PELAKSANAAN KEWENANGAN M AHKAMAH

BAB IV PELAKSANAAN KEWENANGAN M AHKAMAH

KONSTITUSI DALAM MEMUTUS PERSELISIHAN HASIL PILKADA KABUPATEN DAIRI STUDI KASUS PUTUSAN MK.66PHPU.D-VI2008 A. Proses Pengajuan Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi Oleh Drs. Parlemen Sinaga dan dr.Budiman Simanjuntak, M.Kes Pasal 3 PMK 152008 mengatur para pihak dalam perselisihan atau keberatan atas penetapan hasil Pilkada. Pasal 3 PMK 152008 menentukan: 1 Para pihak yang mempunyai kepentingan langsung dalam perselisihan hasil Pemilukada adalah: a.Pasangan Calon sebagai Pemohon; b.KPUKIP provinsi atau KPUKIP kabupatenkota sebagai Termohon. 2 Pasangan Calon selain Pemohon dapat menjadi Pihak Terkait dalam perselisihan hasil Pemilukada; 3 Pemohon, Termohon dan Pihak Terkait dapat diwakili danatau didampingi oleh kuasa hukumnnya masing-masing yang mendapatkan surat kuasa khusus danatau surat keterangan untuk itu. Sedangkan, Materi keberatan diatur dalam Pasal 4 PMK 152008: Objek perselisihan pemilukada adalah hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon yang mempengaruhi: a. Penentuan pasangan calon yang dapat mengikuti putaran kedua Pemilukada;atau b. Terpilihnya pasangan calon sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. 2. Pengajuan Permohonan Pihak yang mengajukan Permohononan Perselelisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi atau pihak yang menjadi pemohon adalah Drs. Parlemen Sinaga, Universitas Sumatera Utara M.M dan dr. Budiman Simanjuntak, M.Kes. Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat 3 PMK 152008 para pihak dapat diwakili danatau didampingi oleh kuasa hukumnya masing-masing dengan mendapatkan surat kuasa khusus danatau keterangan untuk itu. Pihak pemohon memberi kuasa kepada Roder Nababan S.H., Horas Maruli Tua Siagian, S.H., dan Darwis D.Marpaung, S.H., M.H., dengan surat kuasa khusus bertanggal 16 Desember 2008. Sedangkan, pihak termohon adalah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Provinsi Sumtera Utara yang memberi kuasa kepada Victor W. Nadapdap, S.H., M.M, M.B.A. dan Refer Harianja dengan surat kuasa khusus tanggal 20 Desember 2008. Tata cara pengajuan permohonan diatur dalam Pasal 5 PMK 152008, yang mengatur sebagai berikut: 1 Permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara Pemilukada diajukan ke Mahkamah paling lambat 3 tiga hari kerja setelah Termohon menetapakan hasil penghitungan suara Pemilukada di daerah yang bersangkutan: 2 Permohonan yang diajukan setelah melewati tenggat sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak dapat diregistrasi. Permohonan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi diajukan pada tanggal 17 Desember 2008 145 145 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60PHPU.D-VI2008 h.2 . Sementara Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 37 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Dairi tahun 2008 yang isinya memutuskan menetapkan KRA. Johnny Sitohang Adinagoro dan Irwansyah Pasi, S.H, pasangan calon dengan nomor urut 2 yang perolehan suara sebanyak 67.654 51,17, sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati Dairi periode tahun Universitas Sumatera Utara 2009-2014 dikeluarkan tanggal 13 Desember 2008. Permohonan tersebut diajukan dalam tenggat waktu tiga hari kerja yang diatur berdasarkan Pasal 5 PMK 152008 yang merupakan dasar hukum pengajuan permohonan. Mengenai tiga hari kerja yang diatur dalam Pasal 5 PMK 152008 tersebut Maruarar Siahaan memberi pendapat sebagai berikut: 146 1 Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia sebanyak 12 dua belas rangkap yang ditandatangani oleh pemohon atau kuasa hukumnya yang mendapatkan surat khusus dari pemohon; Tiga hari kerja diartikan bahwa hari Sabtu dan hari Minggu yang bukan hari kerja tidak diperhitungkan dalam tenggang waktu yang ditentukan tersebut, sehingga memberi kelonggaran bagi pemohon atau pasangan calon yang keberatan akan hasil Pilkada, jika KPU mengumumkan atau menetapkan hasil penghitungan suara pada hari Jumat. Tata cara permohonan diatur lebih lanjut dalam Pasal 6 PMK 152008 yaitu sebagai berikut: 2 Permohonan sekurang-kurangnnya memuat: a. identitas lengkap pemohon yang dilampiri fotokopi Kartu Tanda Penduduk dan bukti sebagai peserta pemilukada; b. uraian jelas mengenai: 1. kesalahan hasil perhitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon; 2. permintaanpetitum yang membatalkan hasil penghitungan suara yang ditetapkan oleh Termohon. 3. perhitunganpetitum yang menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut pemohon. 