Teknik Pemisahan Alat-alat Bahan-bahan Bagan Penelitian

Fikhtelit, merupakan hidrokarbon diterpen trisiklik jenuh, terdapat dalam fossil resin. Merupakan kristal padat, dengan titik lebur 46 o C. Fikhtelit Hanson, J.R, 1998

2.5. Teknik Pemisahan

Tujuan dari teknik pemisahan adalah untuk memisahkan komponen yang akan ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponen-komponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan : 2.5.1. Pemisahan Kimia Pemisahan ini berdasarkan adanya perbedaan yang besar dari sifat-sifat kimia komponen dalam campuran yang akan dipisahkan. 2.5.2. Pemisahan Fisika Pemisahan ini berdasarkan pada perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang termasuk dalam suatu golongan. Muldja, 1995.

2.6. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penyarian zat-zat aktif dari bagian tumbuhan. Adapun tujuan dari ekstraksi yaitu untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam suatu sampel. Universitas Sumatera Utara

2.6.1. Tujuan Ekstraksi

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam sampel. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Secara umum, terdapat beberapa keadaan dalam menentukan tujuan ekstraksi: ™ Senyawa kimia telah diketahui identitasnya untuk diekstraksi dari tumbuhan. Dalam kasus ini, prosedur yang telah dipublikasikan dapat diikuti dan dibuat modifikasi yang sesuai untuk mengembangkan proses atau menyesuaikan dengan kebutuhan pemakai. ™ Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya terpenoid, alkaloid, flavanoid atau saponin, meskipun struktur kimia sebetulnya dari senyawa ini bahkan keberadaannya belum diketahui. Hal ini diikuti dengan uji kimia atau kromatografik yang sesuai untuk kelompok senyawa kimia tersebut. ™ Sifat senyawa yang akan diisolasi belum ditentukan sebelumnya dengan cara apapun. Situasi ini utamanya dalam program skrining dapat timbul jika tujuannya adalah untuk menguji organisme, baik yang dipilih secara acak atau didasarkan pada penggunaan tradisional untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus. Sudjadi, 1986

2.6.2. Prinsip ekstraksi

2.6.2.1. Prinsip Maserasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk sampel ke dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di Universitas Sumatera Utara dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah proses difusi. Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan. 2.6.2.2. Prinsip Perkolasi Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara serbuk sampel dimaserasi selama 3 jam, kemudian sampel dipindahkan ke dalam bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui sampel tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel sampel yang dilalui sampai keadan jenuh. Gerakan ke bawah disebabkan oleh karena gravitasi, kohesi, dan berat cairan di atas dikurangi gaya kapiler yang menahan gerakan ke bawah. Perkolat yang diperoleh dikumpulkan, lalu dipekatkan. 2.6.2.3. Prinsip Sokletasi Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara serbuk sampel ditempatkan dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa, cairan penyari dipanaskan dalam labu alas bulat sehingga menguap dan dikondensasikan oleh kondensor bola menjadi molekul-molekul cairan penyari yang jatuh ke dalam klonsong menyari zat aktif di dalam sampel dan jika cairan penyari telah mencapai permukaan sifon, seluruh cairan akan turun kembali ke labu alas bulat melalui pipa kapiler hingga terjadi sirkulasi. Ekstraksi sempurna ditandai bila cairan di sifon tidak berwarna, tidak tampak noda jika di KLT, atau sirkulasi telah mencapai 20-25 kali. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. Universitas Sumatera Utara 2.6.2.4. Prinsip Refluks Penarikan komponen kimia yang dilakukan dengan cara sampel dimasukkan ke dalam labu alas bulat bersama-sama dengan cairan penyari lalu dipanaskan, uap-uap cairan penyari terkondensasi pada kondensor bola menjadi molekul- molekul cairan penyari yang akan turun kembali menuju labu alas bulat, akan menyari kembali sampel yang berada pada labu alas bulat, demikian seterusnya berlangsung secara berkesinambungan sampai penyarian sempurna, penggantian pelarut dilakukan sebanyak 3 kali setiap 3-4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan. 2.6.2.5. Prinsip Destilasi Uap Air Penyarian minyak menguap dengan cara sampel dan air ditempatkan dalam labu berbeda. Air dipanaskan dan akan menguap, uap air akan masuk ke dalam labu sampel sambil mengekstraksi minyak menguap yang terdapat dalam sampel, uap air dan minyak menguap yang telah terekstraksi menuju kondensor dan akan terkondensasi, lalu akan melewati pipa alonga, campuran air dan minyak menguap akan masuk ke dalam corong pisah, dan akan memisah antara air dan minyak atsiri. 2.6.2.6. Prinsip Rotavapor Proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu alas bulat, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung. Universitas Sumatera Utara 2.6.2.7. Prinsip Ekstraksi Cair-Cair Ekstraksi cair-cair corong pisah merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur di mana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagian larut pada fase kedua, lalu kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase cair, dan komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap. 2.6.2.8. Prinsip Kromatografi Lapis Tipis Pemisahan komponen kimia berdasarkan prinsip adsorbsi dan partisi, yang ditentukan oleh fase diam adsorben dan fase gerak eluen, komponen kimia bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya pemisahan. 2.6.2.9. Prinsip Penampakan Noda a. Pada UV 254 nm Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Universitas Sumatera Utara b. Pada UV 366 nm Pada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. c. Pereaksi Semprot H 2 SO 4 10 Prinsip penampakan noda pereaksi semprot H 2 SO 4 10 adalah berdasarkan kemampuan asam sulfat yang bersifat reduktor dalam merusak gugus kromofor dari zat aktif simplisia sehingga panjang gelombangnya akan bergeser ke arah yang lebih panjang UV menjadi VIS sehingga noda menjadi tampak oleh mata. Sudjadi, 1986 dan http:medicafarma.blogspot.com200811ekstraksi.html

