Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain di Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal, Badung.

(1)

i

PENGARUH TERAPI SLOW STROKE BACK MASSAGE

DENGAN MINYAK ESSENSIAL LAVENDER

TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS

NYERI LOW BACK PAIN

Studi Dilakukan di Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal, Badung

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

OLEH :

A.A.AYU EMI PRIMAYANTHI NIM. 1102105028

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : A.A.Ayu Emi Primayanthi

NIM : 1102105028

Fakultas : Kedokteran Universitas Udayana

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,


(3)

(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain di Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal, Badung.

Dalam penyusunan skripsi ini, berbagai bantuan, petunjuk, saran, serta masukan penulis peroleh dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis berikan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT (K). M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah memberikan penulis kesempatan menuntut ilmu di PSIK Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. 2. Prof. dr. Ketut Tirtayasa, MS,AIF sebagai ketua PSIK Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana yang memberikan pengarahan dalam proses pendidikan. 3. Ns. Abdul Azis, S.Kep, M.Kes, sebagai pembimbing utama yang telah

membimbing dalam penyusunan skripsi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

4. Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep, M.Kep, sebagai pembimbing pendamping yang telah membimbing dalam penyusunan skripsi sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.


(6)

vi

5. Ns. I Made Suindrayasa, S.Kep, sebagai pembimbing yang telah membimbing dalam penyusunan proposal sehingga dapat menyelesaikan proposal tepat waktu.

6. Pemilik Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian pada instansi yang dipimpin.

7. Orang tua, saudara serta keluarga yang telah memberikan dukungan baik moral maupun materi serta kasih sayang yang diberikan sehingga penulis dapat mengatasi segala hambatan dalam penyusunan skripsi ini.

8. Teman-teman PSIK FK UNUD 2011 yang telah membantu dalam penyusunan

skripsi ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis membuka diri untuk menerima segala saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat menjadi acuan dalam melakukan penelitian sehingga hasil penelitian nantinya dapat bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Denpasar, Mei 2015


(7)

vii ABSTRAK

Primayanthi, A.A.Ayu Emi. 2015. Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain di Klinik Praktik Perawat Latu Usadha Abiansemal, Badung. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana. Pembimbing (1) Ns. Abdul Azis, S.Kep, M.Kes (2) Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep, M.Kep.

Low Back Pain adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah. Nyeri ini dapat bersifat lokal atau radikuler maupun keduanya serta terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal. Penatalaksanaan nyeri tersebut biasanya dengan terapi farmakologis dan nonfarmakologis. Intervensi nonfarmakologis dalam keperawatan untuk mengelola nyeri adalah stimulasi kutaneus, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing, dan hypnosis. Salah satunya dengan terapi slow stroke back massage yang dapat digabungkan dengan minyak essensial lavender. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada low back pain di klinik praktik perawat Latu Usadha. Jenis penelitian ini yaitu pre-eksperimental dengan menggunakan one group pre-test and post-test design without control yang dilakukan terhadap 24 responden dipilih dengan teknik insidental sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan skala nyeri VAS yang dilakukan sebelum dan setelah pemberian intervensi. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro Wilk lalu data diolah dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil pengolahan data didapatkan ρ=0,000 artinya ada pengaruh terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender terhadap penurunan intensitas nyeri low back pain. Hal ini didapatkan bahwa dengan pemberian terapi slow stroke back massage dengan minyak lavender dapat menurunkan nyeri pada low back pain.

Kata kunci : Slow Stroke Back Massage, Minyak Lavender, Low Back Pain


(8)

viii ABSTRACT

Primayanthi, A.A.Ayu Emi. 2015. The Effect of Slow Stroke Back Massage with Lavender Essential Oil To Decrease The Intensity Of Low Back Pain at Latu Usadha Nursing Clinics, Abiansemal Badung. Final Project, Nursing Department, Faculty of Medicine, Udayana University. Advisor (1) Ns. Abdul Azis, S.Kep, M.Kes (2) Ns. Luh Mira Puspita, S.Kep, M.Kep.

Low Back Pain is pain that is felt in the lower back region. This pain can be local or radicular or both and felt among the bottom corner of the ribs to fold under the buttocks are in the lumbar region. Pain management is usually the pharmacological and non-pharmacological therapies. Cutaneous stimulation, distraction, relaxation, guided imagery, and hypnosis are examples of non-pharmacological interventions that are often used in nursing to manage pain, one of them with a slow-stroke back massage therapy combined with lavender essential oil. This study aims to determine the therapeutic effect of slow stroke back massage with lavender essential oil to decrease the intensity of pain in low back pain at Latu Usadha nursing clinics. This research uses a pre-experimental study using one group pre-test and post-test design without control conducted on 24 respondents selected by incidental sampling technique. Data collected by interview using VAS pain scale were performed before and after the intervention. Data using Shapiro Wilk normality test and then the data is processed by using the Wilcoxon test. Results obtained is ρ = 0.000 means there is a therapeutic effect of slow stroke back massage with lavender essential oil to decrease pain in low back pain. Therapy SSBM with lavender oil can reduce pain in low back pain.


(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 6

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1Tujuan Umum ... 6

1.3.2Tujuan Khusus ... 6

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1Manfaat Teoritis ... 7

1.4.2Manfaat Praktis ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Konsep Nyeri 2.1.1Definisi Nyeri ... 8

2.1.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri ... 9

2.1.3Klasifikasi Nyeri ... 13

2.1.4Fisiologi Nyeri ... 14

2.1.5Pengukuran Intensitas Nyeri ... 16

2.2Low Back Pain 2.2.1Definisi Low Back Pain ... 18

2.2.2Etiologi Low Back Pain ... 23

2.2.3Patofisiologi ... 24

2.2.4Penatalaksanaan ... 25

2.3Slow Stroke Back Massage 2.3.1Definisi ... 29

2.3.2Mekanisme Kerja ... 29

2.3.3Indikasi dan Kontraindikasi ... 30

2.3.4Hal-hal yang Perlu Diperhatikan ... 30

2.3.5Metode ... 31


(10)

x 2.4Minyak Essensial Lavender

2.4.1Definisi Minyak Essensial ... 33

2.4.2Sifat Terapeutik Minyak Essensial ... 33

2.4.3Cara Penggunaan Minyak Essensial ... 34

2.4.4Cara Kerja Minyak Essensial ... 34

2.4.5Khasiat Minyak Essensial Lavender ... 35

2.4.6Kandungan dan Zat Aktif Minyak Lavender ... 35

2.5Pengaruh SSBM dengan Minyak Lavender dalam Menurunkan Nyeri .... 36

BAB III KERANGKA KONSEP 3.1Kerangka Konsep ... 38

3.2Variabel Penelitian 3.2.1Variabel Bebas/Independent Variable ... 40

3.2.2Variabel Terikat/Dependent Variable ... 40

3.3Definisi Operasional ... 41

3.4Hipotesis ... 41

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1Jenis Penelitian ... 42

4.2Kerangka Kerja ... 43

4.3Tempat dan Waktu Penelitian 4.3.1Tempat ... 44

4.3.2Waktu ... 44

4.4Populasi, Sampel dan Teknik Sampling Penelitian 4.4.1Populasi ... 44

4.4.2Sampel ... 44

4.4.3Teknik Sampling ... 46

4.5Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.5.1Jenis Data yang Dikumpulkan ... 46

4.5.2Cara Pengumpulan Data ... 47

4.5.3Instrumen Pengumpulan Data ... 48

4.5.4Etika Penelitian ... 49

4.6Pengolahan dan Analisis Data 4.6.1Teknik Pengolahan Data ... 50

4.6.2Teknik Analisis Data ... 51

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1Hasil Penelitian 5.1.1Kondisi Lokasi Penelitian ... 53

5.1.2Karakteristik Subjek Penelitian ... 54

5.1.3Hasil Pengamatan Terhadap Responden Sesuai Variabel Penelitian 56

5.1.4Hasil Analisis Data ... 58

5.2Pembahasan Hasil Penelitian 5.2.1Hasil Pengamatan Karakteristik Responden ... 60