3 Permohonan yang diajukan disertai alat bukti. Berdasarkan Pasal 6 ayat 2 sub b PMK 152008 di atas maka posita pemohon adalah mengenai NIK-NIK yang bermasalah yang terdiri atas NIK rekayasa, NIK ganda, dan NIK kosong serta nama ganda, maka sepatutnya suara yang diperoleh oleh pasangan calon Parlemen Sinaga dan dr. Budiman 146 Maruarar Siahaan, Makalah, Beberapa Perkembangan... ,op.cit h.31 Universitas Sumatera Utara Simanjuntak adalah sebagai berikut: 67.654 - 6298 NIK Rekayasa + 1551 NIK Ganda + 24.968 NIK Kosong + 6845 Nama Ganda = 67.654 – 39.662 = 27.992 suara. Yang menjadi alasan diajukannya perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi adalah keberatan Pemohon terhadap hasil penghitungan suara Pilkada yang ditetapkan berdasarkan Penetapan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dair Nomor 37 Tahun 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah dan wakil kepada daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008 putaran kedua, bertanggal 13 Desember 2008. Sedangkan, inti pokok permohonan Pemohon adalah menyatakan batal dan tidak mempuyai kekuataan hukum mengikat Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 tanggal 13 November 2008 Dalam hal ini penulisan tanggal 13 November 2008 salah karena Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Dairi dikeluarkan tanggal 13 Desember 2008 bukan tanggal 13 November 2008. Jadi, seharusnya dalam permohonannya Pemohon membuat tanggal 13 Desember 2008. 147 2. Pendaftaran Permohonan dan Jadwal Sidang Permohonanan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi diterima dan terdaftar di kepaniteraan MK pada tanggal 18 Desember 2008 dengan registrasi perkara Nomor 60PHPU.DVI2008 148 147 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60PHPU.D-VI2008 h.69-70. 148 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60PHPU.D-VI2008 h.2 . Pendaftaran registrasi Permohonan diatur dalam Pasal 7 ayat 1 2 dan 3 PMK 152008, yang mengatur sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1 Panitera memeriksa persyaratan dan kelengkapan permohonan; 2 Panitera mencatat permohonan yang sudah memenuhi syarat dan lengkap dalam Buku Register Perkara BRPK; 3 Dalam hal permohonan belum memenuhi syarat dan belum lengkap, Pemohon dapat melakukan perbaikan sepanjang masih dalam tenggat mengajukan permohonan sebagimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 peraturan ini; 4 Penitera mengirim salinan permohonan yang sudah diregistrasi kepada Termohon, disertai pemberitahuan hari sidang pertama dan permintaan keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti hasil penghitungan suara yang diperselisihkan; 3. Pemberitahuan dan Pemanggilan Para Pihak Setelah permohonan diajukan dan didaftarkan di Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, selanjutnya akan ditentukan hari persidangan pertama. Penjadwalan sidang diatur dalam ketentuan Pasal 34 sampai Pasal 35 UU No.24 Tahun 2003. Mahkamah Konstitusi menetapkan hari sidang pertama setelah permohonan dicatat di BRPK dalam jangka waktu 14 empat belas hari kerja. Akan tetapi untuk perselisihan hasil pemilu ditentukan secara khusus yang diajukan paling lambat 3x24 jam sejak KPU mengumumkan hasil pemilu. 149 149 Bambang Sutiyoso, op.cit h.68 Pemberitahuan dan pemanggilan para pihak diatur pada Pasal 7 ayat 5 PMK 152008, yang mengatur bahwa ”Penentuan hari sidang pertama dan pemberitahuan kepada pihak-pihak dilakukan paling lambat 3 tiga hari sejak registrasi”. Menurut Pasal 34 ayat 2 dan 3 UU No.24 Tahun 2004 penetapan hari sidang pertama diberitahukan kepada para pihak dan diumumkan kapada masyarakat. Pengumuman kepada masyarakat dilakukan dengan menempelkan salinan pemberitahuan tersebut di papan pengumuman Mahkamah Konstitusi yang khusus digunakan untuk itu. Universitas Sumatera Utara B. Pemeriksaan Perkara Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi Menurut Pasal 8 ayat 1 PMK 152008 ”Sidang untuk memeriksa permohonan dapat dilakukan oleh panel hakim dengan sekurang-kurangnya terdiri atas 3 tiga orang hakim konstitusi atau pleno hakim dengan sekurang-kurangnya 7 tujuh orang hakim konstitusi”. Yang dimaksud dengan persidangan menurut Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 03PMK2003 Tentang Tata Tertib Persidangan Pada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia 150 1. Pemeriksaan Administratif adalah ”Sidang-sidang yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan yang diajukan kapada Mahkamah Konstitusi” Sidang Pleno MK menurut PMK 032003 adalah ”sidang untuk memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan yang dihadiri oleh 9 sembilan orang Hakim Konstitusi, kecuali dalam keadaan yang luar biasa dihadiri oleh sekurang- kurangnya 7 tujuh orang hakim konstitusi”. Panel hakim menurut PMK 032003 adalah ”Rapat Hakim Konstitusi yang dihadiri sekurang-kurangnya 3 tiga orang hakim untuk memeriksa permohonan yang hasilnya dibahas dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi untuk diambil putusan.” Pemeriksaan Administratif diatur berdasarkan Pasal 32 ayat 1 UU No.24 Tahun 2003 mengatur bahwa ”Terhadap setiap permohonan yang diajukan, Panitera Mahkamah Konstitusi melakukan pemeriksaan kelengkapan 150 Selanjutnya disebut PMK 032003 Universitas Sumatera Utara permohonan”. Sedangkan menurut penjelasan Pasal 32 ayat 1 UU No.24 Tahun 2003 ”yang dimaksud dengan ”pemeriksaan kelengkapan permohonan” adalah bersifat administrasi”. Pemeriksaan kelengkapan permohonan atau pemeriksaan administratif diatur berdasarkan Pasal 29 UU No.24 Tahun 2003, yaitu sebagai berikut: 1 Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh pemohon atau kuasanya kepada Mahkamah Konstitusi. 