demikian, belum ada fakta yang teruji untuk membuktikan bahwa akrilamida dalam makanan berpotensi menyebabkan kanker pada manusia, karena pemberian
makanan yang mengandung akrilamida dengan dosis tinggi pada hewan tikus tidak dapat diterapkan pada manusia secara langsung Harahap, 2006.
Analisis akrilamida dalam makanan dapat menggunakan berbagai metode seperti kromatografi gas spektrometri massa, kromatografi cair–spektrometri
massa tandem dan kromatografi cair kinerja tinggi Harahap, 2006; Ötles, 2004; Tanseri, 2009.
Uraian di atas menjadi alasan penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mengetahui kadar akrilamida pada kentang goreng yang terdapat di restoran cepat
saji di kota medan dengan metode KCKT menggunakan kolom C
18
4,6 x 250 mm, detektor UV pada panjang gelombang 230 nm dengan fase gerak
asetronitril:aquabidest:asam fosfat 5:94:1 dan laju alir 1,0 mlmenit. Metode KCKT dipilih karena lebih sederhana dibanding dengan metode kromatografi gas
spektrometri massa dan kromatografi cair–spektrometri massa tandem Harahap, 2006.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah kadar akrilamida pada kentang goreng yang terdapat pada restoran
cepat saji masih berada pada batas dosis letal yaitu 50-500 mgkg?
2. Apakah metode KCKT dengan kolom C
18
4,6 X 250 mm, perbandingan fase gerak asetonitril:aquabidest:asam fosfat 5:94:1, laju alir 1,0
mlmenit, dan detektor UV pada panjang gelombang 230 nm dapat
diterapkan dalam penetapan kadar akrilamida pada kentang goreng?
Universitas Sumatera Utara
1.3 Hipotesis
1. Kadar akrilamida pada kentang goreng yang terdapat pada restoran cepat
saji masih berada pada batas dosis letal yaitu 50-500 mgkg.
2. Metode KCKT dengan kolom C
18
4,6 x 250 mm, perbandingan fase gerak asetonitril:aquabidest:asam fosfat 5:94:1, laju alir 1,0 mlmenit,
dan detektor UV pada panjang gelombang 230 nm dapat diterapkan dalam
penetapan kadar akrilamida pada kentang goreng.
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menentukan kadar akrilamida dalam kentang goreng yang berasal dari
beberapa restoran cepat saji di kota Medan dan membandingkannya
dengan dosis letal yaitu 50-500 mgkg.
2. Menerapkan metode KCKT dengan kolom C
18
4,6 X 250 mm, perbandingan fase gerak asetonitril:aquabididest:asam fosfat 5:94:1, laju
alir 1,0 mlmenit,dan detektor UV pada panjang gelombang 230 nm dalam
penetapan kadar akrilamida pada kentang goreng.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akrilamida
2.1.1 Sifat Fisikokimia
Akrilamida sinonim: 2-propenamida, etilen karboksi amida, akrilik amida, vinil amida merupakan senyawa kristalin bening hingga putih dengan bobot
molekul 71,09; tidak berbau; larut dalam air, metanol, etanol, dimetil eter dan aseton, serta tidak larut dalam benzen dan heptan. Akrilamida akan meleleh pada
suhu 87,5
o
C dan mendidih pada suhu 125
o
C Ötles, 2004. Akrilamida memiliki rumus molekul C
3
H
5
NO dan rumus bangun seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.
2.1.2 Kegunaan Umum
Akrilamida digunakan pada proses pengolahan plastik, pengemasan makanan, produksi karet sintesis, dan sebagai pemurni air. Gel akrilamida
berperan pada proses elektroforesis sedangkan kopolimer akrilamida berfungsi juga sebagai bahan flokulasi dan pengental Ötles, 2004.
2.1.3 Farmakokinetika
Akrilamida dapat diabsorpsi secara oral, melalui membran mukosa saluran nafas inhalasi, dan rute dermal melewati kulit. Berdasarkan data bioavailabilitas
Gambar 1. Rumus bangun senyawa Akrilamida.