5.2.2Intensitas Skala Nyeri Sebelum Diberikan Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial Lavender ... 64


(11)

xi

5.2.3Intensitas Skala Nyeri Setelah Diberikan Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial Lavender ... 65 5.2.4Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial

Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain ... 66 5.3Keterbatasan Penelitian ... 72 BAB VI PENUTUP

6.1Simpulan ... 73 6.2Saran ... 74 DAFTAR PUSTAKA


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Skala Nyeri Wajah ... 16

Gambar 2 Skala Nyeri Verbal ... 17

Gambar 3 Skala Nyeri Numerik ... 17

Gambar 4 Skala Nyeri Analog Visual ... 18

Gambar 5 Kerangka Konsep ... 39

Gambar 6 Rancangan Penelitian ... 42


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Definisi Operasional Variabel ... 41

Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur ... 55

Tabel 3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 56

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Sebelum Terapi SSBM dengan minyak essensial lavender ... 57

Tabel 6 Distribusi Frekuensi Skala Nyeri Setelah Terapi SSBM dengan minyak essensial lavender ... 57

Tabel 7 Uji Normalitas Skala Nyeri Sebelum dan Sesudah Terapi ... 58


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Anggaran Dana Penelitian

Lampiran 3 : SOP Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Lavender Lampiran 4 : Lembar Pengumpulan Data Skala Analogi Visual

Lampiran 5 : Surat Ijin Studi Pendahuluan

Lampiran 6 : Surat Rekomendasi Melakukan Penelitian Oleh Pemerintah Provinsi Bali

Lampiran 7 : Surat Ijin Mengadakan Penelitian Oleh Badan Kesbang Pol dan Linmas Pemerintahan Kabupaten Badung

Lampiran 8 : Penjelasan Penelitian

Lampiran 9 : Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Oleh Klinik Praktik Perawat Latu Usadha

Lampiran 11 : Master Tabel

Lampiran 12 : Hasil Analisis Statistik Deskriptif Lampiran 13 : Hasil Analisis Statistik Tendensi Sentral Lampiran 14 : Uji Normalitas Data

Lampiran 15 : Uji Wilcoxon

Lampiran 16 : Dokumentasi Penelitian Lampiran 17 : Lembar Konsultasi


(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

CRF : Corticotropin Releasing Factor

HNP : Hernia Nucleus Pulposus

IASP : International Association for Study of Pain

LBP : Low Back Pain

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

SOP : Standar Operasional Prosedur

SSBM : Slow Stroke Back Massage

VAS : Visual Analogue Scale


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap individu tidak terlepas dari aktivitas atau pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian aktivitas dan pekerjaan tersebut membutuhkan energi dan kekuatan otot yang cukup besar sehingga dapat menimbulkan berbagai macam keluhan. Tulang punggung bawah berfungsi dalam pergerakan untuk membungkuk atau memutar tubuh, serta berperan juga dalam menyokong tubuh untuk berdiri, berjalan, dan mengangkat beban. Punggung bawah berperan dalam hampir seluruh aktivitas tubuh sehari-hari. Nyeri yang tedapat pada punggung bawah bisa membatasi banyak kegiatan dan menurunkan kualitas hidup (Medicastore, 2011).

Aktivitas fisik yang berat seperti mengangkat beban, menurunkan, mendorong, menarik, melempar, memindahkan atau memutar beban dengan menggunakan tangan atau bagian tubuh lainnya disebut manual material handling yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Low Back Pain/LBP). Nyeri punggung bawah akibat pekerjaan manual material handling, 50% diantaranya disebabkan oleh aktivitas mengangkat beban, 9% karena mendorong dan menarik beban, 6% karena menahan, melempar, memutar, dan membawa beban (Harianto, 2008 dalam Nurwahyuni 2012).

Menurut Rice (2002) dalam Shocker (2008) menyebutkan penyebab yang paling sering ditemukan yang dapat mengakibatkan LBP adalah kekakuan dan spasme


(17)

2

otot punggung oleh karena aktivitas tubuh yang kurang baik serta tegangnya postur tubuh. Selain itu berbagai penyakit juga dapat menyebabkan LBP seperti osteoarthritis, osteoporosis, fibromyalgia, scoliosis, dan rematik. Kesalahan postural atau gerakan tubuh yang tidak proporsional dalam waktu lama dan terus menerus pada otot dan fascia akan menimbulkan nyeri kemudian terjadi spasme otot pinggang dan otot akan mengalami iskemik.

Menurut penelitian WHO di Amerika prevalensi gangguan LBP berkisar 15-20% dari populasi umum. Pada kelompok usia bekerja sekitar 50% mengaku pernah mengalami keluhan LBP setiap tahunnya (Panduwinata, 2014). Menurut National Health Insurance Swedia, LBP ditemukan pada 53% pekerja ringan dan 64% pekerja berat (Meliala, dkk 2005). Data mengenai jumlah penderita LBP di RSUD dr. Soedarso Pontianak didapatkan bahwa pada tahun 2010 sebanyak 189 kasus, tahun 2011 sebanyak 63 kasus dan tahun 2012 sebanyak 959 kasus (Tuti, 2013). Angka kejadian LBP di Bali berdasarkan data yang diperoleh dari poliklinik Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, jumlah pasien LBP yang menjalani rawat jalan dua tahun terakhir sebanyak 152 pasien daripada tahun 2010 yakni sebanyak 249 pasien. Jumlah pasien LBP yang datang ke tempat praktek fisioterapi perseorangan dua tahun terakhir berjumlah 270 pasien (Endah, 2013).

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Klinik Praktek Perawat Latu Usadha tanggal 30 Oktober 2014 didapatkan bahwa rata-rata sekitar 2 orang/hari pasien datang dengan keluhan low back pain. Pada klinik tersebut juga didapatkan data bahwa selama tahun 2013 pasien yang datang dengan keluhan nyeri sebanyak


(18)

3

360 orang dan sekitar 18% pasien atau 67 orang pasien mengalami keluhan low back pain. Sebagian besar pasien yang datang dengan keluhan tersebut rata-rata berusia diatas 35 tahun, karena pada usia tersebut tulang belakang akan mengalami proses degenerasi yang menimbulkan nyeri punggung bawah.

Adanya nyeri membuat penderita seringkali takut untuk bergerak sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan produktifitas. Mengalami nyeri sudah cukup membuat pasien frustasi dalam menjalani kehidupan dan aktivitas sehari-hari sehingga dapat mengganggu kualitas hidup pasien. Oleh karena itu terapi utama diarahkan untuk menangani nyeri ini (Potter & Perry, 2005).

Penanganan nyeri dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan terapi nonfarmakologi. Terapi farmakologi dengan menggunakan siklooksigenase inhibitor (COX inhibitor) sering menimbulkan efek samping gangguan gastrointestinal (Kozier, 2004). Intervensi nonfarmakologis merupakan intervensi yang cocok untuk pasien yang merasa cemas terhadap efek samping yang ditimbulkan oleh terapi farmakologi. Stimulasi kutaneus, distraksi, relaksasi, imajinasi terbimbing dan hipnosis adalah contoh intervensi nonfarmakologis yang sering digunakan dalam keperawatan untuk mengelola nyeri (Potter & Perry, 2005).

Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit untuk menghilangkan nyeri dengan melakukan massase dan sentuhan, salah satunya dengan Slow Stroke Back Massage (SSBM). Keuntungan dari stimulus kutaneus SSBM adalah tindakan ini


(19)

4

dapat dilakukan di rumah, sehingga memungkinkan pasien dan keluarga melakukan upaya dalam mengontrol nyeri (Potter & Perry, 2005). Hal ini dapat membantu kemandirian pasien dan keluarga dalam mengatasi nyeri, khususnya bagi pasien yang sulit menjangkau fasilitas pelayanan medis. Selain itu dalam pemberian terapi SSBM tidak perlu menggunakan alat khusus yang membutuhkan biaya yang besar sehingga terapi ini dapat diberikan kepada masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas hingga masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Pada penelitian yang berjudul Pengaruh Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia di Wilayah Puskemas Pembantu Karang Asem oleh Kristanto (2011) menyatakan bahwa lansia yang diberikan terapi back massage mengalami penurunan nyeri reumatik dari intensitas sedang menjadi ringan.