2 Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dalam 12 dua belas rangkap. Pemeriksaan administratif pada perselisihan hasil Pilkada diatur pada Pasal 7 PMK 152008. 2. Pemeriksaan Pendahuluan Pemeriksaan pendahuluan diatur dalam Pasal 39 ayat 1 UU No.24 Tahun 2003, yaitu ”Sebelum mulai memeriksa pokok perkara Mahkamah Konstitusi mengadakan pemeriksaan kelengkapan dan kejelasan materi permohonan”. Menurut Pasal 39 ayat 2 UU No.24 Tahun 2003 pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat 1 Mahkamah Konstitusi wajib memberi nasihat kepada pemohon untuk melengkapi danatau memperbaiki permohonannya. Pemeriksaan pendahuluan permohonan perselisihan Pilkada Kabupaten Dairi dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2008. 3. Pemeriksaan Persidangan Pemeriksaan persidangan diatur dalam Pasal 40 UU 24 Tahun 2003, yang mengatur sebagai berikut: 1 Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim. Universitas Sumatera Utara 2 Setiap orang hadir dalam persidangan wajib menaati tata tertib persidangan. 3 Ketentuan mengenai tata tertib persidangan sebagaimana dimaksud ayat 2 diatur oleh Mahakamah Konstitusi. 4 Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, merupakan penghinaan terhadap Mahkamah Konstitusi. Penghinaan terhadap Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat 4 di atas dikenal dengan istilah Contempt of Court. Proses pemeriksaan persidangan perselisihan hasil Pilkada diatur pada Pasal 8 ayat 2 PMK 152008, yakni sebagai berikut: 2 Proses pemeriksaan persidangan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a. Penjelasan permohonan dan perbaikan apabila dipandang perlu; b. Jawaban termohon; c. Keterangan Pihak Terkait apabila ada; d. Pembuktian oleh pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait; dan e. Kesimpulan. Pemeriksaan persidangan perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2008 adalah mendengar jawaban Termohon sekaligus eksepsi, yang pada pokoknya dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Tentang kompetensi Mahkamah Konstitusi. Alasan-alasan hukum Termohon mendalilkan bahwa Mahkamah Konstitusi tidak berwenang memeriksa permohonan Pamohon karena materi yang menjadi dasar permohonan Pemohon bukan menyangkut perselisihan hasil penghitungan suara Pasal 106 UU No.32 Tahun 2004 joncto UU No.12 Tahun 2008 dan Pasal 94 ayat 2 PP No.6 Tahun 2005 joncto PP No.17 Tahun 2005 serta PMK 152008. Universitas Sumatera Utara b. Tentang permohonan Pemohon obscuur libel permohonan kabur atau tidak jelas. Alasan-alasan hukum Termohon yang menyatakan permohonan Pemohon adalah kabur dan tidak jelas adalah: 1 Seluruh posita tidak jelas, yaitu diawali angka romawi IV tepatnya halaman tiga sampai halaman 11 yaitu posita ke-1 sampai posita ke-31, dan posita ke-25 dan ke-31 menjadi ganda materinya. 2 Bahwa inti permohonan Pemohon pada angka 9, angka 10, angka 17, angka 18, angka 19, angka 20, angka 21, angka 22, angka 23, angka 24 dan angka 25 mempermasalahkan syarat pendidikan calon nomor urut 2 KRA. Johnny Sitohang Adinogoro dan Irwansyah Pasi, S.H. 3 Butir 3 sampai dengan butir 8 tentang NIK, nama ganda, NIK rekayasa, dan money politics. c. Tentang petitum tidak didukung posita. Alasan Termohon menyatakan bahwa petitum Pemohon tidak didukung posita adalah sebagai berikut: 1 Termohon dalam pada kesimpulan jawabannya mengemukakan inti pokok petitum permohonan Pemohon adalah menyatakan pencalonan bupati nomor urut 2 adlah cacat hukum, dalam petitum subsidair menyatakan hasil penghitungan suara adalah tidak benar dan membatalkan keputusan Termohon Nomor 37 Tahun 2008 tertanggal 13 Desember 2008, serta petitum lebih subsider lagi memerintahkan Termohon mengulang pemilihan di lima belas Kecamatan di Kabupaten Dairi. Universitas Sumatera Utara 2 Bahwa dalam posita permohonan Pemohon tidak ada bukti putusan pengadilan yang inkrach van gewijsde tentang ijazah calon nomor urut 2, tidak benar dan cacat hukum. 3 Bahwa dalam posita permohonan Pemohon tidak ada bukti tentang penghitungan suara yang tidak benar sebagaimana dalil Pemohon. C. Proses Pembuktian Dalam Permohonan Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi Menurut Pasal 9 PMK 152008, alat-alat bukti perselisihan hasil Pilkada adalah sebagai berikut: Alat bukti dalam perselisihan hasil Pemilukada dapat berupa: a. keterangan para pihak; b. surat atau tulisan; c. keterangan ahli; e. petunjuk; dan f. alat bukti lain berupa informasi danatau komunikasi elektronik. Untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya pada perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi Pemohon mengajukan bukti-bukti tertulis yang diberi tanda bukti P-1 sampai bukti P-40. Sedangkan Termohon untuk menguatkan dalil- dalilnya mengajukan bukti tertulis yang di beri tanda bukti T-1 sampai dengan bukti T-44a. Pasal 11 PMK 152008 mengatur tentang saksi perselisihan hasil Pilkada yang berbunyi sebagai berikut: 1 Saksi dalam perselisihan hasil Pemilukada terdiri atas: a. saksi resmi peserta Pemilukada; dan b. saksi pemantau Pemilukada. 