Universitas Sumatera Utara
absorbsi akrilamida tercepat diperoleh melalui rute oral, di dalam tubuh akrilamida didistribusi melalui cairan tubuh dan dimetabolisme oleh enzim
sitokrom P450 lalu dieksresikan melalui urin dan empedu.Waktu paruh eliminasi akrilamida pada tikus sekitar 2 jam, sedangkan pada manusia belum diketahui
secara jelas waktu eliminasi yang dibutuhkan FAO dan WHO, 2002; Friedman,
2003. 2.1.4 Toksikologi
Akrilamida merupakan senyawa toksik dalam bentuk monomer sedangkan poliakrilamida yang merupakan polimernya tidak lagi bersifat toksik. Akrilamida
telah diklasifikasikan sebagai senyawa yang mungkin menyebabkan kanker atau berpotensi sebagai karsinogen pada manusia Friedman, 2003.
Akrilamida dapat menyebabkan tumor pada saraf pusat, kelenjar susu, kelenjar tiroid, uterus, dengan dosis letal 50-500 mgkg setiap harinya. Akrilamida
berpotensi menyebabkan neurotoksik yang berakibat kepada sistem saraf pusat dan perifer, toksisitas akut menyebabkan gangguan emosional, halusinasi,
turunnya tingkat kesadaran, dan hipotensi, sedangkan toksisitas kronik menyebabkan iritasi pada kulit, pengeluaran keringat yang berlebihan, kelelahan,
dan turunnya berat badan Friedman, 2003; Info POM, 2002.
2.1.5 Kadar Akrilamida dalam Berbagai Makanan Dari hasil penelitian terhadap beragam jenis makanan kandungan
akrilamida yang terbesar terdapat pada makanan berkarbohidrat tinggi yang dimasak pada suhu diatas 120
C, kadar akrilamida pada berbagai jenis makanan dapat dilihat pada tabel 1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Kadar Akrilamida Dalam Berbagai Jenis Makanan
Friedman, 2003
2.1.6 Metode Analisis
Ada banyak metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kadar akrilamida dalam sampel makanan, antaralain seperti kromatografi gas
spektrometri massa, kromatografi cair–spektrometri massa tandem dan kromatografi cair kinerja tinggi Harahap, 2006; Ötles, 2004;Tanseri, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Teori Kromatografi Cair Kinerja Tinggi 2.2.1 Sejarah Kromatografi
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam- macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi atau absorbsi sampel
diantara suatu fase gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan dan fase diam yang juga bisa cairan atau suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett
yang pada tahun 1903 mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur CaSO4. Istilah kromatografi
diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak ke bawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga
menggunakan kromatografi untuk memisahan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett adalah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang
proses kromatografi Johnson, 1991.
2.2.2 Pembagian Kromatografi
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam, tergantung pada pengelompokannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi : a kromatografi adsorbsi; b kromatografi partisi; c kromatografi pasangan ion; d kromatografi penukar ion e kromatografi
eksklusi ukuran dan f kromatografi afinitas Johnson, 1991; Rohman, 2007. Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: a
kromatografi kertas; b kromatografi lapis tipis, yang kedua sering disebut kromatografi planar; c kromatografi cair kinerja tinggi KCKT dan d
kromatografi gas KG Johnson, 1991; Rohman, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi KCKT merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam
teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi dan detektor yang sangat sensitifdan beragam sehingga mampu menganalisis berbagai analit secara
kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran Depkes, 1995.
Kromatografi cair kinerja tinggi dikembangkan pada akhir tahun 1960-an, saat ini KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk
analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik
untuk analisis kuantitatif maupun kualitatif Rohman, 2007. Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa
organik, anorganik, maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian impurities dan analisis senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap
nonvolatile. KCKT sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam amino, asam-asam nukleat dan protein-protein dalam
cairan fisiologis, menentukan kadar senyawa-senyawa aktif obat dan lain-lain
Rohman, 2007. 2.2.3.1 Jenis-jenis KCKT
Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan KCKT karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan
dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau fase terbalik tergantung pada polaritas relatife fase diam dan fase gerak.
Universitas Sumatera Utara
Pada KCKT fase normal fase diam lebih polar daripada fase gerak, kemampuan elusi meningkat dengan meningkatnya polaritas pelarut. Fase gerak
biasanya non polar, seperti dietil eter, benzen, hidrokarbon lurus seperti pentana, heksana, heptana maupun iso-oktana. Halida alifatis seperti diklorometana,
dikloroetana, butilklorida dan kloroform juga digunakan. Umumnya gas terlarut tidak menimbulkan masalah pada fase normal.
