Oleh sebab itu, diperlukan peran dari Polisi Pamong Praja untuk menertibkan pedagang kaki lima yang ada di Pasar Dwikora ini. Maka berdasarkan masalah-
masalah yang sudah dijelaskan, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “Efektivitas Kinerja Satuan Polisi Pamong Praja dalam menertibkan Pedagang Kaki LimaPKL pada Pasar Dwikora, kota Pematangsiantar”.
I.2 Rumusan Masalah
Untuk dapat mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterprestasikan fakta dan data kedalam
penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana Efektivitas Kinerja dari Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan ketertiban umum di Pasar
Dwikora,Pematangsiantar?’ I.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui bagaimana efektivitas kinerja dari Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan ketertiban
umum terkait Pedagang Kaki Lima yang berjualan dengan sembarangan di Pasar Tradisional Dwikora Pematangsiantar.
I.4 Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, maka suatu penelitian harus memiliki manfaat. Adapun manfaat yang hendak dicapai oleh penulis
melalui penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis khususnya, penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan
kemampuan menulis karya ilmiah, terutama dalam menganalisa permasalahan yang terjadi di masyarakat yang ada kaitannya dengan teori akademis.
2. Bagi instansi terkait, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi instansi itu sendiri.
3. Bagi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, penelitian ini bermanfaat untuk memperkaya ragam
penelitian mahasiswa dan sebagai sumbangan pemikiran yang berguna untuk penelitian selanjutnya.
I.5 Kerangka Teori I.5.1 Efektivitas
I.5.1.1 Pengertian Efektivitas
Terkadang banyak orang yang menyamakan makna efektivitas dengan efisiensi, namun sebenarnya keduanya memiliki makna yang berbeda. Efektivitas
merupakan salah satu pencapaian yang ingin diraih oleh sebuah organisasi. Untuk memperoleh teori efektivitas peneliti dapat menggunakan konsep-konsep dalam teori
manajemen dan organisasi khususnya yang berkaitan dengan teori efektivitas. Atmosoeprapto 2002 :139 menyatakan Efektivitas adalah melakukan hal yang
benar, sedangkan efisiensi adalah melakukan hal secara benar, atau efektivitas adalah sejauh mana kita mencapai sasaran dan efisiensi adalah bagaimana kita mencampur
segala sumber daya secara cermat. Menurut Stoner dalam Kurniawan 2005 :106 menekankan pentingnya
efektivitas organisasi dalam pencapaian tujuan-tujuan organisasi dan efektivitas adalah kunci dari kesuksesan suatu organisasi. Efektivitas dalam kegiatan organisasi
dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai. Ditinjau dari aspek ketepatan waktu maka menurut
Siagian 2002 :171, efektivitas adalah tercapainya berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, tepat waktunya dengan menggunakan sumber-sumber
tertentu yang sudah dialokasikan untuk melakukan berbagai kegiatan. Dengan kata lain, Efektivitas dapat diartikan sebagai sebuah kriteria evaluasi tentang pengukuran
keberhasilan dari suatu kebijaksanaan atau perencanaan dibandingkan dengan akibat atau hasil yang diharapkan.
I.5.1.2 Tingkatan dalam Efektivitas
Efektivitas memiliki tiga tingkatan sebagaimana yang didasarkan oleh David J. Lawless dalam Gibson, Ivancevich dan Donnely 1997: 25 antara lain :
1. Efektivitas Individu
Efektivitas Individu didasarkan pada pandangan dari segi individu yang menekankan pada hasil karya karyawan atau anggota dari organisasi. Melihat
bagaimana keberhasilan berdasarkan dari kinerja tiap individu. 2. Efektivitas kelompok
Adanya pandangan bahwa pada kenyataannya individu saling bekerja sama dalam kelompok. Jadi efektivitas kelompok merupakan jumlah kontribusi dari semua
anggota kelompoknya; 3. Efektivitas Organisasi
Efektivitas organisasi terdiri dari efektivitas individu dan kelompok. Melalui pengaruh sinergitas, organisasi mampu mendapatkan hasil karya yang lebih tinggi
tingkatannya daripada jumlah hasil karya tiap-tiap bagiannya. Efektivitas merupakan unsur pokok aktivitas untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah di tentukan
sebelumnya. Dengan kata lain segala sesuatu dikatakan efektif apabila tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai.