2.7. Kromatografi

Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan tertentu dengan menggunakan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fasa ini. Cara- cara kromatografi dapat digolongkan sesuai dengan sifat- sifat dari fasa gerak, yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fasa tetap berupa zat padat maka cara tersebut dikenal sebagai kromatografi serapan absorption chromatography dan jika zat cair maka kromatografi tersebut dikenal dengan kromatografi partisi partition chromatography. Universitas Sumatera Utara Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat di laboratorium kimia. Gagasan dasarnya sederhana untuk dipahami; caranya beragam, mulai dari cara yang sederhana sampai yang agak rumit dari segi kerja dan peralatan, dan metode ini dapat dipakai untuk setiap jenis senyawa. Sastrohamidjojo,H.,1996

2.7.1. Kromatografi Lapisan Tipis

Kromatografi Lapisan Tipis KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Yang pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi. Teknik kromatografi lapis tipis KLT dikembangkan oleh Egon Stahl dengan menghamparkan penyerap pada lempeng gelas, sehingga merupakan lapisan tipis. KLT merupakan kromatografi serapan, tetapi dapat juga merupakan kromatografi partisi karena bahan penyerap telah dilapisi air dari udara. Sistem ini segera popular karena memberikan banyak keuntungan, misalnya peralatan yang diperlukan sedikit, murah, sederhana, waktu, analisis cepat dan daya pisah cukup baik. Sudjadi, 1986 Pada hakikatnya Kromatografi Lapisan Tipis melibatkan dua peubah: sifat fasa diam atau sifat lapisan dan sifat fase gerak atau campuran pelarut pengembang. Fasa diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap kromatografi cair-padat atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair kromatografi cair- cair. Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap, walaupun sering berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair di dalam sistem kromatografi cair- cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT, yaitu: silika gel asam silikat, alumina aluminium oksida, kiselgur tanah diatome, dan selulosa. Fasa gerak dapat berupa hampir segala macam pelarut atau campuran pelarut. Universitas Sumatera Utara

2.7.1.1. Pembuatan Lapisan Tipis

Dalam pembuatan lapisan tipis digunkan plat-plat kaca yang memiliki ukuran 20 x 5 cm atau 20 x 20 cm, dan ukuran ini dianggap “standart”. Plat ini dicuci terlebih dahulu dengan air dan detergen kemudian dikeringkan dengan aseton. Selanjutnya membuat penyerap menjadi bubur dengan air, biasanya dalam perbandingan x gram penyerap dan 2x ml air. Bubur diaduk dengan baik dan dibentangkan di atas plat kaca dengan berbagai cara. Tebal “standart” adalah 250 mikron. Lapisan-lapisan yang lebih tebal 0,5 – 2,0 mm digunakan untuk pemisahan-pemisahan yang sifatnya besar, dengan menggunakan penyerap hingga 250 mg untuk plat dengan ukuran 20 x 20 cm. Salah satu keukaran dengan lapisan tebal ialah adanya tendensi mengelupas bila kering.Sastrohamidjojo, 2001 Beberapa contoh penyerap yang digunakan untuk pemisahan dalam kromatografi lapis tipis adalah sebagai berikut :

1. Silika gel

Ada beberapa jenis silika gel, yaitu : a. Silika gel G Silika gel G adalah silika gel yang mengandung 13 kalsium sulfat sebagai perekat. Jenis silika gel ini biasanya mengandung ion logam, terutama ion besi. Kandungan ion besi dapat dihilangkan dengan mengembangkan plat TLC silika gel G dengan sstem pelarut metanol : asam HCl pekat 9 : 1. b. Silika gel H Perbedaan silika gel G dan silika gel H ialah, bahwa silika gel H tidak menngandung perekat kalsium sulfat. Silika gel H dipakai untuk pemisahan yang bersifat spesifik, terutama lipida netral. Universitas Sumatera Utara c. Silika gel PF Jenis silika gel ini diketemukan belakangan, yang dibuat sedemikian rupa sehingga senyawa-senyawa organik terikat pada plat ini dapat mengadakan fluoresensi. Oleh karena itu visualisasinya dapat dikerjakan dengan menempatkan plat yang telah dikembangkan di dalam ruangan gelap atau dengan sinar ultra violet yang bergelombang pendek.