2 Mahkamah dapat memanggil saksi lain yang diperlukan, antara lain, panitia pengawas pemilihan umum atau kepolisian; Universitas Sumatera Utara 3 Saksi sebagaimana tersebut pada ayat 1 dan ayat 2 adalah saksi yang melihat, mendengar, atau mengalami sendiri proses penghitungan suara yang diperselisihkan. Pada persidangan tanggal 24 Desember 2008 Pemohon menghadirkan empat belas orang saksi di bawah sumpah. Sedangkan, pada persidangan tanggal 30 Desember 2008 Termohon menghadirkan para saksi di bawah sumpah. Untuk didengar keterangannya. Pemohon dalam kesimpulannya tanggal 31 Desember 2008 menolak dalil- dalil Termohon mengenai kompetensi Mahkamah Konstitusi dengan alasan hukum Mahkamah Konstitusi tidak sebatas hanya memeriksa hasil penghitungan suara melainkan juga memeriksa proses terjadinya penghitungan suara. Termohon dalam dalil kesimpulannya menolak dalil Pemohon, sedangkan pihak terkait dalam kesimpulannya lebih memfokuskan pada tanggapan kesaksian para saksi Pemohon. Mahkamah Konstitusi setelah mencermati pokok Permohonan, bukti-bukti surat, keterangan saksi, serta kesimpulan Termohon dan kesimpulan Pihak Terkait, Mahkamah Konstitusi menemukan fakta hukum baik fakta hukum yang diakui maupun fakta hukum yang menjadi inti pokok perselisihan hukum antara Pemohon dan Termohon. Fakta hukum yang diakui antara Pemohon dan Termohon telah menjadi hukum, karenanya hal tersebut tidak perlu dibuktikan serta tidak perlu lagi diberi penilaiaan hukum, sedangkan fakta hukum yang menjadi perselisihan antara Pemohon dan Termohon, serta Pihak Terkait yang harus mendapatkan penilaian hukum adalah sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 1. Tentang persyaratan administratif pendidikan yaitu ijazah pasangan calon KRA Johnny Sitohang Adinogoro 2. Tentang NIK ganda, nama ganda, pemilih tanpa NIK 24.968 orang, bukti P-14, NIK rekayasa 6.298 orang, pemilih di bawah umur 14 orang, pemilih yang sudah meninggal, money politic sebesar Rp.20.000,- masing- masing untuk 739 orang di tambah 264 orang, bukti P-15, tindakan penganiayaan, warga yang bersikap tidak menerima Pilkada 821 orang, pencoblosan oleh orang-orang yang tidak dikenal, penambahan data pemilih, intimidasi serta penyuapan, surat suara yang sama 50 lembar, dan pencoblosan lebih dari satu kali. D. Rapat Permusyawaratan Hakim Konstitusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi Rapat Permusyawaratan Hakim konstitusi didiatur dalam Pasal 12 PMK 152008, yang berbunyi: 1 Rapat Permusyawartan Hakim diselenggarakan untuk mengambil putusan setelah pemeriksaan persidangan dipandang cukup; 2 Rapat Permusyawaran Hakim dilakukan secara tertutup oleh sekurang- kurangnya 7 tujuh orang hakim konstitusi; 3 Pengambilan putusan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara musyawarah untuk mufakat; 4 Dalam musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak mencapai mufakat bulat, pengambilan putusan diambil dengan suara terbanyak; 5 Dalam hal pengambilan putusan dengan suara terbanyak sebagaimana dimaksud ayat 4 tidk tercapai, suara terakhir Ketua Rapat Permusyawaratan Hakim yang menentukan. Rapat Permuyawaratan Hakim pada perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 9 Januari 2009 oleh delapan hakim konstitusi yakni Moh.Mahfud MD, sebagai ketua merangkap anggota, M.Arsyad Universitas Sumatera Utara Sanusi, M.Akil Mochtar, Maria Farida Indriati, Achmad Sodiki, Maruarar Siahaan, Abdul Mukthie Fadjar, dan Muhammad Alim masing-masing sebagai anggota. 151 E. Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Perselisihan Hasil Pilkada Kabupaten Dairi Putusan Mahkamah Konstitusi No.60PHPU.D-VI2008 Putusan MK terhadap perselisihan hasil Pilkada diatur pada Pasal 13 PMK 152008 yang berbunyi sebagai berikut: 1 Putusan mengenai perselisihan hasil Pemilukada diucapkan paling lama 14 empat belas hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi; 2 Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim diucapkan dalam sidang pleno terbuka untuk umum yang dihadiri oleh sekurang-kurangnta 7 tujuh orang hakim konstitusi; 3 Amar putusan dapat menyatakan: a. Permohonan tidak dapat diterima apabila Pemohon danatau permohonannya tidak memenuhi sebaigaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 peraturan ini; b. Permohonan dikabulkan apabila permohonan terbukti beralasan dan selanjutnya Mahakamah menyatakan membatalkan hasil yang pennghitungan suara yang ditetapkan oleh KPUKIP Provinsi atau KPUKIP kabupatenkota,serta menetapkan hasil penghitungan suara yang benar menurut Mahkamah; c. Permohonan ditolak apabila permohoanan tidak beralasan. 