Pada KCKT fase terbalik paling sering digunakan fase diam berupa oktadesilsilan ODS atau C
18
dan fase gerak campuran methanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan buffer. Untuk solut yang bersifat asam lemah
,peranan pH sangat krusial karena bila pH fase gerak tidak diatur maka solute akan mengalami ionisasi atau protonisasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi
ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solute dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi akan terelusi lebih cepat
Rohman, 2007.
2.2.4 Cara Kerja KCKT
Secara teori, pemisahan kromatografi yang paling baik akan diperoleh jika fase diam mempunyai luas permukaan sebesar-besarnya sehingga memastikan
kesetimbangan yang baik antara fase dan bila fase gerak bergerak dengan cepat
sehingga difusi sekecil-kecilnya Gritter, 1991.
Kromatografi merupakan teknik pemisahan dimana analit atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan analit-analit tersebut
melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan analit tersebut diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Untuk mendapatkan hasil analisis yang
Universitas Sumatera Utara
baik, diperlukan penggabungan secara tepat dari kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu
kolom dan ukuran sampel Rohman, 2007. Komponen yang telah terpisah akan dibawa oleh fase gerak menuju
detektor dan sinyal yang terekam oleh detektor disebut sebagai puncak, sedangkan keseluruhan puncak yang direkam oleh detektor selama analisis dinamakan
kromatogram. Puncak yang diperoleh dalam analisis memiliki dua informasi
penting yakni informasi kualitatif dan kuantitatif Meyer, 2004.
2.2.5 Migrasi dan Retensi Solut
Kecepatan migrasi solut melalui fase diam ditentukan oleh perbandingan distribusinya D dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif solut pada kedua
fase fase diam dan fase bergerak. Dalam konteks kromatografi, nilai D didefinisikan sebagai perbandingan konsentrasi solut dalam fase diam Cs dan
dalam fase gerak Cm.
Jadi semakin besar nilai D maka migrasi solut semakin lambat; dan semakin kecil nilai D migrasi solut semakin cepat. Solut akan terelusi menurut
perbandingan distribusinya. Jika perbedaan perbandingan distribusi solut cukup besar maka campuran-campuran solut akan mudah dan cepat dipisahkan
Rohman, 2007.
m S
C C
D =
Universitas Sumatera Utara
2.2.6 Instrumen KCKT
Instrument KCKT tersusun atas 6 bagian dasar, yaitu wadah fase gerak reservoir, pompa pump, tempat injeksi sampel injector, kolom column,
detector detector dan perekam recorder. Ilustrasi instrument dasar KCKT dapat
dilihat pada gambar
Gambar 2 . Instrumen Dasar KCKT
2.2.6.1 Wadah Fase Gerak
Wadah fase gerak harus bersih dan inert. Wadah pelarut kosong ataupun labu dapat digunakan sebagai wadah fase gerak dan biasanya dapat menampung
fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut. Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing penghilangan gas yang ada pada fase gerak, sebab adanya
gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis Rohman, 2007.
2.2.6.2 Pompa
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni pompa harus inert
Universitas Sumatera Utara
terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang dgunakan sebaiknya mampu
memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml menit Rohman, 2007.
Ada dua jenis utama pompa yang digunakan: tekanan-tetap. Pompa pendesakan tetap dapat dibagi lagi menjadi pompa torak dan pompa semprit.
Pompa torak menghasilkan aliran yang berdenyut, jadi memerlukan peredam denyut atau peredam elektronik untuk menghasilakan garis alais detektor yang
stabil jika detektor peka terhadap aliran. Kelebihan utamanya ialah tandonnya tidak terbatas. Pompa semprit menghasilkan aliran yang tak berdenyut, tetapi
tandonnya terbatas Johnson, 1991.
2.2.6.3 Injektor
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah tekanan menuju kolom menggunakan alat
penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup Teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel sample loop Rohman,2007.
2.2.6.4 Kolom
Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok: a.
Kolom analitik: garis tengah-dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada jenis kemasan, untuk kemasn pelikel biasanya panjang kolom 50-100 cm,
untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm.
Universitas Sumatera Utara
b. Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dari
panjang 25-100 cm. Kolom hampir selalu terbuat dari baja nirkarat. Kolom biasanya dipakai pada suhu
kamar, tetapi pada suhu yang lebih tinggi dapat juga dipakai Johnson, 1991.
2.2.6.5 Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki
sensitifitas yang tinggi, gangguan noise yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapanrespon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan
yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.
Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam
detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam
rentang yang luas. Detektor indeks refraksi juga secara luas digunakan, terutama dalam kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif dari pada detektor
spektrofotometer UV. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan.
Detektor diperlukan untuk mengindera adanya komponen cuplikan di dalam efluen kolom da mengukur jumlahnya. Detektor yang baik sangat peka,
tidak banyak berderau, rentang tanggapan liniernya lebar, dan menanggapi semua
Universitas Sumatera Utara
jenis senyawa. Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kecepatan tinggi modern KCKT ialah detektor UV 254 nm Jonshon, 1991.
2.2.6.6 Perekam
Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, rekorder dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal elektronik yang dihasilkan oleh
detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis Rohman, 2007.
2.2.7 Parameter Penting dalam KCKT 2.2.7.1 Tinggi dan Luas Puncak
Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel memiliki informasi
kuantitatif. Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akuratcermat daripada perhitungan
menggunakan tinggi puncak Ornaf dan Dong, 2005. Hal ini dikarenakan luas puncak relatif tidak banyak dipengaruhi oleh kondisi kromatografi, kecuali laju
alir. Sementara itu, tinggi puncak dipengaruhi oleh banyak faktor seperti misalnya faktor tambat, suhu kolom serta cara injeksi sampel Miller, 2005. Hal ini akan
menyebabkan tinggi puncak relatif labil selama analisis. Namun demikian tinggi puncak masih dapat digunakan dalam perhitungan kuantitatif bila puncak analit
simetris Dyson, 1990.
Universitas Sumatera Utara
2.2.7.2 Waktu Tambat
Periode waktu antara penyuntikan sampel dan puncak maksimum yang terekam oleh detektor disebut sebagai waktu tambat. Waktu tambat dari suatu
komponen yang tidak ditahan oleh fase diam disebut sebagai waktu hampavoid time t0. Waktu tambat merupakan fungsi dari laju alir fase gerak dan panjang
kolom. Jika fase gerak mengalir lebih lambat atau kolom semakin panjang, waktu hampa dan waktu tambat akan semakin besar, dan sebaliknya bila fase gerak
mengalir lebih cepat atau kolom semakin pendek, maka waktu hampa dan waktu tambat akan semakin kecil Meyer, 2004.
2.2.7.3 Faktor Kapasitas
Waktu tambat dipengaruhi oleh laju alir, ukuran kolom dan parameter yang lain. Oleh karena itu, diperlukan suatu ukuran derajat tambatan dari analit
yang lebih independen yakni faktor kapasitas k’. Faktor kapasitas dihitung dengan membagi waktu tambat bersih t’R dengan waktu hampa t0 Ornaf dan
Dong, 2005. Dalam beberapa literatur lain, faktor kapasitas juga disebut sebagai factor
tambat k dalam beberapa literatur yang lain. Idealnya, analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda dengan ukuran kolom yang berbeda namun
memiliki fase diam dan fase gerak yang sama, maka faktor tambat dari analit pada kedua sistem KCKT tersebut secara teoritis adalah sama Kazakevich dan
LoBrutto, 2007. Faktor tambat yang disukai berada di antara nilai 1 hingga 10. Jika nilai k
terlalu kecil menunjukkan bahwa analit terlalu cepat melewati kolom sehingga
Universitas Sumatera Utara
tidak terjadi interaksi dengan fase diam dan oleh karena itu tidak akan muncul dalam kromatogram. Sebaliknya, nilai k yang terlalu besar mengindikasikan
waktu analisis akan panjang Meyer, 2004. Nilai k’ dari analit yang lebih besar dari 20 akan menjadi masalah dalam analisis KCKT karena waktu analisis yang
terlalu panjang dan sensitifitas yang buruk sebagai akibat dari pelebaran puncak yang berlebihan Ornaf dan Dong, 2005.
2.2.7.4 Selektifitas
Proses pemisahan antara dua komponen dalam KCKT hanya memungkinkan bila kedua komponen memiliki kecepatan yang berbeda dalam
melewati kolom Ornaf dan Dong, 2005. Kemampuan sistem kromatografi dalam memisahkanmembedakan analit yang berbeda dikenal sebagai selektifitas α.
Selektifitas umumnya tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan Kazakevich dan
LoBrutto, 2007. Nilai selektifitas yang didapatkan dalam sistem KCKT harus lebih besar dari 1 Ornaf dan Dong, 2005. Selektifitas disebut juga sebagai faktor
pemisahan atau tambatan relatif Meyer, 2004.
