Kelembagaan kelompok tani hutan rakyat di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi

(1)

1

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI

KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI

MARTINUS ARDI RUBIYANTO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(2)

RINGKASAN

MARTINUS ARDI RUBIYANTO. Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Dibimbing oleh

SUDARSONO SOEDOMO.

Kelembagaan memiliki peran yang penting dalam menunjang pengelolaan hutan rakyat. Pada umumnya sistem kelembagaan hutan rakyat bersifat non-formal. Kelembagaan memberikan pengaruh tingkat kepatuhan anggota dalam menjalankan aturan. Kelembagaan diharapkan mampu menjadi pemberi solusi bagi petani.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem kelembagaan hutan rakyat. Sistem kelembagaan yang dimaksud seperti aturan, pedoman, bentuk kesepakatan, proses pengambilan keputusan, sistem tata nilai dan kapasitas kelembagaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan kelompok tani di Desa Buniwangi berdasarkan musyawarah. Pemimpin ditetapkan berdasarkan keprofesionalan yang dimiliki pemimpin tersebut. Aturan yang dibuat oleh kelompok tani bersifat tegas. Dalam hal persepsi terhadap waktu, responden menyatakan orientasi ke masa depan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem kelembagaan kelompok tani di Desa Buniwangi masih tergolong non-formal. Kapasitas kelembagaan masih terbatas dalam penyelenggaraan penyuluhan dan penyediaan bantuan bibit dan pupuk. Kelembagaan kelompok tani tergolong masyarakat modern yang sebagian besar memiliki orientasi ke masa depan.


(3)

3

SUMMARY

MARTINUS ARDI RUBIYANTO. Institution of Farmer Groups in the Community Forest at Buniwangi Sub-District, Pelabuhan Ratu District, Sukabumi. Under the Supervision of SUDARSONO SOEDOMO

An institution has an important supporting role in the management of community forest. In general the institutional system of community forest is informal. It has a certain degree of influence on its members’ compliance to its regulation. It is expected to be able to provide solutions to the problems of farmers.

This study was intended to examine the institutional system of community forest. The institutional system refers to such aspects as regulation, guides, forms of agreement, decision making, value system, and institutional capacity.

The study results showed that the process of making decisions in the farmer group at the Sub-district of Buniwangi is based on consultation. The group leader is elected based on his professionalism. The regulations made by the farmer groups are strict in nature. In terms of time perception, the respondents hold the orientation to the future.

The study concludes that the institutional system of the farmer groups in Buniwangi Sub-district is categorized into non-formal institution. Its institutional capacity is still limited to the extension activities and the supply of seedlings and fertilizers. The institution of farmer groups is of modern society, most of which has the orientation to the future.


(4)

KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI

HUTAN RAKYAT DI DESA BUNIWANGI

KECAMATAN PELABUHAN RATU, SUKABUMI

Karya Ilmiah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

MARTINUS ARDI RUBIYANTO

E14061688

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

5

Judul skripsi : Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi

Nama : Martinus Ardi Rubiyanto NRP : E14061688

Menyetujui : Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS. NIP. 130813798

Mengetahui :

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : 19630401 199403 1 001


(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011

Martinus Ardi Rubiyanto NRP E14061688


(7)

7

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 10 September 1988 dari Ayahanda Rubiyo dan Ibunda Rusmiyati. Penulis merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh diantaranya adalah SDN Muarasari III Bogor pada tahun 1994–2000, SLTP Negeri 3 Bogor pada tahun 2000–2003, SMA Negeri 4 Bogor pada tahun 2003–2006, pada tahun 2006 penulis diterima masuk di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan menempuh pendidikan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun (2006/2007), sebelum akhirnya diterima di Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada tahun 2008 di daerah Sancang–Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2009 di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan KPH Tanggeung, Cianjur Selatan, Jawa Barat. Selanjutnya penulis mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HTI PT. Arara Abadi, Pekanbaru selama 2 bulan terhitung dari Maret sampai Mei 2010.

Untuk memperoleh gelar sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis dibimbing oleh Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS.


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan segala kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Dalam penyusunan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik secara moral maupun materil. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rubiyo, Ibu Rusmiyati, Agustinus Djoko, serta keluarga besar Phatmodikoro yang telah memberikan doa, inspirasi, dukungan, dan semangatnya.

2. Dr. Ir. Sudarsono Soedomo, MS selaku dosen pembimbing atas segala arahan, saran dan bimbingannya.

3. Kepala Desa Buniwangi, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat, serta keluarga Bapak Hasan atas bantuan dan kerjasama selama penelitian berlangsung.

4. Apriliana sekeluarga yang telah menemani, memberi inspirasi, memberi semangat dan motivasi serta atas waktu dan perhatian selama ini.

5. Teman seperjuangan penelitian Fredinal atas bantuannya selama penelitian dan semangatnya.

6. Teman-teman di kostan Semeru, Andrian Riyadi Putra, Abdul Aris, Ade Kurnia Rahman, Novriadi Zulfida, Putu Ananta, I Putu Indra, Anom Kalbuadi, Apit Faris, Dicky Kristia, Radityo Hanurjoyo, Raditya Rahman, Rangga Wisanggara, Nichi Valentino, Randy Wisanggara, Amri Saadudin, dan Resang Yudistira terimakasih atas kebersamaannya.

7. Teman-teman Manajemen Hutan 43, terima kasih atas kebersamaannya selama hampir empat tahun di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

8. Teman-teman sepermainan, Rifqi Muntuan, Bentar Sasongko, Michael Prakoso, Fadli Sulaeman, Agus Irhamsyah, Irsan Aditya, Indra Kusuharjo, Arif Firmansyah, Ujang Permana, Bamby Sutisna, terima kasih atas kebersamaannya.


(9)

9

9. Kepada Staff Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB lainnya yang telah membantu penulis dalam pengurusan administrasi kemahasiswaan.

10.Seluruh pihak terkait yang baik secara langsung atau tidak langsung telah membantu penelitian dan pengerjaan skripsi ini hingga selesai.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian dengan judul Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini menggambarkan sistem kelembagaan hutan rakyat, seperti aturan, pedoman, bentuk kesepakatan, proses pengambilan keputusan, sistem tata nilai dan kapasitas kelembagaan. Kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam hal pengadaan pupuk dan bibit serta penyelenggaraan penyuluhan.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2011


(11)

ii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 1

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelembagaan ... 3

2.2 Kelembagaan Hutan Rakyat ... 7

2.3 Kelempok Tani Hutan... 8

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 10

3.2 Alat dan Objek Penelitian ... 10

3.3 Jenis dan Sumber Data ... 10

3.4 Metode Pengambilan Contoh ... 12

3.5 Metode Pengumpulan Data... 12

3.6 Analisis Data ... 13

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Iklim ... 14

4.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan ... 14

4.3 Potensi Sumber Daya Manusia ... 14

4.4 Kondisi Umum Usaha Hutan Rakyat ... 15

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan ... 16

5.2 Aktivitas Pengelolaan Lahan ... 16

5.3 Aspek Struktural Kelembagaan ... 17

5.4 Aspek Kultural Kelembagaan ... 22

5.5 Perbedaan Sistem Kelembagaan Kelompok Tani ... 26

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 27

6.2 Saran ... 27


(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis dan sumber data ... 10

2. Luas cakupan wilayah kelompok tani ... 18

3. Struktur kelembagaan kelompok tani ... 19

4. Pola seleksi anggota ... 20

5. Pihak yang memutuskan seleksi anggota ... 20

6. Tingkat kesetiaan dan pengabdian anggota ... 21

7. Landasan penetapan pemimpin ... 22

8. Norma kelembagaan ... 24


(13)

iv

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Jenis tanaman yang diusahakan di lahan milik ... 30

2. Jenis aktivitas pengelolaan lahan ... 31

3. Macam-macam kendala dan upaya dalam pengelolaan lahan ... 33

4. Aspek kultural kelembagaan ... 35

5. Aspek struktural kelembagaan ... 37

6. Dokumentasi ... 38


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak. Dalam pengelolaannya hutan rakyat dapat dilakukan oleh warga masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok atau berdasarkan suatu badan hukum.

Masyarakat memanfaatkan hutan sebagai alternatif sumber pendapatan, melalui manfaat hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Sistem “tebang butuh” merupakan ciri masyarakat tani hutan rakyat dalam pemanfaatan hasil kayu, seperti pemenuhan kebutuhan biaya masuk sekolah anak mereka.

Hutan rakyat dapat menjadi alternatif penanggulangan kebutuhan kayu nasional. Pemanfaatan kayu yang berasal dari hutan rakyat cenderung meningkat seiring dengan semakin berkurangnya bahan baku untuk industri yang berasal dari hutan alam.

Pada umumnya sistem pengelolaan hutan rakyat menganut sistem pengelolaan mandiri. Artinya, segala aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan, berasal dari pemilik lahan atau keluarga yang mengusahakan hutan rakyat tersebut. Pola pengelolaan yaitu tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha taninya. Pada dasarnya petani hutan rakyat tergolong dalam kelompok tani sederhana, dimana seluruh keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan seperti penanaman, penebangan, pemasaran, dan lain-lain diatur oleh keluarga masing-masing kelompok tani. Untuk menjamin keberhasilan hutan rakyat diperlukan penguatan kelembagaan diantara para kelompok tani, sehingga terbentuk aturan-aturan internal mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui sistem kelembagaan hutan rakyat. Sistem kelembagaan yang dimaksud seperti bentuk kesepakatan, aturan, pedoman, proses pengambilan keputusan, sistem tata nilai, dan kapasitas kelembagaan, yang berlokasi di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi.


(15)

2

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ataupun gambaran tentang kondisi sistem kelembagaan hutan rakyat di suatu daerah sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan terkait kebijakan kehutanan.

2. Bagi instansi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dokumentasi ilmiah yang bermanfaat untuk kepentingan akademik maupun penelitian serupa lainnya.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi atau kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan masalah-masalah sistem kelembagaan hutan rakyat.