Selain untuk menghilangkan nyeri terapi SSBM juga dapat menghilangkan rasa cemas dan memberikan efek menenangkan apabila dikombinasikan dengan wangi-wangian seperti aromaterapi. Aromaterapi selain dapat merangsang stimulus penciuman dapat pula digunakan sebagai pelembab saat melakukan terapi pijat atau massase. Gabungan dari dua intervensi ini diharapkan menghasilkan pencapaian yang lebih maksimal dalam menurunkan rasa nyeri pada punggung bawah.

Sharma (2009) mengatakan bahwa bau berpengaruh secara langsung terhadap otak seperti obat analgesik. Mencium lavender akan meningkatkan gelombang-gelombang alfa didalam otak dan membantu untuk merasa rileks. Berdasarkan penelitian Pengaruh Aromaterapi Lavender Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasien Pasca Operasi di Rumah Sakit Dustira Cimahi menyatakan bahwa adanya


(20)

5

perbedaan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan aromaterapi lavender yakni berpengaruh dalam penurunan intensitas nyeri pada pasien pasca operasi bedah mayor (Bangun, 2013).

Aromaterapi lavender merupakan salah satu aromaterapi yang paling digemari. Bunga lavender yang berbentuk kecil dan berwarna ungu ini dapat memberikan efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang setelah beraktivitas (Wahyuni, 2014). Minyak esensial lavender paling umum digunakan untuk masase karena kandungan aldehid yang bersifat iritatif bagi kulit hanya 2% serta tidak bersifat toksik. Kandungan ester pada bunga lavender bekerja dengan lembut di kulit dan memberikan efek menenangkan (Price, 2007).

Berdasarkan hasil wawancara dengan pemilik klinik didapatkan data bahwa pasien yang sama terkadang datang kembali dengan keluhan yang sama tetapi dengan skala nyeri yang berbeda sehingga terapi yang biasanya diberikan beragam diantaranya adalah terapi bekam, akupunktur atau dilakukan terapi bekam/akupunktur dan digabungkan dengan terapi massase, namun belum pernah dilakukan terapi Slow Stroke Back Massage dengan minyak essensial lavender.

Berdasarkan latar belakang dan literatur di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage dengan Minyak Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Low Back Pain di Klinik Praktek Perawat Latu Usadha”.


(21)

6

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dengan uraian latar belakang diatas maka dapat diambil suatu

rumusan masalah “Apakah Ada Pengaruh Terapi Slow Stroke Back Massage

dengan Minyak Essensial Lavender Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Low Back Pain di Klinik Praktik Perawat Latu Usadha?”

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender terhadap penurunan intensitas nyeri pada low back pain di Klinik Praktek Perawat Latu Usadha.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik pasien yang mengalami low back pain (umur, jenis kelamin, dan pekerjaan).

b. Mengidentifikasi skala nyeri pada pasien dengan low back pain sebelum dilakukan terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender. c. Mengidentifikasi skala nyeri pada pasien dengan low back pain setelah

dilakukan terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender. d. Menganalisis pengaruh terapi slow stroke back massage dengan minyak


(22)

7

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

a. Sebagai pustaka dalam bidang keperawatan khususnya keperawatan

komplementer dalam memberikan intervensi kepada pasien yang mengalami keluhan low back pain dengan metode kompelementer yaitu terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender.

b. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti manfaat lain dari terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender selain berpengaruh terhadap skala nyeri pada low back pain.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat agar menggunakan terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender sebagai pilihan terapi komplementer selain terapi farmakologis dalam mengatasi keluhan nyeri low back pain.

b. Membantu pasien terutama dengan keluhan low back pain agar dapat mengatasi keluhan nyeri yang dirasakan dengan menggunakan terapi komplementer yaitu terapi slow stroke back massage dengan minyak essensial lavender.


(23)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Nyeri 2.1.1 Definisi Nyeri

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah pengalaman perasaan emosional yang tidak menyenangkan akibat terjadinya kerusakan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Nyeri adalah sensasi yang sangat tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Nyeri dapat memenuhi seluruh pikiran seseorang, mengatur aktivitasnya, dan mengubah kehidupan orang tersebut. Tidak ada dua orang yang mengalami nyeri dengan cara yang benar-benar sama. Selain itu, perbedaan persepsi dan reaksi secara individual, dan banyaknya penyebab nyeri, menimbulkan situasi yang kompleks bagi perawat ketika membuat sebuah rencana untuk mengatasi nyeri dan menyediakan kenyamanan (Berman & Audrey, 2009).


(24)

9

2.1.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman nyeri individu. Hal ini sangat penting dalam upaya memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam pengkajian dan perawatan pasien yang mengalami nyeri (Potter & Perry, 2006). Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi reaksi nyeri tersebut antara lain menurut Potter & Perry (2006) :

a. Usia

Usia merupakan variabel penting yang memengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan semua hal yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat.

Lansia cenderung mengabaikan lama nyeri sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan karena sebagian dari mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari proses penuaan yang normal. Sebagian lansia lainnya tidak mencari perawatan kesehatan karena mereka takut nyeri tersebut menandakan penyakit yang serius. Penilaian tentang nyeri dan ketepatan pengobatan harus didasarkan pada laporan nyeri pasien dan pereda daripada berdasarkan usia.


(25)

10

b. Jenis kelamin

Laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang perempuan dapat menangis dalam waktu yang sama. Toleransi nyeri sejak lama telah menjadi subjek penelitian yang melibatkan pria dan wanita.

c. Kebudayaan

Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Masyarakat menganggap nyeri seperti tamparan tangan dihubungkan dengan kepatuhan dan rasa bersalah. Individu yang yang secara sadar atau tidak sadar memandang nyeri sebagai hukuman untuk menebus kesalahan mereka. Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya dapat membantu untuk mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri sehingga lebih efektif dalarn menghilangkan nyeri pasien.


(26)

11

d. Makna Nyeri

Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri memengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Hal ini juga dikaitkan secara dekat dengan latar belakang budaya individu tersebut.

e. Perhatian

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Konsep ini merupakan salah satu konsep yang perawat terapkan di berbagai terapi untuk menghilangkan nyeri, seperti relaksasi, teknik imajinasi terbimbing, dan massase.

f. Ansietas

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks. Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga menimbulkan suatu perasaan ansietas. Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas.

g. Keletihan

Keletihan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping. Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam jangka lama.


(27)

12

h. Pengalaman Sebelumnya

Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri. Pengalaman nyeri sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah pada masa yang akan datang. Apabila individu sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau menderita nyeri berat, maka ansietas dapat muncul. Sebaliknya, apabila individu mengalami nyeri dengan jenis sama berulang-ulang tetapi kemudian nyeri tersebut berhasil dihilangkan akan lebih mudah bagi individu tersebut untuk menginterpretasikan sensasi nyeri.

i. Gaya Koping

Seseorang yang mengalami nyeri secara terus-menerus akan kehilangan kontrol termasuk tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Pasien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan, dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mendukung dan menurunkan nyeri pasien. Seorang pasien mungkin tergantung pada dukungan emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat diminimalkan. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdoa dan memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang.


(28)

13

j. Dukungan Keluarga Dan Sosial

Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang mengalami nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mendukung pasien, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri.

2.1.3 Klasifikasi Nyeri

Nyeri dikelompokkan sebagai nyeri akut dan nyeri kronis. Nyeri akut biasanya datang tiba-tiba, umumnya berkaitan dengan cedera spesifik jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik. Nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan penyembuhan. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga enam bulan (Brunner & Suddarth, 2005). Secara fisiologis terjadi perubahan denyut jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot, keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil.