2.2.7.5 Efisiensi Kolom
Salah satu karakteristik sistem kromatografi yang paling penting adalah efisiensi atau jumlah lempeng teoritis. Bilangan lempeng N yang tinggi
disyaratkan untuk pemisahan yang baik yang nilainya semakin kecilnya nilai H. Istilah H merupakan tinggi ekivalen lempeng teoritis atau HETP high equivalent
theoretical plate yang mana merupakan panjang kolom yang dibutuhkan untuk
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan satu lempeng teoritis. Kolom yang baik akan mempunyai bilangan lempeng yang tinggi dan nilai H yang rendah, untuk mencapai hal ini ada
beberapa faktor yang mendukung yaitu kolom yang dikemas dengan baik, kolom yang lebih panjang, partikel fase diam yang lebih kecil, viskositas fase gerak yang
lebih rendah dan suhu yang lebih tinggi, molekul-molekul sampel yang lebih kecil, dan pengaruh di luar kolom yang minimal Rohman, 2007.
2.2.7.6 Resolusi
Tingkat pemisahan komponen dalam suatu campuran dengan metode kromatografi direfleksikan dalam kromatogram yang dihasilkan, untuk hasil
pemisahan yang baik puncak-puncak dalam kromatogram harus terpisah secara sempurna dari puncak lainnya. Resolusi adalah perbedaan waktu retensi 2 puncak
yang saling berdekatan, dibagi dengan rata-rata lebar puncak, dengan rumus sbb:
Ket:
t = waktu retensi puncak W = lebar puncak
Nilai Rs mendekati atau lebih dari 1,5 akan memberikan pemisahan yang baik Rohman, 2007.
2
2 1
W W
t Rs
R
+ ∆
=
1 2
R R
R
t t
t −
= ∆
Universitas Sumatera Utara
2.2.7.7 Faktor Asimetri
Adanya puncak, yang asimetris dapat disebabkan oleh hal –hal berikut: • Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka fase
gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna karenanya terjadi pengekoran atau tailing.
• Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak yang mengekor.
• Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu sehingga menimbulkan puncak mendahului fronting.
Rohman, 2007.
2.3 Validasi Metode
Validasi metoda analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya Harmita, 2004. Berikut d
elapan karakterisitik utama yang digunakan dalam validasi metode analitik menurut USP:
Karakteristik Pengertian
Akurasi Kedekatan antara nilai hasil uji yang diperoleh lewat metode
analitik dengan nilai sebenarnya. Presisi
Ukuran keterulangan metode analitik, termasuk di antaranya kemampuan instrumen dalam memberikan hasil analitik yang
reprodusibel.
Universitas Sumatera Utara
Spesifisitas Kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat
dan spesifik dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti ketidakmurnian, produk degradatif dan
komponen matriks.
Batas deteksi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat
dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi. Batas kuantitasi Konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat
ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.
Linieritas Rentang
Kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil uji yang secara langsung proposional dengan konsentrasi analit pada
kisaran yang diberikan. Konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode
analitik menunjukkan akurasi, presisi dan linieritas yang cukup.
Kekasaran Tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh dibawah berbagai
kondisi yang diekspresikan sebagai RSD. Ketahanan
Kapasitas metode untuk tidak terpengaruh oleh adanya variasi parameter yang kecil.
Rohman, 2007
2.3.1 Akurasi
Akurasikecermatan dapat ditentukan dengan dua metode, yakni spiked placebo recovery dan standard addition method. Pada spiked placebo recovery
atau metode simulasi, analit murni ditambahkan spiked ke dalam campuran bahan pembawa sediaan farmasi, lalu campuran tersebut dianalisis dan jumlah
analit hasil analisis dibandingkan dengan jumlah analit teoritis yang diharapkan. Jika plasebo tidak memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit
yang telah diketahui konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi otentik. Metode ini dinamakan metode standard addition method
atau metode penambahan baku. Jumlah keseluruhan analit kemudian diukur dan dibandingkan dengan
jumlah teoritis, yaitu jumlah analit yang murni berasal dari sediaan farmasi otentik
Universitas Sumatera Utara
tersebut, ditambah dengan jumlah analit yg di-spiked ke dalam sediaan. Akurasi kemudian dinyatakan dalam persen perolehan kembali Recovery.