2. Alumina

Penggunaan alumina dalam TLC, yang semula diperkenalkan oleh peneliti dari Cekoslowakia, tidak sesering silika gel. Sebenarnya alumina netral mempunyai kemampuan untuk memisahkan bermacam-macam senyawa, seperti terpena, alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai zat perekat alumina tidak mengandung zat perekat, memepunyai sifat alkalis dan dapat digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi. Keese,R. dkk, 1982

3. Kieselguhr

Kieselguhr merupakan adsorben yang lebih lemah dari silika gel dan alumina, oleh karena itu lebih cocok untuk memisahkan senyawa-senyawa polar. Adnan, M., 1997 Menurut Markham, KLT memiliki peranan penting dalam metoda pemisahan dan isolasi yaitu : a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom c. Menyigi arah atau perkembangan reaksi seperti hidrolisis atau metilasi d. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi e. Isolasi flavonoida murni skala kecil. Universitas Sumatera Utara

2.7.2. Kromatografi Kolom

Sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi dengan keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang- kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kali. Pada kromatografi kolom, campuran yang akan dipisahkan diletakkan berupa pita pada bagian atas kolom penyerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau bahkan tabung plastik. Pelarut fasa gerak dibiarkan mengalir melalui kolom karena aliran yang disebabkan oleh gaya berat atau didorong oleh tekanan. Pita senyawa linarut bergerak melalui kolom dengan laju yang berbeda, memisah dan dikumpulkan berupa fraksi ketika keluar dari alas kolom.Gritter,R.J,1991

2.7.2.1. Pengisian Kolom

Pengisian kolom harus dikerjakan dengan seragam.Setelah adsorben dimasukkan dapat diseragamkan kepadatannya dalam kolom dengan menggunakan vibrator atau dengan plunger pemadat. Selain itu dapat juga dikerjakan dengan memasukkan adsorben dalam bentuk larutan slurry dan partikelnya dibiarkan mengendap. Pengisian kolom yang tidak seragam akan menghasilkan rongga-rongga di tengah-tengah kolom. Cara untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mengadakan back fushing , sehingga terjadi pengadukan, yang seterusnya dibiarkan lagi mengendap. Pada bagian bawah dasar dan atas dari isian kolom diberi wol kaca glass wool atau sintered glass disc untuk menyangga isian. Bila kolom telah diberi bahan isian, permukaan cairan tidak boleh dibiarkan turun dibawah permukaan bahan isian bagian atas, karena akan memberikan peluang masuknya gelembung udara masuk ke kolom. Adnan,M., 1997

2.7.3. Kromatografi Preparatif

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan yang paling murah dan memakai peralatan yang paling dasar ialah kromatografi lapis titpis Universitas Sumatera Utara preparatif KLTP. Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan alam dalam jumlah gram, sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam, terutama dari laboratorium yang tidak dilengkapi dengan cara pemisahan modern. Akan tetapi, seperti yang akan diterangkan kemudian, tertdapat banyak masalah pada KLTP. ¾ Penyerap Dalam KLTP digunakan ketebalan adsorbent yang paling sering dipakai yaitu 0,5-2 mm. ukuran plat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Peneyerap yang paling umum ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. ¾ Penotolan Cuplikan Cuplikan dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada plat KLTP. Pelarut yang baik ialah pelarut atsiriorganik heksana, diklorometana, etil asetat, karena jika pelarut kurang atsiri maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10. ¾ Pemilihan Fase Gerak Pilihan pelarut ditentukan berdasarkan pemeriksaan pendahuluan memakai KLT analitik. Karena ukuran partikel penyerap kira-kira sama, pelarut yang dipakai pada plat KLT dapat dipakai langsung pada KLTP. Pengembangan pelat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. ¾ Isolasi senyawa yang sudah terpisah Kebanyakan penyerap KLTP mengandung indikator fluoresensi yang membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang dipisahkan menyerap sinar UV. Akan tetapi, beberapa indikator Universitas Sumatera Utara menimbulkan masalah yaitu bereaksi dengan asam kadang-kadang bahakan dengan asam asetat. Untuk senyawa yang tidak menyerap sinar UV, ada beberapa pilihan : a. Menyemprot dengan air b. Menutup pelat dengan sepotong kaca menyemprot salah satu sisi dengan pereaksi semprot c. Menambahkan senyawa pembanding. Hostettman,K.,1995 2.7.4. Harga Rf Retension factor Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi warna. Lazimnya identifikasi menggunakan harga Rf meskipun harga-harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat bila dibandingkan pada kertas. Dapat didefenisikan sbb : Harga Rf adalah = Faktor-faktor yang memepengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf : 1. Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan 2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya 3. Tebal keraataan dari lapisan penyerap 4. Pelarut dan derajat kemurniannya fasa gerak 5. Derajat kejenuhan dari uap 6. Jumlah cuplikan yang digunakan 7. Suhu 8. Kesetimbangan 9. Teknik percobaan Sastrohamidjojo, 2001 Universitas Sumatera Utara