4 Putusan Mahkamah bersifat final dan mengikat; 5 Putusan Mahkamah disampaikan kepada Pemohon,Termohon, dewan perwakilan rakyat daerah setempat, pemerintah, dan Pihak Terkait; 6 KPUKIP provinsi atau KPUKIP kabupatenkota, dewan perwakilan rakyat daerah setempat, dan pemerintah wajib menindaklanjuti putusan Mahkamah sebagaimana mestinya. Pendapat hakim konstitusi yang dijadikan sebagai dasar pertimbangannya dalam memberikan putusan terhadap perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dairi mengenai eksepsi Termohon adalah sebagai berikut: 1. Pendapat Mahkamah Konstitusi mengenai eksepsi Termohon mengenai kompetensi atau kewenangan mengadili, Mahkamah Konstitusi 151 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60PHPU.D-VI2008 h.78 Universitas Sumatera Utara berpendapat bahwa kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili permohonan Pemohon tidak semata-mata atau tidak terbatas pada objectum litis-nya, yaitu tentang perselisihan hasil penghitungan suara melainkan juga mengadili proses terjadinya penghitungan suara yang mempengaruhi hasil perolehan suara demi penegakan hukum dan keadilan serta perlindungan Hak Asasi Manusia dan dalam mengemban misi Mahkamah Konstitusi selaku Pengawal Konstitusi, Pengemban Demokrasi. 2. Sepanjang eksepsi tentang obscuur libel, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa materi-materi eksepsi yang menjadi pelanggaran- pelanggaran atau kecurangan-kecurangan tersebut tidak tepat menurut hukum dan hal tersebut berkaitan dengan materi pokok permohonan. 3. Sedangkan, eksepsi tentang petitum tidak didukung posita, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa materi eksepsi ini tidak tepat menurut hukum dan juga berkaitan dengan stuktur, bentuk, dan sistem atau pola, lagipula materinya berkenaan dengan materi pokok permohonan. Bahwa selain nilai hukum tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa bentuk dan sturuktur atau pola suatu permohonan keberatan adalah menjadi penilaian Mahkamah Konstitusi untuk mengidentifkasi nilai hukum suatu permohonan. Pendapat hakim konstitusi dalam pokok permohonan adalah: 1. Sepanjang perselisihan hukum mengenai pelanggaran administratif,yaitu pendidikan pasangan calon nomor urut 2, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa alasan-alasan Pemohon tentang pemberian keterangan palsu persyararatan pendidikan saudara Johnny Sitohang tidak cocok dan tidak sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2008, harus ada surat keterangan pengganti yang dilegalisasi oleh sekolah yang bersangkutan dan Dinas Pendidikan Nasional diperkuat dengan surat Panwaslu bertanggal 10 November 2008. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa hasil klarifikasi persyaratan hukum calon bupati dan wakil bupati didasarkan pada Pasal 58 huruf c UU No.32 Tahun 2004 Joncto UU No.12 Tahun 2008 dan PP No.6 Tahun 2005 serta PP No.17 Tahun 2005. Pasal 58 huruf c UU No.32 Tahun 2004 berbunyi:”berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas danatau sederajat”. Penjelasanya berbunyi: ”yang dimaksud dengan sekolah lanjutan tingkat atas danatau sederajat dalam ketentuan ini dibuktikan dengan surat tanda tamat belajar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang”. Pasal 8 ayat 2 huruf d Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2008 tentang pedoman teknis tata cara pencalonan pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, berbunyi: ”dalam hal ijazah bakal pasangan calon karena sesuatu dan hal lain tidak dapat ditemukan atau hilang, maka calon dapat menyertakan surat keterangan pengganti ijazah dari sekolah bersangkutan yang dilegalisasi oleh Dinas Pendidikan Universitas Sumatera Utara Nasional atau Kantor Departemen Agama ProvinsiKabupatenKota tempat Sekolah itu berdiri”. Pasal 8 ayat 2 huruf e Peraturan KPU 15 Tahun 2008 berbunyi, ”dalam hal ijazah bakal calon karena sesuatu dan lain hal tidak dapat ditemukan atau hilang, sedangkan sekolah tempat calon bersekolah tidak beroperasi lagi, maka calon dapat menyertakan surat keterangan pengganti ijazah yang dikeluarkan oleh Dinas pendidikan Nasional atau Kantor Departemen Agama ProvinsiKabupatenKota tempat sekolah itu berdiri”. Bahwa syarat pendidikan seorang calon bupati dan wakil bupati tidak hanya dibuktikan dengan ijazah, melainkan juga dapat menggunakan Surat Tanda Tamat Belajar STTB, bahkan dalam praktik sehari-hari juga termasuk ijazah paket C. Syarat pendidikan juga dapat melampirkan suarat keterangan pengganti ijazah dari sekolah yang bersangkutan. 