4. Bagi individu, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat untuk menemukan ide-ide kreatif yang aplikatif berkaitan dengan pengelolaan sistem kelembagaan hutan rakyat bagi kemajuan kehutanan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelembagaan

2.1.1 Pengertian Kelembagaan

Kelembagaan merupakan suatu sistem yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masing-masing komponen pendukung di dalamnya untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen pendukung di dalam suatu kelembagaan antara lain subjek atau orang sebagai penggerak sistem, segala aturan dan cara yang mengatur jalannya suatu sistem di dalam kelembagaan yang melibatkan banyak peran subjek tersebut.

Menurut Soekanto (2002), istilah kelembagaan diartikan sebagai lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Sedangkan menurut Tjondronegoro (1977) dalam Pranadji (2003), pengertian tentang lembaga cenderung menyempitkan makna lembaga dengan pendekatan ciri kemajuan masyarakat.

Soemardjan dan Soelaeman (1974) menuliskan bahwa kelembagaan dapat bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat yang berperan besar terhadap sirkulasi kelembagaan tersebut. Sedikit berbeda dengan Rahardjo (1999) yang dikutip oleh Pasaribu (2007), konsep kelembagaan yang dianut oleh masyarakat menggunakan konsep lembaga sosial yang secara lebih sederhana diartikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat.

Dalam kasus kelembagaan usaha, Susanty (2005) memaparkan bahwa kelembagaan usaha atau kelembagaan kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial yang mengatur hubungan manusia tersebut. Sementara dalam hal hubungan dan perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi sosial, Rahayuningsih (2004) mengatakan bahwa di dalam suatu kelompok terdapat pengaruh dari perilaku


(17)

4

organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya perilaku perorangan juga memberikan pengaruh terhadap norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian kelembagaan, dapat disimpulkan bahwa kelembagaan merupakan suatu sistem yang syarat dengan nilai dan norma yang bertujuan mengatur kehidupan manusia di dalam kelembagaan pada khususnya maupun manusia di luar kelembagaan pada umumnya.

Norma-norma yang tumbuh dalam masyarakat memiliki tingkatan kekuatan mengikat tersendiri. Seperti yang dipaparkan Soekanto (2002) dalam Sosiologi sebagai Pengantar bahwa untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut dikenal adanya empat pengertian, yaitu:

a. Cara (usage)

b. Kebiasaan (folksway) c. Tata kelakuan (mores), dan d. Adat istiadat (custom)

Setiap tingkatan di atas memiliki kekuatan memaksa yang semakin besar mempengaruhi perilaku seseorang untuk menaati norma. Begitu pula yang dipaparkan oleh Soemardjan dan Soelaeman (1974) bahwa setiap tingkatan tersebut menunjukkan pada kekuatan yang lebih besar yang digunakan oleh masyarakat untuk memaksa para anggotanya mentaati norma-norma yang terkandung didalamnya.

2.1.2 Pembentukan dan Perubahan Kelembagaan

Menurut Soekanto (2002), proses pembentukan lembaga kemasyarakatan yaitu suatu proses yang dilewati oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan, yang dimaksud adalah sampai norma itu dikenal oleh masyarakat, diakui, dihargai dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembentukan lembaga kemasyarakatan berasal dari perilaku masyarakat yang menjadi perilaku masyarakat yang disebut tata kelakuan dan adat istiadat.

Dalam perkembangannya, suatu kelembagaan dapat mengalami perubahan baik cepat ataupun lambat, kecil ataupun besar maupun dikehendaki atau tidak dikehendaki. Perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di


(18)

dalam suatu masyarakat mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai-nilai, sikap-sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Menurut Ibrahim (2002) dalam Pasaribu (2007), komponen kelembagaan dapat mengalami perubahan unsur-unsur lembaga kemasyarakatan, seperti sebagian norma-norma dalam lembaga kemasyarakatan berubah atau bisa juga perubahan fungsi lembaga itu; perubahan lembaga dalam arti kemasyarakatan lama hilang dan diganti dengan lembaga yang baru.

2.1.3 Komponen Utama Kelembagaan

Mengutip dari Pasaribu (2007), kelembagaan tersusun atas tiga komponen utama yaitu hak kepemilikan, batas yurisdiksi, dan aturan representatif. Hak kepemilikan mengandung makna sosial yang didefinisikan dan diatur oleh hukum, adat dan tradisi, yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat dalam hal kepentingannya terhadap sumberdaya. Hak milik dapat diperoleh dari pemberian/warisan dan pembelian.

Batas yuridiksi menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam suatu kelembagaan dalam suatu masyarakat. Konsep batas yuridiksi dapat mencakup wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu institusi, atau mengandung makna keduanya.

Aturan representatif merupakan perangkat aturan yang menentukan mekanisme pengambilan keputusan organisasi. Aturan representatif mengatur siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa yang terdapat dalam proses pengambilan keputusan.

Menurut Pranadji (2003), kelembagaan bercirikan terhadap kemajuan masyarakat, memiliki beberapa elemen pendukung diantaranya sebagai berikut. 1. SDM (Sumber Daya Manusia)

Komponen yang dimaksud mencakup: a. Ketrampilan yang cukup

b. Kematangan emosional

c. Kemampuan bekerjasama yang baik d. Apresiasi terhadap tata nilai maju

e. Apresiasi terhadap penggunaan ilmu pengetahuan di bidang manajemen dan keorganisasian sosial


(19)

6

2. Tata Nilai Maju

Untuk mengidentifikasi dan menentukan gambaran kemajuan yang dicapai masyarakat, baik dalam tingkat kelompok tani, desa, maupun negara diperlukan beberapa komponen tata nilai seperti di bawah ini.

a. Penghargaan terhadap kerja keras b. Rajin (tidak malas)

c. Produktif (tidak konsumtif) d. Harga diri tinggi

e. Prestasi

f. Sabar dan rendah hati g. Haus inovasi

h. Cara kerja/berfikir sistematik dan terorganisir i. Bervisi jangka panjang yang jelas

3. Kepemimpinan

Kepemimpinan yang dibahas tidak menekankan pada tipe kepemimpinan seseorang, melainkan pada komponen yang menentukan suatu kepemimpinan untuk memajukan masyarakat desa. Komponen yang dimaksud adalah:

a. Visi kedepan yang jelas

b. Kemampuan seorang pemimpin memberi inspirasi dan mengarahkan anggotanya

c. Memiliki kemampuan untuk mengabdi pada masyarakat

d. Mempunyai keunggulan atau keistimewaan dan sangat interaktif dengan kebutuhan masyarakat

e. Memiliki kemampuan dalam pemecahan konflik yang terjadi di masyarakat

f. Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi yang baik dengan anggota masyarakat yang dipimpinnya

g. Mengajarkan penggunaan rasionalitas yang tinggi pada setiap pengambilan keputusan

4. Struktur dan Organisasi Sosial

Struktur sosial yang sehat adalah cerminan dari pekerjaan yang sehat. Sedangkan organisasi sosial dapat didekati dengan memperhatikan sistem


(20)

kemitraan dan keterlibatan masyarakat untuk tujuan di bidang pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan kegiatan ekonomi dan ketenagakerjaan, penguatan identitas individu dan sosial, pengelolaan pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, dan sistem pemeliharaan keteraturan sosial yang telah terbentuk.

5. Hukum dan Pemerintahan

Aspek hukum dapat ditelusuri dari konsistensi norma yang dirumuskan dalam bentuk aturan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan aspek pemerintahan ditekankan pada pengaturan untuk peningkatan kreativitas dan peran masyarakat agar tercapai kesejahteraan bersama.

2.2 Kelembagaan Hutan Rakyat

Pengaruh kelembagaan adat sangat besar pada pola tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di sekitar hutan. Aturan-aturan adat yang ada merupakan peninggalan leluhur yang tetap harus dijaga dan dipatuhi walaupun aturan-aturan adat tersebut tidak tertulis. Aturan adat bagi masyarakat merupakan hukum yang mengikat dan memiliki sanksi yang tegas atas segala pelanggaran yang dilakukan. Kelembagaan adat tidak hanya mengatasi konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat, namun juga mengatur pola perilaku masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan yang ada di sekitar mereka (Yanuar 1999).

2.2.1 Kedudukan Kelembagaan dalam Pengelolaan Hutan Rakyat

Ada beberapa kendala yang mengiringi perjalanan pengusahaan hutan rakyat. Hal ini dikemukakan oleh Andayani (2003) sebagai berikut: teknologi, modal usaha, manajemen usaha tani, skill (kemampuan), kondisi fisik lahan usaha dan kebijakan pemerintah.

Menurut Ngadiono (2004), kelembagaan mencakup organisasi masyarakat dan aturan hukum yang berkaitan dengan sistem pengelolaan hutan rakyat. Kelembagaan berperan penting dalam hal dukungan pendanaan hutan rakyat.

2.2.2 Ruang Lingkup Kelembagaan Hutan Rakyat

Hutan rakyat sebagaimana hutan negara juga membutuhkan sistem pengelolaan yang terencana yang mendukung pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan rakyat itu sendiri. Pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan secara individu


(21)

8

berbeda dengan pengelolaan secara kelompok. Kelembagaan akan menumbuhkan interaksi dan koordinasi antar anggota sehingga tujuan bersama akan cepat tercapai (Ngadiono 2004).

Lingkup kelembagaan kehutanan masyarakat digambarkan secara sektoral. Berhasil tidaknya pelaksanaan kegiatan hutan rakyat tidak hanya bergantung dari pihak-pihak yang berkecimpung dalam sektor kehutanan, tetapi juga tergantung dari sektor-sektor lain seperti pertanian, perkebunan dan transmigrasi. Pelaksanaan kegiatan dikoordinir oleh suatu komisi yang disebut komisi social

forestry. Komisi social forestry beranggotakan pemerintah, swasta, perguruan

tinggi, LSM dan masyarakat. Untuk selanjutnya hasil yang diharapkan adalah terwujudnya sistem pemerintahan yang baik (Ngadiono 2004).

2.3 Kelompok Tani Hutan

Kelompok tani hutan (KTH) merupakan sekumpulan orang yang mengelompokkan diri dalam usaha-usaha dalam bidang pengelolaan tanah hutan negara yang tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan anggotanya untuk mencapai tujuan bersama (Perum Perhutani 1987 dalam Permana 1998). Sedangkan Suharjito (1994) menyatakan bahwa pembentukan kelompok tani merupakan awal dari sebuah upaya mewujudkan partisipasi masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaan hutan negara.