2.8. Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia – fisika yang mengamati tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer. Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang fokus disebut sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer. Muldja, 1955. Informasi Spektroskopi Inframerah menunjukkan tipe – tipe dari adanya gugus fungsi dalam satu molekul, Resonansi Magnet Inti yang memberikan informasi tentang bilangan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Ini juga memberikan informasi yang menyatakan tentang alam serta lingkungan dari setiap tipe dari atom hidrogen. Kombinasinya dan data yang ada kadang – kadang menentukan struktur yang lengkap dari molekul yang tidak diketahui. Pavia, 1979. Walaupun spektrum infra-merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus- gugus atom tertentu memberikan penambahan pita- pita pada kerapatan tertentu, ataupun didekatnya, apa pun bangun molekul selebihnya. Keberlakuan seperti itulah yang memungkinkan kimiawan memperoleh informasi tentang struktur yang berguna serta mendapatkan acuan bagi peta umum frekuensi gugus yang khas. Silverstain, 1986

2.8.1. Spektroskopi Infra Merah IR

Spektroskopi infra merah digunakan untuk menentukan spektrum infra merah suatu senyawa hingga memberikan gambaran mengenai berbagai gugus fungsional dalam sebuah molekul organik. Hal ini terjadi bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik, maka sejumlah frekuensi diserap sedangkan frekuensi yang lain diteruskan tanpa diserap. Jika digambarkan antara Universitas Sumatera Utara persen adsorbansi atau persen transmitansi lawan frekuensi maka akan dihasilkan suatu spektrum infra merah. Penggunaan spektroskopi infra merah pada bidang kimia organik hampir menggunakan daerah 650 – 4000 cm-1. Daerah dengan frekuensi lebih rendah dari 650 cm-1 disebut infra merah jauh, dan daerah dengan frekuensi lebih tinggi 4000 cm-1, disebut infra merah dekat. Masing-masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih dekat dengan spektrum tampak. Infra merah jauh mengandung sedikit serapan yang bermanfaat bagi orang organik dan serapan tersebit dikaitkan dengan perubahan-perubahan rotasi dalam molekul. Infra merah dekat terutama menunjukkan serapan-serapan harmonik overtone dari vibrasi pokok yang terdapat pada daerah normal. Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrofotometer infra merah.Sastrohamidjojo, 1996 Radiasi infra merah ditemukan oleh Sir William Hercshel pada tahun 1880, yang melaporkan penemuannya kepada Royal Society. Pada waktu itu para saintis belum memahami secara jelas keadaan transisi. Daerah inframerah terletak antara spektrum electromagnetic cahaya tampak dan spektrum radio; yakni antara 4.000-400 cm -1 . Mulai tahun 1903 William dan N. Coblentz mahasiswa di Cornel University memperbaiki teknik-teknik percobaan dan menyusun sederetan spektra serapan zat murni. a. Ada beberapa daerah penyerapan terpenting dalam Spektrum Infra Merah : 1. Daerah vibrasi regang hidrogen : 3.700-2.700 cm -1 . • 3.700 – 3.100 cm -1 , serapan oleh vibrasi regang O-H dan N-H. Serapan oleh vibrasi lentur O-H biasanya terdapat pada bilangan gelombang lebih besar dan pita serapannya dalam spektrum sering lebih lebar dari pita serapan N-H. • 3.200 – 2.850 cm -1 , daerah vibrasi regang C-H alifatik. 2. Daerah vibrasi regang ikatan ganda tiga, 2.700 – 1.850 cm -1 Gugus fungsional yang menyerap di daerah ini terbatas, karena itu ada atau tidaknya serapan tersebut dalam suatu molekul dapat dilihat. Universitas Sumatera Utara

3. Daerah ikatan ganda dua, 1.950 – 1.550 cm

-1 Vibrasi regang untuk ikatan ganda dua, yaitu : • - C = C , - C = N -, 1690 – 1600 cm -1 • 1.650 – 1.450 cm -1 , puncak serapan dalam daerah ini memberi keterangan yang penting mengenai cincin aromatik.