Maka dapat disimpulkan bahwa konsep tingkat efektivitas organisasi menunjuk pada tingkat sejauh organisasi melaksanakan kegiatan atau fungsi - fungsi
sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan sumber-sumber yang ada, ketepatan waktu dalam melaksanakan
tugas serta kemampuan untuk melaksanakan tugas tersebut yang dapat dilihat dari kuanlitas maupun kuantitas dan dapat bermanfaat bagi anggota-anggota yang ada di
sekitarnya. Dengan membaca uraian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa efektivitas berhubungan dengan empat hal yaitu :
1. Pencapaian tujuan yang telah disepakati, sebuah kegiatan yang dikatakan efektif apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai.
2. Penyelesaian pekerjaan tepat waktu, sebuah pekerjaan dikatakan efektif apabila pekerjaan tersebut dilakukan secara tepat waktu.
3. Kemampuan sumber daya manusia untuk melaksananan tugas ataupun pekerjaannya.
4. Adanya manfaat yang nyata yang dirasakan oleh masyarakat yang ada disekitarnya.
I.5.1.3 Pendekatan dalam Efektivitas
Masih soal efektivitas, ada beberapa pendekatan terhadap efektivitas. Pendekatan- pendekatan itu adalah Putra, 2001 : 22 :
1. Pendekatan sasaran Goal Approach Pendekatan ini memusatkan perhatiannya dalam mengukur efektivitas pada
aspek out-put, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mencapai tingkatan out-put yang direncanakan.
2. Pendekatan Sumber System Resources Approach
Pendekatan ini mengukur efektivitas dari sisi input, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi publik dalam mendapatkan sumber-sumber yang dibutuhkan
untuk mencapai performasi yang baik. 3. Pendekatan Proses Internal Proses Approach
Pendekatan ini menekankan pada aspek internal organisasi publik, yaitu dengan mengukur efektivitas layanan publik melalui berbagai indikator internal
organisasi, seperti efesiensi dan iklim organisasi. 4. Pendekatan Integratif Integrative Approach
Pendekatan ini merupakan gabungan dari ketiga pendekatan diatas yang muncul sebagai akibat adanya kelemahan dan kelebihan masing-masing pendekatan.
I.5.1.4 Kriteria Pengukuran Efektivitas
Selain itu, Gibson, Ivancevich dan Donnely 1997 :31 memberikan batasan dalam kriteria efektivitas organisasi melalui pendekatan teori sistem antara lain:
1. Produksi Produksi merupakan kemampuan organisasi untuk memproduksi jumlah dan
mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan, berapa jumlah yang dapat dihasilkan dalam memenuhi permintaan.
2. Efisiensi
Konsep efisiensi didefinisikan sebagai angka perbandingan antara output dengan input. Ukuran efisiensi harus dinyatakan dalam perbandingan antara
keuntungan dan biaya atau dengan waktu atau dengan output. 3. Kepuasan
Kepuasan menunjukkan sampai di mana organisasi memenuhi kebutuhan para karyawan dan pengguna.
4. Adaptasi Kemampuan adaptasi adalah sampai seberapa jauh organisasi dapat
menenggapi perubahan ekstern dan intern. 5. Perkembangan
Organisasi harus dapat berkembang dalam organisasi itu sendiri untuk memperluas kemampuannya untuk hidup terus dalam jangka panjang.
6. Hidup terus Organisasi harus dapat hidup terus dalam jangka waktu yang panjang.
Adapun kriteria atau ukuran mengenai pencapaian tujuan efektif atau tidak, sebagaimana dikemukakan oleh S.P. Siagian 1978:77, yaitu:
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai, hal ini dimaksudkan supaya
karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.
2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, telah diketahui bahwa strategi adalah
“pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak
tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi. 3.
Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap,berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya
kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.
4. Perencanaan yang matang, pada hakekatnya berarti memutuskan sekarang
apa yang dikerjakan oleh organisasi dimasa depan. 5.
Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program - program pelaksanaan yang tepat sebab apabila
tidak, para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
6. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indicator efektivitas
organisasi adalah kemamapuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.
7. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, bagaimanapun baiknya suatu
program apabila tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan
pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya.
8. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat
sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
I.5.2 Kinerja I.5.2.1 Pengertian Kinerja
Istilah kinerja menurut Mangkunegara 2005:9 kinerja prestasi kerja Kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan
tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang sedang diharapkan. Kinerja Pegawai juga merupakan suatu hasil kerja yang dicapai seorang dalam melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman , serta kesungguhan waktu Hasibuan , 2002: 34 . Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Kinerja Pegawai merupakan prestasi kerja yang dicapai oleh Pegawai pada periode waktu tertentu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai
tanggung jawab yang diberikan dalam mencapai tujuan organisasi. Kinerja dapat juga diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi. Atau dengan kata lain,
Kinerja adalah prestasi kerja yang dicapai oleh seseorang pada periode waktu tertentu dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan dalam
mencapai tujuan organisasi.