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang satu periode waktu. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner & Suddarth, 2005).


(29)

14

Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik (Potter & Perry, 2006).

a. Nyeri nosiseptif

Nosiseptif berasal dari kata “noxsious/harmful nature” dan dalam hal ini ujung saraf nosiseptif menerima informasi tentang stimulus yang mampu merusak jaringan. Nyeri nosiseptif bersifat tajam dan berdenyut (Potter & Perry, 2006). b. Nyeri neuropatik

Nyeri neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif terhadap sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain nyeri somatik, nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superficial) pada otot dan tulang. Jenis lainnya adalah nyeri menjalar (referred pain) yaitu nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan yang menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cedera organ viseral. Nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari bermacam-macam organ viscera dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 2008).

2.1.4 Fisiologi Nyeri

Terdapat tiga jenis sel saraf dalam proses penghantaran nyeri yaitu sel saraf aferen atau neuron sensori, serabut konektor atau interneuron, dan sel saraf eferen atau neuron motorik. Sel-sel saraf ini mempunyai reseptor pada ujungnya yang menyebabkan impuls nyeri dihantarkan ke sumsum tulang belakang dan otak. Reseptor-reseptor ini sangat khusus dan memulai impuls yang merespon perubahan fisik dan kimia tubuh. Reseptor-reseptor yang berespon terhadap


(30)

15

stimulus nyeri disebut nosiseptor. Stimulus pada jaringan akan merangsang nosiseptor melepaskan zat-zat kimia, yang terdiri dari prostaglandin, histamin, bradikinin, leukotrien, substansi P, dan enzim proteolitik. Zat-zat kimia ini akan mensensitasi ujung saraf dan menyampaikan impuls ke otak (Farida, 2010).

Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord. Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak dimana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan. Penyembuhan nyeri dimulai sebagai tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord. Pada bagian dorsal, zat kimia seperti endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka (Potter & Perry, 2006).

Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup. Saat gerbang terbuka, impuls nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bisa ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau mengelus secara lembut di dekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga rnencegah transmisi impuls nyeri. Impuls dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya motivasi dari individu yang bersemangat ingin sembuh dapat mengurangi dampak atau beratnya nyeri yang dirasakan (Potter & Perry, 2006).

Kozier, dkk. (2009) mengatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon tubuh meliputi aspek pisiologis dan psikologis, merangsang respon otonom (simpatis dan parasimpatis respon simpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah,


(31)

16

peningkatan denyut nadi, peningkatan pernapasan, meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat, berakibat tekanan darah turun nadi turun, mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat.

2.1.5 Pengukuran Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh setiap orang. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien menurut Gunawan (2012) : a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale :

Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.


(32)

17

b. Verbal Rating Scale (VRS) :

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima poin yaitu: tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.

Gambar 2 Skala Nyeri Dengan Verbal

c. Numerical Rating Scale (NRS)

Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0-10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada nyeri, angka 5 menunjukkan nyeri sedang dan 10 menunjukkan nyeri yang hebat.

Gambar 3 Skala Nyeri Dengan Angka

d. Visual Analogue Scale (VAS)

Skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan


(33)

18

skala VAS lebih gampang, efisien, dan lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS lebih direkomendasikan karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana penggunaannya relatif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosakata tidak menjadi permasalahan dan VAS dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS 0 menandakan tidak ada nyeri, 1-3 menandakan nyeri ringan, nilai 4-6 menandakan nyeri sedang, nilai 7-9 menandakan nyeri berat dan nilai 10 menandakan nyeri sangat berat.

Gambar 4 Skala Nyeri Dengan Analogi Visual (Sumber : Erdek & Pronovost,2004)

2.2 Low Back Pain

2.2.1 Definisi Low Back Pain

Low Back Pain adalah rasa nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah. Nyeri ini dapat bersifat lokal atau radikuler maupun keduanya serta terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal. Nyeri ini kerap kali disertai dengan penjalaran hingga ke arah tungkai dan kaki. Nyeri ini bisa akut, subakut dan kronis berdasarkan durasi timbulnya keluhan (Meliala L,


(34)

19

2005). Sumber lain mengatakan, Low back pain adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor) yakni daerah L1-L5 dan S1-S5. Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha.

Menurut Harsono (2009), Klasifikasi low back pain adalah sebagai berikut : a. Nyeri Punggung Bawah Viserogenik

Keluhan low back pain yang disebabkan adanya proses patologik di ginjal atau viscera di daerah pelvis. Sifat nyeri jenis ini tidak dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan oleh penderita serta tidak akan berkurang meski penderita melakukan istirahat atau bed rest. Penderita low back pain jenis ini mengalami nyeri hebat akan selalu menggeliat dalam upaya untuk meredakan perasaan nyerinya.

b. Nyeri Punggung Bawah Vascular

Aneurisma atau penyakit vascular perifer dapat menimbulkan nyeri punggung atau menyerupai iskialgia. Aneurisma abdominal dapat menimbulkan nyeri punggung bawah di bagian dalam dan tidak ada hubungannya dengan aktivitas tubuh.

c. Nyeri Punggung Bawah Neurogenik

Keadaaan patologik pada saraf dapat menyebabkan low back pain , yaitu : 1) Neurogenik

Neoplasma interkanalis spinal sering ditemukan ialah neurioma, hemangloma, ependioma, dan meningioma. Nyeri yang diakibatkan neoplasma ini sering sulit dibedakan dengan nyeri akibat Hernia nucleus pulposus (HNP). Pada umumnya gejala pertama adalah rasa nyeri baru kemudian timbul gejala neurologik yaitu


(35)

20

gangguan motorik, sensibilitas dan vegetatif. Rasa nyeri sering timbul waktu sedang tertidur sehingga membangunkan penderita. Rasa nyeri berkurang dengan berjalan.

2) Araknoiditis

Pada araknoiditis terjadi perlengketan-perlengketan. Nyeri timbul bila terjadi penjepitan terhadap radiks oleh perlengketan tersbut.

3) Stenosis Kanalis Spinalis

Menyempitnya kanalis spinalis disebabkan karena proses degenerasi diskus intervertebralis dan biasanya disertai oleh ligamentum. Gejala klinik yang timbul adalah adanya rasa kesemutan dan pada saat penderita istirahat rasa nyerinya masih tetap ada.

d. Nyeri Punggung Bawah Spondilogenik

Nyeri punggung bawah spondilogenik adalah keluhan low back pain yang disebabkan oleh berbagai proses patologik di kolumna vertebralis yang terdiri dari unsur tulang (osteogenik), diskus intervertebralis (diskogenik) dan miofasial (miogenik) dan proses patologik di artikulasio sakroiliaka.

Nyeri punggung bawah osteogenik disebabkan oleh :

1) Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral atau spondilitis tuberkulosa, yang masih sering dijumpai meskipun jarang ditemui di daerah lumbal, karena predileksinya di daerah torakal.

2) Trauma, yang dapat mengakibatkan fraktur maupun spondilolistesis (bergesernya korpus vertebra terhadap korpus vertebra di bawahnya).


(36)

21

Nyeri punggung bawah diskogenik disebabkan oleh :

1) Spondilitis, ini disebakan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus vertebralis, yang mengakibatkan menyempitnya jarak antara vertebra sehingga menyebabkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan foramen intervertebrale dan irirtasi persendian posterior. Rasa nyeri pada spondilitis ini disebabkan oleh terjadinya osteoarthritis dan tertekannya radiks oleh kantong durameter yang mengakibatkan iskemi dan radang.

2) Hernia nucleus pulposus (HNP) adalah keadaan dimana nucleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui annulus fibrosus yang robek. Penonjolan dapat terjadi di bagian lateral dan ini banyak terjadi, disebt HNP lateral, dapat pula terjadi di bagian tengah dan disebut HNP sentral. Dasar terjadinya HNP ini adalah proses degenerasi diskus intervertebralis, maka banyak terjadi pada usia pertengahan.