4. Daerah sidik jari “finger print”, 1.500 – 700 cm

-1 Beberapa frekuensi gugusan group frequency juga bisa ditemukan di daerah sidik jari ini : C-O-C vibrasi regang dalam eter, ester kira-kira 1.200 cm -1 dan vibrasi regang C-Cl pada 700 – 800 cm -1 . Pada bilangan gelombang dibawah 1.200 cm -1 terdapat puncak-puncak serapan beberapa gugusan anorganik seperti : sulfat, fosfat, nitrat dan karbonat.

b. Vibrasi kerangka suatu molekul skeletal vibrations

Vibrasi kerangka terletak di derah spektrum lebih dari 1.500 cm -1 . Kelompik- kelompok vibrasi di daerah spektrum kecil dari 1.500 cm -1 adalah : a. Vibrasi regang stretching ikatan ganda yang tidak mengandung atom C b. Vibrasi regang ikatan tunggal c. Vibrasi-vibrasi lentur bending Noerdin, 1985

2.8.2. Spektrofotometri Resonansi Magnetik Inti Proton

1 H-NMR Spektrometri Resonansi Magnetik Inti Nuclear Magnetic Resonance, NMR merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul. Struktur NMR memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen. Cresswell, 1982,. Sesuai dengan namanya, resonansi magnet inti RMI berhubungan dengan sifat magnet dari inti atom. Mempelajari molekul senyawa organik secara spektrometri resonansi magnet inti akan memperoleh gambaran perbedaan sifat Universitas Sumatera Utara magnet dari berbagai inti yang ada dan untuk menduga letak inti tersebut dalam molekul Sudjadi,1985. Spektroskopi RMI proton pada hakikatnya merupakan sarana untuk menentukan struktur senyawa organik dengan mengukur momen magnet atom hidrogennya. Pada kebanyakan senyawa, atom hidrogen terikat pada gugus yang berlainan seperti –CH 2 -, -CH 3 , -CHO,-NH 2 ,-CHOH- dan spektrum RMI proton merupakan rekaman sejumlah atom hidrogen yang berada dalam keadaan limgkungan yang berlainan tersebut Harbone, 1987. Dengan spektrometer resonansi magnetik inti proton dapat ditentukan banyaknya jenis lingkungan atom hidrogen yang berbeda yang ada dalam molekul, beberapa hidrogen pada masing-masing jenis lingkungan hidrogen, serta berapa banyak atom hidrogen yang ada pada atom karbon tetangga. Pada spektrometer resonansi magnetik inti proton, kebanyakan proton pada spektra NMR proton menunjukkan adsorpsi antara 0 – 10 ppm δ di bawah TMS, hanya beberapa seperti proton aldehida dan karboksilat yang menunjukkan puncak diluar jangka ini. Kegunaan yang besar dari resonansi magnetik inti adalah karena tidak setiap proton dalam molekul beresonansi pada frekuensi yang sama. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa berbagai proton dalam molekul dikelilingi oleh elektron dan menunjukkan sedikit perbedaan lingkungan elektronik dari satu proton dengan proton yang lain. Proton-proton dilindungi oleh elektron-elektron yang mengelilinginya. Di dalam medan magnet, perputaran medan magnet valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Sehingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan yang mengenainya, besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilinginya. Makin besar kerapatan yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan magnet yang dihasilkan yang melawan yang digunakan. Akibat secara keseluruhan intiproton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. Senyawa standar yang umum Universitas Sumatera Utara digunakan adalah tetrametilsilan, CH 3 4 Si, juga disebut TMS yang proton- protonnya menyerap pada ujung kanan dalam spektrum NMR. Senyawa ini dipilih karena proton-proton dari gugus metil jauh lebih terlindungi bila dibandingkan dengan kebanyakan senyawa-senyawa yang diketahui. Silverstein, 1988 Senyawa yang paling lazim dan paling berguna dipakai sebagai acuan adalah tetrametilsilana TMS. Senyawa ini mempunyai beberapa kelebihan; lamban secara kimia, isotop magnet, serta larut dalam kebanyakan pelarut organik; TMS meberikan puncak serapan tajam tunggal serta menyerap pada medan lebih tinggi daripada semua proton organik. Silverstein, 1986. Si CH 3 H 3 C CH 3 CH 3 Tetrametilsilana Pada spektormetri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan daerah atau luas puncak dari tiap-tiap proton. Sedangkan luas daerah atau luas puncak tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton sama dengan perbandingan jumlah proton dalam molekul. Muldja, 1955 Di dalam medan magnet, perputaran elektron-elektron valensi dari proton menghasilkan medan magnet yang melawan medan magnet yang digunakan. Hingga setiap proton dalam molekul dilindungi dari medan magnet yang digunakan dan bahwa besarnya perlindungan ini tergantung pada kerapatan elektron yang mengelilingnya. Makin besar kerapatan elektron yang mengelilingi inti, maka makin besar pula medan yang dihasilkan yang melawan medan yang Universitas Sumatera Utara digunakan. Akibat secara keseluruhan adalah intiproton merasakan adanya pengurangan medan yang mengenainya. Sastrohamdijojo, 1996 Untuk banyak senyawa, banyak peak yang terpisah secara spin-spin dalam absorpsi NMR dari suatu proton tertentu atau sekelompok proton ekuivalen. Dapat diramalkan dengan mencacah proton-proton tetangga n yang tak ekuivalen dengan proton yang sedang di bahas dan menambah satu pada n itu. Aturan ini disebut aturan n+1. proton-proton yang sama pergeseran kimianya tidak saling membelah split isyarat mereka. Hanya proton yang bertetangga yang geseran kimianya berlainan, akan mengakibatkan pemisahan. Untuk mendapat spektrum yang baik, cuplikan harus merupakan cairan atau larutan tidak kental. Pelarut yang dapat melarutkan cuplikan sampai 10 sudah cukup dan merupakan pelarut aprotik yang tidak memberikan sinyal NMR. Biasanya dipergunakan pelarut organik yang terderasi, seperti CCl 4 , CS 2 , CDCl 3 , C 6 D 6 , D 2 O, CD 3 3 SO, CD 3 2 CO dan CCl 3 2 COO. Silverstein, 1986

