (2):378-381. Gujska, E dan K. Khan. 1991. Feed Moisture Effects on Functional Properties,

Typsin Inhibitor and Hemmagglutinating Activities of Extruded Bean High Strach Fractions. Journal Food Science 56:443-447.

Hagenimana,V, Vezina, L.Pand Simard, R.E. 1992. Distribution of Amylases within Sweet Potato (Ipomoea batatas L). Journal of Agricultural and Food Chemistry 40(10):1777-1783.

Hartanti, D. W., B. S. Amanto. 2013. Kajian karakteristik Fisikokimia Tepung Sukun (Artocarpus Communis) Termodifikasi dengan Variasi Konsentrasi dan Lama Perendaman Asam Laktat. Jurnal Teknosains Pangan Vol. 2 No. 4.

Heriyanto. 2001. Prospek Pemberdayaan Tepung Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku Industri Pangan. Balitkabi No. 15-1999. Hal 17-29.

Hernanto, J. 2014. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar Ungu Termodifikasi Secara Fisik pada Berbagai Tahap Pemanasan. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Hidayat, B., Y. R. Widodo dan C. U. Wirawati. 2006. Pengaruh Jenis Ubi Kayu Terhadap Karakteristik Tepung Ubi Kayu (Cassava Flour) yang dihasilkan. Laporan Penelitian Hibah Kompetisi Pemerintah Daerah Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2006. Politeknik Negeri Lampung.

Honestin, T. 2007. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar. IPB. Bogor. Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food and Technology. Vol 2. John Wiley and

Son. Inc. New york.

Jane, J dan Chen. Y. Y. 1992. Effect of Amiylose Molecular Size and

Amylopectin Branch Chain Length on Pasta Properties of Strach. Cereal Chemistry. 69. 60-65.

Judoamidjojo, M. Darwis, A dan Said, E. G. 1990. Teknologi Fermentasi. PAU-Bioteknologi IPB. Bogor.

Kartika. 1997. Studi Pendahuluan dan Pemurnian Amiloglukosidase pada Pati. Prosiding Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi. Bogor. 11-12 Februari 1992.


(2)

Lacerda ICA, Miranda RL, Borelli BM, Nunes AC, Nardi RMD, Lachance MA, and Rosa CA. 2005. Lactic Acid Bacteria and Yeasts Associated with Spontaneous Fermentations during the Production of Sour Cassava Starch in Brazil. International Journal of Food Microbiology. 105: 213-219.

Leach H W, Mc Cowen LO, Schoch TJ. 1959. Structure of The Starch Granule. Swelling and Solubility Patterns of Various Straches. Cereal Chem. 36:534-544.

Lingga, P., B. Sarwono., F. Rahardi., C. Raharja., J. J. Anfiastini., Rini, W and W. H. Apriadji. 1986. Bertanam Umbi-umbian. PT Penebar Swadaya. Jakarta. 243 hlm.

Machovic, M and Janecek S. 2008. Amylolitic Enzyme:Types, Structure and Specificities. http://members.home.nl/ajansma/zetmeel/infoe/chapter 5. Tanggal akses 25 September 2014.

Madan, M, Dhillon S and Singh R. 2002. Production of Alkaline Protease By A UV Mutant Of Bacillus Polymyxa. Ind. J. Microbiol. 42, 155-159. Morlon-Guyot J, Guyot JP, Pot B, de Haut IJ, and Raimbault M. 1998.

Lactobacillus manihotivorans Sp. Nov., A New Starch-Hydrolyzing Lactic acid bacterium Isolatd From Cassava Sour Starch Fermentation. Int. J. Syst. Bacteriol. 48: 1101–1109.

Mirza, M. N. 2012. Makalah Enzimologi Browning pada Apel dan Cara Pencegahannya. Universitas Jember. Jember.

Mc Feeters, R. F. 2004. Fermentation Microorganism and Flavor Changes in Fermented Food. Journal of Food Science. 69:35-37.

Moorthy, S.N. 2000. Tropical Sources of Starch. dalam A.C. Eliasson (ed). Starch In Foods. Structure, Function and Applications. CRC Press LLC. USA. Moorthy, S.N. 2004. Tropical Sources of Starch. Di dalam Ann Charlotte

Eliasson (ed). Starch in Food Structure, Function, and Application. CRC Press, Baco Raton. Florida.

Murwati, Titik F. Djaafar, dan Siti Rahayu. 2005. Teknologi Pembuatan Tepung dan Olahan Ubi Jalar. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta.

Octarini, Z.H. 2010. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Pikel Ubi Jalar Ungu. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar lampung.


(3)

Palgunadi, M. 1996. Pengaruh Konsentrasi Larutan Garam dan Lama Fermentasi Terhadap Karaktersitik Pikel Lada Hijau (Piper nigrum L.). Skripsi.

Universitas Lampung. Bandar Lampung. 104 hlm.

Panda, S. H., M. Parmanick., R. C. Ray. 2007. Lactic Acid Fermentation of Sweet Potato (Ipomoea batatas L.) into Pickles. Journal of Food Processing and Preservation 31. Hlm 83-101.

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. S Academic Press, Inc. New York.

Price, N.C dan Stevens. L. 1996. Fundamentals of Enzymology. Oxford Science Publications. USA.

Putranto, W. S. 2006. Purifikasi dan Karakterisasi Protease yang dihasilkan Lactobacillus acidopillus dalam Fermentasi Susu Sapi Perah. Jurnal. Capturing Opportunities Through Biotechnology. Universitas Padjajaran. Bandung.

Rahman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bogor. PAU-IPB. Bogor. Rozi, F dan R. Krisdiana. 2005. Prospek Ubi Jalar Berdaging Ungu sebagai

Makanan Sehat dalam Mendukung Ketahanan Pangan. Laporan Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 6 hlm.

Salminen, S., and A.V. Wright. 1993. Lactit Acid Bacteria in Health and Disease Lactic acid bacteria. Marcel Dekker INC. New York.

Samsuari. 2006. Pembuatan Karaginan Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii di Wilayah Perairan Kabupaten Jeneponto Propinsi Sulawesi Selatan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setiawan. 2012. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Karakteristik Mikrobiologi dan Kimia Pikel Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) Selama Fermentasi. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sinaga, R.M. dan L. Marpaung. 1995. Orientasi Perlakuan Garam, Suhu dan Fermentasi terhadap Mutu Acar (Pikel) Bawang Putih. Buletin Penelitian Hortikultura XXVII (3):134-142.

Singleton, P. 1978. Dictionary of Microbiology. The Pit Man Press. London. Page: 481.


(4)

Sobawale, A. O., and Oyewale, O. B. 2007. Effect of Lactic Acid Bacteria Starter Culture Fermentation of Cassava and Sensory Characteristic Sof Fufu Flour. African Journal of Biotechnology Vol. 6 (16), pp. 1954-1958, 20 August 2007. http://www. Academicjournals. Org/AJB. ISSN 1684-5315 © 2007 Academic Journals.

Stamer, J.R. 1979. General Food Microbiology. Bull Environ Contam Toxicol 21(4-5):600-3.

Suarni. 2009. Prospek Pemanfaatan Tepung Jagung untuk Kue Kering (Cookies). Balai Penelitian Tanaman Serealia. Jurnal Litbang Pertanian, 28(2), 2009. Hal 66.

Subagia, N. 1996. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrasi NaCl Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Pikel Rebung Betung (Dendrocalamus asper). Skripsi. UNILA. Bandar Lampung. 137 hlm.

Subagio, A.2007. Industrialisasi Modified Cassava Flour (MOCAF) Sebagai Bahan Bakuindustri Pangan untuk Menunjang Diversifikasi Pangan Pokok Nasional. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember. Jember. Subagio, A., W. Siti., Y. Witono., F. Fahmi. 2008. Prosedur Operasi Standar

(POS) Produksi Mocal Berbasis Klaster. Southeast Food and Agricultural Science and Technology (SEAFAST) Center. IPB. Bogor.