I.5.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kinerja Pegawai
Faktor Kinerja Pegawai adalah kecenderungan apa yang membuat Pegawai dalam menghasilkan produktivitas kerja yang baik dari segi kualitas maupun
kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditetapkan. Menurut Keith Davis dalam Anwar Prabu Mangkunegara 2005 : 67 ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian Kinerja Pegawai yaitu : 1. Faktor Kemapuan Ability
Secara psikologis, kemampuan Ability Pegawai terdiri dari Kemampuan Potensi IQ dan Kemampuan Reality Knowledge+Skill. Artinya , setiap pegawai
yang memiliki IQ diatas rata-rata IQ 110-120 apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan keahliannya.
2. Faktor Motivasi Motivation Motivasi terbentuk dari sikap pegawai dalam menghadapi situasi kerja.
Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental yang mendorong diri pegawai untuk
berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental pegawai harus sikap mental yang siap secara psikofisik siap secara mental, fisik, tujuan dan situasi .
Artinya, seorang pegawai harus memiliki sikap mental, mampu secara fisik,
mamahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai , mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
I.5.3 Satuan Polisi Pamong Praja I.5.3.1 Pengertian Satuan Polisi Pamong Praja
Adapun pengertiannya menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja, yaitu bagian perangkat daerah di bidang
penegakan Perda, ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Satuan Polisi Pamong Praja disingkat Satpol PP adalah perangkat Pemerintah Daerah dalam
memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan Peraturan Daerah. Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan Peraturan
Daerah. Satpol PP dapat berkedudukan di Daerah Provinsi dan Daerah Kota. 1. Di Daerah Provinsi, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
2. Di Daerah Kota, Satuan Polisi Pamong Praja dipimpin oleh Kepala yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada BupatiWalikota melalui
Sekretaris Daerah. Pamong Praja berasal dari kata Pamong dan Praja, Pamong artinya pengasuh
yang berasal dari kata Among yang juga mempunyai arti sendiri yaitu mengasuh. Mengasuh anak kecil misalnya itu biasanya dinamakan mengemong anak kecil,
sedangkan Praja adalah Pegawai Negeri, Pangreh Praja atau Pegawai Pemerintahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pamong Praja adalah Pegawai Negeri yang
mengurus pemerintahan Negara. Definisi lain Satpol PP adalah Badan Pemerintah yang bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum atau pegawai Negara yang
bertugas menjaga keamanan. Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa Polisi Pamong
Praja adalah Polisi yang mengawasi dan mengamankan keputusan pemerintah di wilayah kerjanya. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2004 tentang
Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja disebutkan “Polisi Pamong Praja adalah aparatur Pemerintah Daerah yang melaksanakan tugas Kepala Daerah dalam
memelihara dan menyelenggarakan ketenteraman dan ketertiban umum, menegakkan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah.
I.5.3.2 Tugas dari Satuan Polisi Pamong Praja
Seperti yang tertulis dalam Pasal 4 PP Nomor 6 tahun 2010 Tentang Satuan
Polisi Pamong Praja, bahwa Satuan Polisi Pamong Praja Satpol PP mempunyai tugas menegakkan Perda dan menyelenggarakan ketertiban umum dan
ketenteraman masyarakat serta perlindungan masyarakat. Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah bahwa penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat merupakan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah termasuk
penyelenggaraan perlindungan masyarakat.
I.5.3.3 Fungsi dari Satuan Polisi Pamong Praja
Seperti yang tertulis dalam Peraturan Walikota Pematangsiantar Nomor 29 Tahun 2011 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Lembaga Teknis Daerah Kota
Pematangsiantar, bahwa Kantor Satuan Polisi Pamong Praja bertugas untuk membantu walikota dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang
keteentraman dan ketertiban serta penegakan peraturan daerah, peraturan walikota, keputusan walikota dan peraturan perundang-undangan lainnya, yang meliputi
beberapa fungsi,yaitu : 1.
Menyusun program dan melaksanakan ketentraman dan ketertiban umum, menegakkan peraturan daerah, peraturan walikota sebagai pelaksanaan
peraturan daerah. 2.
Melaksanakan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum di daerah.
3. Melaksanakan kebijakan penegakan peraturan daerah, peraturan walikota, dan
keputusan walikota sebagai pelaksana peraturan daerah. 4.
Melaksanakan koordinasi pemeliharaan dan penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah, peraturan walikota, dan
keputusan walikota sebagai pelaksana peraturan daerah dengan aparat kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS danatau aparatur
lainnya.