2.8.3. Spektroskopi NMR

13 C Spektroskopi proton atau 1H, memberikan informasi struktural mengenai atom-atom hidrogen dalam sebuah molekul organik. Spektroskopi NMR karbon 13 atau 13 C menghasilkan informasi struktur mengenai karbon-karbon dalam sebuh molekul organik. Dalam spektroskopi 1 H-NMR kita bekerja dengan isotop hidrogen alamiah 99,985 , atom hidrogen alamiah 1H. Namun 98,9 atom karbon dalam alam adalah 13 C, suatu isotop karbon yang intinya tidak mempunyai spin. Karbon -13 hanya merupakan 1,1 atom karbon yang terdapat dalam alam. Disamping itu transisi dari paralel ke paralel dari suatu inti 13 C adalah transisi energi rendah, akibatnya spektra 13 C-NMR hanya dapat diperoleh dengan spektrometer yang sangat sensitif. Akhir-akhir ini spektrometer ini tersedia secara meluas dan spektroskopi 13 C menjadi makin penting dalam laboratorium organik. Universitas Sumatera Utara Terdapat dua tipe utama spektra 13 C, spektra yang menunjukkan pola pemisahan spin-spin 13 C- 1 H dan spektra yang tidak menunjukkan pola itu. Kedua tipe spektra ini sering digunakan secara berhubungan. Dalam keduanya TMS sebagai bahan pembanding-dalam, dan geeran-geseran kimia diukur ke bawah medan dari peak TMS ini. Geseran-geseran kimia dalam 13 C-NMR jauh lebih besar dari geseran yang dijumpai dalam 1 H-NMR, dimana pergeseran kimia mulai 0 – 220 ppm. Kebanyakan proton dalam spektra 1 H-NMR menunjukkan absorpsi antara 0 – 10 ppm δ di bawah medan TMS, hanya beberapa seperti proton aldehida dan karboksilat yang menunjukkan peak di luar jangka ini. Absorpsi karbon-13 dijumpai dengan angka 0 – 220 ppm di bawah medan dari TMS. Jangka geseran kimia yang lebar inilah merupakan faktor lain yang menyederhanakan spektra 13 C dibandingkan dengan spektra 1H, dalam spektra 13 C peluang tumpang tindihnya absorpsi lebih kecil. Sastrohamidjojo, 1996 Universitas Sumatera Utara BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat-alat

1. Gelas ukur 50 ml pyrex 2. Gelas Beaker 250 ml pyrex 3. Gelas Erlenmeyer 250 ml pyrex 4. Corong saring 5. Corong pisah 500 ml Durant 6. Kolom khromatografi Pyrex 7. Tabung reaksi 8. Plat skrining 9. Neraca Analitis Mettler PM 480 10.Hair dryer Miyako 11.Rotari evaporator Buchi B-480 12.Labu alas 500 ml Pirex 13.Alat pengukur titik lebur 14.Statif dan klem 15.Spatula 16.Lampu UV 254 nm Short Wave dan 366 nm Long Wave Universitas Sumatera Utara 17.Batang pengaduk 18.Pipet tetes 19.Botol vial 20.Bejana KLT 21. Plat KLT 22. Pipa kapiler 23. Plat KLT Preparatif E.Merck 24.Spektrofotometer FT-IR Shimadzu 25.Spektrometer NMR ECA 500 MHz 26.Penangas air