Sudarmaji. 2003. Analisis Bahan Makanan dan Petanian. Yogyakarta. Sugiyono, E. Setiawan, E. Syamsir, dan H. Sumekar. 2011. Pengembangan

Produk Mi Kering dari Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dan Penentuan Umur Simpannya dengan Metode Isoterm Sorpsi. Jurnal Teknol dan

Industri Pangan, Vol. XXII No. 2 Tahun 2011. IPB. Bogor. Suismono. 2008. Oretan Prebiotik.

http://Probiotikteam.Wordpress.com/2008/04/25/Budayakan-Makan-Ubi. Diakses pada tanggal 15 November 2013.

Soemartono. 1984. Ubi Jalar. CV Yasaguna. Jakarta. 210 hlm.

Suprapti, L. 2003. Tepung Ubi Jalar (Pembuatan dan Pemanfaatannya). Yogyakarta. Kanisius. 54 hal.

Susanti, S. D. 2011. Identifikasi Bakteri yang Berperan dalam Fermentasi Semi Basah Biji Kopi Robusta. Skripsi. Universitas Jember. Jember.

Swinkels, J.J.M. 1985. Sources of Starch, its Chemistry and Physic. dalam Van Beynum, G.M.A. dan J.A. Roels. Starch Conversion Technology. Marcell Dekker, Inc. New York.


(5)

Taggart, P. 2004. Starch As An Ingredients : Manufacture and Applications. di dalam: Ann Charlotte Eliasson (ed). Starch in Food: Structure, Function, and Application. CRC Press, Baco Raton, Florida.

Takahata, Y., T. Noda And T. Sato. 1995. Changes in Carbohydrates and Enzyme Activities of Sweetpotato Lines during Storage. Journal Agriculture and Food Chemistry 43(7):1923-1928.

Tian SJ, Rickard JE, Blanshard JM. 1991. Physicochemical Properties of Sweet Potato Starch. J Sui Food Agri. 57(4): 451-491. Dor:

10.1002/jsfa.2740570402.

Torruco-Uco, J., dan D. Betancur-Ancona. 2007. Physicochemical and Functional Properties of Makal (Xanthosoma yucatanensis) Starch. Food Chemistry. 101:1319-1326.

Vaughn, R.H. 1982. Lactic Acid Fermentation of Cabbage, Cucumber, Olives and Other Product. In Prescott and Dunns Industrial Microbiology. Fourth editions. AVI Publishing Co :182-236.

Waryoko dan Sukardi. 2004. Petunjuk Praktikum Dan Pengetahuan Bahan Hasil Pertanian. Laboratorium THP Fakultas Pertanian Universitas

Muhammadiyah. Malang.

Widjanarko, S. B,. 2008. Gelatinisasi Pati Adonan Berbasis Pati.

http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/06/20/gelatinisasi-pati-adonan-berbasis-pati/. Diakses pada tanggal 5 agustus 2014.

Widyasaputra, R dan Yuwono, S. S. 2013. Pengaruh Fermentasi Alami Chips Terhadap Sifat Fisik Tepung Ubi Jalar Putih (Ipomoea Batatas L) Terfermentasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol 1 No. 1 p. 78-89, Oktober 2013.

Winarno, F.G., S. Fardiaz. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia. Jakarta. 257 hlm.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Woolfe, J. A. 1992. Sweet Potato: An Untapped Food Source New York. Cambridge University Press. 694 hal.

Wulan, I.C. 2004. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Lama Fermentasi Terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik Pikel Wortel (Daucus carota L).


(6)

Yuliana, N., S. Nurdjanah, dan Margareta, M. 2013. The Effect of a Mixed-Starter Culture of Lactic Acid Bacteria on The Characteristics of Pickled Orange-Fleshed Sweet Potato (Ipomoea Batatas L). Mikrobiologi Indonesia. Vol 7, No. 1. March 2013, p 1-8.

Yuliana, N., S. Nurdjanah, R. Sugiharto, dan D. Amethy. 2014. Effect of

Spontaneous Lactic Acid Fermentation on Physico-Chemical Properties of Sweet Potato Flour. Mikrobiologi Indonesia 8(1):1-8.

Zubaidah, E dan N. Irawati. 2011. Pengaruh Penambahan Kultur (Aspergillus Niger, L. plantarum) dan Lama Fermentasi Terhadap Karakteristik Mocaf. Jurnal. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Zuraida, N dan Y. Suprapti. 2001. Usahatani Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan

Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buetin Agrobio 4(1): 13-123