5. Melaksanakan korrdinasi pembinaan dan pemeliharaan ketentraman dan
ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah,peraturan walikota, keputusan walikota dan peraturan perundang-undangan lainnya dengan aparat
kepolisian, penyidik pegawai negeri sipil danatau aparat lainnya. 6.
Melaksanakan pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan menaati peraturan daerah, peraturan walikota dan keputusan walikota sebagai
pelaksanaan peraturan daerah. 7.
Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.
I.5.3.4. Wewenang Satuan Polisi Pamong Praja
Wewenang dari Polisi Pamong Praja tertulis pada Pasal 6 PP Nomor 6 tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja :
1. melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat,
aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda danatau peraturan kepala daerah; Tindakan penertiban nonyustisial adalah
tindakan yang dilakukan oleh Polisi Pamong Praja dalam rangka menjaga danatau memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat terhadap pelanggaran Perda danatau peraturan kepala daerah dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
dan tidak sampai proses peradilan 2.
menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; Yang dimaksud dengan
”menindak” adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran Perda untuk diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. 3.
fasilitasi dan pemberdayaan kapasitas penyelenggaraan perlindungan masyarakat;
4. melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur,
atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda danatau peraturan kepala daerah; Yang dimaksud dengan “tindakan
penyelidikan” adalah tindakan Polisi Pamong Praja yang tidak menggunakan upaya paksa dalam rangka mencari data dan informasi
tentang adanya dugaan pelanggaran Perda danatau peraturan kepala daerah, antara lain mencatat, mendokumentasi atau merekam
kejadiankeadaan, serta meminta keterangan. 5.
melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda danatau peraturan
kepala daerah. Yang dimaksud dengan “tindakan administratif” adalah tindakan berupa
pemberian surat pemberitahuan, surat teguransurat peringatan terhadap pelanggaran Perda danatau peraturan kepala daerah.
I.5.3.5. Kewajiban Satuan Polisi Pamong Praja
Dalam melaksanakan tugasnya, Polisi Pamong Praja wajib untuk : Pasal 8 PP
Nomor 6 tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja
1. menjunjung tinggi norma hukum, norma agama, hak asasi manusia, dan
norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang di masyarakat; Yang dimaksud dengan ”norma sosial lainnya” adalah adat atau kebiasaan
yang diakui sebagai aturanetika yang mengikat secara moral kepada masyarakat setempat.
2. menaati disiplin pegawai negeri sipil dan kode etik Polisi Pamong Praja;
3. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat; Yang dimaksud dengan ”membantu menyelesaikan perselisihan” adalah
upaya pencegahan agar perselisihan antara warga masyarakat tersebut tidak menimbulkan gangguan ketenteraman dan ketertiban umum.
4. melaporkan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia atas
ditemukannya atau patut diduga adanya tindak pidna; Yang dimaksud dengan ”tindak pidana” adalah tindak pidana di luaryang
diatur dalam Perda 5.
menyerahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil daerah atas ditemukannya atau patut diduga adanya pelanggaran terhadap Perda
danatau peraturan kepala daerah.
I.5.3.6. Pemberhentian Satuan Polisi Pamong Praja
Polisi Pamong Praja diberhentikan karena: Pasal 18 PP Nomor 6 tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja
1. alih tugas,
2. melanggar disiplin Polisi Pamong Praja,
3. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap; danatau 4.
tidak dapat melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Polisi Pamong Praja.
I.5.2.7. Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja
Satpol PP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik secara vertikal maupun horizontal.
Pasal 25 PP Nomor 6 tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja. Setiap pimpinan organisasi dalam lingkungan Satpol PP provinsi dan kabupatenkota
bertanggung jawab memimpin, membimbing, mengawasi, dan memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan, dan bila terjadi penyimpangan,
mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 26 PP Nomor 6 tahun 2010 Tentang Satuan Polisi
Pamong Praja.
I.5.3.8 Kerjasama dan Koordinasi Satuan Polisi Pamong Praja
Kerjasama dan koordinasi dari Polisi Pamong Praja seperti yang tertulis pada Pasal 28
PP Nomor 6 tahun 2010 Tentang Satuan Polisi Pamong Praja, yaitu : 1.
Satpol PP dalam melaksanakan tugasnya dapat meminta bantuan danatau bekerja sama dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia danatau
lembaga lainnya. 2.
Satpol PP dalam hal meminta bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia danatau lembaga lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 bertindak selaku koordinator operasi lapangan.
3. Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 didasarkan atas hubungan
fungsional, saling membantu, dan saling menghormati dengan mengutamakan kepentingan umum dan memperhatikan hierarki dan kode
etik birokrasi.
I.5.4 Pedagang Kaki Lima I.5.4.1 Pengertian Pedagang Kaki Lima
Smart, McGhee dan Dasgupta dalam Limbong, 2007: 49 menyatakan bahwa Pedagang Kaki Lima merupakan masyarakat miskin dan masyarakat marjinal.
Pedagang Kaki Lima dalam melakukan aktivitasnya di mana barang dagangannya diangkat dengan gerobak dorong, bersifat sementara, dengan alas tikar dan atau tanpa
meja serta memakai atau tanpa tempat gantungan untuk memajang barang-barang jualannya, dan atau tanpa tenda, dan kebanyakan jarak tempat usaha antara mereka
tidak dibatasi oleh batas-batas yang jelas. Para Pedagang Kaki Lima ini tidak mempunyai kepastian hak atas tempat usahanya.
Hingga kini, persoalan-persoalan menonjol yang menyangkut para pedagang kaki lima di berbagai kota di Indonesia oleh para pejabat pemerintah kota pada
umumnya masih saja ditinjau dari segi kebijaksanaan menata lingkugan fisik perkotaan. Masalahnya meliputi pengotoran, penghambatan lalu lintas, dan perusakan
keindahan kota di tempat-tempat umum di mana mereka berjualan. Dan dapat disimpulkan bahwa Pengertian dari Pedagang Kaki Lima adalah mereka yang
melakukan kegiatan usaha dagang perorangan atau kelompok yang dalam menjalankan usahanya menggunakan tempat-tempat fasilitas umum, seperti terotoar,
pingir- pingir jalan umum, dan lain sebagainya. Pedagang yang menjalankan kegiatan
usahanya dalam jangka tertentu dengan menggunakan sarana atau perlangkapan yang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan mempergunakan lahan fasilitas umum
sebagai tempat usahanya.
I.6 Defenisi Konsep
Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah kejadian, keadaan,
kelompok atau individu yang menjadi pusat penelitian. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variable
yang diteliti Singarimbun 1995:37. Oleh karena itu, untuk menemukan batasan yang
lebih jelas, maka penulis mengemukakan defenisi konsep dari penelitian ini adalah:
1. Efektivitas Kinerja
Efektifitas kerja adalah tingkatan sejauh mana seorang pegawai dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawab seperti yang sudah seharusnya dijalankan.
Adapun indikator efektivitas kerja yang digunakan dalam penelitian ini ada berdasarkan ketentuan dari Fungsi Satuan Polisi Pamong Praja itu sendiri.
a. Menyusun program dan melaksanakan ketentraman dan ketertiban umum,
menegakkan peraturan daerah, peraturan walikota sebagai pelaksanaan peraturan daerah.
b. Melaksanakan kebijakan pemeliharaan dan penyelenggaraan ketentraman dan
ketertiban umum di daerah.
c. Melaksanakan kebijakan penegakan peraturan daerah, peraturan walikota, dan
keputusan walikota sebagai pelaksana peraturan daerah. d.
Melaksanakan koordinasi pemeliharaan dan penyelengaraan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah, peraturan walikota, dan
keputusan walikota sebagai pelaksana peraturan daerah dengan aparat kepolisian Negara, Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS danatau aparatur
lainnya. e.
Melaksanakan korrdinasi pembinaan dan pemeliharaan ketentraman dan ketertiban umum serta penegakan peraturan daerah,peraturan walikota,
keputusan walikota dan peraturan perundang-undangan lainnya dengan aparat kepolisian, penyidik pegawai negeri sipil danatau aparat lainnya.
f. Melaksanakan pengawasan terhadap masyarakat agar mematuhi dan menaati
peraturan daerah, peraturan walikota dan keputusan walikota sebagai pelaksanaan peraturan daerah.
g. Pelaksanaan tugas lainnya yang diberikan walikota sesuai dengan tugas dan
fungsinya. 2.
Satuan Polisi Pamong Praja Satuan Polisi Pamong Praja merupakan aparat yang dibentuk oleh Negara dan
memiliki tugas untuk menjaga ketertiban dan ketentraman kelangsungan hidup masyarakat, dan memiliki fungsi untuk membuat peraturan dalam menjaga
ketertiban, sekaligus Polisi Pamong Praja ini juga yang akan menjalankan dan mengawasi pelaksanaan dari program yang sudah dibuat.
3. Pedagang Kaki Lima PKL
Pedagang Kaki Lima adalah orang-orang yang menggunakan fasilitas umum, seperti ; trotoar, pinggir jalan, untuk melakukan usaha dagang demi memenuhi
kebutuhannya guna mempertahankan kelangsungan hidupnya.
I.7 Sistematika Penulisan