3.2. Bahan-bahan

1. Daun tumbuhan merambung Vernonia arborea Buch-Ham. 2. Metanol Destilasi 3. N-Heksana Teknis 4. Etil Asetat Teknis 5. Kloroform p.a. Merck 6. Silika Gel 60GF 254 7. Silika Gel 60 Type E 8. Pereaksi Salkowsky 9. Pereaksi Lieberman-Burchard Universitas Sumatera Utara 3.3. Prosedur Penelitian 3.3.1. Penyediaan sampel Sampel yang diteliti adalah daun tumbuhan merambung yang diperoleh dari koleksi tanaman Bapak Lamek Marpaung, jalan Karya Wisata komplek Johor Indah Permai Blok H-15, Medan-Johor, Medan. Daun tumbuhan dikeringkan di udara terbuka, dihaluskan sampai diperoleh serbuk daun tumbuhan merambung sebanyak 2000 gram

3.3.2. Uji Pendahuluan terhadap Ekstrak daun tumbuhan Merambung

Serbuk daun tumbuhan Vernonia arborea Ham. diidentifikasi dengan cara: 1. Uji busa 2. Skrining fitokimia 3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis

3.3.2.1 Uji Busa

Serbuk daun tumbuhan merambung sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambah 10 ml aquades dan dipanaskan pada penangas air. Lalu dikocok-kocok dengan kuat sehingga terbentuk busa dan didiamkan selama 10 menit. Busa yang hilang menunjukkan bahwa dalam daun tumbuhan merambung tidak terdapat senyawa glikosida

3.3.2.2. Skrining Fitokimia

Serbuk daun tumbuhan merambung sebanyak 10 gram diekstraksi dengan metanol panas. Ekstrak yang diperoleh ditest dengan pereaksi sebagai berikut: - Pereaksi Salkowsky yaitu penambahan H 2 SO 4p terhadap ekstrak dan menghasilkan larutan berwarna merah. - Pereaksi Lieberman-Burchard yaitu dengan penambahan asam sulfat pekat dengan asam asetat anhidrid 1 : 20 vv dan menghasilkan larutan berwarna hijau kebiruan. Universitas Sumatera Utara

3.3.2.3. Analisis Kromatografi Lapis Tipis KLT

Analisis KLT dilakukan terhadap ekstrak metanol dengan menggunakan fasa diam silika gel 60GF 254 . Fasa gerak yang digunakan adalah campuran kloroform : metanol dengan perbandingan 100 : 0vv ; 90 : 10vv ; 80 : 20vv ; 70 : 30vv. Prosedur analisis kromatografi lapis tipis : Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak kloroform : metanol dengan perbandingan 100 : 0 vv ke dalam bejana kromatografi, kemudian dijenuhkan. Ditotolkan ekstrak pekat metanol pada plat KLT. Dimasukkan plat ke dalam bejana yang telah berisi pelarut yang telah dijenuhkan, lalu ditutup dan dielusi. Plat yang telah dileusi dikeluarkan dari bejana, lalu dikeringkan. Diamati bercak yang timbul dibawah sinar UV dengan panjang gelombang 254 nm dan 366 nm, kemudian di fiksasi dengan larutan cerium sulfat, dipanaskan diatas pemanas listrik dan dihitung harga Rf yang diperoleh. Hasil pemisahan yang baik diberikan pada fase gerak CHCl 3 : MeOH 80 : 20 v v . Harga Rf dapat dilihat pada kromatogram Lampiran-3

3.3.3. Prosedur untuk memperoleh Senyawa Kimia dari Ekstrak Daun Tumbuhan Merambung

Dalam penelitian ini kami menggunakan cara ekstraksi dengan metode maserasi. Serbuk daun tumbuhan merambung ditimbang sebanyak 2000 gram, dimasukkan ke dalam bejana dan ditambahkan dengan pelarut metanol sampai semua sampel terendam oleh pelarut dan dibiarkan selama 72 jam dan sesekali diaduk. Maserat disaring dan diperoleh ekstrak. Maserasi dilakukan berulang kali dengan menggunakan pelarut metanol sampai ekstrak metanol yang diperoleh memberikan hasil uji yang negatif pada pereaksi identifikasi terpenoida. Ekstrak metanol yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator pada suhu 60 o C sehingga diperoleh ekstrak pekat metanol, kemudian diekstraksi partisi dengan menggunakan pelarut n-heksana, sehingga Universitas Sumatera Utara terbentuk lapisan n-heksana dan lapisan metanol. Ekstraksi partisi dilakukan berulang-ulang sampai fraksi n-heksana jernih.