Mulyana (2001) dalam Puspita (2006) menyatakan bahwa kriteria petani sebagai KTH adalah kedekatan dengan hutan, hak-hak yang sudah ada, ketergantungan, dan pengetahuan lokal. Keempat kriteria itu sangat erat kaitannya dengan sumber daya hutan dan mudah untuk dikenali. Selanjutnya dalam tulisannya juga dikatakan proses pembentukan KTH adalah sebagai berikut: 1. Pembentukan kelompok

2. Penguatan kelembagaan 3. Penyuluhan

4. Insentif

Menurut Suharjito (1994), pengertian pembinaan KTH adalah suatu proses yang timbul dalam suatu hubungan antara pembina atau petugas Perum Perhutani


(22)

bersama dengan instansi terkait dengan kelompok tani (KTH) binaan dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah atau mengembangkan kegiatan kelompok. Tujuan pembinaan yang ingin dicapai tentunya tidak terlepas dari tujuan perhutanan sosial pada umumnya, yaitu memaksimalkan partisipasi masyarakat sekitar hutan untuk bersama-sama membangun dan mengelola hutan secara penuh tanggung jawab dalam pembangunan hutan dan lingkungan sekitar.


(23)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Kabupaten Sukabumi tepatnya Kecamatan Pelabuhan Ratu Desa Buniwangi. Selang waktu pengumpulan data selama kurang lebih satu bulan yaitu bulan Februari-Maret 2011.

3.2 Alat dan Objek Penelitian

Penelitian ini memerlukan beberapa alat bantu seperti alat perekam, kamera dan kuesioner. Sedangkan objek penelitian yaitu ketua dan perwakilan dari kelompok tani yang terdapat di Kecamatan Pelabuhan Ratu Desa Buniwangi. Jumlah responden yang diperlukan adalah 30 orang.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil wawancara kepada responden dan data sekunder berasal dari instansi atau lembaga terkait. Secara ringkas kebutuhan jenis dan sumber data digambarkan dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Jenis dan sumber data

No. Jenis data Cara pengambilan Sumber data 1.

2.

3.

Kondisi umum a. Wilayah geografis b. Luas wilayah c. Iklim

d. Potensi SDM e. Usaha HR

Sejarah lahirnya kelembagaan

Aktivitas

pengelolaan lahan

Pencatatan ke instansi Pencatatan ke instansi Pencatatan ke instansi Pencatatan ke instansi

Wawancara Wawancara

Kantor desa Kantor desa Kantor desa Kantor desa Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani


(24)

No. Jenis data Cara pengambilan Sumber data 4. 5. 6. 7. 8.

a. Jenis aktivitas b. Kendala c. Upaya

Aspek struktural a. Luas cakupan

wilayah b. Struktur organisasi c. Pengambilan keputusan dominan

d. Pola sebaran kekuasaan

e. Tingkat fleksibilitas Tujuan kelembagaan Keanggotaan

a. Pola perekrutan b. Pihak yang

memutuskan c. Kesetiaan anggota d. Frekuensi pertemuan e. Partisipasi anggota Kepemimpinan a. Landasan pemilihan b. Kekuasaan pemimpin c. Gaya kepemimpinan d. Periode pemilihan Aspek kultural Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Wawancara Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner

Anggota kelompok tani Anggota kelompok tani Anggota kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani

Anggota kelompok tani

Anggota kelompok tani

Anggota kelompok tani


(25)

12

No. Jenis data Cara pengambilan Sumber data

9.

a. Sistem tata nilai b. Norma

c. Kultur Kapasitas kelembagaan a. Peran b. Kapasitas

Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner Pengisian kuesioner

Wawancara Wawancara

Anggota kelompok tani Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani

Ketua kelompok tani Ketua kelompok tani

3.4 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama pengambilan contoh pada tingkat kecamatan yang terdapat di Kabupaten Sukabumi. Pengambilan contoh ini didasarkan pada beberapa kriteria, dimana pemilihan kecamatan dipilih secara sengaja dengan berdasar pada besarnya produksi, jumlah kelompok tani dan ada tidaknya struktur kelembagaan di kecamatan tersebut. Kedua, pengambilan contoh desa yang akan dijadikan lokasi penelitian. Pengambilan contoh ini didasarkan pada desa yang memiliki cukup banyak lahan hutan rakyat, adanya kelompok tani yang terlibat dalam pengelolaan lahan hutan rakyat tersebut. Ketiga, keaktifan kelompok tani yaitu berupa kegiatan-kegiatan pendampingan oleh penyuluh pada kelompok tani. Keempat, pemilihan responden di dalam kelompok tani. Pemilihan responden dilakukan secara acak sebanyak 10 orang setiap kelompok tani.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan beberapa teknik berdasarkan jenis data yang dibutuhkan.

1. Teknik wawancara, yaitu menggunakan kuesioner (lampiran 7) dan alat perekam yang berisi pertanyaan-pertanyaan untuk selanjutnya mendapat tanggapan atau respon dari para responden berupa penjelasan dari pertanyaan yang diajukan.

2. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung ke kawasan hutan rakyat yang tergabung dalam kelompok-kelompok tani.


(26)

3. Pencatatan data sekunder, yaitu mengumpulkan data yang terkait dengan bahan penelitian kepada instansi/lembaga yang mengurusi masalah tersebut.

3.6 Analisis Data

Teknis analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui permasalahan, cara yang berlaku, pandangan, dan proses dalam masyarakat. Data disusun berdasarkan golongan dan kategori.

Metode deskriptif menggunakan rumus :

Persentase = x 100 %

Analisis deskriptif lebih menekankan pada hasil penelitian berupa wawancara langsung kepada responden yang sifatnya pendeskripsian secara utuh terhadap gambaran informasi yang didapat dari responden hasil wawancara

Jumlah responden Jumlah seluruh responden


(27)

14

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Iklim

Desa Buniwangi merupakan bagian dari Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Desa ini terletak sekitar 6 km di timur laut kota Palabuhan Ratu. Desa Buniwangi berbatasan dengan Desa Gandasoli di sebelah utara, Desa Cikadu di sebelah timur, Desa Citepus di sebelah selatan, dan Desa Cibodas sebelah barat. Desa ini dikelilingi oleh perbukitan dan hutan. Desa Buniwangi memiliki ketinggian tempat sekitar 400 m dpl., dengan curah hujan tahunan antara 2500 – 4000 mm (BPS 2000).

4.2 Luas Wilayah Menurut Penggunaan

Desa Buniwangi memiliki luas wilayah sebesar 2.515,895 ha. Luas wilayah tersebut dikelola untuk perladangan (1.165,9 ha); lahan perkebunan negara (138,040 ha); perkebunan swasta (179,640 ha); hutan rakyat (88,785 ha); lahan persawahan (42 ha); serta lahan kawasan hutan negara seluas 739,135 ha berupa hutan produksi dan hutan lindung yang dikelola oleh Perum Perhutani KPH Sukabumi (BPS 2000).

4.3 Potensi Sumber Daya Manusia

Desa Buniwangi memiliki jumlah penduduk 9.454 orang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 4.798 orang dan perempuan 4.656 orang. Kepala keluarga di Desa ini berjumlah 2.046 KK.

Desa Buniwangi tergolong masih sederhana dalam hal mata pencaharian pokok. Mata pencaharian penduduk sebagai buruh tani sebanyak 1.300 orang, sebagai pedagang 1.091 orang, 252 orang sebagai petani, 131 orang dalam pertukangan, dan 42 orang pegawai negeri sipil.

Tingkat pendidikan sebagian besar penduduk Desa Buniwangi adalah tamatan sekolah dasar (SD), sebanyak 2.359 orang dari total seluruhnya 5955 orang. Tingkat pendidikan di Desa Buniwangi dapat dikatakan masih rendah (BPS 2000).


(28)

4.4 Kondisi Umum Usaha Hutan Rakyat

Usaha hutan rakyat dibantu oleh dinas pemerintah setempat. Kelompok tani didampingi oleh penyuluh yang disediakan untuk memberikan pendidikan, pemahaman dan penyuluhan bagi petani yang belum sepenuhnya mampu mengelola hutan miliknya sendiri.

Kelompok tani di Desa Buniwangi terbentuk dari penyuluhan kehutanan yang didukung oleh aparat desa dan masyarakat. Anggota kelompok tani beranggotakan warga desa yang statusnya sebagai pemilik lahan yang ditanami kayu. Batasan anggota mencakup dusun atau kedusunan.

Jumlah kelompok tani di Desa Buniwangi terdapat 3 (tiga) kelompok yaitu, Mandiri Wangi, Manggu Jaya, dan Jayanti Sejahtera. Kelembagaan kelompok tani memiliki kapasitas atau peran, antara lain memberikan penyuluhan dan pendidikan (Pemerintahan Desa Buniwangi 2000).


(29)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Lahirnya Kelembagaan

Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya upaya kerjasama untuk mencapai tujuan dan memenuhi kepentingan bersama.

Desa Buniwangi memiliki 3 (tiga) kelompok tani hutan yaitu Mandiri Wangi, Manggu Jaya, dan Jayanti Sejahtera. Kelompok tani Mandiri Wangi dan Manggu Jaya terbentuk oleh program pemerintah dan keinginan dari masyarakat sendiri pada tahun 2004. Sedangkan kelompok tani Jayanti Sejahtera terbentuk karena adanya program GERHAN tahun 2007, yang mengharuskan pembentukan kelompok tani untuk memudahkan pemantauan. Kelompok tani Mandiri Wangi dan Manggu Jaya lebih mengetahui tentang permasalahan yang dihadapi petani dikarenakan terbentuk lebih awal. Dapat dikatakan, masyarakat Desa Buniwangi memerlukan suatu lembaga untuk membantu permasalahan yang dihadapi petani.

5.2 Aktivitas Pengelolaan Lahan

Aktivitas pengelolaan lahan yang dilakukan oleh petani cukup beragam yaitu pembersihan lahan, penyiangan, pemupukan, dan penjarangan. Aktivitas petani yang paling sering dilakukan adalah penyiangan. Total responden yang melakukan kegiatan penyiangan sebesar 73,33% (lampiran 2). Penyiangan dilakukan karena 2 (dua) hal, yang pertama penyiangan semak belukar dapat membantu pertumbuhan tanaman, kemudian yang kedua karena menghasilkan rumput yang dapat digunakan untuk pakan ternak mereka.