2. Menimbang bahwa dari fakta hukum terbukti pendidikan Pihak Terkait bakal calon terpilih adalah Sekolah Dasar SD berdasarkan surat keterangan Nomor 104SD-YYPII2004, Sekolah Menengah Pertama SMP berdasarkan surat keterangan Nomor 385A.47SMP-YPP1984, serta untuk pendidikan Sekolah Menengah Atas SMA berdasarkan Surat Keterangan yang dihargai sama dengan STTB. Bahwa berdasarkan pandangan dan penilaian hukum di atas, MK berpendapat syarat pendidikan in casu ijazah Pihak Terkait calon terpilih bupati dan wakil bupati adalah sah menurut hukum, karena Pemohon tidak dapat membuktikan ketidakabsahan ijazah pendidikan Pihak Terkait. Bahwa di samping itu, Pihak Terkait in casu Johnny Sitohang Adinogoro dalam kesimpulannya mengemukakan persyaratan hukum tentang ijazah, baik pada pencalonan anggota DPRD, wakil ketua DPRD, wakil bupati, maupun pada pencalonan bupati Kabupaten Dairi, surat keterangan pengganti ijazah semuanya telah melalui proses atau tahapan dan telah diklarifikasikan oleh masing-masing badan terkait ke sekolah dimana surat keterangan ijazah tersebut diperoleh kesimpulan Pihak Terkait. Bahwa jawaban dalam kesimpulan Pihak Terkait telah menambah keyakinan MK, syarat pendidikanijazah saudara Johnny Sitohang Adinogoro adalah benar dan sah karenanya tahapan prosedur persyaratan calon yang dilakukan oleh KPU Kabupaten Dairi telah memenuhi mekanisme dan tata cara menurut ketentuan perundang-undangan. 3. Bahwa sepanjang hal-hal yang berkenaan dengan perselisihan hukum sebagaimana disebut di atas, Mahkamah Konstitusi memandang perlu mengkategorikan butir-butir pelanggaran Termohon versi pemohon sebagai berikut: a. Tentang NIK, adanya NIK ganda, NIK rekayasa, pemilih tanpa nama, pemilih belum cukup umur, pemilih yang sudah meninggal tetapi suaranya dipakai orang lain, pencoblosan oleh orang-orang yang tidak dikenal, penambahan data pemilih, surat suara sama, serta pencoblosan lebih dari satu kali. b. Adanya money politic terhadap 739 orang ditambah 264 orang yang masing-masing memperoleh uang sebanyak 20.000,- Universitas Sumatera Utara c. Adanya percepatan penyelenggaraan Pilkada, tindakan penganiayaan dan aksi massa. 4. Sepanjang mengenai butir 1 tersebut di atas, Mahkamah Konstitusi berpendapat: a. Bahwa NIK adalah produk yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Dairi in casu Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. b. Bahwa fakta hukum menunjuk Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana dijabat oleh Drs. Parlemen Sinaga, M.M Pemohon. c. Bahwa NIK bukanlah syarat-syarat satu-satunya untuk penentuan calon pemilih. d. Bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia, sedangkan pengaturan NIK meliputi penetapan digit NIK, penerbitan NIK, pencantuman NIK Pasal 1 dan Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007. e. Bahwa NIK sebanyak 24.968 dan NIK rekayasa sebanyak 6.298 diperkuat dengan keterangan saksi Pemohon yang menyatakan bahwa NIK adalah hasil perbandingan saksi yang dibuat oleh saksi sendiri dengan data dari KPU Kabupaten Dairi. f. Bahwa menurut hukum, pencantuman NIK pada DPT bukanlah tugas dan wewenang Termohon, melainkan tugas dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana. g. Bahwa seharusnya dalam Pilkada Termohon in casu KPU Kabupaten Dairi dalam menentukan calon pemilih tidak berdasarkan NIK melainkan ditentukan dan disesuaikan dengan syarat-syarat hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 68, Pasal 69, dan Pasal 70 UU No.32 Tahun 2004 yang berbunyi: Pasal 68:”Warga negara Republik Indonesia yang pada hari pemungutan suara pemilihan kapala daerah dan wakil kepala daerah sudah berumur 17 tujuh belas tahun atau sudahpernah kawin mempuyai hak untuk memilih”. Pasal 69: Ayat 1 Untuk dapat menggunakan hak milik, warga negara Republik Indonesia harus terdaftar sebagai pemilih. Ayat 2 Untuk dapat didaftar sebagai pemilih, warga negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus memenuhi syarat: a. nyata-nyata tidak sedang tergangu jiwaingatanya; b. tidak sedanng dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempuyai kekuatan hukum tetap; Ayat 3 Seorang warga negara Republik Indonesia yang telah terdaftar dalam daftar pemilih ternyata tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud ayat 2 tidak dapat memilihnya. Pasal 70 Universitas Sumatera Utara Ayat 1 Daftar pemilih pada saat pelaksanaan pemilihan umum terakhir di daerah digunakan sebagai daftar pemilih untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah; Ayat 2 Daftar pemilih sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditambah dengan daftar pemilih tambahan yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih ditetapkan sebagai daftar pemilih sementara. h. Bahwa berdasarkan pandangan da penilaian hukum di atas, MK berpendapat keberatan Pemohon tentang adanya berbagai pelanggaran NIK sebagaimana disebutkan di atas tidak tepat dan tidak berdasar hukum, karena persyaratan pemilih untuk melakukan pemilihan pada masing-masing TPS tidak berdasarkan NIK seseorang. MK berpendapat bahwa NIK bukanlah merupakan syarat hukum pemilih dalam menentukan sah atau tidak sahnya seseorang sebagai pemilih dalam Pilkada dan tidak harus selalu sama dengan jumlah pemilih yang terdaftar karena dalam administrasi kependudukan di seluruh Indonesia belum semuanya tertata dan masih ada sebagian penduduk belum memiliki NIK. Selain itu, data yang dikemukakan oleh Pemohon bukanlah data resmi melainkan merupakan hasil pengolahan yang dibuat sendiri oleh Pemohon, karenanya kebenaran dalil dan alasan Pemohon tidak