3) Spondilitis ankilosa, proses ini biasanya mulai dari sendi sakroiliaka, yang kemudian menjalar ke atas, ke daerah leher. Gejala permulaan berupa rasa kaku di punggung bawah waktu bangun tidur dan hilang setelah melakukan beberapa gerakan. Pada foto rontgen terlihat gambaran mirip dengan ruas- ruas bambu sehingga disebut bamboo spine.

Nyeri punggung bawah miogenik, disebabkan oleh ketegangan otot, spasme otot, defisiensi otot dan hipersensitivitas

1) Ketegangan otot, disebabkan oleh sikap tegang yang konstan atau berulang-ulang pada posisi yang sama akan memendekan otot yang akhirnya akan


(37)

22

menimbulkan perasaan nyeri. Keadaan ini tidak akan terlepas dari kebiasaan buruk atau sikap tubuh yang tidak atau kurang fisiologik.

2) Spasme otot atau kejang otot, disebabkan oleh gerakan yang tiba-tiba dimana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang tegang atau kaku atau kurang pemanasan. Spasme otot ini memberi gejala khas, ialah dengan adanya kontraksi otot yang disertai nyeri yang hebat. Setiap gerakan akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi.

3) Defisiensi otot, dapat disebabkan oleh kurang latihan sebagai akibat dari mekanisme yang berlebihan, tirah baring yang terlalu lama maupun karena imobilisasi.

4) Otot yang hipersensitif, akan menciptakan satu daerah kecil apabila dirangsang akan menimbulkan rasa nyeri dan menjalar ke daerah tertentu (target area). Daerah kecil disebut sebagai noctah picu (trigger point).

e. Nyeri punggung bawah psikogenik

Nyeri jenis ini tidak jarang ditemui, tetapi biasanya ditemukan setelah dilakukan pemeriksaan yang lengkap, dan hasilnya tidak memberikan jawaban yang pasti. Hal ini memang bersifat legeartis, dimana semua kemungkinan faktor organik tidak dapat dibuktikan sebagai faktor etiologi nyeri punggung bawah. Nyeri punggung bawah psikogenik pada umumnya disebabkan oleh ketegangan jiwa atau kecemasan dan depresi atau campuran antara kecemasan dan depresi.

Selain itu, IASP dalam Yuliana (2011) juga membagi low back pain ke dalam : 1. Low Back Pain Akut, telah dirasakan kurang dari 3 bulan.


(38)

23

3. Low Back Pain Subakut, telah dirasakan minimal 5-7 minggu, tetapi tidak lebih dari 12 minggu.

2.2.2 Etiologi Low Back Pain

Kebanyakan low back pain disebabkan oleh salah satu dari berbagai masalah muskuloskeletal (misal regangan lumbosakral akut, ketidakstabilan ligamen lumbosakral dan kelemahan otot, spondiloarthrosis, stenosis tulang belakang, masalah diskus intervertebralis, ketidaksamaan panjang tungkai). Penyebab lainnya meliputi obesitas, gangguan ginjal, masalah pelvis, tumor retroperitoneal, aneurisma abdominal dan masalah psikosomatik. Kebanyakan low back pain akibat gangguan muskuloskeletal akan diperberat oleh aktifitas (Potter & Perry, 2006).

Faktor-faktor lain seperti obesitas, stress, depresi, ketergantungan alkohol dan obat analgetik, kelainan sistem vaskuler dan psikogenik, dan beban kerja yang berat juga menjadi pemicu timbulnya keluhan low back pain ini. Menurut Mutargh (2003), low back pain dapat timbul akibat adanya peregangan atau laserasi pada ligament (sprain) atau peregangan yang berlebihan dari otot atau sendi (strain) atau postur yang tidak tepat. Low back pain berat biasanya disebabkan karena adanya cedera pada sendi tulang punggung, termasuk permukaan sendi dan disk yang mengakibatkan nyeri pada jaringan atau serabut saraf yang ada di dekatnya. Keadaan ini biasa terjadi ketika membungkuk, khususnya ketika mengangkat sesuatu yang berat. Penyebab nyeri punggung bawah selain spasme otot adalah deformitas, Hernia Nucleus Pulposus,


(39)

24

Osteoartrhitis, proses metastase, fraktur tulang punggung, hingga kelainan bawaan seperti lordosis maupun skoliosis.

2.2.3 Patofisiologi

Kolumna vertebralis dapat dianggap sebagai sebuah batang elastis yang tersusun atas banyak unit rigid (vertebrae) dan unit fleksible (diskus intervertebralis) yang diikat satu sama lain oleh kompleks sendi faset, berbagai ligament dan otot paravertebralis. Konstruksi punggung yang unik tersebut memungkinkan fleksibilitas sementara disisi lain tetap dapat memberikan perlindungan yang maksimal terhadap sumsum tulang belakang. Lengkungan tulang belakang akan menyerap goncangan vertikal pada saat berlari atau melompat. Kolumna vertebralis membantu menstabilkan tulang belakang. Otot-otot abdominal dan toraks sangat penting pada aktivitas mengangkat beban. Mengangkat beban berat pada posisi membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu mempertahankan posisi tulang belakang thorakal dan lumbal, sehingga pada saat faset joint lepas dan disertai tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua permukaan faset sendi menyebabkan ketegangan otot di daerah tersebut yang akhirnya menimbulkan keterbatasan gesekan pada tulang belakang. Obesitas, masalah postur, masalah struktur dan peregangan berlebihan dapat berakibat nyeri punggung (Brunner and Suddarth, 2005).

Diskus intervertebralis akan mengalami perubahan sifat ketika usia bertambah tua. Pada orang muda, diskus terutama tersusun atas fibrokartilago dengan matriks gelatinus. Pada lansia akan menjadi fibrokartilago yang padat dan tak teratur.


(40)

25

Degenerasi diskus intervertebra merupakan penyebab low back pain. Diskus lumbal bawah, L4-L5 dan L5-S5, menderita stress paling berat dan perubahan degenerasi terberat. Penonjolan diskus atau kerusakan sendi dapat mengakibatkan penekanan pada akar saraf ketika keluar dari kanalis spinalis, yang mengakibatkan nyeri yang menyebar sepanjang saraf tersebut (Brunner and Suddarth, 2005).

2.2.4 Penatalaksanaan

Oleh karena penyebab LBP sangat beraneka ragam maka tatalaksananya juga bervariasi. Namun dikenal dua tahapan terapi LBP, yaitu: konservatif dan operatif (Harsono, 2009).

1. Terapi Konservatif

Cara konservatif meliputi bed rest (rehat baring), medikamentosa dan fisioterapi. a) Bed Rest

Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau peer. Tempat tidur harus dari papan yang lurus dan ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk nyeri punggung mekanik akut, fraktur, dan HNP. Pada HNP sikap terbaring paling banyak ialah dalam posisi setengah duduk dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul atau lutut. Lama tirah baring bergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita.

b) Mendikamentosa

Ada dua jenis obat dalam tatalaksana LBP ini, ialah obat yang bersifat simptomatik dan yang bersifat kausal. Obat-obat simptomatik antara lain:


(41)

26

salisilat, paracetamol, kortikosteroid, anti-inflamasi non steroid (AINS), antidepresan, diazepam, dan klordiasepoksid. Obat-obatan kausal misalnya antituberkulosis, antibiotika untuk spondilitis piogenik, nukleolisis misalnya khimopapain, kolagenase (untuk HNP).

c) Fisioterapi

Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan permukaan yang lebih dalam) misalnya pada HNP, trauma mekanik akut, serta traksi pelvis untuk relaksasi otot dan mengurangi lordosis.

1) Terapi Panas

Terapi menggunakan kantong dingin-kantong panas. Dengan menaruh sebuah kantong dingin di tempat daerah punggung yang terasa nyeri atau sakit selama 5-10 menit. Jika selama 2 hari atau 48 jam rasa nyeri masih terasa gunakan heating pad (kantong hangat).