Kegiatan pengelolaan kedua yang paling banyak dilakukan oleh petani adalah pemupukan. Total responden yang melakukan kegiatan pemupukan sebesar 60% (data terlampir). Pemupukan dilakukan agar pertumbuhan tanaman lebih cepat, sehingga tanaman dapat tumbuh maksimal. Namun ada petani yang tidak melakukan pemupukan dikarenakan kurangnya modal. Pada dasarnya masalah dana dapat dicarikan solusi, misalnya dengan bergotong royong antar petani.


(30)

Kegiatan pengelolaan lahan yang paling sedikit dilakukan oleh para petani adalah pembersihan lahan. Petani yang melakukan kegiatan pembersihan lahan sebelum penanaman sebesar 36,67%. Petani yang tidak melakukan pembersihan lahan dikarenakan sibuk dengan pekerjaan lain, seperti berdagang. Seharusnya, pembersihan lahan dilakukan oleh setiap petani, untuk mengurangi daya saing penyerapan unsur hara dalam tanah.

5.2.1 Kendala dalam Pengelolaan Lahan

Petani mengalami kendala dalam hal pengelolaan lahan, diantaranya terkait dengan kondisi lahan, pemeliharaan tanaman, ketersediaan air dan pupuk, serangan hama dan penyakit, kurangnya dana, sampai sulitnya akses menuju lokasi lahan milik. Petani Desa Buniwangi mengalami kendala utama yaitu kurangnya pupuk karena keterbatasan modal. Petani memerlukan koperasi simpan pinjam untuk membeli pupuk. Selain itu, petani dapat memanfaatkan kotoran ternak untuk dijadikan pupuk.

5.2.2 Upaya yang Dilakukan

Petani meminjam kepada orang terdekat, dalam hal kurangnya pupuk dan modal. Sedangkan dalam penanganan penyakit, petani melakukan penjarangan. Penyakit yang sering terjadi yaitu jamur akar pada tanaman karet. Penyakit ini menular kepada pohon lain karena dapat menyebabkan tanaman lain mati. Namun ada sebagian petani yang tidak melakukan penjarangan dikarenakan sibuk dengan pekerjaan lain, seperti berdagang.

Petani memerlukan obat untuk mengatasi penyakit jamur akar pada tanaman karet. Petani sudah melaporkan masalah penyakit ini kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pelabuhan Ratu. Namun, petani belum mendapatkan obat tersebut. Dinas Kehutanan dan Perkebunan seharusnya bertindak cepat untuk mengurangi angka kematian tanaman karet.

5.3 Aspek Struktural Kelembagaan 5.3.1 Struktur Kelembagaan

Struktur kelembagaan memiliki fungsi internal maupun eksternal untuk mencapai tujuan bersama. Struktur kelembagaan menyediakan kejelasan bagian-bagian pekerjaan dalam aktifitas kelembagaan. Fungsi internal kelembagaan


(31)

18

menjadi pedoman bagi anggotanya dalam bertindak. Sedangkan fungsi eksternal kelembagaan menjelaskan tentang bagaimana dan siapa yang akan berhubungan dengan pihak luar.

Desa Buniwangi memiliki 3 (tiga) kelompok tani, yaitu: Mandiri Wangi, Manggu Jaya, dan Jayanti Sejahtera. Luas cakupan kelompok tani tersebut adalah: Tabel 2. Luas cakupan wilayah kelompok tani

No. Kelompok Tani Luas Lahan (Ha)

Jumlah Anggota (orang) 1.

2. 3.

Mandiri Wangi Manggu Jaya Jayanti Sejahtera

25 25 20

30 30 30 Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani

Kelompok tani Desa Buniwangi memiliki batasan wilayah. Kelompok tani Mandiri Wangi dan Manggu Jaya memiliki cakupan wilayah 25 ha dengan jumlah anggota 30 orang, dengan rata-rata kepemilikan lahan anggotanya seluas 0,83 ha/orang. Sedangkan kelompok tani Jayanti Sejahtera memiliki cakupan wilayah kelembagaan 20 ha dengan jumlah anggota 30 orang, dengan rata-rata kepemilikan lahan anggotanya seluas 0,67 ha/orang. Kelompok tani Jayanti Sejahtera dapat berkerja lebih baik, dilihat dari luas lahan yang lebih sedikit dengan jumlah anggota yang sama dengan dua kelompok tani lainnya.

Pada umumnya struktur kelembagaan yang dibentuk terdiri dari struktur inti, yaitu:

1. Ketua, sebagai pemimpin yang mengkoordinir seluruh anggota bawahannya. 2. Sekretaris, sebagai pencatat agenda harian maupun kegiatan-kegiatan yang

dilakukan kelompok tani sekaligus tangan kanan ketua.

3. Bendahara, sebagai pengelola keluar masuknya dana yang dibutuhkan oleh kelompok.

Namun demikian, ada 1 (satu) kelompok tani yaitu kelompok tani Mandiri Wangi yang mencantumkan bidang lain diluar struktur inti seperti:

1. Seksi hama dan penyakit 2. Seksi penanaman


(32)

4. Seksi pembagian hasil 5. Seksi peralatan

6. Seksi teknik dan budidaya 7. Seksi pemasaran

Tabel 3. Struktur kelembagaan kelompok tani

No. Kelompok Tani Struktur Kelembagaan 1. Mandiri Wangi Ketua

Sekretaris Bendahara

Seksi hama dan penyakit Seksi penanaman

Seksi keamanan Seksi pembagian hasil Seksi peralatan

Seksi teknik dan budidaya Seksi pemasaran

2. Manggu Jaya Ketua Sekretaris Bendahara 3. Jayanti Sejahtera Ketua

Sekretaris Bendahara

Kelompok tani Mandiri Wangi lebih maju dibandingkan kelompok tani Manggu Jaya dan Jayanti Sejahtera, dilihat dari struktur kelembagaan yang ada. Struktur kelembagaan tidak memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan petani. Struktur kelembagaan mempermudah pekerjaan petani, sehingga tujuan bersama dapat cepat tercapai. Struktur kelembagaan pada dasarnya menyesuaikan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh kelompok tani. Struktur kelembagaan berkaitan dengan efektifitas pelaksanaan aktivitas yang dilakukan oleh kelompok tani tersebut.

5.3.2 Tujuan Lembaga

Pada hakekatnya setiap lembaga itu memiliki tujuan, karena suatu lembaga lahir dan dibangun karena adanya tujuan. Lembaga akan tetap eksis sepanjang masih mampu mewujudkan tujuan tersebut. Apabila suatu lembaga tidak mampu lagi mewujudkan tujuan yang ingin dicapainya, maka dapat disepakati untuk dibentuk lembaga baru atau tidak sama sekali.


(33)

20

Kelompok tani memiliki tujuan lebih mengutamakan kelompok. Kelompok tani Desa Buniwangi memiliki tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesejahteraan anggota. Anggota dapat berkontribusi lebih dalam kelompok dikarenakan kesamaan tujuan tersebut.

Beberapa anggota kelompok tani merasakan bahwa tujuan yang dimiliki belum tercapai. Dikarenakan, petani tidak mendapatkan hasil untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga, petani mencari pekerjaan lain, seperti buruh dan berdagang.

5.3.3 Keanggotaan

Setiap kelembagaan memiliki anggota. Anggota merupakan syarat wajib yang harus dimiliki oleh suatu kelembagaan. Keberadaan anggota sebagai pengakuan atau legalitas kelembagaan tersebut. Kondisi anggota sangat menentukan kinerja kelembagaan tersebut.

Tabel 4. Pola seleksi anggota

No. Kelompok Tani Pola Seleksi Anggota 1.

2. 3.

Mandiri Wangi Manggu Jaya Jayanti Sejahtera

Tidak bebas Tidak bebas Tidak bebas Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani Tabel 5. Pihak yang memutuskan seleksi anggota

No. Kelompok Tani Pihak Yang Memutuskan Seleksi Anggota 1.

2. 3.

Mandiri Wangi Manggu Jaya Jayanti Sejahtera

Pihak kelompok tani Pihak kelompok tani Pihak kelompok tani Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani

Kelompok tani Desa Buniwangi termasuk bersifat tidak bebas, terbatas, dan tertutup dalam hal pola seleksi anggota. Calon anggota harus memiliki lahan pribadi yang diperuntukkan untuk tanaman kayu. Kelompok yang memutuskan seleksi anggota.

Semua kelompok tani menyatakan rasa kesetiaan anggota cukup tinggi. Rasa kesetiaan ini terlihat dari partisipasi anggota saat diadakan pertemuan.


(34)

Tabel 6. Tingkat kesetiaan dan pengabdian anggota

No. Kelompok Tani Tingkat Kesetiaan dan Pengabdian Anggota 1.

2. 3.

Mandiri Wangi Manggu Jaya Jayanti Sejahtera

Tinggi Tinggi Tinggi Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani

Anggota yang datang apabila diadakan pertemuan kelompok lebih dari 50%, baik pada saat penyuluhan maupun rapat anggota. Anggota yang tidak dapat menghadiri pertemuan, biasanya diwakili oleh salah satu anggota keluarga atau izin untuk tidak menghadiri pertemuan kelompok. Pertemuan yang rutin dapat dijadikan sarana untuk mengikat komitmen para anggotanya. Kelompok tani Desa Buniwangi menyatakan pertemuan kelompok bersifat rutin atau tetap. Mereka mengagendakan pertemuan 1 (satu) bulan 2 (dua) kali. Apabila kelompok memerlukan lebih banyak pertemuan, maka dapat diadakan pertemuan tambahan. Pertemuan disini membahas permasalahan-permasalahan yang dialami petani, penyuluhan ataupun diskusi mengenai program-program yang akan dilaksanakan.

Seluruh responden menyatakan bahwa jumlah anggota yang terlibat cukup tinggi dan melibatkan banyak anggota. Artinya seluruh anggota memiliki kesempatan yang sama untuk memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kelangsungan kinerja kelompoknya.

5.3.4 Kepemimpinan

Kepemimpinan merupakan suatu yang penting dalam kelembagaan karena merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan kelembagaan tersebut dalam mencapai tujuannya. Kepemimpinan yang baik dapat mereduksi sistem yang kurang baik.