Persen perolehan kembali ditentukan sebagai rasio antara hasil yang diperoleh dari analisis dengan hasil sebenarnya yang dihitung secara teoritis. Hal
yang penting untuk diperhatikan adalah metode kuantitasi yang digunakan dalam penentuan akurasi harus sama dengan metode kuantitasi yang digunakan untuk
menganalisis sampel dalam penelitian Harmita, 2004; Ermer, 2005.
2.3.2 Presisi
Presisi diekspresikan dengan standar deviasi atau standar deviasi relatif RSD dari serangkaian data. Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan
sebagai bagian dari kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linearitas atau akurasi. Biasnya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal
untuk tiap-tiap konsentrasi. Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1-2 biasanya
dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak sedangkan untuk senyawa-senyawa dengan kadar sekelumit RSD berkisar antara
5-15 Rohman, 2007.
2.3.3 Spesifitas
Penentuan spesifitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan. Cara pertama adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa yang
dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain resolusi senyawa yang dituju
≥ 2. Cara kedua untuk memperoleh spesifitas adalah dengan
Universitas Sumatera Utara
menggunakan detektor selektif terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama sebagai contoh detektor elektrokimia hanya akan
mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa yang lainnya tidak terdeteksi. Penggunaan detektor UV pada panjang gelombang yang spesifik juga merupakan
cara yang efektif untuk melakukan pengukuran selektifitas Rohman, 2007.
2.3.4 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat ditentukan dengan 2 metode yakni metode non instrumental visual dan metode perhitungan. Metode non instrumental
visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan metode titrimetri. Metode perhitungan didasarkan pada simpangan baku respon SD dan derajat
kemiringanslope b dengan rumus perhitungan batas deteksi yakni 3,3 SDb sedangkan batas kuantitasi dihitung dengan rumus 10SDb. Simpangan baku
respon dapat ditentukan berdasarkan simpangan baku blanko, simpangan baku residual dari garis regresi atau simpangan baku intersep y pada garis regresi
Rohman, 2007.
2.3.5 Linearitas
Lineritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil- hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsntrasi analit pada kisaran
yang diberikan. Linearitas sutu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon y dengan konsentrasi x.
Linearitas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada konsentrasi yang berbeda-beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode
Universitas Sumatera Utara
kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan slope, intersep, dan koefisien korelasinya Rohman, 2007.
2.3.6 Rentang
Rentang atau kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi,
presisi, dan linearitas yang mencukupi. Kisaran-kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada jenis metode dan kegunaannya Rohman, 2007.
2.3.7 Kekuatan
Kekuatanketahanan dievaluasi dengan melakukan variasi parameter- parameter metode seperti persentase pelarut organik, pH, kekuatan ionik, suhu,
dan sebagainya. Suatu praktek yang baik untuk mengevaluasi ketahanan suatu metode adalah dengan memvariasi parameter-parameter penting dalam suatu
metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya pada pemisahan Rohman, 2007.
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara, Medan
pada bulan Mei hingga Juni 2010.
3.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat instrumen KCKT Shimadzu Prominence series, kolom Shim-Pack VP-ODS 4,6 x 250
mm, injektor Rheodyne 7225i dan detektor UVVis SPD 20 A; syringe 100 μl SGE; sonifikator Branson 1510; pompa vakum Gast DOA-P604-BN;
penyaring membran Whatman Cellulose Nitrate 0,45 μm dan PTFE 0,5 μm
dengan diameter 47 mm, penyaring membran Whatman Cellulose Nitrate 0,2 μm
dengan diameter 13 mm; neraca analitik Boeco BBL31; spektrofotometer UV Shimadzu 1800; laboratory shaker Julabo SW 22; hot plate Fisons;
sentrifugator Janetzki T5; alat destilasi serta peralatan gelas yang umumnya digunakan dalam laboratorium analitik Gambar alat dapat dilihat pada Lampiran
24 dan 25.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan jika tidak dinyatakan lain merupakan kualitas p.a. pro analysis keluaran E.Merck antara lain diklorometan, asetonitril, asam fosfat
85, akrilamida for synthesis sertifikat analisis dapat dilihat pada Lampiran 23 dan aquabidest PT. Ikapharmindo Putramas.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Sampel
Sampel yang diperiksa dalam penelitian ini merupakan kentang goreng yang berasal dari 6 restoran cepat saji yang berada di kota Medan, yaitu AW,
CFC, KFC, Mc Donald, Popeye, dan Texas.
3.4 Rancangan Penelitian 3.4.1 Penyiapan Bahan