2) Elektro Stimulus 3) Akupuntur

4) Traction, helaan atau tarikan pada badan (punggung) untuk kontraksi otot 5) Ultra Sound

6) Radiofrequency Lesioning, dengan menggunakan impuls listrik untuk merangsang saraf, seperti :

a) Spinal Endoscopy, dengan memasukkan endoskopi pada kanalis spinalis untuk memindahkan atau menghilangkan jaringan scar.

b) Percutaneous Electrical Nerve Stimulation (PENS). c) Elektro Thermal Disc Decompression.


(42)

27

d) Trans Cutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), menggunakan alat dengan tegangan kecil.

7) Alat Bantu

a. Back corsets.

Penggunaan penahan pada punggung sangat membantu untuk mengatasi Low Back Pain yang dapat membungkus punggung dan perut.

b. Tongkat jalan. 2. Terapi komplementer

Terapi komplementer adalah terapi yang digunakan secara bersama-sama dengan terapi lain dan bukan untuk menggantikan terapi medis. Namun terapi komplementer dapat digunakan sebagai single therapy ketika digunakan untuk meningkatkan kesehatan. Saat ini banyak terapi komplementer yang dilakukan untuk mengatasi keluhan nyeri pada pasien low back pain seperti akupunktur, reiki, massage, terapi bekam, herbal dan hipnoterapi. Terapi komplementer dapat bekerja dengan efek analgetik langsung (seperti akupunkutur, bekam, akupresur, massage), menghasilkan efek anti inflamasi (seperti obat-obatan herbal), atau distraksi (seperti terapi musik) yang dapat mempengaruhi persepsi nyeri, menimbulkan relaksasi, meningkatkan kualitas tidur serta mengurangi tingkat kecemasan (Barrie, 2010).


(43)

28

3. Terapi Operatif

Pada dasarnya terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif selama 3-4 minggu tidak memberikan hasil yang nyata atau terhadap kasus fraktur yang langsung mengakibatkan defisit neurologis, ini memerlukan tindakan segera (cito). Defisit neurologis yang dapat diketahui adalah gangguan fungsi otonom dan paraplegia. Pada kasus HNP, tindakan operatif perlu dikerjakan apabila terapi konservatif tidak memberi hasil atau kambuh berulang-ulang, atau telah terjadi defisit neurologik (Harsono, 2009).

2.3 Terapi Slow Stroke Back Massage 2.3.1 Definisi

Stimulasi kutaneus adalah stimulasi kulit yang dilakukan untuk menghilangkan nyeri, bekerja dengan cara mendorong pelepasan endorfin, sehingga memblok transmisi stimulus nyeri. Cara lainnya adalah dengan mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih besar dan lebih cepat, sehingga menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C dan A-delta berdiameter kecil sekaligus menutup gerbang sinap untuk transmisi impuls nyeri. Slow-Stroke Back Massage (SSBM) adalah tindakan masase punggung dengan usapan yang perlahan selama 10 menit (Potter & Perry, 2006).

Slow-Stroke Back Massage merupakan intervensi keperawatan yang diberikan dengan cara memberikan usapan secara perlahan, tegas, berirama dengan kedua tangan menutup area selebar lima cm diluar tulang belakang yang dimulai dari bahu hingga area sakrum (Casanelia dan Stelfox, 2009).


(44)

29

2.3.2 Mekanisme Kerja

SSBM menstimulasi saraf-saraf superfisial di kulit yang kemudian diteruskan ke otak di bagian hipotalamus. Sistem saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin. Pengeluaran endorfin mengakibatkan meningkatnya kadar endorfin dalam tubuh yang merangsang produksi hormon dopamin dan hormon serotonin. Hormon dopamin yang meningkat menyebabkan kecemasan berkurang sedangkan hormon serotonin yang meningkat dapat mengurangi gangguan tidur (Potter & Perry, 2006).

Pengeluaran hormon endorfin dapat memblok transmisi stimulus nyeri sehingga menurunkan kecemasan dan nyeri. Sentuhan dan masase merupakan teknik integrasi sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf otonom. Sistem saraf desenden bekerja melepaskan neuroregulator yang menghambat transmisi stimulus nyeri. Neuron beta-A menstimulasi mekanoreseptor yang menyebabkan menurunnya transmisi delta-A dan C sehingga menutup mekanisme pertahanan dan mengurangi persepsi nyeri (Potter & Perry, 2006).

2.3.3 Indikasi dan Kontraindikasi

SSBM tidak boleh dilakukan pada kulit di daerah punggung yang mengalami luka bakar, luka memar, ruam kulit, inflamasi, dan kulit di bawah tulang yang fraktur dikarenakan memijat jaringan yang sensitif dapat menyebabkan cedera jaringan yang lebih lanjut sedangkan memijat di daerah kulit yang kemerahan meningkatkan kerusakan kapiler pada jaringan di bawahnya (Potter & Perry, 2006).


(45)

30

Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan indikasi untuk SSBM, yaitu untuk penurunan intensitas nyeri, menurunkan kecemasan dan meningkatkan kualitas tidur (Kozier, et al. 2004).

2.3.4 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan

Menurut Potter & Perry (2006) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada tindakan SSBM, yaitu :

a) Menanyakan kepada pasien apakah pasien menyukai SSBM dikarenakan beberapa pasien tidak menyukai kontak secara fisik.

b) Perlu diperhatikan kemungkinan adanya alergi atau kulit mudah terangsang, sebelum memberikan lotion.

c) Mengidentifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka yang menjadi kontraindikasi untuk masase punggung.

d) Hindari untuk melakukan masase pada area kemerahan, kecuali bila kemerahan tersebut hilang sewaktu dimasase.

e) Menyiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.

f) Memperhatikan adanya tanda-tanda pasien tidak nyaman selama tindakan dilakukan.

2.3.5 Metode

Tehnik untuk SSBM dilakukan dengan beberapa pendekatan, tetapi salah satu metode yang dilakukan ialah dengan mengusap kulit pasien secara perlahan dan berirama dengan kecepatan 60 kali usapan per menit. Kedua tangan menutup


(46)

31

suatu area yang lebarnya lima cm pada kedua sisi tonjolan tulang belakang, dari ujung kepala sampai area sakrum. Tehnik ini berlangsung selama 3-10 menit (Potter & Perry, 2006).

2.3.6 Prosedur Pelaksanaan

Prosedur kerja SSBM menurut Potter & Perry (2006) dalam Arisanti (2012) dijelaskan sebagai berikut:

a. Identifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur tulang rusuk atau vertebra, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka terbuka.

b. Persiapkan peralatan dan bahan yang diperlukan.

c. Persilahkan untuk memilih posisi yang diinginkan selama intervensi, bisa tidur miring, telungkup, atau duduk. Bantu pasien pada posisi yang nyaman.

d. Buka punggung pasien, bahu, lengan atas, dan bokong. Tutup sisanya dengan selimut mandi.

e. Cuci tangan dan hangatkan lotion di telapak tangan. Peneliti mencuci tangan dalam air hangat. Hangatkan lotion di telapak tangan atau tempatkan botol lotion ke dalam air hangat. Tuang sedikit lotion di tangan. Jelaskan pada responden bahwa lotion akan terasa dingin dan basah. Ratakan lotion mulai dari bahu hingga bokong.

f. Letakkan tangan pada bokong, masase dalam gerakan melingkar. Usapkan ke atas dari bokong ke bahu. Masase di atas scapula dengan gerakan lembut dan tegas. Lanjutkan dalam satu usapan lembut ke lengan atas dan secara lateral sepanjang sisi punggung dan kembali ke bawah ke puncak iliaka.


(47)

32

g. Jangan biarkan tangan anda terangkat dari kulit pasien dan lanjutkan pola masase selama sepuluh menit.

h. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu pasien bahwa perawat mengakhiri usapan.

i. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung pasien dengan handuk mandi. Ikat kembali gaun atau bantu memakai baju/piyama. Bantu pasien posisi yang nyaman.

j. Letakkan handuk yang kotor pada tempatnya dan cuci tangan. k. Tanyakan pasien tentang kenyamanan.

l. Catat respons terhadap masase.

m. Beri tahu pasien tindakan telah selesai dilakukan. n. Beri reinforcement positif.

o. Lakukan kontrak selanjutnya.

p. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik. q. Bereskan alat jika tindakan telah selesai.