Seluruh responden kelompok tani menyatakan pemimpin kelompok dipilih berdasarkan kemampuan atau keprofesionalan yang dimiliki. Pemimpin tidak dipilih secara asal melainkan harus di uji terlebih dahulu, seperti diadakannya tanya jawab. Dengan demikian, seorang pemimpin kelompok tani pada dasarnya sudah dibekali dengan pengalaman dan kemampuan yang lebih dibanding anggotanya yang lain dalam hal kepemimpinan.


(35)

22

Tabel 7. Landasan penetapan pemimpin

No. Kelompok Tani Landasan Penetapan Pemimpin 1.

2. 3.

Mandiri Wangi Manggu Jaya Jayanti Sejahtera

Keprofesionalan Keprofesionalan Keprofesionalan Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani

Gaya kepemimpinan yang diterapkan kelompok tani adalah demokratis. Gaya kepemimpinan ini sangat memperhatikan penyampaian pendapat setiap anggotanya. Proses pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah. Dengan demikian setiap anggota memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pendapat mereka.

Kelompok tani Desa Buniwangi menetapkan masa jabatan ketua selama 5 (lima) tahun. Ketua dapat diganti apabila mengundurkan diri atau kesepakatan sebagian besar anggota yang menginginkan ketua kelompok mundur dari jabatannya.

Kemampuan kepemimpinan ketua kelompok tani berdampak terhadap perkembangan kelompok tani di masa yang akan datang. Semakin tinggi tingkat keprofesionalan ketua kelompok tani, maka perkembangan kelompok tani di masa yang akan datang akan semakin baik.

5.4 Aspek Kultural Kelembagaan 5.4.1 Sistem Tata Nilai

Sistem tata nilai merupakan salah satu komponen wujud kebudayaan yang mempengaruhi tiga komponen lainnya. Komponen wujud kebudayaan tersebut antara lain sistem nilai budaya, sistem norma, dan sistem hukum.

Nilai merupakan konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Untuk mengetahui sistem tata nilai yang dianut anggota kelembagaan, muncul beberapa pertanyaan terkait tata nilai tersebut. Mengenai hakekat hidup yang dianut anggota kelompok. Seluruh responden menyatakan bahwa hidup merupakan sesuatu yang baik. Hakekat hidup yang baik adalah memandang segala sesuatu dari segi positif. Kondisi sosial kelompok tani jarang terjadi konflik antar individunya, maka dapat dikatakan


(36)

bahwa sebagian besar dari mereka memiliki hakekat hidup yang baik. Hakekat hidup yang baik ditunjukkan dengan semangat dan kerja keras anggota dalam menjadikan usaha hutan rakyat mereka ke tahap yang lebih maju.

Hampir seluruh responden menyatakan berorientasi ke masa depan, dalam hal persepsi terhadap waktu. Orientasi ke masa depan ini menandakan bahwa kondisi masyarakat sudah modern. Masyarakat tradisional memiliki persepsi waktu yang berorientasi ke masa lalu. Sedangkan masyarakat modern dicirikan dengan orientasinya yang jauh ke masa depan. Kelompok tani yang memiliki orientasi ke masa depan dicirikan dengan adanya upaya untuk mengembangkan usaha hutan rakyat. Persepsi umum yang dipegang oleh petani hutan adalah pohon sebagai investasi berharga layaknya perhiasan emas yang suatu saat dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

5.4.2 Norma

Norma merupakan aturan sosial, patokan yang pantas, atau tingkah laku rata-rata yang dianggap wajar. Kekuatan mengikat sistem norma terbagi menjadi empat tingkatan dari yang paling ringan yaitu cara, kebiasaan, kelakuan, dan adat istiadat. Norma bersumber dari nilai, serta merupakan wujud dari nilai. Dalam norma dimuat hal-hal tentang apa saja yang diharuskan, dibolehkan, dianjurkan, atau larangan. Kepribadian seseorang terbentuk dari proses biologis, psikologis, dan sosiologis masyarakatnya. Nilai dan norma kelembagaan yaitu nilai dan norma yang hidup pada satu kelembagaan tertentu. Nilai dan norma yang dimaksud berasal dari kultur yang tercipta di dalam kelembagaan tersebut. Norma dalam kelembagaan dipengaruhi oleh tatanan nilai yang ada dilingkungan kelompok atau masyarakat.

Kelembagaan kelompok tani memiliki unsur-unsur pelaksanaan norma seperti landasan norma. Kelompok tani Desa Buniwangi berlandaskan norma yang berasal dari agama. Norma yang berasal dari agama dianggap memiliki nilai yang baik oleh masyarakat. Masyarkat Desa Buniwangi mayoritas beragama Islam, sehingga hal-hal yang tentang apa saja yang diharuskan, dibolehkan, dianjurkan, atau larangan pada norma kelompok mengacu pada agama Islam. Seluruh anggota kelompok tani menyetujui hal tersebut.


(37)

24

Tabel 8. Norma kelembagaan

No. Kelompok Tani Landasan Norma Persepsi Terhadap Kedudukan Seseorang Persepsi Terhadap Penghargaan dan Sanksi 1. 2. 3. Mandiri Wangi Manggu Jaya Jayanti Sejahtera Agama Agama Agama

Dihargai karena prestasi

Dihargai karena prestasi

Dihargai karena prestasi

Tegas dan berjalan

Tegas dan berjalan

Tidak tegas namun berjalan Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani

Unsur kedua untuk menganalisis terbentuknya norma di kelembagaan adalah persepsi secara umum terhadap kedudukan seseorang yang meliputi apakah orang lebih dihargai karena statusnya atau prestasi dan kemampuannya. Seluruh responden kelompok tani menyatakan bahwa mereka lebih menghargai seseorang karena prestasi dan kemampuannya. Hanya segelintir orang dikalangan mereka yang berani mengajukan diri sebagai pemimpin. Karena pemimpin mempunyai amanah dan tanggung jawab yang cukup berat. Pemilihan ketua dipilih berdasarkan kemampuan yang dimiliki.

Unsur ketiga dalam analisis norma kelembagaan adalah persepsi secara umum terhadap penghargaan dan sanksi. Pemberian penghargaan dan sanksi kepada anggota yang berjasa atau melanggar aturan merupakan salah satu ciri terciptanya pelaksanaan norma yang ideal. Dua kelompok tani menyatakan pemberian sanksi berjalan dan bersifat tegas.

Pemberian penghargaan dan sanksi dapat meningkatkan kinerja anggota. Kinerja kelembagaan akan menurun apabila tidak terdapat aturan yang jelas dan sanksi yang tegas. Pada umumnya kelembagaan kelompok tani lebih bersifat non-formal, dimana unsur kekeluargaan yang masih kuat. Aturan-aturan yang dibuat hanya sebagai formalitas yang harus dimiliki sebagai kelembagaan. Anggota yang melanggar aturan harus menanggung beban moral.

5.4.3 Kultur Kelembagaan

Kultur kelembagaan erat kaitannya dengan kebiasaan anggota dalam menaati aturan-aturan kelembagaan. Kedisiplinan kelembagaan yang dijalankan oleh anggota dicirikan dari banyak tidaknya yang patuh dan menjalankan setiap


(38)

aturan yang dibuat. Kedisiplinan tinggi yang ditunjukkan oleh anggota dapat membentuk sistem kerja yang berkualitas.

Tabel 9. Kultur kelembagaan kelompok tani

No. Kelompok Tani Banyaknya Anggota Yang Mengetahui Aturan dan Norma

Pelaksanaan Kedisiplinan 1.

2. 3.

Mandiri Wangi Manggu Jaya Jayanti Sejahtera

Semua anggota Semua anggota Sebagian anggota

Dijalankan Dijalankan Dijalankan Sumber: Hasil wawancara dengan responden ketua kelompok tani

Kelompok tani Desa Buniwangi menyatakan anggotanya mengetahui aturan dalam kelompok. Aturan yang dibuat bertujuan untuk mengatur segala kepentingan yang menyangkut anggota secara pribadi maupun umum. Anggota kelompok tani mengetahui tentang aturan dalam kelompok. Maka peluang anggota melakukan pelanggaran akan semakin kecil. Karena mereka telah mengetahui sanksi dan konsekuensinya.

Kelompok tani menyatakan ada displin dan dijalankan. Kedisiplinan anggota kelompok tani dapat dilihat dari kinerja para petani dalam mengerjakan usaha hutannya, maupun saat berpartisipasi dalam agenda kelembagaan.

5.4.4 Kapasitas Kelembagaan

Kelembagaan kelompok tani Desa Buniwangi memiliki beberapa peran diantaranya penyelenggaraan penyuluhan dan membantu petani yang mengalami kesulitan untuk bersama-sama mencari jalan keluar yang terbaik. Selain itu, kelembagaan kelompok tani berperan dalam penyelesaian konflik yang terjadi di dalam kelompoknya. Konflik luar kelembagaan belum pernah terjadi. Kelembagaan kelompok tani memberikan hak sepenuhnya kepada anggota untuk memasarkan tanamannya yang siap panen. Apabila petani mengalami kesulitan dalam hal pemasaran, maka kelompok dapat membantu. Kelompok tani membuat kesepakatan bahwa 10% dari hasil panen petani masuk dalam kas kelompok. Dana 10% ini akan digunakan untuk kepentingan kelompok itu sendiri seperti membantu dalam pengadaan pupuk dan bibit ataupun membantu anggota kelompok yang terkena musibah.


(39)

26

Kelembagaan kelompok tani memiliki kapasitas dalam pengelolaan kredit. Kredit yang diberikan kepada anggota sebagian besar berasal dari pemerintah dan dari kas kelompok. Namun, pengelolaan kredit ini belum berjalan dengan maksimal. Kendala pengelolaan kredit dikarenakan kurangnya kemampuan kelompok tani dalam mengelola kredit tersebut.