terbukti secara sah dan menyakinkan. Bahwa rujukan penentuan DPT dalam Pilkada putaran kedua didasarkan pada DPT putara pertama dan DPT pemilihan gubernur Sumatera Utara. Sepanjang pelanggaran-pelanggaran lain, misalnya tentang pemilih tanpa nama, pemilih yang belum cukup umur, penambahan data ormpemilih, pencoblosa lebih dari satu kali sebagaimana disebutkan di atas, MK berpendapat bahwa dari dua versi dan alasan hukum Pemohon dan Termohon, dan juga bukti-bukti lain yang diajukan Termohon terbukti bahwa secara umum dapat dikatakan tidak permasalahan yang terjadi pada 650 TPS. Dari fakta hukum pun, terlihat bahwa di TPS-TPS, formulir C1-KWK se-Kabupaten Dairi, dan para saksi dari Pemohon umumnya ikut menandatangani berita acara rekapitulasi penghitungan suara. Sekalipun di beberapa TPS memang ada saksi Pemohon yang tidak menandatangani tetapi mereka tidak mengajukan keberatan atas rekapitulasi di TPS. Dengan demikian, hal tersebut tidaklah merupakan faktor yang dapat mempengaruhi keabsahan hasil penghitungan suara yang berlangsung di masing-masing TPS. Bahwa begitu pula, dalil pemohon tentang 14 orang pemilih yang belum cukup umur di TPS II Desa Tanjung Beringin, Kecamatan Sumbul ternyata saksi Pemohon turut menandatangani formulir C1-KWK. Bahwa sepanjang dalil Pemohon mengenai adanya tiga orang yang telah meninggal dunia ikut memilih, ternyata fakta hukum membuktikan bahwa pemilih Lomri Sianturi masih hidup dan memilih. 5. Bahwa sepanjang dalil Pemohon tentang adanya money politic dan penganiayaan, hal tersebut merupakan ranah Panwaslu untuk menanganinya, lagipula money politic tersebut juga tidak dapat dipastikan kepada pasangan calon yang mana suara diberikan. Dalam kaitan ini, ada Universitas Sumatera Utara sangkaan money politic terhadap 1.003 orang tidak mempengaruhi secara signifikan perolehan suara pasangan calon terpilih. 6. Bahwa sepanjang perselisihan hukum tentang waktu pelaksanaan Pilkada yang dimajukan oleh Termohon tanpa memberitahukan kepada Pemohon yang semula seharusnya diselenggarkan pada tanggal 22 Desember 2008 sesuai dengan kesepakatan dan pengumuman Termohon namun kemudian dimajukan menjadi tanggal 9 Desember 2008, menurut Mahkamah Konstitusi bukanlah merupakan suatu hal yang prinsipil yang dapat mayebabkan pelaksaan Pilkada tidak sah, karena hari dan tanggal pelaksanaan Pilkada telah dikoordinasikandirapatkan dengan KPU Provinsi, fakta hukum menunjukkan bahwa hari pemungutan suara berlangsung pada hari yang ditentukan Termohon. 7. Bahwa berdasarkan pandangan dan penilaian hukum di atas, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa dalil Pemohon serta alasan-alasan hukum yang dikuatkan keterangan saksi Pemohon tidak tepat dan tidk terbukti menurut hukum. Termohon dapat mengajukan bukti sebaliknya dan dapat mematahkan dalil-dalil dan alasan hukum Pemohon. 8. Bahwa sepanjang adanya aksi massa dan surat pernyataan Forum Pemantau Pemilukada Kabupaten Dairi FP3D bertanggal 30 Desember 2008 sebagai lampiran bukti Pemohon, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa aksi massa dan surat pernyataan FP3D yang berisi tentang KPU Kabupaten Dairi dimana calon bupati KRA Johnny Sitohang Adinogoro sarat masalah, KPU Kabupaten Dairi tidak bekerja secara profesional dan proporsional, bertentangan dengan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2008 tidaklah dapat menjadi bukti menurut hukum untuk membatalkan Pilkada. Berdasarkan seluruh penilaian atas fakta dan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah Konstitusi memberi kesimpulan konklusi sebagai berikut: 1. Bahwa eksepsi Termohon tidak tepat menurut hukum karenanya harus dikesampingkan. 2. Bahwa persyaratan pendidikan Pihak Terkait in casu Johnny Sitohang Adinogoro adalah tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 58 huruf f UU No.32 Tahun 2004. 3. Bahwa NIK bukanlah merupakan satu-satunya syarat untuk dapat dipergunakan sebagai calon pemilih. Universitas Sumatera Utara 4. Bahwa butir-butir pelanggaran lainnya yang dilakukan Termohon tidak terbukti menurut hukum. 5. Bahwa keseluruhan permohonan Pemohon tidak beralasan dan tidak terbukti menurut hukum. Amar putusan Mahkamah Konstitusi terhadap perselisihan hasil Pilkada Kabuapten Dairi adalah: Mengingat Pasal-Pasal UUD NRI Tahun 1945, UU No. 24 Tahun 2003, UU No. 4 Tahun 2004, UU No. 32 Tahun 2004 serta UU No. 12 Tahun 2008. Mengadili Dalam eksepsi: menyatakan eksepsi tidak dapat diterima. Dalam pokok permohonan: menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Menyatakan sah keputusan KPU Kabupaten Dairi Nomor 37 Tahun 2008 bertanggal 13 Desember 2008 tentang penetapan pasangan calon terpilih kepala daerah dan wakil kepala daerah Kabupaten Dairi Tahun 2008 putaran kedua. Putusan tersebut diucapkan pada sidang pleno terbuka untuk umum pada hari Senin, tanggal 12 Januari 2009 yang di dampingi oleh Eddy Purwanto sebagai penitera pengganti, dan dihadiri oleh Pemohonkuasanya, Termohonkuasanya dan Pihak Terkait. Universitas Sumatera Utara