2.4 Minyak Essensial Lavender 2.4.1 Definisi Minyak Essensial

Minyak essensial merupakan hasil sulingan ekstrak tanaman biasanya juga disebut sebagai minyak atsiri. Tanaman dan ekstraknya sudah digunakan dalam waktu yang cukup lama untuk meringankan rasa nyeri, membantu penyembuhan, membunuh kuman dan untuk memulihkan serta mempertahankan kesehatan tubuh. Minyak essensial dapat digunakan tanpa menimbulkan banyak efek samping (Price, 2006).


(48)

33

2.4.2 Sifat Terapeutik Minyak Essensial

Hal terpenting yang menjadi alasan minyak essensial disukai yaitu karena aromanya yang menyenangkan bahkan banyak sekali digunakan dalam keperluan rumah tangga seperti lemon dan lavender, dan jauh lebih aman bila dibandingkan dengan pemakaian karbol (Price, 2006). Minyak dari tanaman mempunyai kemampuan inflamasi, antiseptik, analgesik, perangsang selera makan, perangsang sirkulasi, dan sedatif.

2.4.3 Cara Penggunaan Minyak Essensial

Hampir semua minyak esensial tidak dapat diberikan langsung pada kulit dan harus diencerkan terlebih dahulu dengan minyak pembawa. Pengenceran normal adalah 2,5% dari minyak esensial murni, untuk 15 tetes (± 1 ml) minyak esensial perlu diencerkan dengan 1 ounce (± 30 ml) minyak pembawa (Isabella, 2011).

2.4.4 Cara Kerja Minyak Essensial a) Absorbsi melalui Kulit

Berdasarkan kerutannya dalam lipid yang ditemukan di dalam stratum korneum, minyak essensial dianggap mudah diserap. Penyerapan senyawa ini berlangsung ketika senyawa ini melewati lapisan epidermis kulit dan masuk ke dalam saluran limfe, kelenjar keringat, saraf, serta masuk ke dalam aliran darah dan menuju ke setiap sel tubuh untuk bereaksi (Djilani & Dicko, 2012). b) Pemberian melalui Nasal

Jika minyak essensial dihirup, molekul-molekul yang ada pada minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen ke langit hidung. Pada


(49)

langit-34

langit hidung terdapat bulu-bulu halus yang menjulur dari sel-sel reseptor ke dalam saluran hidung. Ketika molekul minyak tertahan pada bulu-bulu ini suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu memori dan emosional yang lewat hipotalamus bekerja sebagai regulator yang menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian otak dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat euforik, relaksan, sedatif, atau stimulan menurut keperluan tubuh (Djilani & Dicko, 2012).

c) Pijat

Aromaterapi apabila digunakan melalui pijat dilakukan dengan langsung mengoleskan minyak essensial yang telah dipilih di atas kulit. Minyak esensial baru bisa digunakan setelah dilarutkan dengan minyak dasar seperti minyak zaitun, minyak kedelai, dan minyak tertentu lainnya (Departement of Health, 2007).

2.4.5 Khasiat Minyak Essensial Lavender

Aromaterapi Lavender yang umum digunakan dalam perawatan memiliki nama latin lavunda angustifolia. Minyak lavender ini berasal dari bunga lavender, wanginya segar sekaligus menenangkan. Kandungan zat aktif yang dimiliki lavender berkhasiat sebagai penghilang rasa sakit, antiseptik, meregenerasi sel kulit dan menenangkan sel saraf, mengatasi ketegangan otot, dan mengatasi gangguan pencernaan (Marum dalam Sihotang, 2009).


(50)

35

2.4.6 Kandungan dan Zat Aktif Minyak Lavender

Minyak lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga lavender. Komponen kimia utama yang dikandungnya adalah ester jenis linalil asetat, linalool, alkohol, oksida, keton dan aldehid. Minyak lavender sangat bersifat serba guna, sangat cocok untuk merawat kulit terbakar, terkelupas, dan juga membantu kasus insomnia (Agusta, 2000). Lavender juga bersifat analgesik; untuk nyeri kepala, nyeri otot, bersifat antibakterial, antifungal, antiinflamasi, antiseptik, dan penenang. Sejauh ini tidak ada kontraindikasi yang diketahui dan tidak terdapat iritasi atau sensitisasi jika digunakan pada kulit dan juga tidak mengiritasi mukosa (Price, 2006).

2.5 Pengaruh SSBM dengan Minyak Lavender dalam Menurunkan Nyeri Penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot yang dapat meningkatkan nyeri. Stimulus nyeri yang mencapai ambang nyeri akan menyebabkan aktivasi reseptor dan terjadi penjalaran impuls nyeri oleh serabut saraf A delta dan C. Adanya impuls ini akan menyebabkan gerbang nyeri di substansia gelatinosa terbuka. Namun dengan pemberian stimulasi kutan berupa usapan punggung (SSBM), dimana stimulus ini direspons oleh serabut A beta yang lebih besar, maka stimulus ini akan mencapai otak lebih dahulu, dengan demikian akan menutup gerbang nyeri sehingga persepsi nyeri tidak timbul. Sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan melepaskan endorphin yang merupakan morfin alami tubuh sehingga persepsi nyeri tidak terjadi (Potter & Perry, 2006).


(51)

36

Hal ini sejalan dengan penelitian Husna (2012) mengenai efektivitas SSBM terhadap perubahan intensitas nyeri LBP menyatakan bahwa setelah massase ini diberikan pada 32 ibu rumah tangga dan dilakukan analisa data didapatkan nilai p=0.0001 (p <0.05) yang berarti bahwa terdapat perubahan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi SSBM, sehingga terapi ini efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien LBP. Terapi ini juga dapat membuat pasien lebih mandiri dalam memanajemen nyeri karena terapi ini murah, mudah dan tidak memerlukan alat khusus untuk melakukannya. Massase sederhana dengan minyak essensial digunakan untuk memudahkan penetrasi minyak tersebut pada kulit. Aromaterapi bekerja dengan merangsang sel-sel saraf penciuman dan mempengaruhi kerja sistem limbik dengan meningkatkan perasaan positif dan rileks (Brunner & Suddarth, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2014) mengenai massase ektremitas dengan minyak lavender terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi dengan jumlah sampel sebanyak 38 responden yang berumur 55-65 tahun. Hasil rata-rata tekanan darah sistolik sebelum intervensi adalah 140,00 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik setelah intervensi adalah 133,95 mmHg dengan nilai p value= 0,000 sedangkan tekanan darah diastolik sebelum intervensi adalah 90,00 mmHg dan rata-rata tekanan diastolik setelah intervensi adalah 80,00 mmHg dengan nilai p value=0.005 yang berarti bahwa ada pengaruh massase ekstremitas dengan aromaterapi lavender terhadap penurunan tekanan darah lansia hipertensi, sehingga massase ini efektif dalam menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi. Penelitian lain yang sudah dilakukan Pratiwi (2013) mengenai


(52)

37

penurunan nyeri post sectio cesarean dengan minyak aromaterapi lavender dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden didapatkan nilai p=0,000 (p=0,05) yang berarti bahwa aromaterapi lavender dapat menurunkan nyeri pada ibu post section cesarean.


(1)

g. Jangan biarkan tangan anda terangkat dari kulit pasien dan lanjutkan pola masase selama sepuluh menit.

h. Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan beritahu pasien bahwa perawat mengakhiri usapan.

i. Bersihkan kelebihan dari lubrikan dari punggung pasien dengan handuk mandi. Ikat kembali gaun atau bantu memakai baju/piyama. Bantu pasien posisi yang nyaman.

j. Letakkan handuk yang kotor pada tempatnya dan cuci tangan. k. Tanyakan pasien tentang kenyamanan.

l. Catat respons terhadap masase.

m. Beri tahu pasien tindakan telah selesai dilakukan. n. Beri reinforcement positif.

o. Lakukan kontrak selanjutnya.

p. Akhiri kegiatan dengan cara yang baik. q. Bereskan alat jika tindakan telah selesai.