5.5 Perbedaan Sistem Kelembagaan Kelompok Tani

Menurut Widiyanti (2009) dalam penelitiannya yang dilakukan terhadap kelompok tani di Wilayah Cianjur Selatan, bahwa lahirnya kelembagaan kelompok tani dikarenakan adanya kesamaan kebutuhan diantara petani. Sedangkan kelembagaan kelompok tani di lokasi penelitian lahir dikarenakan adanya program pemerintah dan keinginan dari masyarakat sendiri. Kelompok tani di lokasi penelitian memiliki kultur hubungan kekeluargaan yang masih sangat erat di antara petani. Dinas Kehutanan dan Perkebunan membentuk kelompok tani dalam rangka pendampingan dan pengembangan usaha hutan rakyat.

Kelompok tani Wilayah Cianjur Selatan belum memiliki kapasitas pengelolaan kredit dan simpan pinjam bagi anggota yang kesulitan dalam hal permodalan (Widiyanti 2009). Sedangkan kelompok tani di lokasi penelitian sudah memiliki pengelolaan kredit. Hal ini disebabkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan memberikan dana untuk dimanfaatkan oleh kelompok tani.


(40)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bentuk kesepakatan yang dibuat oleh kelompok tani bersifat non-formal, artinya aturan tersebut sebagian ada yang berupa lisan dan ada yang berupa tulisan.

2. Pedoman kelompok tani bersumber dari agama yang dianut oleh seluruh anggota kelompok.

3. Proses pengambilan keputusan berdasarkan musyawarah yang melibatkan seluruh anggota kelompok tani.

4. Anggota kelompok tani memiliki sistem tata nilai luhur yang dicirikan dengan persepsi sebagian besar anggota terhadap hakekat hidup adalah baik, bekerja memenuhi kebutuhan hidup, berorientasi ke masa depan, dan menjunjung tinggi keselarasan dengan alam dan lingkungannya.

5. Kapasitas kelembagaan kelompok tani dalam hal penyelenggaraan penyuluhan serta pengadaan pupuk dan bibit.

6.2 Saran

1. Perlu ditingkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah dalam hal pemberian penyuluhan tentang peran dan kapasitas kelembagaan terutama dalam hal pengelolaan kredit.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui bentuk aturan dan kesepakatan yang sesuai dengan kondisi pengembangan masyarakat di lokasi penelitian.


(41)

28

DAFTAR PUSTAKA

Andayani W. 2003. Strategi Pengembangan Hutan Rakyat. Jurnal Hutan Rakyat V (3). Yogyakarta: Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada.

Badan Pusat Statistika Kabupaten Sukabumi. 2000. Data Dasar Profil Desa/Kelurahan, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.

Koentjaraningrat. 1984. Masyarakat Desa di Indonesia. Jakarta: Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia.

Ngadiono. 2004. Pengelolaan Hutan Indonesia. Bogor: Yayasan Adi Sanggoro. Pasaribu LO. 2007. Kelembagaan Pengelolaan pada Masyarakat Dayak Kenyah di

Pampang Kecamatan Samarinda Utara, Kalimantan Timur [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Pemerintahan Desa Buniwangi. 2000. Data Dasar Profil Desa/Kelurahan, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.

Permana I. 1998. Studi Peranan KTH (Kelompok Tani Hutan) dalam Pengembangan Usaha Produktif di RPH Mandalawangi Cikajang KPH Garut, Perum perhutani Unit III Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Pranadji T. 2003. Menuju Transformasi Kelembagaan dalam Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.

Puspita ID. 2006. Motivasi Petani dan Peranan Kelompok Tani Hutan (KTH) dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Warnasari, BKPH Pangalengan KPH Bandung Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Rahayuningsih E. 2004. Penguatan Kelembagaan Usaha simpan Pinjam RW-01 Kelurahan Babakan Asih Kecamatan Bojongloa Kaler Kota Bandung Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Soekanto S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Soemardjan S, Soelaeman S. 1974. Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: Fakultas

Ekonomi. Universitas Indonesia.

Suharjito D. 1994. Pelembagaan dan Kemandirian Kelompok Tani Hutan (KTH). Bogor: Pusat Studi Pembangunan Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.

Susanty E. 2005. Pendayagunaan Kelembagaan Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) dalam Upaya Mensejahterakan Keluarga Miskin [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(42)

Widiyanti. 2009. Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Yanuar M. 1999. Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Hutan di Kabupaten Daerah Tingkat II Sanggau [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(43)

30

Lampiran 1. Jenis tanaman yang diusahakan di lahan milik No. Nama

Petani Jenis Tanaman

Luas Lahan (Ha) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Yingying S. Aji Asep Sambas Adeng Opan Asun Atmawijaya Iyas Sobari Suwardi Hamid Trisnawan Adli Usun S. Ruksar Komarudin Rohman Mad Soleh Madsohi Ghandi Awen Tibi Madyusup Jaim Omay Holil Obar Mahmud Eman

mahoni, sengon, manglid suren, sengon, durian, karet karet, rambutan, jengjen

jengjen, mahoni, durian, rambutan, singkong manglid, suren, karet, mahoni

jengjen

suren, durian, manglid, karet, jengjen mahoni, sengon

karet, mahoni sengon, durian jengjen, karet, manglid karet, cengkeh, durian jengjen, mahoni jengjen, mahoni

cengkeh, mahoni, sengon

rambutan, durian, cengkeh, karet jengjen, singkong, durian

mahoni

mahoni, sengon, manglid

mahoni, cengkeh, durian, singkong jengjen, suren, cengkeh, mahoni,

cengkeh, karet durian, rambutan, mahoni cengkeh, sengon

cengkeh, sengon, mahoni karet, jengjen, durian, rambutan jengjen, manglid, pisang, gmelina karet, gmelina

suren, karet, cengkeh, rambutan jengjen

karet, cengkeh

mahoni, karet, jengjen, cengkeh, durian

0,5 2 0,8 1 2,5 0,04 0,2 2 1 1,5 1 1 1 0,7 0,2 1 0,5 1 2 0,4 0,4 1 0,1 2,5 0,5 0,8 0,25 0,1 1 2


(44)

Lampiran 2. Jenis aktivitas pengelolaan lahan

No. Nama Petani Aktivitas Pengelolaan Lahan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Yingying S. Aji Asep Sambas Adeng Opan Asun Atmawijaya Iyas Sobari Suwardi Hamid Trisnawan Adli Usun S. Ruksar Komarudin Rohman Mad Soleh Madsohi Ghandi Awen Tibi Madyusup Jaim Omay Holil Obar Mahmud Eman

Pembersihan lahan, penyiangan, dan penjarangan Penyiangan dan pemupukan

Penyiangan

Pembersihan lahan, pemupukan, dan penjarangan Penyiangan dan penjarangan

Pembersihan lahan, pemupukan, dan penjarangan Penyiangan

Pemupukan

Penyiangan dan pemupukan Penyiangan dan pemupukan Penyiangan dan pemupukan Penyiangan dan pemupukan Penyiangan dan penjarangan

Pembersihan lahan, penyiangan, dan penjarangan Penyiangan dan pemupukan

Pembersihan lahan Pembersihan lahan

Pembersihan lahan, penyiangan, dan pemupukan Pemupukan

Pembersihan lahan, penyiangan, dan penjarangan Penyiangan dan pemupukan

Penyiangan

Penyiangan dan pemupukan Pemupukan

Pembersihan lahan, penyiangan, dan pemupukan Pembersihan lahan, penyiangan, penjarangan Pembersihan lahan, penyiangan, penjarangan

Pemupukan

Penyiangan dan pemupukan


(45)

32

Lampiran 2 (lanjutan) Keterangan:

1. Total aktivitas pembersihan lahan : 12 orang 2. Total aktivitas penyiangan : 22 orang 3. Total aktivitas pemupukan : 18 orang 4. Total aktivitas penjarangan : 9 orang


(46)

Lampiran 3. Macam-macam kendala dan upaya dalam pengelolaan lahan

No. Nama Petani Banyak Mengeluarkan Kegiatan Yang Paling Waktu, Tenaga dan Biaya

Kendala Upaya Mengatasi Kendala

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Yingying S. Aji Asep Sambas Adeng Opan Asun Atmawijaya Iyas Sobari Suwardi Hamid Trisnawan Adli Usun S. Ruksar Komarudin Pembersihan lahan Pemupukan Penyiangan Pemupukan Penjarangan Pemupukan Penyiangan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Penjarangan Pembersihan lahan Pemupukan Pembersihan lahan Pembersihan lahan

Tidak ada alat potong Kurang modal Tidak ada alat potong

Kurang modal Tidak punya alat potong

Pupuk mahal Tidak ada alat potong

Pupuk mahal Pupuk mahal Kurang dana Pupuk mahal Sulit memperoleh pupuk Tidak menguasai teknik penjarangan

Tidak ada alat potong Kurang modal

Medan sulit Tidak ada alat

Mencari pinjaman alat potong Mengajukan bantuan ke kelompok tani

Mencari pinjaman alat potong Meminjam uang ke kelompok tani

Meminjam alat potong Mengganti dengan pupuk kandang

Meminjam alat potong Mencari pinjaman uang Mengganti dengan pupuk kompos Mengajukan bantuan ke kelompok tani

Meminjam uang ke kelompok tani Mengganti dengan pupuk kandang Konsultasi ke ketua kelompok tani

Meminjam alat ke desa Meminjam ke tetangga

belum ada

Mencari pinjaman alat ke tetangga 3


(47)

34 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Rohman Mad Soleh Madsohi Ghandi Awen Tibi Madyusup Jaim Omay Holil Obar Mahmud Eman Pemupukan Pemupukan Penjarangan Penyiangan Penyiangan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Pembersihan lahan Penjarangan Pemupukan Pemupukan Pemupukan Kurang modal Kurangnya modal

Tidak menguasai teknik penjarangan Tidak ada alat potong

Tidak ada alat potong Kurang modal Kurang modal Harga pupuk tinggi

tidak ada

Tidak menguasai teknik penjarangan Kurang modal

Kurang modal Kurang modal

Meminjam ke kelompok tani Mengganti dengan pupuk kandang Konsultasi ke ketua kelompok tani

Meminjam ke desa Mencari pinjaman alat Mengganti dengan pupuk kompos

Meminjam ke kelompok tani Meminjam ke saudara terdekat

tidak ada

Konsultasi ke ketua kelompok tani Mengajukan dana ke kelompok tani Mengajukan dana ke kelompok tani Mengajukan dana ke kelompok tani Lampiran 3 (lanjutan)

3


(48)

Lampiran 4. Aspek kultural kelembagaan

No. Nama Petani Hakekat Hidup Yang Dianut Tujuan Dalam Bekerja Persepsi Terhadap Waktu 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. Yingying S. Aji Asep Sambas Adeng Opan Asun Atmawijaya Iyas Sobari Suwardi Hamid Trisnawan Adli Usun S. Ruksar Komarudin Rohman

Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang buruk

Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik

Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah

Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa lalu Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa sekarang

Berorientasi ke masa depan

Berorientasi ke masa depan 3


(49)

36 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Mad Soleh Madsohi Ghandi Awen Tibi Madyusup Jaim Omay Holil Obar Mahmud Eman

Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang buruk

Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik Hidup merupakan sesuatu yang baik

Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah Mencari nafkah

Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan Berorientasi ke masa depan

3

6


(50)

Lampiran 5. Aspek struktural kelembagaan

No. Kelompok Tani Pihak Yang Dominan Mengambil Keputusan

Kepemimpinan Dipilih dan Ditentukan 1.