BAB V PENUTUP

Dokumen yang terkait

Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)

2 84 93

Pengaruh Undang-Undang Otonomi Daerah Terhdap Kekuasaan Kepala Daerah (Studi Kasus: Deskripsi Pelaksanaan Otonomi Daerah dan Kekuasaan Kepala Daerah di Kabupaten Tapanuli Tengah)

1 55 69

Etnisitas Dan Pilihan Kepala Daerah (Suatu Studi Penelitian Kemenangan Pasangan Kasmin Simanjuntak dan Liberty Pasaribu di Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir)

3 45 67

Tinjauan Kritis Terhadap Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dalam Menyelesaikan Sengketa Penetapan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah

0 83 187

Perilaku Memilih Birokrat Dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

1 48 200

Calon Independen dan Pilkada (Studi Kasus Pilkada Kabupaten Deli Serdang Tahun 2008)

2 35 94

Political Marketing Partai Politik Dalam Pemilihan Umum Presiden 2009 Di Sumut Studi Kasus: DPD Sumut Partai Demokrat

0 42 107

Pengaruh Isu Politik yang Berkembang Saat Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2014 Terhadap Preferensi Politik Pemilih (Studi Kasus: Mahasiswa Universitas Sumatera Utara dan Universitas HKBP Nomennsen)

0 40 170

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MEMUTUS SENGKETA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH (STUDI KASUS : PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH KOTAWARINGIN BARAT).

1 2 18

SISTEM PEMBUKTIAN DALAM PENANGANAN PERKARA PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH (PEMILUKADA) DI MAHKAMAH KONSTITUSI

0 0 16