2.4 Minyak Essensial Lavender 2.4.1 Definisi Minyak Essensial

Minyak essensial merupakan hasil sulingan ekstrak tanaman biasanya juga disebut sebagai minyak atsiri. Tanaman dan ekstraknya sudah digunakan dalam waktu yang cukup lama untuk meringankan rasa nyeri, membantu penyembuhan, membunuh kuman dan untuk memulihkan serta mempertahankan kesehatan tubuh. Minyak essensial dapat digunakan tanpa menimbulkan banyak efek samping (Price, 2006).


(2)

2.4.2 Sifat Terapeutik Minyak Essensial

Hal terpenting yang menjadi alasan minyak essensial disukai yaitu karena aromanya yang menyenangkan bahkan banyak sekali digunakan dalam keperluan rumah tangga seperti lemon dan lavender, dan jauh lebih aman bila dibandingkan dengan pemakaian karbol (Price, 2006). Minyak dari tanaman mempunyai kemampuan inflamasi, antiseptik, analgesik, perangsang selera makan, perangsang sirkulasi, dan sedatif.

2.4.3 Cara Penggunaan Minyak Essensial

Hampir semua minyak esensial tidak dapat diberikan langsung pada kulit dan harus diencerkan terlebih dahulu dengan minyak pembawa. Pengenceran normal adalah 2,5% dari minyak esensial murni, untuk 15 tetes (± 1 ml) minyak esensial perlu diencerkan dengan 1 ounce (± 30 ml) minyak pembawa (Isabella, 2011).

2.4.4 Cara Kerja Minyak Essensial a) Absorbsi melalui Kulit

Berdasarkan kerutannya dalam lipid yang ditemukan di dalam stratum korneum, minyak essensial dianggap mudah diserap. Penyerapan senyawa ini berlangsung ketika senyawa ini melewati lapisan epidermis kulit dan masuk ke dalam saluran limfe, kelenjar keringat, saraf, serta masuk ke dalam aliran darah dan menuju ke setiap sel tubuh untuk bereaksi (Djilani & Dicko, 2012). b) Pemberian melalui Nasal

Jika minyak essensial dihirup, molekul-molekul yang ada pada minyak tersebut akan terbawa oleh arus turbulen ke langit hidung. Pada


(3)

langit-langit hidung terdapat bulu-bulu halus yang menjulur dari sel-sel reseptor ke dalam saluran hidung. Ketika molekul minyak tertahan pada bulu-bulu ini suatu impuls akan ditransmisikan lewat bulbus olfaktorius dan traktus olfaktorius ke dalam sistem limbik. Proses ini akan memacu memori dan emosional yang lewat hipotalamus bekerja sebagai regulator yang menyebabkan pesan tersebut dikirim ke bagian otak dan bagian tubuh lainnya. Pesan yang diterima akan diubah sehingga terjadi pelepasan zat-zat neurokimia yang bersifat euforik, relaksan, sedatif, atau stimulan menurut keperluan tubuh (Djilani & Dicko, 2012).

c) Pijat

Aromaterapi apabila digunakan melalui pijat dilakukan dengan langsung mengoleskan minyak essensial yang telah dipilih di atas kulit. Minyak esensial baru bisa digunakan setelah dilarutkan dengan minyak dasar seperti minyak zaitun, minyak kedelai, dan minyak tertentu lainnya (Departement of Health, 2007).

2.4.5 Khasiat Minyak Essensial Lavender

Aromaterapi Lavender yang umum digunakan dalam perawatan memiliki nama latin lavunda angustifolia. Minyak lavender ini berasal dari bunga lavender, wanginya segar sekaligus menenangkan. Kandungan zat aktif yang dimiliki lavender berkhasiat sebagai penghilang rasa sakit, antiseptik, meregenerasi sel kulit dan menenangkan sel saraf, mengatasi ketegangan otot, dan mengatasi gangguan pencernaan (Marum dalam Sihotang, 2009).


(4)

2.4.6 Kandungan dan Zat Aktif Minyak Lavender

Minyak lavender diperoleh dengan cara distilasi bunga lavender. Komponen kimia utama yang dikandungnya adalah ester jenis linalil asetat, linalool, alkohol, oksida, keton dan aldehid. Minyak lavender sangat bersifat serba guna, sangat cocok untuk merawat kulit terbakar, terkelupas, dan juga membantu kasus insomnia (Agusta, 2000). Lavender juga bersifat analgesik; untuk nyeri kepala, nyeri otot, bersifat antibakterial, antifungal, antiinflamasi, antiseptik, dan penenang. Sejauh ini tidak ada kontraindikasi yang diketahui dan tidak terdapat iritasi atau sensitisasi jika digunakan pada kulit dan juga tidak mengiritasi mukosa (Price, 2006).

2.5 Pengaruh SSBM dengan Minyak Lavender dalam Menurunkan Nyeri Penggunaan stimulus kutaneus yang benar dapat mengurangi persepsi nyeri dan membantu mengurangi ketegangan otot yang dapat meningkatkan nyeri. Stimulus nyeri yang mencapai ambang nyeri akan menyebabkan aktivasi reseptor dan terjadi penjalaran impuls nyeri oleh serabut saraf A delta dan C. Adanya impuls ini akan menyebabkan gerbang nyeri di substansia gelatinosa terbuka. Namun dengan pemberian stimulasi kutan berupa usapan punggung (SSBM), dimana stimulus ini direspons oleh serabut A beta yang lebih besar, maka stimulus ini akan mencapai otak lebih dahulu, dengan demikian akan menutup gerbang nyeri sehingga persepsi nyeri tidak timbul. Sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan melepaskan endorphin yang merupakan morfin alami tubuh sehingga persepsi nyeri tidak terjadi (Potter & Perry, 2006).


(5)

Hal ini sejalan dengan penelitian Husna (2012) mengenai efektivitas SSBM terhadap perubahan intensitas nyeri LBP menyatakan bahwa setelah massase ini diberikan pada 32 ibu rumah tangga dan dilakukan analisa data didapatkan nilai p=0.0001 (p <0.05) yang berarti bahwa terdapat perubahan intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi SSBM, sehingga terapi ini efektif dalam menurunkan nyeri pada pasien LBP. Terapi ini juga dapat membuat pasien lebih mandiri dalam memanajemen nyeri karena terapi ini murah, mudah dan tidak memerlukan alat khusus untuk melakukannya. Massase sederhana dengan minyak essensial digunakan untuk memudahkan penetrasi minyak tersebut pada kulit. Aromaterapi bekerja dengan merangsang sel-sel saraf penciuman dan mempengaruhi kerja sistem limbik dengan meningkatkan perasaan positif dan rileks (Brunner & Suddarth, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2014) mengenai massase ektremitas dengan minyak lavender terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi dengan jumlah sampel sebanyak 38 responden yang berumur 55-65 tahun. Hasil rata-rata tekanan darah sistolik sebelum intervensi adalah 140,00 mmHg dan rata-rata tekanan darah sistolik setelah intervensi adalah 133,95 mmHg dengan nilai p value= 0,000 sedangkan tekanan darah diastolik sebelum intervensi adalah 90,00 mmHg dan rata-rata tekanan diastolik setelah intervensi adalah 80,00 mmHg dengan nilai p value=0.005 yang berarti bahwa ada pengaruh massase ekstremitas dengan aromaterapi lavender terhadap penurunan tekanan darah lansia hipertensi, sehingga massase ini efektif dalam menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi. Penelitian lain yang sudah dilakukan Pratiwi (2013) mengenai


(6)

penurunan nyeri post sectio cesarean dengan minyak aromaterapi lavender dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden didapatkan nilai p=0,000 (p=0,05) yang berarti bahwa aromaterapi lavender dapat menurunkan nyeri pada ibu post section cesarean.