3.3.4. Isolasi Senyawa Terpenoida dengan Kromatografi Kolom

Isolasi senyawa terpenoida secara kolom dilakukan terhadap ekstrak pekat n- heksana daun tumbuhan merambung. Fasa diam yang digunakan adalah silika gel 60 G dan fasa gerak adalah campuran pelarut kloroform : metanol. Prosedurnya: Dirangkai alat kolom kromatografi, dengan terlebih dahulu membuburkan silika gel 60G dengan menggunakan n-heksan, diaduk hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam kromatografi kolom. Dielusi dengan menggunakan kloroform 100 hingga silika gel padat dan homogen. Dimasukkan 40 gram ekstrak n-heksana daun tumbuhan merambung ke dalan kolom kromatografi yang telah berisi bubur silika gel di puncak kolom, lalu ditambahkan fasa gerak kloroform : metanol 80 : 20 vv secara perlahan-lahan dan diatur aliran fasa gerak yang keluar dari kolom sama banyaknya dengan penambahan fasa gerak dari atas kolom, dan ditampung hasilnya dalam botol bervolume 5 ml, lalu dilakukan KLT untuk tiap fraksi.

3.3.5. Uji Kemurnian Hasil Kromatografi Kolom dengan KLT

Uji kemurnian senyawa dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis dengan menggunakan fase diam silika gel 60 GF 254 dengan fase gerak CHCl 3 : MeOH 80 : 20 v v . Prosedur : Dimasukkan 10 ml larutan fase gerak kedalam bejana kromatografi, lalu dijenuhkan. Ditotolkan kristal yang sebelumnya dilarutkan pada plat KLT. Dimasukkan plat KLT tersebut kedalam bejana kromatografi yang telah jenuh. Setelah pelarut fase gerak merembes sampai batas tanda, plat KLT dikeluarkan Universitas Sumatera Utara dari bejana, dikeringkan, dan difiksasi dengan menggunakan pereaksi Cerium sulfat menghasilkan bercak coklat yang menunjukkan uji positif adanya senyawa terpenoida. Lampiran-4 3.3.6. Analisis spektroskopi Senyawa Hasil Isolasi 3.3.6.1. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer UV-Vis Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Serpong-Tangerang Lampiran-5

3.3.6.2. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer FT-IR

Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia-LIPI, Serpong-Tangerang Lampiran-6

3.3.6.3. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Inti Proton

1 H-NMR Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong – Tangerang dengan menggunakan CDCl 3 sebagai pelarut dan TMS sebagai standart dalam spektrum absorbansi antara 0 – 14 ppm dibawah TMS. Lampiran-7

3.3.6.4. Analisis Senyawa Hasil Isolasi dengan Spektrofotometer Resonansi Magnetik Karbon-13

13 C-NMR Analisis ini dilakukan di Pusat Penelitian Kimia LIPI Serpong – Tangerang dengan menggunakan CDCl 3 sebagai pelarut dan TMS sebagai standart dalam spektrum absorbansi antara 1-200 ppm dibawah TMS. Lampiran-8 Universitas Sumatera Utara

3.4. Bagan Penelitian

← diskrining fitokimia 2000 g serbuk daun merambung ←dimaserasi dengan metanol 3 x 3 L selama ±72 jam ←disaring ← dipekatkan dengan rotarievaporator ← di ekstraksi partisi dengan n-heksan sebanyak ±7 kali ← dipekatkan dengan rotarievaporator tidak dilanjutkan ← diskrining fitokimia ← di-KLT dengan eluen CHCl 3 : MeOH 90:10, 80:20, 70:30, v v , diperoleh bahwa pemisahan terbaik ada pada perbandingan 80:20 5 noda ← dimasukkan ke dalam kolom kromatografi ← dicuci dengan kloroform 100 sebanyak 1200 mL ← dikromatografi kolom dengan campuran eluen CHCl 3 :MeOH 80 : 20 v v ← ditampung dalam botol vial 5 ml ← setiap fraksi di-KLT ← fraksi dengan harga Rf sama dikumpulkan ← direkristalisasi dengan menggunakan benzena + dimetil eter ← dianalisis KLT ← dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Vis 1 H-NMR dan 13 C-NMR Ampas Ekstrak pekat metanol Lapisan n-heksana Ekstrak n-heksana 40 gram Senyawa Murni 55 mg Fraksi 1-5 Rf =0,86 Fraksi 6-15 Rf =0,68 Fraksi 16-21 Rf =0,45 Fraksi 22-28 Rf =0,33 Fraksi 29-35 Rf =0,21 Lapisan metanol Hasil Analisis Ekstrak kasar metanol Universitas Sumatera Utara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian