Analisis Terhadap Penetapan Hukum Yang Digunakan Pengadilan Agama

67 penulis sama dengan faktor kasus yang sedang penulis bahas, di dalam sebab kasus tersebut ada faktor dendam dalam hal bisnis yang terjadi antara ayah kandung Pemohon Suyoto bin Karto Kardi dengan calon suami Pemohon Rudi Budiarto bin Kusnadi Budiarto.

B. Analisis Terhadap Penetapan Hukum Yang Digunakan Pengadilan Agama

Dalam Perkara Wali ‘Adhal Putusan disebut vonnis Belanda atau al qadha’u Arab, yaitu produk Pengadilan Agama karena adanya dua pihak yang berlawanan dalam perkara, yaitu “Penggugat” dan “Tergugat”. Produk Pengadilan Agama semacam ini biasanya diistilahkan dengan “produk Peradilan Agama yang sesungguhnya” atau jurisdictio contentiosa. 13 Putusan Peradilan Perdata Peradilan Agama adalah Peradilan Perdata selalu memuat perintah dari Pengadilan kepada pihak yang kalah untuk melakukan sesuatu, atau untuk berbuat sesuatu, atau untuk melepaskan sesuatu, atau menghukum sesuatu. Jadi dictum vonis selalu bersifat comdemnatoir artinya menghukum, atau bersifat constitutoir artinya menciptakan. 14 Bila diperhatikan secara keseluruhan suatu putusan, mulai dari halaman pertama sampai halaman terakhir, bentuk dan isi putusan Pengadilan Agama secara singkat adalah sebagai berikut: 13 Roihan Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1998,h.193. 14 Ibid,h.193. 68 a. Bagian kepala putusan b. Nama Pengadilan Agama yang memutus dan jenis perkara c. Identitas pihak-pihak d. Duduk perkaranya bagian posita e. Tentang pertimbangan hukum f. Dasar hukum g. Diktum atau amar putusan h. Bagian kaki putusan i. Tanda tangan hakim dan panitera serta perincian biaya 15 Sebagaimana diketahui bahwa kehadiran Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan melahirkan lembaga “pengukuhan” terhadap “keputusan” atau “putusan” Pengadilan Agama oleh Pengadilan Umum dalam jenis-jenis perkara yang terdapat dalam Undang- undang dan Peraturan Pemerintah tersebut. Selain itu sudah pula menunggu sejak dulu, bahwa untuk pelaksanaan paksa keputusan Peradilan Agama diperlukan “fiat eksekusi” atau executoir verklaaring” oleh Peradilan Umum. Karenanya, pada kesempatan pembahasan tentang produk Peradilan Agama yang dinamakan putusan atau penetapan ini, 15 Ibid, 199-120. 69 perlu kita bahas pula kaitannya dengan pengukuhan dan fiat eksekusi tersebut sebagai berikut. 16 1. Baik putusan atau penetapan Pengadilan Agama baru mempunyai kekuatan hukum yang tetap in kracht adalah setelah lampau waktu 14 hari sejak salinan lengkap putusan atau penetapan diterimakan kepada para pihak. Jadi bukan 14 hari sejak diputus atau sejak diberitahukan ikhtisar putusan. 2. Putusan Pengadilan Agama sebagaimana juga putusan Pengadilan Negeri yang lengkap, memuat tiga macam kekuatan, yaitu kekuatan mengikat bindende kracht, kekuatan bukti bewijzende kracht, dan kekuatan eksekusi executoriale kracht. 17 Perkara Voluntair ialah perkara yang sifatnya permohonan dan didalamnya tidak terdapat sengketa, sehingga tidak ada lawan. Pada dasarnya perkara permohonan tidak dapat diterima, kecuali kepentingan undang-undang menghendaki demikian. Perkara voluntair yang diajukan ke Pengadilan Agama seperti : a Penetapan wali pengampu bagi ahli waris yang tidak mampu untuk melakukan tindakan hukum. b Penetapan pengangkatan wali. c Penetapan pengangkatan anak. d Penetapan pengesahan nikah itsbat nikah. 16 Roihan A.Rosyid, Upaya Hukum terhadap Putusan Peradilan Agama,Cet.1 Jakarta: CV.Pedoman Ilmu Jaya,1989,h.16-17. 17 Ibid,h.18. 70 e Penetapan wali ‘adhal. 18 Pada prinsipnya, tidak terhadap semua hal atau keadaan dapat diajukan gugat voluntair. Permintaan sesuatu gugat Voluntair harus berdasar ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Artinya Undang-Undang telah menentukan sendiri bahwa tentang suatu hal dapat diajukan gugat Voluntair. Umpamanya, permohonan pengangkatan wali terhadap seseorang yang belum dewasa yang tidak ada lagi orang tuanya berdasar pada Pasal 50 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974. apalagi terhadap sesuatu yang menimbulkan hak pemilikan atau hak mewarisi sesuatu barang, tidak boleh dilakukan melalui gugat voluntair. 19

C. Prosedur Permohonan Penetapan Wali ‘Adhal