2. 3.

Mandiri Wangi Manggu Jaya Jayanti Sejahtera

Rapat anggota Rapat anggota Rapat anggota

Keprofesionalan Keprofesionalan Keprofesionalan


(51)

38

Lampiran 6. Dokumentasi penelitian

Gambar 1. Wawancara responden dengan ketua kelompok tani Manggu Jaya di rumah ketua kelompok tani pada 4 Maret 2011 pukul 13.29 WIB

Gambar 2. Ketua kelompok tani Mandiri Wangi (sebelah kiri) dirumah ketua kelompok tani pada 2 Maret 2011 pukul 13.14 WIB

Gambar 3. Rapat Anggota Tahunan GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani) di Desa Buniwangi pada 4 Maret 2011 pukul 10.17


(52)

Lampiran 7. Kuesioner Penelitian

KUESIONER PENELITIAN

Prediksi Eksistensi Kelembagaan

Desa :……….. Kecamatan :……….. Kabupaten :……….. Provinsi :………..

Identitas Responden

1. Nama : ... 2. Jenis Kelamin : Pria / Wanita

3. Umur : ...Tahun 4. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/PGT

5. Mata Pencaharian : ... 6. Status : Lajang/Sudah Menikah

7. Jumlah anak : ...

PERTANYAAN

PERTANYAAN

Identifikasi Kepemilikan Lahan

1. Sejak kapan anda memiliki lahan ini secara sah? Tahun ... 2. Berapa luas lahan yang anda miliki? ... Ha

3. Apakah lokasi lahan tersebar atau terpusat di suatu tempat? a. Tersebar

b. Terpusat

4. Jenis tanaman apa saja yang diusahakan pada lahan anda? Sebutkan ...


(53)

40

Lampiran 7 (lanjutan)

Aktivitas Pengelolaan Hutan

1. Dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan, kegiatan apa saja yang anda lakukan sepanjang penanaman sampai pemanenan hasil? Uraikan dengan singkat dan jelas.

... ... ... ... ... 2. Kegiatan apa yang menurut anda paling banyak mengeluarkan tenaga, waktu

dan biaya? (jawaban boleh lebih dari satu)

... ... 3. Kendala apa saja yang sering anda alami selama melakukan kegiatan

pengelolaan hutan?

... ... ... 4. Bagaimana anda mengatasi masalah tersebut?

... ... ...

Prediksi Eksistensi Kelembagaan

1. Dalam setiap tahapan kegiatan pengelolaan, adakah seseorang yang dipercayakan untuk mengatur teknis dan proses pelaksanaan kegiatan?

a. Ada b. Tidak ada

Jika ada, pada kegiatan apa saja?

... 2. apakah menurut anda, pengelolaan hutan secara berkelompok lebih


(54)

Lampiran 7 (lanjutan)

a. Ya b. Tidak

Jika ya, apa saja keuntungan yang anda peroleh dari pengelolaan hutan secara berkelompok?

... ... ... Jika tidak, apa alasan anda?

... ... ...


(55)

42

Lampiran 7 (lanjutan)

KUESIONER LANJUTAN

Kelembagaan dan Organisasi

Desa :……….. Kecamatan :……….. Kabupaten :……….. Provinsi :……….. Nama Kelembagaan/Organisasi :………..

Identitas Responden

1. Nama : ... 2. Jenis Kelamin : Pria / Wanita

3. Umur : ...Tahun 4. Pendidikan Terakhir : SD/SMP/SMA/PGT

5. Mata Pencaharian : ... 6. Status : Lajang/Sudah Menikah

7. Jumlah anak : ...

PERTANYAAN

PERTANYAAN

Karakteristik Umum Kelembagaan

1. Sebutkan jenis kelembagaan: a. Koperasi

b. Lembaga permodalan (simpan pinjam) c. Unit usaha komersial

d. Kelompok tani e. Kelompok kerja f. Kelompok arisan

g. Kelembagaan pemerintah

h. Lainnya, sebutkan:... 2. Tahun berdiri kelembagaan: tahun ...


(56)

Lampiran 7 (lanjutan)

3. Sejarah kelembagaan. Uraikan secara ringkas berbagai perkembangan penting semenjak berdiri sampai sekarang.

Tahun Peristiwa

4. Apakah kelembagaan memiliki badan hukum pendirian? a. Ya

b. Tidak

Jika ya, sebutkan dasar badan hukum tersebut

... ... Jika tidak, sebutkan alasannya

... ...

(1) Aspek Keorganisasian (Struktural)

A.Struktur kelembagaan

1. Berapa luas cakupan wilayah kelembagaan? a. Sempit

b. Luas

2. Berapa jumlah anggota?


(57)

44

Lampiran 7 (lanjutan)

3. Bagaimana struktur kekuasaan yang terbangun? Siapa pihak yang berperan mengambil keputusan secara dominan?

a. Pimpinan tunggal b. Dewan pimpinan c. Rapat anggota

B.Tujuan kelembagaan

1. Apa tujuan-tujuan yang dimiliki?

... ... 2. Adakah kesamaan tujuan antar seluruh anggotanya dengan kelembagaan?

... ...

C.Keanggotaan

1. Bagaimana pola perekrutan anggota? a. Sukarela dan bebas keluar masuk b. Tidak sukarela, terbatas dan tertutup 2. Siapa yang memutuskan perekrutan anggota?

a. Diputuskan dari luar b. Dari dalam sendiri

3. Bagaimana rasa kesetiaan dan pengabdian anggota kepada kelompok? a. Rendah

b. Tinggi

4. Bagaimana frekuensi pertemuan? a. Jarang

b. Tetap c. Sering

5. Bagaimana keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan? a. Rendah dan terbatas


(58)

Lampiran 7 (lanjutan) D.Kepemimpinan

1. Bagaimana kepemimpinan dipilih dan ditetapkan? a. Kesenioran

b. Kemampuan atau keprofesionalan

2. Apakah kepemimpinan berganti secara umum? a. Ya

b. Tidak

3. Bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan? a. Otoriter

b. Demokratis

4. Bagaimana keterlibatan pemuda, wanita, golongan minoritas, kelompok miskin dan lain-lain?

... ... ... ... 5. Bagaimana kualitas kepemimpinan? Dalam hal pendidikan yang dimiliki, visi,

profesionalitas, keterbukaan, dan lain-lain.

... ... ... ...

(2) Aspek Kelembagaan (Kultural)

A.Sistem tata nilai

1. Apa sistem tata nilai yang dianut oleh anggota kelembagaan yang kita kaji? Bagaimana hakekat hidup yang dianut mereka?

a. Hidup merupakan suatu yang baik b. Hidup merupakan sesuatu yang buruk 2. Nilai-nilai apa yang diterapkan dalam bekerja?

a. Bekerja untuk mencukupi nafkah hidup b. Bekerja untuk kehormatan diri dan keluarga


(59)

46

Lampiran 7 (lanjutan) c. Bekerja sebagai karya

3. Bagaimana persepsi secara umum terhadap waktu? a. Berorientasi ke masa depan

b. Berorientasi ke masa lalu c. Berorientasi ke masa sekarang

B.Norma

1. Apa landasan norma yang digunakan? a. Bersumber pada agama

b. Dari kearifan setempat c. Dari keyakinan lain

2. Bagaimana persepsi terhadap kedudukan sesorang? a. Orang lebih dihargai karena status

b. Orang lebih dihargai karena prestasi dan kemampuan

3. Bagaimana persepsi anggota secara umum terhadap penghargaan dan sanksi? a. Tidak tegas dan tidak berjalan

b. Tidak tedak namun berjalan c. Tegas namun tidak berjalan d. Tegas dan berjalan

C.Kultur kelembagaan

1. Seberapa banyak anggota yang tahu tentang prosedur, norma, dan aturan dalam kelembagaan?

a. Sedikit b. Banyak c. Semua

2. Bagaimana kedisiplinan dijalankan? a. Tidak ada disiplin

b. Ada disiplin, tetapi tidak dijalankan c. Ada disiplin dan dijalankan


(60)

Lampiran 7 (lanjutan) D.Kapasitas kelembagaan

1. Bagaimana kemampuan kelembagaan untuk melakukan peran-peran berikut ini?

a. Mengelola kredit dan simpan pinjam? b. Mendampingi dan membina kelompok lain?

c. Menghadapi perubahan-perubahan lingkungan, berupa perubahan harga, iklim pemerintah dan lain-lain?

d. Menangani konflik baik secara internal maupun eksternal? e. Membangun jaringan dengan pihak luar?

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...


(61)

(62)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan rakyat adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak. Dalam pengelolaannya hutan rakyat dapat dilakukan oleh warga masyarakat, baik secara individu maupun berkelompok atau berdasarkan suatu badan hukum.

Masyarakat memanfaatkan hutan sebagai alternatif sumber pendapatan, melalui manfaat hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Sistem “tebang butuh” merupakan ciri masyarakat tani hutan rakyat dalam pemanfaatan hasil kayu, seperti pemenuhan kebutuhan biaya masuk sekolah anak mereka.

Hutan rakyat dapat menjadi alternatif penanggulangan kebutuhan kayu nasional. Pemanfaatan kayu yang berasal dari hutan rakyat cenderung meningkat seiring dengan semakin berkurangnya bahan baku untuk industri yang berasal dari hutan alam.

Pada umumnya sistem pengelolaan hutan rakyat menganut sistem pengelolaan mandiri. Artinya, segala aturan dan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan, berasal dari pemilik lahan atau keluarga yang mengusahakan hutan rakyat tersebut. Pola pengelolaan yaitu tersebar berdasarkan letak, luas kepemilikan lahan, dan keragaman pola usaha taninya. Pada dasarnya petani hutan rakyat tergolong dalam kelompok tani sederhana, dimana seluruh keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan seperti penanaman, penebangan, pemasaran, dan lain-lain diatur oleh keluarga masing-masing kelompok tani. Untuk menjamin keberhasilan hutan rakyat diperlukan penguatan kelembagaan diantara para kelompok tani, sehingga terbentuk aturan-aturan internal mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat.

1.2 Tujuan Penelitian

Mengetahui sistem kelembagaan hutan rakyat. Sistem kelembagaan yang dimaksud seperti bentuk kesepakatan, aturan, pedoman, proses pengambilan keputusan, sistem tata nilai, dan kapasitas kelembagaan, yang berlokasi di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi.


(63)

2

1.3 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ataupun gambaran tentang kondisi sistem kelembagaan hutan rakyat di suatu daerah sehingga menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan terkait kebijakan kehutanan.

2. Bagi instansi pendidikan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan dokumentasi ilmiah yang bermanfaat untuk kepentingan akademik maupun penelitian serupa lainnya.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan solusi atau kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait dengan masalah-masalah sistem kelembagaan hutan rakyat.

4. Bagi individu, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan semangat untuk menemukan ide-ide kreatif yang aplikatif berkaitan dengan pengelolaan sistem kelembagaan hutan rakyat bagi kemajuan kehutanan.


(64)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelembagaan

2.1.1 Pengertian Kelembagaan

Kelembagaan merupakan suatu sistem yang sengaja dibuat manusia untuk mengatur cara, aturan, proses dan peran masing-masing komponen pendukung di dalamnya untuk mencapai tujuan tertentu. Komponen pendukung di dalam suatu kelembagaan antara lain subjek atau orang sebagai penggerak sistem, segala aturan dan cara yang mengatur jalannya suatu sistem di dalam kelembagaan yang melibatkan banyak peran subjek tersebut.

Menurut Soekanto (2002), istilah kelembagaan diartikan sebagai lembaga kemasyarakatan yang mengandung pengertian abstrak perihal adanya norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri lembaga tersebut. Sedangkan menurut Tjondronegoro (1977) dalam Pranadji (2003), pengertian tentang lembaga cenderung menyempitkan makna lembaga dengan pendekatan ciri kemajuan masyarakat.

Soemardjan dan Soelaeman (1974) menuliskan bahwa kelembagaan dapat bertindak sesuai dengan kehendak masyarakat yang berperan besar terhadap sirkulasi kelembagaan tersebut. Sedikit berbeda dengan Rahardjo (1999) yang dikutip oleh Pasaribu (2007), konsep kelembagaan yang dianut oleh masyarakat menggunakan konsep lembaga sosial yang secara lebih sederhana diartikan sebagai kompleks norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipandang sangat penting dalam masyarakat.

Dalam kasus kelembagaan usaha, Susanty (2005) memaparkan bahwa kelembagaan usaha atau kelembagaan kesejahteraan sosial dapat diartikan sebagai suatu sistem tata kelakuan atau norma untuk memenuhi atau digunakan dalam kegiatan usaha kesejahteraan sosial (UKS). Melalui kelembagaan itu pula hubungan antar manusia diatur oleh sistem norma dan organisasi sosial yang mengatur hubungan manusia tersebut. Sementara dalam hal hubungan dan perilaku yang terjadi dalam suatu organisasi sosial, Rahayuningsih (2004) mengatakan bahwa di dalam suatu kelompok terdapat pengaruh dari perilaku


(1)

3. Bagaimana struktur kekuasaan yang terbangun? Siapa pihak yang berperan mengambil keputusan secara dominan?

a. Pimpinan tunggal b. Dewan pimpinan c. Rapat anggota

B.Tujuan kelembagaan

1. Apa tujuan-tujuan yang dimiliki?

... ... 2. Adakah kesamaan tujuan antar seluruh anggotanya dengan kelembagaan?

... ...

C.Keanggotaan

1. Bagaimana pola perekrutan anggota? a. Sukarela dan bebas keluar masuk b. Tidak sukarela, terbatas dan tertutup 2. Siapa yang memutuskan perekrutan anggota?

a. Diputuskan dari luar b. Dari dalam sendiri

3. Bagaimana rasa kesetiaan dan pengabdian anggota kepada kelompok? a. Rendah

b. Tinggi

4. Bagaimana frekuensi pertemuan? a. Jarang

b. Tetap c. Sering

5. Bagaimana keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan? a. Rendah dan terbatas


(2)

Lampiran 7 (lanjutan) D.Kepemimpinan

1. Bagaimana kepemimpinan dipilih dan ditetapkan? a. Kesenioran

b. Kemampuan atau keprofesionalan

2. Apakah kepemimpinan berganti secara umum? a. Ya

b. Tidak

3. Bagaimana gaya kepemimpinan yang diterapkan? a. Otoriter

b. Demokratis

4. Bagaimana keterlibatan pemuda, wanita, golongan minoritas, kelompok miskin dan lain-lain?

... ... ... ... 5. Bagaimana kualitas kepemimpinan? Dalam hal pendidikan yang dimiliki, visi,

profesionalitas, keterbukaan, dan lain-lain.

... ... ... ...

(2) Aspek Kelembagaan (Kultural)

A.Sistem tata nilai

1. Apa sistem tata nilai yang dianut oleh anggota kelembagaan yang kita kaji? Bagaimana hakekat hidup yang dianut mereka?

a. Hidup merupakan suatu yang baik b. Hidup merupakan sesuatu yang buruk 2. Nilai-nilai apa yang diterapkan dalam bekerja?

a. Bekerja untuk mencukupi nafkah hidup b. Bekerja untuk kehormatan diri dan keluarga


(3)

c. Bekerja sebagai karya

3. Bagaimana persepsi secara umum terhadap waktu? a. Berorientasi ke masa depan

b. Berorientasi ke masa lalu c. Berorientasi ke masa sekarang

B.Norma

1. Apa landasan norma yang digunakan? a. Bersumber pada agama

b. Dari kearifan setempat c. Dari keyakinan lain

2. Bagaimana persepsi terhadap kedudukan sesorang? a. Orang lebih dihargai karena status

b. Orang lebih dihargai karena prestasi dan kemampuan

3. Bagaimana persepsi anggota secara umum terhadap penghargaan dan sanksi? a. Tidak tegas dan tidak berjalan

b. Tidak tedak namun berjalan c. Tegas namun tidak berjalan d. Tegas dan berjalan

C.Kultur kelembagaan

1. Seberapa banyak anggota yang tahu tentang prosedur, norma, dan aturan dalam kelembagaan?

a. Sedikit b. Banyak c. Semua

2. Bagaimana kedisiplinan dijalankan? a. Tidak ada disiplin

b. Ada disiplin, tetapi tidak dijalankan c. Ada disiplin dan dijalankan


(4)

Lampiran 7 (lanjutan) D.Kapasitas kelembagaan

1. Bagaimana kemampuan kelembagaan untuk melakukan peran-peran berikut ini?

a. Mengelola kredit dan simpan pinjam? b. Mendampingi dan membina kelompok lain?

c. Menghadapi perubahan-perubahan lingkungan, berupa perubahan harga, iklim pemerintah dan lain-lain?

d. Menangani konflik baik secara internal maupun eksternal? e. Membangun jaringan dengan pihak luar?

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ...


(5)

MARTINUS ARDI RUBIYANTO. Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Desa Buniwangi Kecamatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Dibimbing oleh SUDARSONO SOEDOMO.

Kelembagaan memiliki peran yang penting dalam menunjang pengelolaan hutan rakyat. Pada umumnya sistem kelembagaan hutan rakyat bersifat non-formal. Kelembagaan memberikan pengaruh tingkat kepatuhan anggota dalam menjalankan aturan. Kelembagaan diharapkan mampu menjadi pemberi solusi bagi petani.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem kelembagaan hutan rakyat. Sistem kelembagaan yang dimaksud seperti aturan, pedoman, bentuk kesepakatan, proses pengambilan keputusan, sistem tata nilai dan kapasitas kelembagaan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan kelompok tani di Desa Buniwangi berdasarkan musyawarah. Pemimpin ditetapkan berdasarkan keprofesionalan yang dimiliki pemimpin tersebut. Aturan yang dibuat oleh kelompok tani bersifat tegas. Dalam hal persepsi terhadap waktu, responden menyatakan orientasi ke masa depan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sistem kelembagaan kelompok tani di Desa Buniwangi masih tergolong non-formal. Kapasitas kelembagaan masih terbatas dalam penyelenggaraan penyuluhan dan penyediaan bantuan bibit dan pupuk. Kelembagaan kelompok tani tergolong masyarakat modern yang sebagian besar memiliki orientasi ke masa depan.


(6)

SUMMARY

MARTINUS ARDI RUBIYANTO. Institution of Farmer Groups in the Community Forest at Buniwangi Sub-District, Pelabuhan Ratu District, Sukabumi. Under the Supervision of SUDARSONO SOEDOMO

An institution has an important supporting role in the management of community forest. In general the institutional system of community forest is informal. It has a certain degree of influence on its members’ compliance to its regulation. It is expected to be able to provide solutions to the problems of farmers.

This study was intended to examine the institutional system of community forest. The institutional system refers to such aspects as regulation, guides, forms of agreement, decision making, value system, and institutional capacity.

The study results showed that the process of making decisions in the farmer group at the Sub-district of Buniwangi is based on consultation. The group leader is elected based on his professionalism. The regulations made by the farmer groups are strict in nature. In terms of time perception, the respondents hold the orientation to the future.

The study concludes that the institutional system of the farmer groups in Buniwangi Sub-district is categorized into non-formal institution. Its institutional capacity is still limited to the extension activities and the supply of seedlings and fertilizers. The institution of farmer groups is of modern society, most of which has the orientation to the future.